KOMPARASI HASIL BELAJAR EKONOMI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

(1)

KOMPARASI HASIL BELAJAR EKONOMI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STUDENT

TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR

TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

Oleh

FERDESI HANAFIA

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar MAGISTER PENDIDIKAN IPS

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

ABSTRACT

THE COMPARISON OF ECONOMY STUDYING RESULT BETWEEN MODEL COOPERATIVE TEACHING-LEARNING IN JIGSAW TYPE AND STUDENTS TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) TYPE ON

TEN GRADE STUDENTS OF SMA N 1 TERBANGGI BESAR IN THE ACADEMIC YEAR OF 2012/2013

By Ferdesi Hanafia

This research is aimed to describe: 1) the difference of economy studying result among teaching-learning model which is used (cooperative teaching-learning with Jigsaw type and STAD type) and among the beginning knowledge level (high, average, low); 2) the difference of economy studying result among student who has been given cooperative teaching-learning model with Jigsaw type and STAD type without noticing the beginning knowledge level; 3) the difference of economy studying result among students who have high, average and low beginning knowledge level without considering teaching-learning model that has been used; 4) the interaction between teaching-learning model which is used with students beginning knowledge level on studying result; 5) the effectiveness of studying result between cooperative teaching-learning model with Jigsaw type and STAD type for the economy teaching-learning. This research used experiment research method with factorial design approach. The findings of this research show that: 1) there is the difference of economy studying result among teaching – learning model which is used (cooperative teaching-learning with Jigsaw type and STAD type) and among the beginning knowledge level (high, average, low); 2) there is the difference of economy studying result among students who has been given cooperative teaching-learning model with Jigsaw type and STAD type without noticing the beginning knowledge level; 3) there is the difference of economy studying result among students who have high, average and low beginning knowledge level without considering teaching-learning model that has been used; 4) there is no interaction between teaching-learning model which is used with students beginning knowledge level on studying result; 5) there is the difference of effectiveness between cooperative teaching-learning model with Jigsaw type and STAD type for the economy teaching learning that Jigsaw teaching-learning model is more effective than STAD model.


(3)

ABSTRAK

KOMPARASI HASIL BELAJAR EKONOMI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STUDENT

TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR

TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

Oleh Ferdesi Hanafia

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) perbedaan hasil belajar ekonomi antarmodel pembelajaran yang digunakan (kooperatif tipe jigsaw dan tipe STAD) dan antartingkat kemampuan awal (tinggi, sedang dan rendah); (2) perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa yang diberi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe STAD tanpa memperhatikan tingkat kemampuan awal; (3) perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa yang berkemampuan awal tinggi, sedang dan rendah tanpa mempertimbangkan model pembelajaran yang digunakan; (4) interaksi antara model pembelajaran yang digunakan dengan tingkat kemampuan awal siswa terhadap hasil belajar; (5) efektivitas hasil belajar antara model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe STAD untuk pembelajaran ekonomi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen dengan pendekatan desain faktorial. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) ada perbedaan hasil belajar ekonomi antar model pembelajaran yang digunakan (kooperatif tipe jigsaw dan tipe STAD) dan antar tingkat kemampuan awal (tinggi, sedang, rendah); (2) ada perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa yang diberi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe STAD tanpa memperhatikan tingkat kemampuan awal; (3) ada perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa yang berkemampuan awal tinggi, sedang dan rendah tanpa mempertimbangkan model pembelajaran yang digunakan; (4) tidak ada interaksi antara model pembelajaran yang digunakan dengan tingkat kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah terhadap hasil belajar ekonomi; (5) ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe STAD dalam pembelajaran ekonomi dimana model pembelajaran Jigsaw lebih efektif bila dibandingkan dengan model pembelajaran STAD.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

ABSTRAK ………. ii

LEMBAR PERSETUJUAN ……….. iii

LEMBAR PERNYATAAN ……….. iv

KATA PENGANTAR ………... v

MOTTO ………. vi

PERSEMBAHAN ……….. vii

DAFTAR ISI ……….. viii

DAFTAR TABEL……….. ix

DAFTAR GAMBAR………. x

DAFTAR LAMPIRAN……….. xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Pembatasan Masalah... 10

1.4 Rumusan Masalah ... 10

1.5 Tujuan Penelitian ... 11

1.6 Kegunaan Penelitian ... 12

1.6.1 Kegunaan Teoritis ... 12

1.6.2 Kegunaan Praktis ... 13

1.7 Ruang Lingkup ... 13


(8)

1.7.2 Ruang Lingkup Ilmu ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 15

2.1 Tinjauan pustaka ... 15

2.1.1 Tinjauan Tentang Pembelajaran ... 15

2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran ... 15

2.1.1.2 Ciri-ciri Pembelajaran... 17

2.1.1.3 Peran Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran ... 18

2.1.2 Tinjauan Tentang Teori Pembelajaran... 18

2.1.3 Model Pembelajaran ... 21

2.1.4 Pendidikan IPS ... 24

2.1.4.1 Tujuan Pendidikan IPS ... 26

2.1.5 Hasil Belajar ... 27

2.1.6 Pembelajaran Kooperatif ... 33

2.1.6.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 33

2.1.6.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif ... 36

2.1.6.3 Unsur Penting Pembelajaran Kooperatif ... 37

2.1.6.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 33

2.1.6.5 Keterampilan Kooperatif ... 39

2.1.6.6 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 40

2.1.6.7 Pendekatan Dalam Pembelajaran Kooperatif ... 42

2.1.6.8 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif ... 43

2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw... 44

2.1.8 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achiement Division) ... 49


(9)

2.1.9 Kemampuan Awal ... 57

2.1.8 Hakekat Mata Pelajaran Ekonomi ... 63

2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan ... 67

2.3 Kerangka Berfikir ... 69

2.4 Hipotesis ... 71

BAB III. METODE PENELITIAN ... 75

3.1 Pendekatan Penelitian ... 75

3.2 Populasi Penelitian... 77

3.3 Sampel Penelitian ... 78

3.4 Definisi Operasional ... 79

3.4.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 79

3.4.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 80

3.4.3 Kemampuan Awal Siswa ... 81

3.4.4 Hasil Belajar Siswa ... 81

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 81

3.6 Instrumen Pengumpulan Data ... 82

3.7 Desain Analisis ... 89

3.8 Teknik Analisis Data ... 90

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 92

4.1 Hasil Penelitian ... 92

4.1.1 Deskripsi data ... 92

4.1.1.1 Deskripsi data hasil tes kemampuan awal ... 93


(10)

4.2 Analisis data ... 102

4.2.1 Uji normalitas ... 102

4.2.2 Uji homogenitas ... 103

4.3 Pengujian hipotesis ... 104

4.3.1 Hipotesis 1 ... 105

4.3.2 Hipotesis 2 ... 106

4.3.3 Hipotesis 3 ... 108

4.3.4 Hipotesis 4 ... 109

4.3.5 Hipotesis 5 ... 113

4.4 Pembahasan ... 115

4.4.1 Pembahasan hipotesis 1 ... 115

4.4.2 Pembahasan hipotesis 2 ... 121

4.4.3 Pembahasan hipotesis 3 ... 123

4.4.4 Pembahasan hipotesis 4 ... 124

4.4.5 Pembahasan hipotesis 5 ... 126

4.4.6 Temuan penelitian ... 127

4.4.7 Keterbatasan penelitian ... 128

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 119

5.1 Kesimpulan ... 129

5.2 Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 132


(11)

