Perawatan Trauma Gigi pada Anak

2.5 Perawatan Trauma Gigi pada Anak

Sebelum perawatan dilakukan, anak dan orangtua perlu diredakan emosinya terlebih dahulu. Setelah trauma terjadi, anak pasti akan merasa takut dan cemas, terutama bila dokter gigi langsung memberikan perawatan.Pasien yang mengalami cedera, harus benar-benar diperhatikan bagaimana kondisi saluran pernapasannya. Dasar dari usaha mempertahankan jalan napas adalah mengontrol perdarahan dari mulut atau hidung dan membersihkan orofaring. Untuk anak yang tidak memiliki kelainan pada pembekuan darah, perdarahan pada daerah yang avulsi biasanya tidak berakibat fatal, melakukan penekanan baik secara langsung dengan jari maupun tidak langsung menggunakan kasa atau tampon. 9 Kasus lepasnya gigi dari soket alveolar akibat trauma injuri harus mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat, dengan tetap memperhatikan kondisi fisik anak. Pada kasus avulsi yang disebabkan oleh cedera kemungkinan terdapat komplikasi seperti laserasi pada jaringan lunak labial, bukal, palatum, lidah. Pencegahan terhadap tetanus harus dilakukan dengan membersihkan luka dengan seksama, penyingkiran benda-benda asing dan pemberian tetanus toxoid antitoxin. 9,20 Dianjurkan untuk tidak memegang gigi avulsi pada bagian akarnya, karena dapat merusak serat-serat ligamen periodontal, tetapi memegang gigi pada bagian mahkota. Pembersihan gigi dilakukan hanya jika terdapat kotoran pada gigi, namun tidak boleh mengikis atau menggosok gigi. 9 Penatalaksanaan gigi avulsi harus dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin untuk menjaga ligamen periodontal karena bila ligamen periodontal masih baik, derajat dan ketepatan waktu resorpsi akar akan terjaga dan kemungkinan terjadinya ankilosis akan berkurang. Resorpsi akar hampir tidak terhindarkan apabila melebihi 2 jam, waktu maksimal dilakukan replantasi adalah 48 jam setelah gigi berada di luar soket. 21 Setelah replantasi perlu juga dilakukan splinting untuk menjaga stabilitas gigi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan ligamen periodontal untuk regenerasi. Kemudian dilakukan kontrol yang tepat agar hasil perawatan dapat diperoleh dengan baik. 9,20 Universitas Sumatera Utara Fraktur enamel dapat dilakukan restorasi dengan menggunakan resin komposit tergantung dari lokasi frakturnya. Fraktur enamel dan dentin dapat dilakukan restorasi dengan semen glass ionomer dan restorasi permanen dengan resin komposit. Fraktur enamel dentin pulpa dapat dilakukan perawatan seperti caping pulpa, pulpotomi sebagian dan perawatan pulpa lainnya dalam perawatan pada trauma gigi yang pulpanya terpapar yang paling penting adalah bagaimana mempertahankan vitalitas pulpa. 22 Menurut penelitian di Syria, diantara semua anak yang mengalami trauma gigi; 93,1 tidak melakukan perawatan karena trauma yang dialami anak hanya mengenai bagian enamel saja. Dikatakan bahwa, proporsi anak yang membutuhkan perawatan 63,2 lebih kecil dibandingkan anak yang mengalami trauma tanpa perawatan 93,1 . 5 Penelitian di Damaacus mendapatkan dari 87 sampel anak-anak usia 9-12 tahun yaitu sebagian besar anak yang mengalami trauma gigi 59,8 tidak dibawa ke dokter gigi oleh orangtuanya untuk dilakukan evaluasi maupun perawatan terhadap trauma giginya. Sebagian lainnya yang melakukan perawatan memiliki persentase yang sangat kecil sekitar 6,9 Tabel 1. 5 Tabel 1. Proporsi anak pada perawatan trauma gigi insisivus permanen 5 Jumlah Frekuensi n Persentase Relatif Frekuensi Tidak dirawat 81 93,1 Dirawat 6 6,9 Membutuhkan perawatan 55 63,2 Tidak membutuhkan perawatan 32 36,8 Penelitian dari kota Vadodara India menunjukkan hanya 2,45 anak yang menerima perawatan untuk trauma gigi. Itu jelas terlihat bahwa anak dengan kasus trauma gigi yang melibatkan pulpa, diskolorasi dan avulsi tidak dirawat.Disini terlihat bahwa perawatan trauma gigi tidak memenuhi kualitas perawatan. Faktor penyebab Universitas Sumatera Utara dari tingginya persentase trauma yang tidak dirawat adalah karena kurangnya pengetahuan yang cukup dan motivasi dari orangtua disebabkan karena masalah sosioekonomi. 11 Penelitian yang dilakukan di Valencia Spanyol menunjukkan kebanyakkan perawatan trauma gigi yang diterima adalah tambalan gigi sebanyak 43,2 dan sebanyak 37 kasus tidak menerima perawatan. Penelitian ini menunjukkan kebanyakkan kasus yang terjadi adalah non complicated coronal fractures. 7 Penelitian yang lain menunjukkan, sebagian besar sampel menerima perawatan pada waktu tidak langsung yaitu lebih dari 24 jam setelah terjadinya trauma. Hal ini dapat menjadi faktor penting dalam menentukan prognosis pasca trauma. Keterlambatan dalam menerima perawatan dapat menyebabkan prognosis yang buruk. 3

2.6 Pencegahan Trauma