Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan matematika memiliki pengaruh yang besar dalam dunia pendidikan. Berdasarkan Cornelius dalam Abdurrahman, 2003:253: “Setiap orang harus mempelajari matematika, karena matematika merupakan sarana berfikir yang jelas dan logis untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sarana mengenal pola-pola dan generalisasi hubungan, sarana untuk mengembangkan aktivitas, dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya” . Sementara itu pendidikan matematika dihadapkan pada masalah rendahnya penguasaan anak didik pada setiap jenjang pendidikan. Hal yang memprihatinkan yang dapat dilihat langsung adalah mutu pendidikan matematika belum mencapai hasil yang diharapkan, seperti yang diungkapkan Trianur dalam Trianur, 2010 : “Menurut Trends in Mathematic and Science Study TIMSS 2003, siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai nega ra tetangga yang terdekat”. Permasalahan seperti siswa hanya menghapal rumus-rumus matematika tanpa bisa mengartikan simbol-simbol pada rumus tersebut, sering timbul pada proses pembelajaran, terutama pada materi yang memerlukan keterampilan penalaran berbahasa, sehingga siswa kesulitan untuk memahami materi yang diajarkan. Hal itu karena kurangnya minat siswa dalam belajar matematika. Dalam hal ini sangatlah diperlukan peranan guru. Dengan kata lain guru menempati titik sentral pengajaran. Agar guru mampu menunaikan tugasnya dengan baik, maka terlebih dahulu harus memahami hal-hal yang berhubungan dengan proses belajar mengajar seperti halnya proses pendidikan pada umumnya. Dengan demikian peranan guru yang sangat penting adalah mengaktifkan dan mengefisienkan proses belajar di sekolah termasuk didalamnya penggunaan metode mengajar yang sesuai. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa adalah karena pendekatan pembelajaran yang didominasi oleh kegiatan pembelajaran yang terpusat pada guru. Dalam penyampaian materi guru cendrung monoton menguasai kelas sehingga siswa kurang dapat aktif dan kurang dapat leluasa menyampaikan ide-idenya. Akibatnya kemampuan penalaran siswa dalam belajar matematika menjadi kurang optimal serta perilaku belajar yang lain seperti keaktifan dan kretifitas siswa dalam pembelajaran matematika hampir tidak tampak. Penggunaan metode pembelajaran yang monoton konvensional, memungkinkan siswa akan mengantuk, perhatian dan minatnya berkurang karena membosankan. Metode pembelajaran yang tepat membuat matematika lebih berarti, masuk akal, menantang, menyenangkan dan cocok untuk siswa. Gambaran permasalahan-permasalahan di atas perlu diperbaiki untuk meningkatkan motivasi, minat, perhatian, pemahaman, dan prestasi belajar siswa. Oleh karena itu guru harus mampu menggunakan pendekatan dan metode mengajar yang lebih efektif yang dapat membangktikan minat siswa sehingga siswa menjadi aktif dan termotivasi untuk belajar. Dalam usaha ini banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menciptakan kondisi-kondisi tertentu untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Model pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa diadaptasikan terhadap kebutuhan siswa. Model dalam pembelajaran pada hakekatnya merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran serta dapat mengembangkan dan meningkatkan aktivitas belajar yang dilakukan guru dan siswa. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara optimal adalah model belajar Auditory Intellectually Repetition AIR. Auditory Intellectually Repetition AIR merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif. Auditory Intellectualy Repetition AIR berasal dari kata Auditory, Intellectualy dan Repetition. Auditory bermakna bahwa belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi. Intellectualy bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berfikir mind-on, harus dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah dan menerapkan. Sedangkan Repetition adalah pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang guru matematika SMA Negeri 1 Tigalingga, ketika peneliti melakukan observasi pada tanggal 28 April 2012, Ibu Sumarti Manullang mengatakan bahwa: siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika terkhusus pada topik persamaan kuadrat. Hal ini disebabkan karena topik persamaan kuadrat membutuhkan penalaran dalam pengerjaannya. Selain itu siswa juga mengalami berbagai kesulitan dalam menentukan himpunan penyelesaian dari sebuah persamaan kuadrat. Selain itu, ini terjadi karena tingkat konsentrasi siswa yang tidak maksimal karena metode yang digunakan tidak cocok, mungkin metode sebelumnya tidak membuat siswa termotivasi sehingga kebanyakan siswa kurang memahami materi yang disajikan guru, terutama materi persamaan kuadrat. Disamping itu, Ibu Sumarti juga mengatakan bahwa bukan hanya dari faktor siswanya saja, tetapi dari faktor gurunya juga terlibat dalam perkembangan hasil belajar matematika siswa khususnya pada materi persamaan kuadrat yaitu sebagian guru hanya menerangkan penjelasan materi serta memberikan contoh- contoh sesuai yang ada dibuku tidak berkembang. Jadi, ketika siswa diberikan soal yang sedikit saja berbeda dari contoh yang diberikan, siswa langsung mengalami kesulitan. Selama ini metode yang digunakan oleh kebanyakan guru tidak mengalami perubahan selalu sama sehingga kesulitan yang dihadapi siswa dalam mempelajari persamaan kuadrat tetap ada. Dengan kata lain kurang efektif. Berdasarkan tes diagnostik yang diberikan oleh peneliti kepada siswa pada waktu peneliti melakukan observasi, dapat dilihat letak kesalahan siswa dalam mengerjakan soal persamaan kuadrat, diantaranya: 1. Tentukanlah hhimpunan penyelesaian dari persamaan kuadrat berikut: a. 28 3 2    x x b.   18 3   x x Jawaban Siswa: 1. a. 28 3 2    x x    4 7 4 7 4 7           x x x x x x Jadi, Hp:{7,-4} b.   18 3   x x    3 6 3 6 3 6 18 3 2             x x x x x x x x Jadi, Hp:{6,3} Dari jawaban siswa di atas dapat dilihat bahwa letak kesalahan siswa terdapat pada proses pemaktoran persamaan kuadrat. Melalui pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition AIR, diharapkan siswa akan lebih baik dalam memahami materi persamaan kuadrat sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Persamaan Kuadrat, karena didalam model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition AIR terdapat repetisi, yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis sehingga siswa diharapkan dapat lebih mudah memahami materi persamaan kuadrat. Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun yang menjadi kelebihan dari model pembelajaran AIR adalah sebagai berikut: a. Melatih pendengaran dan keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapat Auditory. b. Melatih siswa untuk memecahkan masalah secara kreatif Intellectually. c. Melatih siswa untuk mengingat kembali tentang materi yang telah dipelajari Repetition. d. Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif. Sedangkan yang menjadi kelemahan dari model pembelajaran AIR adalah dalam model pembelajaran AIR terdapat tiga aspek yang harus diintegrasikan yakni : Auditory, Intellectually, Repetition sehingga secara sekilas pembelajaran ini membutuhkan waktu yang lama. Tetapi, hal ini dapat diminimalisir dengan cara pembentukan kelompok pada aspekAuditory dan Intellectually. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul:” Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Auditory Intellectually Repetition AIR Di Kelas X SMA Negeri 1 Tigalingga TA. 20122013”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas dapat diidentifikasikan masalah yang mungkin timbul sebagai berikut: 1. Kemampuan siswa dalam matematika masih rendah. 2. Guru kurang bervariasi menggunakan metode mengajar dan kurang memperhatikan pola pikir logis, kritis, kreatif, dalam belajar matematika. 3. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah masih rendah