I. PENDAHULUAN

Pembahasan dalam bab ini akan difokuskan pada beberapa sub bab yang berupa latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan ruang lingkup penelitian. Untuk lebih jelasnya pembahasan tiap sub bab akan diuraikan sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Terbanggi Besar merupakan salah satu sekolah yang ada di daerah Poncowati, Bandar Jaya Utara Kecamatan Terbanggi Besar. Proses pembelajaran yang dilakukan selama ini masih monoton dan didominasi guru dengan metode ceramah, sehingga hasil belajar siswa cenderung rendah. Berdasarkan permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran selama ini dan rendahnya hasil belajar siswa pada kelas X, maka guru dalam penelitian ini berinisiatif untuk menggunakan model pembelajaran Jigsaw dan STAD sebagai pembandingnya. Alasan peneliti menggunakan model pembelajaran Jigsaw dan STAD karena kedua model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang menitikberatkan siswa untuk saling bekerja sama dalam kelompok. Sebab selama ini proses pembelajaran di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar belum memusatkan siswa pada kerja sama kelompok dalam proses pembelajaran. Selain itu dengan dilakukannya penelitian guru dapat menemukan satu model yang efektif yang dapat digunakan dalam


(12)

2 proses pembelajaran di kelas X SMA Negeri 1 terbanggi besar yang diharapkan dapat memperbaiki mutu proses pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Selain itu, permasalahan yang ada saat ini peserta didik seakan dieksploitasi untuk menjadi obyek atas terlaksananya skenario yang telah disusun oleh guru. Kondisi tersebut telah diinventarisir oleh Depdiknas dalam ciri-ciri pembelajaran tradisional. Ciri-ciri pembelajaran tradisional (Depdiknas 2003: 7):

1. Siswa adalah penerima informasi yang pasif 2. Siswa belajar secara individual

3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis 4. Perilaku dibangun atas kebiasaan

5. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan

6. Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor 7. Seseorang tidak melakukan yang jelek karena takut hukuman

8. Bahasa diajarkan dengan pendekatan structural: rumus diterangkan sampai paham, kemudian dilatihkan (drill)

9. Rumus itu ada di luar siswa yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan

10.Rumus adalah kebenaran absolute (sama untuk semua orang). Hanya ada dua kemungkinan yaitu pemahaman rumus yang salah atau perumusan yang benar

11.Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal), tanpa memberikan ide dalam proses pembelajaran

12.Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep atau hukum yang berada di luar diri manusia

13.Kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final 14.Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran

15.Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa 16.Hasil belajar diukur hanya dengan tes

17.Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas 18.Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek 19.Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik

20.Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan.

Hal-hal tersebut sebenarnya harus segera dikoreksi karena proses belajar yang seharusnya berlangsung adalah proses yang sebagaimana ditekankan oleh aliran konstruktivisme, yaitu lebih ditekankan pada keterlibatan aktif peserta


(13)

3 didik melalui pendekatan proses mental untuk mengkonstruk dan mentransformasikan pengetahuaanya (student centered). Suasana pembelajaran seperti ini menuntut seorang guru yang mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang tepat. Dengan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran diharapkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik menjadi lebih bermakna.

Salah satu disiplin ilmu yang sangat perlu dikembangkan adalah ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan tindakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan kegiatan yang secara umum terdiri dari kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi. Mata pelajaran ekonomi termasuk ke dalam rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Mata pelajaran ekonomi mencakup perilaku ekonomi dan kesejahteraan yang berkaitan dengan masalah ekonomi yang terjadi di lingkungan kehidupan manusia.

Metode pembelajaran memegang peranan penting dalam proses pembelajaran di samping kemampuan siswa itu sendiri. Pembelajaran yang bersifat teacher centered kurang efektif karena kurang melibatkan kemampuan berpikir dan bertindak secara kritis, kurang termotivasi dan kurang bertanggungjawab terhadap proses belajar, kurang berkolaborasi dalam proses belajar, sehingga siswa menjadi pasif di dalam mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas. Berdasarkan data yang diperoleh dari guru ekonomi SMA Negeri 1 Terbanggi Besar jumlah guru yang berjumlah 76 orang yang terdiri dari 48 perempuan dan 28 laki-laki dan rata-rata masih menggunakan metode konvensional, Untuk lebih jelasnya kita lihat tabel 1.1 berikut ini.


(14)

4 Tabel 1.1 Penggunaan metode/pendekatan/strategi/guru di SMA Negeri 1

Terbanggi Besar Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013. No Metode/pendekatan/strategi Jumlah guru Persentase (%)

1. Konvensional 27 35%

2. Diskusi 20 26%

3. Tanya Jawab 15 20%

4. Laboratorium 8 11%

5. Kooperatif 6 8%

Jumlah 76 100%

Sumber: Observasi guru terhadap penggunaan metode pembelajaran tahun pelajaran 2012/2013.

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar guru dalam melakukan pembelajaran (35%) masih menggunakan metode konvensional. Apabila penerapan metode ini terjadi secara terus-menerus dapat menghambat kreatifitas siswa yang berdampak pada rendahnya hasil belajar. Pembelajaran yang optimal dapat terjadi bila siswa dapat berinteraksi dengan guru atau bahan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Dari data yang diperoleh jumlah kelas X di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar yaitu sembilan kelas yang masing-masing kelas terdiri dari 30-32 siswa dengan total jumlah siswa dari sembilan kelas tersebut sebanyak 284 siswa. Dari jumlah siswa tersebut sebagian besar (60%) partisipasi siswa masih kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu metode mengajar yang digunakan oleh guru. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dan wawancara dengan guru ekonomi di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar diketahui bahwa proses pembelajaran ekonomi yang digunakan oleh guru masih menggunakan metode ceramah atau metode langsung meskipun salah satu variasi yang diterapkan oleh guru adalah metode belajar kelompok tetapi penerapannya masih kurang baik. Siswa mengalami kesulitan bekerja dalam


(15)

5 kelompok karena siswa dibagi dalam kelompok yang ditentukan secara sembarang. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa belum dapat ditingkatkan. Selanjutnya hasil belajar ekonomi siswa dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut ini.

Tabel 1.2 Hasil Mid Semester Ekonomi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Terbanggi Besar TP 2012/2013

No. Kelas

Interval Nilai Jumlah Siswa ≤ 73 ≥ 73

1. XA 30 2 32

2. XB 29 3 32

3. XC 29 3 32

4. XD 28 4 32

5. XE 29 3 32

6. XF 29 1 30

7. XG 25 5 30

8. XH 30 2 32

9. XI 29 3 30

Jumlah Siswa 258 26 284

Persentase 90,84% 9,16% 100%

Sumber: Guru mata pelajaran Ekonomi SMA Negeri 1 Terbanggi Besar

Berdasarkan Tabel 1.2, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan hasil belajar ekonomi siswa masih tergolong rendah, siswa yang mencapai standar ketuntasan minimum (SKM) yang berlaku di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar sebesar 73 hanya 95 orang siswa dari jumlah siswa atau hanya 9,16%. Menurut Djamarah dan Zain (2006: 121) tingkat keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Istimewa/maksimal

Apabila seluruh bahan pelajaran yng diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.

