MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) DI KELAS X SMA NEGERI 1 TIGALINGGA TA. 2012/2013.

(1)

DI KELAS X SMA NEGERI 1 TIGALINGGA TA. 2012/2013

Oleh : Sabtriana Hutapea

408111096

Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN 2013


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan berkatNya yang memberikan kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai waktu yang direncanakan .

Skripsi berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Auditory Intellectually Repetition (AIR) Di Kelas X SMA Negeri 1 Tigalingga TA. 2012/2013”, disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unimed.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada; Bapak Drs. Zul Amry, M.Si, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberi bimbingan dan saran-saran kepada penulis sejak awal penelitian sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, Drs. M. Manullang, M.Pd, dan Ibu Dra. N. Manurung, M.Pd yang telah memberikan masukan dan saran-saran mulai dari rencana penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Dra. N. Manurung, M.Pd selaku dosen Pembimbing Akademik. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si, Selaku Rektor UNIMED beserta Staf Pegawai UNIMED, ucapan terima kasih kepada Prof. Drs. Motlan, M.Sc., Ph.D selaku Dekan beserta Staf Pegawai FMIPA UNIMED, ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Mukhtar, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Matematika beserta Bapak/Ibu Dosen dan Staf Pegawai Jurusan Matematika FMIPA UNIMED yang sudah membantu penulis. Penghargaan juga disampaikan kepada Bapak dan Ibu Guru Matematika SMA Negeri 1 Tigalingga yang telah banyak membantu selama penelitian ini.

Teristimewa saya sampaikan terima kasih kepada kedua orang tuaku yang telah memberikan doa, membesarkan, membimbing dan selalu memberikan semangat kepada penulis dengan penuh kasih sayang serta pengorbanan tiada


(4)

taranya. Kepada saudara-saudaraku 9 bersaudara yaitu, Abangku Jhon Robet, Tumpal, Dippan, Wilsen, dan Kakakku Julisda, Berliana, Seni M, Jusniati terima kasih untuk setiap doa, support dari kalian semua semoga Tuhan Memberkati.

Terkhusus buat Juliber M. Situmorang, penulis menyampaikan terima kasih banyak untuk setiap doa dan dukungan yang tak pernah berhenti diberikan kepada penulis khususnya selama penulisan skripsi ini. Semoga Tuhan Memberkati.

Terimakasih juga buat teman-teman seperjuangan Matematika DIK B ’08 yang tersayang khususnya Christina (Cuexy ‘n Manaloe), Dewi, Mei, Otto, Ervides, Marni, Donna, Nita dan masih banyak lagi yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Untuk teman-teman yang baik hatinya yang kutemukan ditengah perjalanan studi ku; Wenni, Fakhrunisa, Can M.P serta teman-teman PPLT SMK Negeri 1 Kabanjahe, terimakasih sudah pernah ada dalam perjalanan studi ku memberikan banyak warna dan rasa. Tuhan memberkati kita semua.

Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya isi skripsi ini bermanfaat dan memperkaya khasanah ilmu pendidikan.

Medan, Februari 2013

Penulis,


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran AIR 18

Tabel 3.1 Tingkat Penguasaan Siswa 38

Tabel 3.2 Lembar Observasi Model Pembelajaran Kooperatid Tipe Auditory Intellectually Repetition 42 Tabel 3.3 Tabel Kriteria Rata-Rata Penilaian Observasi 45 Tabel 4.1 Tingkat Penguasaan Siswa Pada Tes Awal 48 Tabel 4.2 Nilai Terendah, Tertinggi, Rata-Rata Siswa Berdasarkan

Nilai Tes Hasil Belajar I 54

Tabel 4.3 Tingkat Penguasaan Siswa Pada Tes Hasil Belajar I 54 Tabel 4.4 Tingkat Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus I 55 Tabel 4.5 Nilai Terendah, Tertinggi, Rata-Rata Siswa Berdasarkan

Nilai Tes Hasil Belajar II 61

Tabel 4.6 Tingkat Penguasaan Siswa Pada Tes Hasil Belajar II 62 Tabel 4.7 Tingkat Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus II 63 Tabel 4.8 Kesulitan-Kesulitan Siswa dalam Persamaan Kuadrat 63 Tabel 4.9 Perkembangan Hasil Belajar Untuk Siklus I Dan II 66 Tabel 4.10 Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa Setiap Siklus 72


