misalnya pelaku belum pernah melakukan tindak pidana apapun dan mempunyai penghasilan mencukupi.
f. Sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana
Pelaku dalam dimintai keterangan atas kejadian tersebut, jika pelaku berlaku sopan dan mau bertanggung jawab dan mengakui semua perbuatannya
dengan terus terang dan berkata jujur. Maka hal tersebut dapat menjadi pertimbangan hakim untuk memberikan keringanan bagi pelaku.
g. Pengaruh pidana pada masa depan pelaku
Pidana juga mempunyai tujuan yaitu membuat jera kepada pelaku tindak pidana, juga untuk mempengaruhi pelaku agar tidak mengulangi
perbuatannya tersebut,
membebaskan rasa
bersalah pada
pelaku, memasyarakatkan pelaku dengan mengadakan pembinaan, sehingga
menjadikan orang yang lebih baik dan berguna.
82
2.5 Pidana dan Sistem Pemidanaan
2.5.1 Pengertian Pidana dan Pemidanaan
Menurut Satochid Kartanegara menyatakan bahwa hukum pidana materiil berisikan peraturan-peraturan tentang:
83
Perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman stafbare feiten misalnya Mengambil barang milik orang lain; dengan sengaja
merampas nyawa orang lain; siapa-siapa yang dapat dihukum atau dengan perkataan lain, mengatur pertanggungan jawab terhadap
hukum pidana; hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang.
Menurut Moeljatno Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar dan aturan untuk:
84
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar
larangan tersebut.
82
Lilik Mulyadi. 2001. Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. hlm. 63
83
Bambang Waluyo, 2008, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 6
84
Ibid, hlm. 7
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang
telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan
tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
85
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan
sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
Pemidanaan sebagai suatu tindakan terhadap seorang penjahat, dapat dibenarkan secara normal bukan terutama pemidanaan itu mengandung
konsekuensi-konsekuensi positif bagi si terpidana, korban juga orang lain dalam masyarakat. Karena itu teori ini disebut juga teori konsekuensialisme. Pidana
dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat tetapi agar pelaku kejahatan tidak lagi berbuat jahat dan orang lain takut melakukan kejahatan serupa.
Pernyataan diatas, terlihat bahwa pemidanaan itu sama sekali bukan dimaksudkan sebagai upaya balas dendam melainkan sebagai upaya pembinaan
bagi seorang pelaku kejahatan sekaligus upaya preventif terhadap terjadinya kejahatan yang serupa. Menurut Barda Nawawi Arief pemberian pidana atau
pembinaan dapat benar-benar terwujud apabila melihat beberapa tahap perencanaan sebagai berikut:
86
1. Pemberian pidana oleh pembuat undang-undang Legislatif.
2. Pemberian pidana oleh badan yang berwenang Yudikatif.
3. Pemberian pidana oleh instansi pelaksanaan yang berwenang
Eksekutif. Sehubungan dengan istilah sistem, dalam ilmu hukum pidana sering
dibicarakan adanya sistem pidana dan pemidanaan. Andi Hamzah memberikan makna bahwa sistem dalam pidana dan pemidanaan dapat disingkat artinya
85
Titik Triwulan Tutik, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 216-217
86
Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 17.
susunan pidana dan cara pemidanaan. Sistem pemidanaan the sentencing sytem adalah peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi
pidana dan pemidanaan the statutory rules relating to penal sanction and punishment. Proses penjatuhan pidana dan pemidanaan terhadap orang dewasa
sudah sepenuhnya pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan peraturan pelakunya, sedangkan bagi anak ada peraturan-peraturan khusus
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
87
Dalam Pasal 183 KUHAP menunjukan bahwa hukum acara pidana positif Indonesia menganut sistem pembuktian negatif negative
bewijstheorie atau yang disebut juga dengan pembuktian Undang-Undang secara negatif negative wettelijke. Adapun alasannya adalah karena dalam
penerapannya KUHP lebih menggunakan cara dan alat-alat bukti yang berada dalam Undang-Undang serta dipadukan dengan keyakinan hakim.
2.5.2 Macam-macam Pidana