1.3 Batasan Masalah

Melihat luasnya cakupan masalah-masalah yang teridentifikasi dibandingkan waktu yang dimiliki peneliti, maka peneliti perlu memberikan batasan terhadap masalah yang akan dikaji agar analisis hasil penelitian ini dapat dilakukan dengan lebih mendalam dan terarah. Adapun batasan masalah yang dikaji dalam rencana penelitian ini dibatasi pada kurang bervariasinya guru menggunakan metode mengajar dan kurang memperhatikan pola pikir logis, kritis, kreatif, dalam belajar matematika. Sehingga penelitian ini dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe auditory intellectually repetition untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada materi persamaan kuadrat.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka yang menjadi fokus permasalahan dirumuskan sebagai berikut: Berdasarkan batasan masalah diatas, maka yang menjadi fokus permasalahan dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal-soal persamaan kuadrat? 2. Bagaimanakah model pembelajaran kooperatif tipe Auditory Intellectually Repetition AIR dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan persamaan kuadrat di kelas X SMA N.1 Tigalingga? 3. Bagaimana peningkatan hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan persamaan kuadrat melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Auditory Intellectually Repetition AIR?

Dokumen yang terkait

ENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN LOGIKA MATEMATIKA SISWA KELAS X API 1 SMK NEGERI 1 SUKORAMBI TAHUN AJARAN 2011/2012

0 6 16

KOMPARASI HASIL BELAJAR EKONOMI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 17 110

KOMPARASI HASIL BELAJAR EKONOMI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 5 94

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI (GROUP INVESTIGATION) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 14 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 201

0 23 72

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS X SMA MATERI TRIGONOMETRI DALAM PEMBELAJARAN MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)

7 85 402

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) PADA SISWA KELAS X5 DI SMA NEGERI 1 SAWANG

0 0 10

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN - PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION (AIR) DENGAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE) SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 CAMPURDARAT TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2017/2

0 0 14

BAB II LANDASAN TEORI A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran - PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION (AIR) DENGAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE) SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 CAM

0 0 18

BAB III METODE PENELITIAN - PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION (AIR) DENGAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE) SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 CAMPURDARAT TULUNGAGUNG TAHUN AJARA

0 0 21