2. Baik sekali/optimal

Apabila sebagian besar (76 % s.d 99 %) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

3. Baik/minimal

Apabila bahan pelajaran yamg diajarkan hanya 60 % s.d 75 % saja dikuasai oleh siswa.


(16)

6 4. Kurang

Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60 % dikuasai oleh siswa.

Hasil belajar ekonomi yang rendah menunjukkan bahwa proses pembelajaran ekonomi di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar masih kurang efektif. Hal ini salah satu penyebabnya karena kurang tepatnya guru memilih model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran ekonomi dapat disebabkan banyak faktor, berdasarkan pengamatan dan hasil belajar siswa peneliti mengidentifikasikan adanya minat dan motivasi belajar siswa masih rendah. Pembelajaran ekonomi kurang bervariasi, monoton dan masih menggunakan model pembelajaran konvensional, sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar. Hal ini dapat dilihat kurangnya aktivitas siswa saat belajar, siswa cenderung pasif, hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru, tanpa ada keterlibatan untuk bertanya atau mengemukakan pendapat. Bahkan banyak siswa pada saat proses pembelajaran menggunakan waktunya untuk berbicara dengan teman lainya, bukan untuk menguasai pelajaran, sehingga pembelajaran tidak efektif.

Upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa salah satunya diperlukan guru yang kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai siswa, yaitu salah satu caranya dengan menerapkan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang diajarkan. Pembelajaran ekonomi tidak lagi mengutamakan melalui penyampaian informasi oleh guru, tetapi lebih mengutamakan pembelajaran yang mengikutsertakan siswa untuk aktif dan kreatif dalam mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotornya. Berdasarkan pertimbangan di atas diperlukan metode pembelajaran yang mampu


(17)

7 melibatkan peran serta siswa secara menyeluruh, sehingga kegiatan belajar mengajar tidak hanya didominasi oleh guru. Oleh karena itu, perlu diadakan inovasi dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu salah satunya dengan pembelajaran kooperatif.

Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student centered), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerjasama dengan orang lain, yang tidak dapat bekerjasama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli dengan orang lain (Lie, 2008: 20). Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah peserta didik sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap peserta didik anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.

Dalam pembelajaran kooperatif, belajar belum dikatakan selesai jika salah satu teman dalam kelompok tersebut belum menguasai bahan pelajaran. Model pembelajaran kooperatif merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang interaksi antara peserta didik dengan peserta didik, antara peserta didik dan guru. Kondisi seperti inilah yang sangat diharapkan agar interaksi berjalan dengan baik demi kelancaran pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif ada beberapa, diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe STAD (Students teams achiement division). Mendasari dari uraian-uraian di atas dan


(18)

8 permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran, maka penulis mencoba mengadakan penelitian dengan melakukan pengembangan pembelajaran tipe jigsaw dan tipe STAD (Students teams achiement division). Kedua tipe pembelajaran ini dirasa cocok untuk mengatasi permasalahan pembelajaran yang peserta didiknya mempunyai latar belakang yang berbeda, sehingga terwujud tujuan pembelajaran demi terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.

Model pembelajaran tipe Jigsaw ini merupakan model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Keunggulan kooperatif Jigsaw meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain, siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi juga harus memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada orang lain yaitu anggota kelompoknya yang lain (Rusman, 2011: 34).

Sedangkan model pembelajaran tipe STAD ini merupakan model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dengan cara memebentuk kelompok yang anggotanya 4 anak secara heterogen, setelah guru memberikan tugas kepada kelompok setiap anggota kelompok akan berusaha mempelajarinya dan yang sudah bisa memahami materi membantu anggota yang lain. Keunggulan pembelajaran tipe STAD ini adalah adanya kerjasama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu.


(19)

9 Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini mengambil judul “Komparasi Hasil Belajar Ekonomi dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan student team achiement division (STAD) pada siswa kelas X di SMA Negeri I Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka terdapat masalah-masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Hasil belajar yang dicapai siswa pada mata pelajaran ekonomi masih tergolong rendah.

2. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas lebih banyak didominasi oleh guru. (Teacher centered).

3. Sebagian besar guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional dalam kegiatan belajar mengajar.

4. Proses kegiatan belajar mengajar yang monoton sehingga siswa mengalami kejenuhan belajar di kelas.

5. Kurangnya pengetahuan dan pengalaman guru dalam menerapkan model pembelajaran yang tepat.

6. Motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi rendah. 7. Partisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar masih rendah.


(20)

10 1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan pembahasan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang sangat luas tersebut, maka perlu dilakukan pembatasan masalah yang akan diteliti. Pembatasan ini dilakukan dengan berbagai pertimbangan diantaranya (1) karena keterbatasan waktu, tenaga maupun biaya dan (2) penelitian yang dilakukan menjadi lebih fokus, sehingga pengkajian menjadi lebih mendalam. Sesuai dengan pertimbangan tersebut maka penelitian ini akan difokuskan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan STAD untuk mata pelajaran ekonomi dan mencari model mana yang lebih efektif untuk pembelajaran ekonomi. Dengan demikian jelas bahwa penelitian ini dilakukan dengan memfokuskan pada penggunaan kooperatif tipe jigsaw dan STAD dalam pembelajaran ekonomi.

1.4 Rumusan Masalah

Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, baik pada latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka permasalahan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar ekonomi antarmodel pembelajaran yang digunakan (kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD) dan antartingkat kemampuan awal (tinggi, sedang dan rendah) siswa kelas X SMA Negeri I Terbanggi Besar?

2. Apakah ada perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa yang diberi pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD tanpa memperhatikan tingkat kemampuan awal pada siswa kelas X SMA Negeri I Terbanggi Besar?


(21)

11 3. Apakah ada perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa yang berkemampuan awal tinggi, sedang dan rendah tanpa mempertimbangkan model pembelajaran yang digunakan pada siswa kelas X SMA Negeri I Terbanggi Besar?

4. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran yang digunakan dengan tingkat kemampuan awal siswa terhadap hasil belajar ekonomi pada siswa kelas X SMA Negeri I Terbanggi Besar?

5. Apakah ada perbedaan efektivitas hasil belajar antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD untuk pembelajaran ekonomi pada siswa kelas X SMA Negeri I Terbanggi Besar?

1. 5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang ada, maka tujuan penelitian yang diharapkan melalui penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut.

1. Mengetahui perbedaan hasil belajar ekonomi antarmodel pembelajaran yang digunakan (kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD) dan antartingkat kemampuan awal (tinggi, sedang dan rendah) siswa kelas X SMA Negeri I Terbanggi Besar.

2. Mengetahui perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa yang diberi pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD tanpa memperhatikan tingkat kemampuan awal pada siswa kelas X SMA Negeri I Terbanggi Besar.

3. Mengetahui perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa yang berkemampuan awal tinggi, sedang dan rendah tanpa mempertimbangkan


(22)

12 model pembelajaran yang dgunakan pada siswa kelas X SMA Negeri I Terbanggi Besar.

4. Mengetahui interaksi antara model pembelajaran yang digunakan dengan tingkat kemampuan awal siswa terhadap hasil belajar ekonomi pada siswa kelas X SMA Negeri I Terbanggi Besar.