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Alur Dalam Penelitian Tindakan Kelas 35 Gambar 4.1 Tingkat Penguasaan Siswa pada Tes Awal 48 Gambar 4.2 Tingkat Penguasaan Siswa pada Tes Hasil Belajar I 55 Gambar 4.3 Tingkat Penguasaan Siswa pada Tes Hasil Belajar II 62


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 1 79 Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 2 84 Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 3 90 Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 4 96

Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa (LKS) 1 101

Lampiran 6 Lembar Kerja Siswa (LKS) 2 103

Lampiran 7 Lembar Kerja Siswa (LKS) 3 105

Lampiran 8 Lembar Kerja Siswa (LKS) 4 107

Lampiran 9 Alternatif Penyelesaian LKS 1 109

Lampiran 10 Alternatif Penyelesaian LKS 2 112

Lampiran 11 Alternatif Penyelesaian LKS 3 115

Lampiran 12 Alternatif Penyelesaian LKS 4 118

Lampiran 13 Kisi- Kisi Penyusunan Tes Awal 121 Lampiran 14 Kisi-Kisi Penyusunan Tes Hasil Belajar I 122 Lampiran 15 Kisi-Kisi Penyusunan Tes Hasil Belajar II 123

Lampiran 16 Nama-Nama Validator 124

Lampiran 17 Lembar Validasi Tes Awal (Validator 1) 125 Lampiran 18 Lembar Validasi Tes Awal (Validator 2) 127 Lampiran 19 Lembar Validasi Tes Awal (Validator 3) 129 Lampiran 20 Lembar Validasi Hasil Belajar I(Validator 1) 131 Lampiran 21 Lembar Validasi Hasil Belajar I(Validator 2) 133 Lampiran 22 Lembar Validasi Hasil Belajar I(Validator 3) 135 Lampiran 23 Lembar Validasi Hasil Belajar II (Validator 1) 137 Lampiran 24 Lembar Validasi Hasil Belajar II (Validator 2) 139 Lampiran 25 Lembar Validasi Hasil Belajar II (Validator 2) 141

Lampiran 26 Tes Awal 143

Lampiran 27 Alternatif Penyelesaian Tes Awal 144

Lampiran 28 Soal Tes Hasil Belajar I 146


(8)

Lampiran 30 Soal Tes Hasil Belajar II 151 Lampiran 31 Alternatif Penyelesaian Tes Hasil Belajar II 152

Lampiran 32 Pedoman Penskoran Tes Awal 155

Lampiran 33 Pedoman Penskoran Tes Hasil Belajar I 156 Lampiran 34 Pedoman Penskoran Tes Hasil Belajar II 157

Lampiran 35 Lembar Observasi Siswa 158

Lampiran 36 Lembar Observasi Pembelajaran 161

Lampiran 37 Hasil Observasi Siswa Siklus I 165 Lampiran 38 Hasil Observasi Siswa Siklus II 167

Lampiran 39 Hasil Observasi Guru Siklus I 169

Lampiran 40 Hasil Observasi Guru Siklus II 171 Lampiran 41 Daftar Nama Siswa Kelas X-2 Sma Negeri 1 Tigalingga 173 Lampiran 42 Ketuntasan Belajar Siswa Pada Tes Awal 174 Lampiran 43 Tingkat Penguasaan Siswa Pada Tes Awal 176

Lampiran 44 Ketuntasan Belajar Siswa Pada Tes Hasil Belajar I 178 Lampiran 45 Tingkat Penguasaan Siswa pada Tes Hasil Belajar I 180 Lampiran 46 Ketuntasan Belajar Siswa Pada Tes Hasil Belajar II 182 Lampiran 47 Tingkat Penguasaan Siswa pada Tes Hasil Belajar II 184


(9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan negara. Keberhasilan pembangunan disektor pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap pembangunan disektor lainnya. Pendidikan yang diselenggarakan dengan baik dan bermutu akan menghasilkan manusia-manusia yang tangguh bagi pembangunan nasional. Hal ini berdasarkan GBPP kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah matematika. Matematika menduduki peranan penting dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, matematika diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Hal ini bertujuan untuk membekali peserta didik agar memiliki kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif seperti dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk menghadapi keadaan yang selalu berubah dan tidak pasti. Maka dari itu matematika menjadi salah satu pelajaran yang wajib dipelajari.

