Penerapan good governance Penerapan civil society

a. Penerapan good governance

Berkaitan dengan good governance, Mardiasmo 2002:18 mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance, di mana pengertian dasarnya adalah kepemerintahan yang baik. Kondisi ini berupaya untuk menciptakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efisiensi, pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif. Bertolak dari proses Reformasi 1998 yang menginginkan suatu perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan yang lebih transparan, berkeadilan, dan akuntabel, maka tuntutan akan adanya kepemerintahan yang baik good governance menjadi relevan dan berhubungan satu dengan lainnya. Tujuan reformasi untuk penguatan peran masyarakat dengan penerapan demokrasi rakyat tidak akan tercapai jika tidak didukung oleh suatu pemerintahan yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan.

b. Penerapan civil society

Pengembangan masyarakat madani memerlukan ruang publik di mana setiap warga negara bisa secara bebas dan mandiri mengemukakan pendapatnya mengenai masalah-masalah kemasyarakatan. Mereka juga memiliki ruang yang memadai untuk memanfaatkan potensinya dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sayangnya ruang publik yang semacam itu sejauh ini amat terbatas. Hampir semua ruang publik di mana masalah-masalah kemasyarakatan berkembang selalu tidak pemah lepas dari intervensi negara dan pemerintah. Pemerintah bahkan sering kali bertindak sangat jauh dan berusaha melakukan intervensi pada hal-hal yang sebenamya merupakan bagian dari private life warganya. Bahkan, sering kali menjadi amat sulit untuk membedakan antara public dan private life. Konsep masyarakat sipil ini sesungguhnya bermuara pada tiga syarat pokok suatu pemerintahan Masoed, 1997 yaitu: 1. Kompetisi yang sungguh-sungguh dan meluas di antara individu dan kelompok di masyarakat dan tidak melibatkan penggunaan daya paksa; 2. Partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga negara dalam kebijakan publik; 3. Kebebasan sipil dan politik dalam keseluruhan proses sosial dan kenegaraan yang ada. Jadi, dalam masyarakat sipil, hubungan antara masyarakat dan negara atau pemerintah terjalin secara harmonis dengan prinsip-prinsip demokrasi yang universal, dengan tatanan politik yang memiliki liberalisasi dan partisipasi yang tinggi. Di sini dibutuhkan komitmen para pemimpin politik yang kuat terhadap demokrasi yang menolak penerapan kekerasan dan sarana ilegal dan tidak konstitusional untuk mengejar kekuasaan. Untuk itu, dibutuhkan gaya kepemimpinan politik yang fleksibel, akomodatif, dan sesuai dengan konsensus.

2. Faktor Organisasional