5. Mengetahui efektivitas hasil belajar antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD untuk pembelajaran ekonomi pada siswa kelas X SMA Negeri I Terbanggi Besar.

1.6 Kegunaan Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini secara umum adalah untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran ekonomi di kelas X SMA Negeri 1 Terbanggi Besar. Secara khusus dapat diuraikan manfaat hasil penelitian ini sebagai berikut.

1.6.1 Kegunaan Teoritis

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh secara teoritis atas hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Sebagai sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan, pembelajaran di SMA, khususnya pelajaran ekonomi.

2. Sebagai kajian program studi pendidikan IPS dalam peningkatan kualitas pembelajaran, khususnya melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD.

3. Memberikan peluang peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hal yang sama dengan menggunakan teori-teori lain yang belum digunakan pada penelitian ini.


(23)

13 1.6.2 Kegunaan Praktis

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh secara praktis atas hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran ekonomi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Terbanggi Besar.

2. Bagi siswa, sebagai tambahan wawasan untuk meningkatkan hasil belajar melalui model pembelajaran yang melibatkan siswa secara optimal.

3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam menciptakan kualitas proses dan produk pembelajaran untuk meningkatkan mutu sekolah.

1.7 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini akan difokuskan pada ruang lingkup penelitian dan ruang lingkup ilmu. Untuk mengetahui kedudukan keilmuan cakupan pendidikan IPS, rincian lengkapnya sebagai berikut.

1.7.1 Ruang Lingkup Penelitian

Fokus ruang lingkup penelitian yakni perbedaan hasil belajar siswa dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD.

1.7.2 Ruang Lingkup Ilmu

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu soial seperti sosiologi, sejarah, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atas dasar realitas dan


(24)

14 fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah, ekonomi, politik, hukum dan budaya). Menurut NCSS dalam Pargito (2010:34) Ada 10 konsep social studies yaitu (1) culture; (2) time, continuity and change; (3) people, places and environments; (4) individuals development and identity; (5) individuals, group, and institutions; (6) power, authority and govermance; (7) production, distribution and consumption; (8) science, technology and society; (9) global connections; (10) civic ideals and practices.

Ruang lingkup kajian ilmu dalam penelitian ini adalah ekonomi sebagai salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Sosial yang membahas mengenai usaha-usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi demi kesejahteraan diri dan lingkungan sosialnya yang muncul karena konsep kelangkaan. Untuk mencapai kemakmuran dapat dilakukan dengan suatu kegiatan, yaitu kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi tidak dapat dilakukan perseorangan tanpa melibatkan orang lain. Apabila saling ketergantungan itu terjadi kesepakatan, barulah kegiatan ekonomi dapat berjalan. Apabila salah satu kelompok ekonomi tidak dapat berjalan dengan baik, pasti terjadi ketimpangan dalam perekonomian. Adapaun penyebabnya yaitu salah satu pelaku ekonomi tidak berfungsi dengan baik. Ekonomi termasuk dalam tema IPS yang ke 7 mengenai produksi, distribusi dan konsumsi yang merupakan bagian utama pada ekonomi, dan tema yang ke 5, yaitu individu, kelompok dan lembaga.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS

Pembahasan dalam bab ini akan difokuskan pada beberapa sub bab yang berupa tinjauan pustaka, kerangka berfikir dan hipotesis. Untuk lebih jelasnya pembahasan tiap sub bab akan diuraikan sebagai berikut.

2.1 Tinjauan Pustaka

Pembahasan dalam tinjauan pustaka ini difokuskan pada beberapa bagian yang berupa pembelajaran, teori pembelajaran, hasil belajar, pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, pembelajaran kooperatif tipe STAD, kemampuan awal, hakekat pelajaran ekonomi dan penelitian yang relevan.

2.1.1 Tinjauan Tentang Pembelajaran 2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran sebagai suatu sistem instruksional mengacu pada pengertian sebagai perangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan (Djamarah, 2002: 10). Menurut Darsono dkk (2000: 24) pembelajaran adalah sustu kegiatan yang dilakukan guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik. Pembelajaran terjemahan dari kata “instruction” yang terdiri dari self instruction (dari dalam internal) dan eksternal instruction (dari eksternal). Pembelajaran yang bersifat


(26)

internal antara lain datang dari guru yang disebut teaching atau pengajaran. Dalam pembelajaran yang bersifat eksternal prinsip-prinsip belajar dengan sendirinya akan menjadi prinsip-prinsip pembelajaran (Achmad Sugandi, 2004: 9). Gagne dan Briggs (dalam Tasrif, 2008: 104) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu rangkaian events (kejadian, peristiwa, kondisi, dsb) yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi siswa (pembelajar), sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kejadian yang dilakukan oleh guru saja, melainkan mencakup semua kejadian maupun kegiatan yang mungkin mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar manusia.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran dapat berhasil jika ada feed back atau balikan yang baik antara guru dan siswa. Seorang guru harus berusaha sebaik mungkin agar siswa dapat membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan member kesempatan kepada siswa untuk berfikir dan memahami apa yang dipelajari, sehingga akan membentuk suatu perubahan pada diri siswa sesuai dengan minat dan kemampuan masing-masing. Jika sudah terjadi feed back antara guru dan siswa maka diharapkan tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai.

Pembelajaran (learning) adalah suatu kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa secara terintegrasi dengan memperhitungkan faktor lingkungan belajar, karakteristik siswa, karakteristik bidang studi serta berbagai strategi pembelajaran, baik penyampaian, pengelolaan, maupun pengorganisasian pembelajaran. Hal ini terjadi karena ilmu pembelajaran (learning science)


(27)

dipandang sebagai suatu disiplin yang masih relatif mudah, menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan pemahaman dan proses pembelajaran.

Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya proses perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dank arena adanya usaha. Proses perubahan tingkah laku, dan perubahan itu bukan hanya dengan kepemilikan pengetahuan yang banyak saja, tetapi juga kemampuan berindak dengan apa yang telah diketahuinya itu, maka sudah saatnya guru menyadari bahwa belajar bukanlah hanya mengingat ataupun menghafal fakta-fakta dan konsep, tetapi lebih dri itu belajar berarti siswa mengalami, dengan mengalami sendiri, menemukan sendiri akan lebih memberikan kesan dibenak siswa.

2.1.1.2 Ciri-ciri Pembelajaran

Menurut Eggen & Kauchak (1998) menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu:

a. siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan,

b. guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran,

c. aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,

d. guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi,

e. orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta

f. guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.

Menurut Krisna (2009) ciri-ciri pembelajaran yang menganut unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa sebagai berikut.


(28)

a. Motivasi belajar b. Bahan belajar. c. Alat Bantu Belajar. d. Suasana belajar

e. Kondisi siswa yang belajar.

2.1.1.3 Peran Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran

Peran guru dalam pembelajaran yaitu membuat desain instruksional, menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, bertindak mengajar atau membelajarkan, mengevaluasi hasil belajar yang berupa dampak pengajaran. Selain itu, menurut Djamarah (2000: 43-48) bahwa tugas dan tanggung jawab guru atau lebih luasnya pendidik sebagai berikut. 1) Korektor, 2) Inspirator, 3) Informator, 4) Organisator, 5) Motivator, 6) Inisiator, 7) Fasilitator, 8) Pembimbing, 9) Demonstrator, 10) Pengelola kelas, 11) Mediator, 12) Supervisor, 13) Evaluator.