Selain itu matematika sangatlah penting dan diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Dengan kata lain, banyak ilmu-ilmu lain yang penemuan dan perkembangannya bergantung pada matematika. Seperti yang dikemukakan oleh Soejono (1988:3) bahwa:

”Matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Bahkan dia mengartikan matematika sebagai ilmu bantu dalam menginterpretasikan berbagai ide dan kesimpulan”


(10)

Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan matematika memiliki pengaruh yang besar dalam dunia pendidikan.

Berdasarkan Cornelius (dalam Abdurrahman, 2003:253):

“Setiap orang harus mempelajari matematika, karena matematika merupakan sarana berfikir yang jelas dan logis untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sarana mengenal pola-pola dan generalisasi hubungan, sarana untuk mengembangkan aktivitas, dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya” .

Sementara itu pendidikan matematika dihadapkan pada masalah rendahnya penguasaan anak didik pada setiap jenjang pendidikan. Hal yang memprihatinkan yang dapat dilihat langsung adalah mutu pendidikan matematika belum mencapai hasil yang diharapkan, seperti yang diungkapkan Trianur (dalam Trianur, 2010) :

“Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003, siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat”.

Permasalahan seperti siswa hanya menghapal rumus-rumus matematika tanpa bisa mengartikan simbol-simbol pada rumus tersebut, sering timbul pada proses pembelajaran, terutama pada materi yang memerlukan keterampilan penalaran berbahasa, sehingga siswa kesulitan untuk memahami materi yang diajarkan. Hal itu karena kurangnya minat siswa dalam belajar matematika.

Dalam hal ini sangatlah diperlukan peranan guru. Dengan kata lain guru menempati titik sentral pengajaran. Agar guru mampu menunaikan tugasnya dengan baik, maka terlebih dahulu harus memahami hal-hal yang berhubungan dengan proses belajar mengajar seperti halnya proses pendidikan pada umumnya. Dengan demikian peranan guru yang sangat penting adalah mengaktifkan dan mengefisienkan proses belajar di sekolah termasuk didalamnya penggunaan metode mengajar yang sesuai.


(11)

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa adalah karena pendekatan pembelajaran yang didominasi oleh kegiatan pembelajaran yang terpusat pada guru. Dalam penyampaian materi guru cendrung monoton menguasai kelas sehingga siswa kurang dapat aktif dan kurang dapat leluasa menyampaikan ide-idenya. Akibatnya kemampuan penalaran siswa dalam belajar matematika menjadi kurang optimal serta perilaku belajar yang lain seperti keaktifan dan kretifitas siswa dalam pembelajaran matematika hampir tidak tampak. Penggunaan metode pembelajaran yang monoton (konvensional), memungkinkan siswa akan mengantuk, perhatian dan minatnya berkurang karena membosankan. Metode pembelajaran yang tepat membuat matematika lebih berarti, masuk akal, menantang, menyenangkan dan cocok untuk siswa.

Gambaran permasalahan-permasalahan di atas perlu diperbaiki untuk meningkatkan motivasi, minat, perhatian, pemahaman, dan prestasi belajar siswa. Oleh karena itu guru harus mampu menggunakan pendekatan dan metode mengajar yang lebih efektif yang dapat membangktikan minat siswa sehingga siswa menjadi aktif dan termotivasi untuk belajar. Dalam usaha ini banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menciptakan kondisi-kondisi tertentu untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.

Model pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa diadaptasikan terhadap kebutuhan siswa. Model dalam pembelajaran pada hakekatnya merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran serta dapat mengembangkan dan meningkatkan aktivitas belajar yang dilakukan guru dan siswa.

Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara optimal adalah model belajar Auditory Intellectually Repetition (AIR). Auditory Intellectually Repetition (AIR) merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif. Auditory Intellectualy Repetition (AIR) berasal dari kata Auditory, Intellectualy dan Repetition. Auditory bermakna bahwa belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi,


(12)

mengemukakan pendapat dan menanggapi. Intellectualy bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berfikir (mind-on), harus dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah dan menerapkan. Sedangkan Repetition adalah pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis.