Oleh karena itu, jelaslah bahwa kata “pendidik” dalam perspektif pendidikan yang selama ini berkembang di masyarakat memiliki makna yang lebih luas, dengan tugas, peran, dan tanggung jawabnya adalah mendidik peserta didik agar tumbuh dan berkembang potensinya kearah yang lebih sempurna.

2.1.2 Tinjauan Tentang Teori Pembelajaran

Teori pembelajaran pada dasarnya merupakan penjelasan bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses dalam pikiran siswa. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu teori pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar. Gagne (1992: 25) menyatakan untuk terjadinya belajar pada siswa diperlukan kondisi belajar, baik dalam kondisi internal maupun eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori sebagai hasil


(29)

belajar terdahulu dan memori siswa yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang baru dan ditempatkan bersama-sama.

Kondisi eksternal meliputi aspek atau benda yang dirancang dalam pembelajaran. Gagne menekankan pentingnya kondisi internal dan eksternal dalam suatu pembelajaran agar siswa memperoleh hasil yang diharapkan. Dengan demikian, sebaliknya memperhatikan atau menata pembelajaran yang memungkinkan mengaktifkan memori siswa yang sesuai agar informasi yang baru dapat dipahaminya. Kondisi eksternal ini bertujuan antara lain merangsang ingatan siswa, menginformasikan tujuan pembelajaran, membimbing belajar materi yang baru, memberikan kesempatan kepada siswa menghubungkan dengan informasi yang baru.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkontruksi ilmu pengethuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berfikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132) dalam Trianto, (2009: 24).

Selanjutnya, piaget yang dikenal sebagai kontruktivis pertama (Dahar, 2006:159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran


(30)

karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi, 1988: 133) dalam Trianto, (2009: 35).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, meleinkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61). Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme.

Margareth Bell (1991: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datan dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara


(31)

interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingakah laku. Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental.

Ruseffendi (1988: 133) dalam Trianto (2009: 15) mengemukakan: (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan-urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibrium), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi). Berbeda dengan konstruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik.

2.1.3 Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan pola pembelajaran yang didesain sedemikian rupa, diterapkan dan dievaluasi secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Model pembelajaran merupakan hal yang mutlak dilakukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Proses pendidikan bisa berjalan efektif, apabila model pembelajaran yang diterapkan di kelas mampu menumbuhkan gairah siswa untuk belajar.


(32)

Menurut Joyce (1992) dalam Husnaini (2008: 1) istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya, sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada pendekatan, strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.

Soekamto, dkk dalam Husnaini (2008: 2) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.” Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.

Menurut Kardi dan Nur (2000) dalam Husnaini (2008: 2) model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:

1) rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;

2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);

3) tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.


(33)

Gropper (1997) dalam Moerdiyanto (2008: 13) menyatakan bahwa model atau strategi belajar mengajar adalah suatu rencana untuk pencapaian tujuan pembelajaran. Model instruksional terdiri dari metode atau teknik (prosedur) yang akan menjamin bahwa siswa betul-betul mencapai tujuan pembelajaran. Metode atau teknik belajar mengajar adalah bagian dari strategi belajar mengajar, yaitu jalan dan alat yang digunakan guru untuk mengarahkan kegiatan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Dalam mengatur strategi pembelajaran, guru dapat memilih berbagai metode atau teknik, seperti ceramah (expository), diskusi, simulasi, karyawisata dan menemulan sendiri (discovery).

Menurut Moerdiyanto (2008: 16) ciri-ciri model pembelajaran secara khusus diantaranya adalah:

1) rasional teoritik yang logis yangdisusun oleh para pencipta atau pengembangnya;

2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar; 3) tingkah laku mengajar yang diperlukanagar model tersebut dapat

dilaksanakandengan berhasil; dan

4) lingkungan belajar yang duperlukanagar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan model pembelajaran adalah kegiatan yang dipilih oleh guru dalam proses belajar mengajar, yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa menuju tercapainya tujuan instruksional tertentu. Oleh karena itu, model pembelajaran merupakan komponen penting dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Dengan demikian, tugas guru adalah memilih model pembelajaran yang tepat untuk membantu siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Namun, tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk mengajarkan semua materi untuk semua


(34)

siswa. Model tersebut harus dipilih ataupun dikombinasikan dengan cermat agar dapat digunakan secara optimal dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga dapat memberikan kemudahan kepada siswa menuju tercapainya tujuan instruksional yang diharapkan.

2.1.4 Pendidikan IPS

Pembelajaran IPS suatu program pembelajaran yang terpadu dengan berbagai disiplin ilmu yang bahannya bukan hanya ilmu-ilmu sosial dan humaniora, melainkan juga segala gerak kegiatan dasar dari manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosial dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Pargito (2010: 7) pendidikan IPS (social studies) adalah suatu kajian terpadu terhadap masalah-masalah sosial yang dikemas secara sosial-psikologis untuk trujuan pendidikan. Lebih lanjut Pargito (2010: 73) mengatakan ilmu pengetahuan sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial.

Menurut Soemantri (2003: 14) IPS merupakan perpaduan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora termasuk di dalamnya agama, filsafat, dan pendidikan, bahkan juga menyangkut aspek-aspek ilmu kealaman dan teknologi. Sedangkan menurut Winataputra, (2005: 29) ada 3 istilah yang muncul yaitu pengetahuan sosial, studi sosial, dan ilmu pengetahuan sosial yang diartikan sebagai studi masalah-masalah sosial yang dipilh dan dikembangkan dengan


(35)

menggunakan pendekatan interdisipiliner dan bertujuan agar masalah-masalah sosial dapat dipahami oleh siswa.

Menurut Trianto (2009: 124) IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang-cabang ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya). IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari cabang-cabang ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.

Sapriya (2009: 48) yang menyatakan bahwa “Program pendidikan IPS yang komprehensif adalah program yang mencakup empat dimensi, meliputi: dimensi pengetahuan, dimensi keterampilan, dimensi nilai dan sikap, dan dimensi tindakan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk membentuk warga negara yang baik mampu memahami dan menganalisis kondisi dan masalah sosial serta ikut memecahkan masalah sosial sesuai dengan perkembangan psikologi.

Ilmu Pengetahuan Sosial di SMA merupakan ilmu sosial yang wajib dikembangkan secara mendalam. Karena meskipun merupakan bidang ilmu yang dominan terhadap hapalan dan teori, tetapi manfaat dan tujuan dari IPS tersebut dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa pendidikan ilmu-ilmu sosial pada hakikatnya adalah pendidikan suatu disiplin ilmu karena berkenaan dengan


(36)

kehidupan masyarakat banyak.

2.1.4.1 Tujuan pendidikan IPS

Menurut Pargito (2010: 2) melalui pendidikan IPS di sekolah diharapkan dapat membekali pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di lingkungan serta mampu memecahkan masalah sosial dengan baik, yang pada akhirnya siswa yang belajar IPS dapat terbina menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab.

Selanjutnya menurut Gross dalam Solihatin dan Raharjo (2008: 14) tujuan Pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat, secara tegas ia mengatakan ”to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society”. Tujuan lain dari pendidikan IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya.