Seperti yang dikatakan oleh salah seorang guru matematika SMA Negeri 1 Tigalingga, ketika peneliti melakukan observasi pada tanggal 28 April 2012, Ibu Sumarti Manullang mengatakan bahwa: siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika terkhusus pada topik persamaan kuadrat. Hal ini disebabkan karena topik persamaan kuadrat membutuhkan penalaran dalam pengerjaannya. Selain itu siswa juga mengalami berbagai kesulitan dalam menentukan himpunan penyelesaian dari sebuah persamaan kuadrat. Selain itu, ini terjadi karena tingkat konsentrasi siswa yang tidak maksimal karena metode yang digunakan tidak cocok, mungkin metode sebelumnya tidak membuat siswa termotivasi sehingga kebanyakan siswa kurang memahami materi yang disajikan guru, terutama materi persamaan kuadrat.

Disamping itu, Ibu Sumarti juga mengatakan bahwa bukan hanya dari faktor siswanya saja, tetapi dari faktor gurunya juga terlibat dalam perkembangan hasil belajar matematika siswa khususnya pada materi persamaan kuadrat yaitu sebagian guru hanya menerangkan penjelasan materi serta memberikan contoh-contoh sesuai yang ada dibuku (tidak berkembang). Jadi, ketika siswa diberikan soal yang sedikit saja berbeda dari contoh yang diberikan, siswa langsung mengalami kesulitan. Selama ini metode yang digunakan oleh kebanyakan guru tidak mengalami perubahan selalu sama sehingga kesulitan yang dihadapi siswa dalam mempelajari persamaan kuadrat tetap ada. Dengan kata lain kurang efektif.


(13)

Berdasarkan tes diagnostik yang diberikan oleh peneliti kepada siswa pada waktu peneliti melakukan observasi, dapat dilihat letak kesalahan siswa dalam mengerjakan soal persamaan kuadrat, diantaranya:

1. Tentukanlah hhimpunan penyelesaian dari persamaan kuadrat berikut: a. x2 3x280

b. x

x3

18

Jawaban Siswa:

1. a. x2 3x280



4 7 0 4 0 7 0 4 7           x x x x x x Jadi, Hp:{7,-4} b. x

x3

18



3 6 0 3 0 6 0 3 6 0 18 3 2             x x x x x x x x Jadi, Hp:{6,3}

Dari jawaban siswa di atas dapat dilihat bahwa letak kesalahan siswa terdapat pada proses pemaktoran persamaan kuadrat.

Melalui pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR), diharapkan siswa akan lebih baik dalam memahami materi persamaan kuadrat sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Persamaan Kuadrat, karena didalam model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) terdapat repetisi, yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis sehingga siswa diharapkan dapat lebih mudah memahami materi persamaan kuadrat.


(14)

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun yang menjadi kelebihan dari model pembelajaran AIR adalah sebagai berikut:

a. Melatih pendengaran dan keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapat (Auditory).

b. Melatih siswa untuk memecahkan masalah secara kreatif (Intellectually).

c. Melatih siswa untuk mengingat kembali tentang materi yang telah dipelajari (Repetition).

d. Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif.

Sedangkan yang menjadi kelemahan dari model pembelajaran AIR adalah dalam model pembelajaran AIR terdapat tiga aspek yang harus diintegrasikan yakni : Auditory, Intellectually, Repetition sehingga secara sekilas pembelajaran ini membutuhkan waktu yang lama. Tetapi, hal ini dapat diminimalisir dengan cara pembentukan kelompok pada aspekAuditory dan Intellectually.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul:” Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Auditory Intellectually Repetition (AIR) Di Kelas X SMA Negeri 1 Tigalingga TA. 2012/2013”

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas dapat diidentifikasikan masalah yang mungkin timbul sebagai berikut:

1. Kemampuan siswa dalam matematika masih rendah.

2. Guru kurang bervariasi menggunakan metode mengajar dan kurang memperhatikan pola pikir logis, kritis, kreatif, dalam belajar matematika.


(15)

1.3Batasan Masalah

Melihat luasnya cakupan masalah-masalah yang teridentifikasi dibandingkan waktu yang dimiliki peneliti, maka peneliti perlu memberikan batasan terhadap masalah yang akan dikaji agar analisis hasil penelitian ini dapat dilakukan dengan lebih mendalam dan terarah.