Berdasarkan tujuan Pendidikan IPS yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan IPS adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan intelektual dalam memahami disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora, dan nilai-nilai di masyarakat sehingga mempunyai kemampuan/keterampilan dalam mengambil keputusan pribadi dalam mewujudkan rasa tanggung jawab sebagai anggota keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan dunia.

2.1.4.2 Karakteristik pendidikan IPS

Karakteristik mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs menurut Puskur (2006: 9) sebagai berikut.


(37)

(a) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama; (b) Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu; (c) Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner; (d) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan; (e) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan.”

Menurut Soemantri (2003: 92) Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mempelajari IPS hendaknya memahami terlebih dahulu tentang karakter IPS, yaitu mempelajari kondisi masyarakat lingkungan dari masyarakat terkecil (keluarga) sampai pada masyarakat yang paling luas (dunia secara internasional) yang dapat dijadikan sebagai bahan/materi pembelajaran.

2.1.5 Hasil Belajar

Bertitik tolak dari berbagai pandangan sejumlah ahli mengenai belajar, maka konsep belajar selalu menunjukan kepada “suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Hal senada juga diungkapkan oleh Hamalik (2004 : 30) bahwa, belajar merupakan suatu proses


(38)

perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. Bukti bahwa seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersbut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Perubahan tingkah laku tersebut merupakan hasil belajar.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) mengemukakan bahwa: “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Hasil belajar untuk sebagian adalah karena berkat tindak guru, pencapaian tujuan pembelajaran, pada bagian lain merupakan peningkatan kemampuan mental siswa”. Driscoll menyatakan bahwa hasil belajar yang muncul dalam diri siswa merupakan akibat atau hasil dari interaksi siswa dengan lingkungan. Pernyataan ini dapat diartikan, apabila siswa belajar maka hasil belajar dapat dilihat dari kemampuannyamelakukan suatu kegiatan baru yang sifatnya menetap daripada yang dilakukan sebelumnya sebagai akibat atau hasil dari interaksi siswa dengan lingkungan. Hal ini juga menunjukkan bahwa seorang yang telah mengalami proses belajar dapat ditandai dengan adanya perubahan perilaku sebagai suatu kriteria keberhasilan belajar pada diri seseorang yang belajar (Uno, 2007: 15-16). Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Hasil belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk kecakapan, kebiasaan,


(39)

pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar (Anonim, 2011).

Senada dengan pendapat diatas yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya, Gagne (Uno, 2007:16) mengungkapkan bahwa belajar sebagai perubahan perilaku terjadi setelah siswa mengikuti atau mengalami suatu proses belajar mengajar, yaitu hasil belajar dalam bentuk penguasaan kemampuan dan keterampilan. Gagne mengistilahkan perubahan tingkah perilaku akibat kegiatan belajar mengajar dengan kapabilitas. Di sini kapabilitas diartikan berdasarkan atas adanya perubahan kemampuan seseorang sebagai akibat belajar yang berlangsung selama masa waktu tertentu.

Menurut Jenkins dan Unwin serta Gagne mendefinisikan hasil belajar sebagai perubahan dalam kapabilitas (kemampuan tertentu) sebagai akibat belajar. Menurut Jenkins dan Unwin (Uno, 2007: 17) bahwa “hasil akhir dari belajar (learning outcomes) adalah pernyataan yang menunjukkan tentang apa yang mungkin dikerjakan siswa sebagai hasil kegiatan belajarnya. Disini Jenkins dan Unwin melihat hasil belajar serupa dengan pengertian yang diungkapkan Gagne, yaitu siswa yang mampu mengerjakan sesuatu sebagai hasil belajar tentulah akibat kapabilitasnya (kemampuan tertentu). Berdasarkan pengertian Gagne serta Jenkins dan Unwin, dapat diartikan bahwa hasil belajar merupakan pengalaman-pengalaman belajar yang diperoleh siswa dalam bentuk kemampuan-kemampuan tertentu. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut.

1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa


(40)

2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.

3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatannya, membentuk prilakunya, bemanfat untuk mempelajarai aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainya.

4. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengerndalikan dirinya terutaman adalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya (Anonim, 2011).

Hasil belajar perlu diupayakan peningkatannya. Menurut Djamarah dan Zain (2002: 36), untuk meningkatkan hasil belajar dalam bentuk pengarus instruksional dan untuk mengarahkan pengaruh pengiring terhadap hal-hal yang positif dan berguna buat siswa, guru harus pandai memilih apa isi pelajaran serta bagaimana proses belajar itu harus dikelola dan dilaksanakan di sekolah. Ada dua jenih belajar yang perlu dibedakan, yaitu “belajar konsep” dan “belajar proses”. Belajar konsep lebih menekankan hasil belajar kepada pemahaman fakta dan prinsip, banyak bergantung pada apa yang diajarkan oleh guru, yaitu bahan atau isi pelajaran, dan lebih bersifat kognitif. Sedangkan belajar proses atau keterampilan proses lebih ditekankan pada masalah bagaimana bahan pelajaran itu diajarkan atau dipelajari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa yaitu faktor yang berasal dari luar siswa (faktor eksternal) meliputi : suasana rumah, orang tua, motivasi, keadaan ekonomi keluarga dan juga faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) meliputi : kesehatan, intelegensi, bakat, motivasi, minat, dan lain-lain. Selain itu, penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan (Slameto, 2003: 54-64).


(41)

Hasil belajar siswa tidak akan optimal, jika siswa tidak belajar dengan sungguh-sungguh. Namun hal ini juga dipengaruhi oleh peran guru itu sendiri, selain beberapa faktor lainnya. Agar hasil belajar dapat tercapai secara optimal maka pembelajaran harus dilakukan dengan sadar dan terorganisir. Sardiman (2001: 19) mengungkapkan bahwa agar memperoleh hasil belajar yang optimal, maka proses belajar dan pembelajaran harus dilakukan dengan sadar dan sengaja serta terorganisir secara baik.

Untuk mengetahui perkembangan hasil belajar diperlukan penilaian. Menurut Uno (2007: 140), penilaian bertujuan untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dan hasil mengajar guru. Informasi hasil belajar atau hasil mengajar berupa kompetensi dasar yang dikuasai dan yang belum dikuasai siswa. Hasil belajar digunakan untuk memotivasi siswa, dan untuk perbaikan serta peningkatan kualitas pembelajaran oleh guru. Hasil belajar memerlukan suatu penilaian, penilaian itu sendiri tujuannya adalah untuk mngetahui tingkat pencapaian kompetansi siswa. Penilaian juga bertujuan untuk: (1) mengetahui tingkat pencapaian kompetensi siswa, (2) mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa, (3) mendiagnosis kesulitan belajar siswa, (4) mengetahui hasil pembelajaran, (5) mengetahui pencapaian kurikulum, (6) mendorong siswa belajar, dan (7) mendorong guru agar mengajar dengan lebih baik. (Uno, 2007: 131).