Adapun batasan masalah yang dikaji dalam rencana penelitian ini dibatasi pada kurang bervariasinya guru menggunakan metode mengajar dan kurang memperhatikan pola pikir logis, kritis, kreatif, dalam belajar matematika. Sehingga penelitian ini dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe auditory intellectually repetition untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada materi persamaan kuadrat.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka yang menjadi fokus permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka yang menjadi fokus permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal-soal persamaan kuadrat?

2. Bagaimanakah model pembelajaran kooperatif tipe Auditory Intellectually Repetition (AIR) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan persamaan kuadrat di kelas X SMA N.1 Tigalingga?

3. Bagaimana peningkatan hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan persamaan kuadrat melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Auditory Intellectually Repetition (AIR)?


(16)

1.5Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal-soal persamaan kuadrat.

2. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran AIR dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan persamaan kuadrat di kelas X SMA N.1 Tigalingga.

3. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada pokok bahasan persamaan kuadrat

1.6 Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian yang diharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Guru

Sebagai bahan masukan bagi guru, untuk dapat mempertimbangkan model pembelajaran yang lebih baik dalam pembelajaran matematika.

2. Bagi Siswa

Sebagai usaha untuk meningkatkan minat dan hasil belajar matematika siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe AIR.

3. Bagi Sekolah

Sebagai masukan dan sumbangan pemikiran dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran dan membantu pihak sekolah menjalin komunikasi yang positif dengan siswa.

4. Bagi Peneliti

Sebagai bahan informasi, sekaligus sebagai bahan pegangan bagi peneliti dalam menjalankan tugas pengajaran sebagai calon tenaga pengajar di masa yang akan datang.


(17)

5. Bagi Peneliti Sejenisnya

Sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Auditory Intellectually Repetition (AIR).


(18)

74

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada BAB IV dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Kesulitan siswa dalam memahami persamaan kuadrat adalah:

a. Siswa kurang penguasaan kemampuan prasyarat.

b. Siswa tidak mampu mamanipulasi yang diketahui untuk mencari apa yang ditanya.

c. Siswa kurang mampu dalam melakukan operasi dalam menyelesaikan soal persamaan kuadrat.

d. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe Auditory Intellectually Repetition (AIR) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan persamaan kuadrat di kelas X SMA N.1 Tigalingga melalui tahapan pembelajaran berikut:

- Tahap Pertama: Auditory

a. Peneliti yang bertindak sebagai guru menjelaskan tentang model pembelajaran kooperatif Auditory Intellectually Repetition (AIR) pada siswa agar mengerti maksud dan tujuan model pembelajaran tersebut.

b. Peneliti (Guru) menjelaskan secara garis besar tentang materi persamaan kuadrat dan siswa mendengarkan serta menanggapi dan bertanya kepada guru.

c. Guru membentuk siswa kedalam kelompok diskusi.

- Tahap Kedua: Intellectually

d. Guru memberikan LKS (Lembar Kerja Siswa) kepada siswa untuk mempelajari materi lebih lanjut secara kelompok.


(19)

e. Siswa mempelajari materi secara berkelompok dan memecahkan masalah yang ditemukan.

f. Guru mendampingi siswa dalam diskusi serta membantu siswa untuk menyelesaikan masalah yang ditemukan siswa.

g. Guru menyuruh siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompoknya.

h. Guru meminta siswa dari kelompok lain untuk menanggapi hasil diskusi temannya.

i. siswa dari kelompok lain menanggapi hasil diskusi kelompok temannya dan memberikan jawaban yang berbeda yang ditemukan dengan teman sekelompoknya.

j. Guru membimbing siswa membuat kesimpulan materi belajar.

- Tahap Ketiga: Repetition.

k. Tahap terakhir siswa diberikan tugas atau kuis yang dikerjakan secara individu sebagai tahap pengulangan (Repetition).

3. Sebelum pemberian tindakan diperoleh nilai rata-rata siswa 62,47 dengan ketuntasan klasikal 37,5%. Setelah pemberian tindakan pengajaran dengan model kooperatif tipe auditory intellectually repetition (AIR), nilai rata-rata siswa tes hasil belajar I adalah 55 dengan tingkat ketuntasan klasikal 45%. Karena hasil yang diperoleh untuk pembelajaran secara klasikal belum memenuhi nilai ketuntasan, maka dilanjutkan di siklus II dengan upaya yang telah disebutkan di atas. Nilai rata-rata tes pada hasil belajar II mencapai 78,6 dengan tingkat ketuntasan belajar klasikal 87,5%. Ini berarti melalui pembelajaran kooperatif tipe auditory intellectually repetition (AIR) dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada pokok bahasan persamaan kuadrat di kelas X SMA Negeri 1 Tigalingga T.A 2012/2013.


(20)

5.2. Saran

1. Disarankan kepada guru mata pelajaran matematika, khususnya guru matematika SMA Negeri 1 Tigalingga untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe auditory intellectually repetition (AIR) dengan materi pelajaran yang disesuaikan karena hal ini dapat membangkitkan semangat belajar siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa sehingga siswa menjadi terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe auditory intellectually repetition (AIR).

2. Bagi Kepala sekolah SMA Negeri 1 Tigalingga hendaknya dapat mengkordinasikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe auditory intellectually repetition (AIR) sebagai alternatif dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Kepada peneliti lanjutan yang berminat untuk melakukan penelitian yang sejenis supaya memperhatikan kelemahan-kelemahan yang ada pada penelitian ini, yaitu memperhatikan soal-soal yang diberikan agar mudah dipahami oleh siswa, memperhatikan kekondusifan kelas dalam melakukan proses belajar mengajar. Dan memberikan sosialisasi tentang bagaimana model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) sehingga siswa tidak merasa canggung saat menerima pembelajaran dengan model auditory intellectually repetition (AIR).


(21)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono, (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.

Arifin, Zaenal, (2009), Evaluasi pembelajaran, Remaja Rosdakarya, Bandung. Arikunto, Suharsimi, (2010), Penelitian Tindakan Kelas, PT. Bumi Aksara,

Jakarta.

Armanto, Dian, (2011), Metodologi Penelitian Matematika, FMIPA UNIMED, Medan.

Astuti, Rahmani, (2004), The Accelerated Learning Handbook, Kaifa, Bandung. Gagne, R, (1992), Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta:

Rineka Cipta

Herdian, 2008, Model Pembelajaran auditory Intellectually Repetition (AIR), (http://pendidikan.infogue.com/model pembelajaran inovatif) (Diakses 4 Mei 2012)

Hemacki, (2008:6), Auditory (belajar membaca dan mendengar), Fauzan http://pendidikan.infogue.com/modelpembelajaraninofatif

Hudojo, Herman, (1998), Mengajar Belajar Matematika, Depdikbud, Jakarta. Kanginan, Marthen, (2008), Matematika untuk Kelas X Semester 1, Grafindo,

Jakarta.

KBBI, (2007), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Meier, Dave, (2003), The Accelerated learning Handbook, Mizan pustaka, Bandung.

Muhfida, (2012), Model-model Pembelajaran kooperatif, www.muhfida.com. (diakses 12 April 2012)

Nurkencana, W., (1986), Evaluasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya. Porter De, (2008:6), Auditory (belajar membaca dan mendengar), Fauzan

http://pendidikan.infogue.com/modelpembelajaraninofatif Purwanto, (2008), Evaluasi Hasil Belajar, Pustaka Pelajar, Surakarta.

Rajagukguk, W, Syafari, (2007), Inovasi Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, UNIMED, Medan.


(22)

Rohani, Ahmad, (2004), Pengelolaan Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta.

Rose, Colin dan Nicholl, J, Malcom (2002), Accelerated Learning For The 21st Century, Nuansa, Bandung.

Slameto, (2010), Belajar dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta.

Soejono, (1988), Strategi Pembelajaran Matematika.

www.strategipembelajaran.com. (diakses 12 April 2012)

Sudijono, Anas, (1995), Pengantar Evaluasi Pendidikan, Raja Grafindo, Persada Sudjana, Nana, (1989), Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Remaja

Rosdakarya, Bandung.

Suherman, (1992:72), Langkah-langkah Model Pembelajaran AIR, http://pendidikan.infogue.com/modelpembelajaraninovatif

Tim Pelatihan Proyek PGSM, (1999), Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), Dirjen Dikti P2GSM Depdikbud, Jakarta.

Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Kencana, Jakarta.