Evaluasi terhadap hasil belajar bertujuan untuk mengetahui ketuntasan siswa dalam menguasai kompetensi dasar. Dari hasil evaluasi tersebut dapat diketahui kompetensi dasar, materi atau indikator yang belum mencapai ketuntasan. Dengan mengevaluasi hasil belajar guru akan mendapatkan manfaat besar untuk


(42)

melakuakan program perbaikan yang tepat (Uno, 2007: 139). Hasil belajar yang diharapkan dari setiap kegiatan pembelajaran adalah pencapaian hasil belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Menurut Fred Percipal dan Henry Ellington (Uno, 2007: 35), tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang jelas dan menunjukkan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Tujuan pembelajaran biasanya darahkan pada salah satu kawasan taksonomi. Bloom dan Krathwohl (Uno, 2007: 35) memilih taksonomi pembelajaran dalam tiga kawasan, yakni sebagai berikut.

1. Kawasan Kognitif

Kawasan yang membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. Kawasan kognitif terdiri dari 6 tingkatan, yaitu:

a. tingkat pengetahuan (Knowledge); b. tingkat pemahaman (Komprehension); c. tingkat penerapan(Application); d. tingkat alanisis (Analysis); e. tingkat sintesis (Synthesis); f. tingkat evaluasi (Evaluation). 2. Kawasan Afektif

Suatu domain yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interes, apresiasi (penghargaan) dan penyesuaian perasaan social. Tingkatan afeksi ada lima, yaitu:

a. kemauan menerima; b. kemauan menanggapi; c. berkeyakinan;

b. penerapan karya;

c. ketekunan dan ketelitian. 2. Kawasan Psikomotor

Domain psikomotor mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (Skill) yang bersifat manual atau motorik. Urutan tingkatannya yaitu:

a. persepsi;

b. kesiapan melakukan suatu kegiatan; c. mekanisme;

d. respon terbimbing; e. kemahiran;


(43)

g. originasi.

Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi belajar dan tindak mengajar, hasil tersebut berupa kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, yang wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk hasil belajar. Hasil belajar menunjukkan berhasil tidaknya suatu kegiatan pengajaran yang dicerminkan dalam bentuk poin atau angka setelah mengikuti tes.

2.1.6 Pembelajaran Kooperatif

2.1.6.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran Kooperatif artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu bersama-sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin (dalam Isjoni, 2010: 15) mengemukakan, “In cooperative learnings methods, students work together in four member teams to master material

initially presented by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Sedangkan Johnson (dalam Isjoni, 2010: 15) mengemukakan, “Cooperanon means working together to accomplish shared goals. Within cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members. Cooperative learning is the instructional use of small groups that


(44)

allows students to work together to maximize their own and each other as

learning”. Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur pembelajaran kooperatif didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang.

Menurut Lie (2008: 18) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai utujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja. Artz dan Newman (dalam Miftahul Huda, 2011: 32) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai small groups of learners working together as a team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common goal (kelompok kecil pembelajar/siswa yang bekerjasama dalam suatu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai suatu tujuan bersama). Proses pembelajaran pada kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu (Trianto, 2009: 41). Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah


(45)

untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latarbelakangnya.

Pembelajaran Kooperatif bergantung pada efektivitas kelompok-kelompok siswa tersebut. Dalam pembelajaran ini, guru diharapkan mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif dengan berhati-hati agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan pembelajaran teman-teman satu kelompoknya. Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman-teman satu anggota untuk mempelajari juga. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Penyelesaian setiap tugas kelompok membuat siswa sebagai anggota kelompok harus saling bekerjasama dan harus saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif menyatakan bahwa belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Lungdren (dalam Isjoni, 2010: 13), unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.

a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.

b. Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapinya.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.


(46)

d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok.

e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar.

g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Menurut Arends (dalam Endang dan Made, 2010: 191) pembelajaran kooperatif dapat ditandai oleh fitur-fitur berikut ini.

a. Peserta didik bekerja dalam tim untuk mencapai tujuan belajar.

b. Tim-tim itu terdiri atas peserta didik yang berprestasi rendah, sedang dan tinggi.

c. Bilamana mungkin, tim-tim itu terdiri atas campuran ras, budaya dan gender.

d. Sistem rewardnya berorientasi kelompok maupun individu.

Pembelajaran kooperatif mengajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar siswa dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok mencapai ketuntasan (Trianto, 2009: 56).

2.1.6.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Arends (dalam Trianto, 2009: 65) menyatakan pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar, (2) Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan ti akan dnggi, sedang dan rendah, (3) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang kelamin yang beragam, dan (4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu. Tiga konsep


(47)

sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (dalam Trianto, 2009: 61) yaitu sebagai berikut.

1. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.

2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggungjawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.

3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.

2.1.6.3 Unsur Penting Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David Johnson dalam Lie (2008: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dikatakan cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu:

1) Saling ketergantungan positif

Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif maka guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru terjadi saling ketergantungan antar anggota kelompok

2) Tanggung jawab perseorangan

Setiap anggota kelompok diberi tugas yang berbeda. Hal ini bertujuan agar anggota kelompok bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas tersebut. Setiap anggota kelompok akan menuntut teman-teman dalam satu kelompok yang tidak melaksanakan tugas agar tidak menghambat teman yang lain.

3) Tatap muka

Setiap anggota kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu dan berdiskusi. Kegiatan ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Pembentukan sinergi ini bertujuan untuk menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota


(48)

kelompok perlu diberikan kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan diskusi.

4) Komunikasi antaranggota

Peserta didik harus dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Hal ini dikarenakan keberhasilan suatu kelompok akan tercapai apabila para anggotanya saling mendengarkan dan saling mengutarakan pendapat. Keterampilan berkomunikasi merupakan proses yang panjang, akan tetapi proses ini sangat bermanfaat untuk menambah pengalaman belajar, pembinaan perkembangan mental dan emosional. Untuk mengkoordinasikan kegiatan peseta didik dalam pencapaian tujuan, maka peserta didik harus mampu berkomunikasi.

Menurut Johnson & Johnson dan Sutton (dalam Trianto, 2009: 60) terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, sebagai berikut:

1. Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa

Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok.

2. Interaksi antara siswa yang semakin meningkat

Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

3. Tanggung jawab individual

Dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.

4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil

Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.

5. Proses kelompok

Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.

2.1.6.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Johnson & Johnson (dalam Trianto 2009: 57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan


(49)

prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Lousell & Descamps (dalam Trianto, 2009: 57) menyatakan karena siswa bekerja dalam satu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.

Selanjutnya Stahl (dalam Isjoni, 2010: 24) mengemukakan melalui model cooperative learning siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berfikir dan menentukan serta berbuat dan berpartisipasi sosial. Model pembelajaran dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, dkk (Isjoni, 2010: 27), yaitu:

a. Hasil belajar akademik

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu c. Pengembangan keterampilan social

2.1.6.5 Keterampilan Kooperatif

Pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajar keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas anggota kelompok selama kegiatan. Menurut Lungdren (dalam Trianto, 2009: 46) keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Anonim, 2011.Kemampuan awal. Online. Tersedia:

(http://resolusirijal.blogspot.com/2011/04/kemampuan-awal-prior-knowledge.html). (diakses pada 4 Desember 2012).

Basrowi ; Akhmad Kasinu. 2007. Metodologi Penelitian Sosial. CV Jenggala Pustaka Utama, Kediri.

Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. IKIP Semarang Press, Semarang. Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Dinas Pendidikan, Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dan SMAN 1 Terbanggi

Besar. 2008. Peraturan Perundang-Undangan, Kompilasi Dasar Hukum untuk Guru. Lampung Tengah.

Depdiknas. 2003. Guru di Indonesia- Pendidikan, Pelatihan dan Perjuangan Sejak Zaman Kolonial hingga Era Reformasi. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Tenaga Kependidikan, Jakarta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta, Jakarta.


(2)

Duniabaca. 2011. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar. Online. Tersedia:

http://duniabaca.com/pengertian-belajar-dan-hasil-belajar.html. (diakses pada 4 Desember 2011).

Dirjen Dikti. 2010. Buku Pedoman Sertifikasi Pendidik Untuk Dosen Tahun 2010. Buku II Penyusunan Portopolio. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.

Dahar, Ratna Willis. 2006. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Erlangga, Jakarta. Fajar, Arnie. 2009. Portofolio dalam Pelajaran IPS. PT Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Gagne, Robert M. 1992. Essential og Learning for Instructioan. Terjemahan Abdillah Hanafi dan Abdul Manan. Surabaya: Usaha Nasional.

Gredler, E Margaret Bell. 1991. Belajar dan membelajarkan. Jakarta: CV Rajawali. Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Harjanto. 2006. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Herpratiwi. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning, Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Belajar, Yogyakarta.

Husnaini. 2008. Metode Pembelajaran Efektif. Onlne:

http://hoesnaeni.wordpress.com/2008/09/09/metode-pembelajaran-efektif/, diakses tanggal 13 Mei 2012

Isjoni. 2010. Cooperative Learning, Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Alfabeta, Bandung.

Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya University Press.

Jihad, Asep dan Haris, Abdul. 2009. Evaluasi pembelajaran. Multi Pressindo, Yogyakarta.


(3)

Karinah, Nurlaelatul. 2010. Keefektifan Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Jjigsaw Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Pakisaji Malang. Online. Tersedia:

http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=33375. (diakses pada 9 April 2012).

Krisna. 2009. Pengertian dan ciri-ciri Pembelajaran. Online. Tersedia: http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/pengertian-dan-ciri-ciri

pembelajaran/. (Diakses pada 25 Maret 2012).

Koestoro, Budi dan Basrowi. 2006. Strategi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Multi Pressindo, Surabaya.

Komarudin. 2011. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Siswa SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2010/2011. Tesis Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Lampung. Tidak diterbitkan.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. PT Refika Aditama, Bandung.

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. PT Grasindo, Jakarta.

Muttaqiyyah, Dzawati. 2008. Studi Perbandingan Hasil Belajar Fisika Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Tipe Jigsaw Siswa Kelas VII SMPN 1 Gunung Sugih Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2007/2008. Skripsi. FKIP, Universitas Lampung. Tidak diterbitkan.

Mahmud, Amir, Dkk. 2010. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw pada Pokok Bahasan Bentuk Aljabar Ditinjau dari Perhatian Orang Tua Siswa Kelas VII SMP Negeri di Kabupaten Cilacap Tahun Pelajaran 2010/201. Prosiding Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Moerdiyanto. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Kewirausahaan. Yogyakarta: Bahan Pendidikan Dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Universitas Negeri.

Nur, Mufidah. 2010. Penerapan pembelajaran kooperatif model jigsaw untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa (Studi pada Siswa Administrasi Perkantoran Kelas X SMK Muhammadiyah 2 Malang pada mata pelajaran Memahami Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran). Online. Tersedia:

http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=33375. (diakses pada 9 April 2012).


(4)

Nurjanah, 2013. Perbedaan Pemahaman Konsep Akuntansi Dengan Model Pembelajaran Kooperatif dan Konvensional Ditinjau Dari Kreativitas Belajar Siswa. Tesis Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Lampung. Tidak diterbitkan.

Pargito. 2010. Dasar-dasar IPS. Program Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Universitas Lampung, Bandar Lampung

Poedjiadi, Ana. 1999. Sains Teknologi Masyarakat. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Puskur. 2006. Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Depdiknas.

Rahayu, Endang Sadbudhy dan I Made Nuryata. 2010. Pembelajaran Masa Kini. Sekarmita Training and Publishing, Jakarta.

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Pers, Jakarta.

Riduwan dan Akdom. 2007. Rumus dan Data Dalam Analisis Statistik. Alfabeta, Bandung.

Santoso, Subur. 2008. Perbedaan Prestasi Belajar Biologi Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Tipe STAD serta Pembentukan Kelompok pada Siswa Kelas X MAN 1 Bandar Lampung. Tesis. Magister Pendidikan FKIP. Universitas Lampung.

Sapriya. 2009. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Subekti, Fajar. 2010. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) (Studi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kalirejo Tahun Pelajaran 2009/2010). Skripsi FKIP Universitas Lampung. Tidak Diterbitkan.

Sugandi, Achmad dkk. 2004. Teori Pembelajaran. Unnes Press, Semarang.

Sudjarwo. 2012. Mengenal Model Pembelajaran. Jenggala Pustaka Utama, Surabaya. Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar. PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Sardiman A.M. 2008. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.


(5)

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. PT. Rineka Cipta, Jakarta

Slavin, Robert E. 2010. Cooperative Learning, Teori, Riset dan Praktik. Penerbit Nusa Media, Bandung.

Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Alfabeta, Bandung.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta

Sukirno, Sadono. 2005. Mikroekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Tarsito, Bandung.

Siberman, Mel. 2002. Active Learning : 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Yapendis.

Solihatin, Etin dan Raharjo, 2008. Cooperative Learning. Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.

Soemantri. 2003. Pembaharuan Pendidikan IPS.Bandung: Remaja Rosda Karya. Suhartati. 2012. Perbedaan Hasil Belajar Akuntansi Biaya Dengan Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD dan CTL Pada Siswa Kelas XII SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun 2011-2012. Tesis Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Lampung. Tidak diterbitkan.

Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: RemajaRosdakarya.

Tasrif. 2008. Pengantar Pendidikan Ilmu Pendidikan Sosial. Lengge Printika, Yogyakarta.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana, Jakarta. Uno, Hamzah. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar


(6)

Utomo, Nur Citra dan Primiani, Cicilia Novi. 2009. Perbandingan Metode Kooperatif Tipe Jigsaw dengan tipe STAD Terhadap Prestasi Belajar Biologi Kelas VIII MTs Negeri Kembangsawit. Jurnal pendidikan MIPA, Vol. 1 No. 1 Maret 2009

Winataputra,Udin S. 2005. Strategi Belajar Mengajar: Edisi Kesatu. Jakarta: Universitas Terbuka.


Dokumen yang terkait

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 11 12

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISION DAN TIPE TALKING STICK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 11 73

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 SUKABUMI BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2011-2012

0 9 45

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 SUKABUMI BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2011-2012

1 20 49

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA PEMBELAJARAN PKn DI KELAS VA SD NEGERI 8 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 11 79

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) KELAS IV SISWA SD NEGERI TANJUNG SENANG BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 17 67

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) SISWA KELAS V SDN 2 NEGERI BESAR KECAMATAN NEGERI BESAR KABUPATEN WAY KANAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 13 58

KOMPARASI HASIL BELAJAR EKONOMI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 17 110

KOMPARASI HASIL BELAJAR EKONOMI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 5 94

KOMPARASI KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) PADA SISWA SMP

0 0 8