Trianur, (2010), Masalah Pendidikan di Indonesia dan Solusinya:

http://trianur.wordpress.com/2010/09/24/masalah-pendidikan-di-indonesia-dan-solusinya/ (diakses 07 Mei 2012)

UNIMED, (2010), Pedoman Penulisan proposal dan Skripsi Mahasisa Program Studi Pendidikan FMIPA Unimed, UNIMED, Medan.


(1)

5. Bagi Peneliti Sejenisnya

Sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Auditory Intellectually Repetition (AIR).


(2)

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada BAB IV dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Kesulitan siswa dalam memahami persamaan kuadrat adalah:

a. Siswa kurang penguasaan kemampuan prasyarat.

b. Siswa tidak mampu mamanipulasi yang diketahui untuk mencari apa yang ditanya.

c. Siswa kurang mampu dalam melakukan operasi dalam menyelesaikan soal persamaan kuadrat.

d. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe Auditory Intellectually Repetition (AIR) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan persamaan kuadrat di kelas X SMA N.1 Tigalingga melalui tahapan pembelajaran berikut:

- Tahap Pertama: Auditory

a. Peneliti yang bertindak sebagai guru menjelaskan tentang model pembelajaran kooperatif Auditory Intellectually Repetition (AIR) pada siswa agar mengerti maksud dan tujuan model pembelajaran tersebut.

b. Peneliti (Guru) menjelaskan secara garis besar tentang materi persamaan kuadrat dan siswa mendengarkan serta menanggapi dan bertanya kepada guru.

c. Guru membentuk siswa kedalam kelompok diskusi.

- Tahap Kedua: Intellectually

d. Guru memberikan LKS (Lembar Kerja Siswa) kepada siswa untuk mempelajari materi lebih lanjut secara kelompok.


(3)

e. Siswa mempelajari materi secara berkelompok dan memecahkan masalah yang ditemukan.

f. Guru mendampingi siswa dalam diskusi serta membantu siswa untuk menyelesaikan masalah yang ditemukan siswa.

g. Guru menyuruh siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompoknya.

h. Guru meminta siswa dari kelompok lain untuk menanggapi hasil diskusi temannya.

i. siswa dari kelompok lain menanggapi hasil diskusi kelompok temannya dan memberikan jawaban yang berbeda yang ditemukan dengan teman sekelompoknya.

j. Guru membimbing siswa membuat kesimpulan materi belajar.

- Tahap Ketiga: Repetition.

k. Tahap terakhir siswa diberikan tugas atau kuis yang dikerjakan secara individu sebagai tahap pengulangan (Repetition).

3. Sebelum pemberian tindakan diperoleh nilai rata-rata siswa 62,47 dengan ketuntasan klasikal 37,5%. Setelah pemberian tindakan pengajaran dengan model kooperatif tipe auditory intellectually repetition (AIR), nilai rata-rata siswa tes hasil belajar I adalah 55 dengan tingkat ketuntasan klasikal 45%. Karena hasil yang diperoleh untuk pembelajaran secara klasikal belum memenuhi nilai ketuntasan, maka dilanjutkan di siklus II dengan upaya yang telah disebutkan di atas. Nilai rata-rata tes pada hasil belajar II mencapai 78,6 dengan tingkat ketuntasan belajar klasikal 87,5%. Ini berarti melalui pembelajaran kooperatif tipe auditory intellectually repetition (AIR) dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada pokok bahasan persamaan kuadrat di kelas X SMA Negeri 1 Tigalingga T.A 2012/2013.


(4)

5.2. Saran

1. Disarankan kepada guru mata pelajaran matematika, khususnya guru matematika SMA Negeri 1 Tigalingga untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe auditory intellectually repetition (AIR) dengan materi pelajaran yang disesuaikan karena hal ini dapat membangkitkan semangat belajar siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa sehingga siswa menjadi terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe auditory intellectually repetition (AIR).

2. Bagi Kepala sekolah SMA Negeri 1 Tigalingga hendaknya dapat mengkordinasikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe auditory intellectually repetition (AIR) sebagai alternatif dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Kepada peneliti lanjutan yang berminat untuk melakukan penelitian yang sejenis supaya memperhatikan kelemahan-kelemahan yang ada pada penelitian ini, yaitu memperhatikan soal-soal yang diberikan agar mudah dipahami oleh siswa, memperhatikan kekondusifan kelas dalam melakukan proses belajar mengajar. Dan memberikan sosialisasi tentang bagaimana model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) sehingga siswa tidak merasa canggung saat menerima pembelajaran dengan model auditory intellectually repetition (AIR).


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono, (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.

Arifin, Zaenal, (2009), Evaluasi pembelajaran, Remaja Rosdakarya, Bandung. Arikunto, Suharsimi, (2010), Penelitian Tindakan Kelas, PT. Bumi Aksara,

Jakarta.

Armanto, Dian, (2011), Metodologi Penelitian Matematika, FMIPA UNIMED, Medan.

Astuti, Rahmani, (2004), The Accelerated Learning Handbook, Kaifa, Bandung. Gagne, R, (1992), Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta:

Rineka Cipta

Herdian, 2008, Model Pembelajaran auditory Intellectually Repetition (AIR), (http://pendidikan.infogue.com/model pembelajaran inovatif) (Diakses 4 Mei 2012)

Hemacki, (2008:6), Auditory (belajar membaca dan mendengar), Fauzan http://pendidikan.infogue.com/modelpembelajaraninofatif

Hudojo, Herman, (1998), Mengajar Belajar Matematika, Depdikbud, Jakarta. Kanginan, Marthen, (2008), Matematika untuk Kelas X Semester 1, Grafindo,

Jakarta.

KBBI, (2007), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Meier, Dave, (2003), The Accelerated learning Handbook, Mizan pustaka, Bandung.

Muhfida, (2012), Model-model Pembelajaran kooperatif, www.muhfida.com. (diakses 12 April 2012)

Nurkencana, W., (1986), Evaluasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya. Porter De, (2008:6), Auditory (belajar membaca dan mendengar), Fauzan

http://pendidikan.infogue.com/modelpembelajaraninofatif Purwanto, (2008), Evaluasi Hasil Belajar, Pustaka Pelajar, Surakarta.

Rajagukguk, W, Syafari, (2007), Inovasi Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, UNIMED, Medan.


(6)

Rohani, Ahmad, (2004), Pengelolaan Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta.

Rose, Colin dan Nicholl, J, Malcom (2002), Accelerated Learning For The 21st Century, Nuansa, Bandung.

Slameto, (2010), Belajar dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta.

Soejono, (1988), Strategi Pembelajaran Matematika.

www.strategipembelajaran.com. (diakses 12 April 2012)

Sudijono, Anas, (1995), Pengantar Evaluasi Pendidikan, Raja Grafindo, Persada Sudjana, Nana, (1989), Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Remaja

Rosdakarya, Bandung.

Suherman, (1992:72), Langkah-langkah Model Pembelajaran AIR, http://pendidikan.infogue.com/modelpembelajaraninovatif

Tim Pelatihan Proyek PGSM, (1999), Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), Dirjen Dikti P2GSM Depdikbud, Jakarta.

Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Kencana, Jakarta.

Trianur, (2010), Masalah Pendidikan di Indonesia dan Solusinya:

http://trianur.wordpress.com/2010/09/24/masalah-pendidikan-di-indonesia-dan-solusinya/ (diakses 07 Mei 2012)

UNIMED, (2010), Pedoman Penulisan proposal dan Skripsi Mahasisa Program Studi Pendidikan FMIPA Unimed, UNIMED, Medan.


Dokumen yang terkait

ENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN LOGIKA MATEMATIKA SISWA KELAS X API 1 SMK NEGERI 1 SUKORAMBI TAHUN AJARAN 2011/2012

0 6 16

KOMPARASI HASIL BELAJAR EKONOMI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 17 110

KOMPARASI HASIL BELAJAR EKONOMI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 5 94

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI (GROUP INVESTIGATION) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 14 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 201

0 23 72

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS X SMA MATERI TRIGONOMETRI DALAM PEMBELAJARAN MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)

7 85 402

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) PADA SISWA KELAS X5 DI SMA NEGERI 1 SAWANG

0 0 10

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN - PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION (AIR) DENGAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE) SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 CAMPURDARAT TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2017/2

0 0 14

BAB II LANDASAN TEORI A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran - PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION (AIR) DENGAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE) SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 CAM

0 0 18

BAB III METODE PENELITIAN - PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION (AIR) DENGAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE) SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 CAMPURDARAT TULUNGAGUNG TAHUN AJARA

0 0 21