ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 508/ PID/B 2011/PN.TK)

ABSTRAK
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
(Studi Putusan Pengadilan Negeri
Tanjung Karang No. 508/ PID/B 2011/PN.TK)
OLEH:
RESSY TRI OKTAVIYANTI
Tindak pidana pembunuhan merupakan gangguan terhadap ketentraman
masyarakat dan ketertiban negara. Peristiwa pembunuhan sering kali kita dengar,
pelaku pembunuhan juga tidak hanya dilakukan oleh orang lain, tapi juga bisa
dilakukan oleh orang terdekat dalam hidup kita misalnya bagian dari keluarga
kita. Salah satu contoh kasusnya dapat di lihat dalam kasus pembunuhan
berencana berdasarkan perkara No. 508/ PID/B 2011/ PN.TK, di kota Bandar
Lampung yang dilakukan oleh seorang laki- laki bernama Irfan Syaifullah Bin
Amin Fauzi kepada kekasihnya sehingga korban tewas dengan meminum racun
tikus. Atas perbuatannya tersebut terdakwa dijerat pasal 340 KUHP dan dijatuhi
hukuman pidana penjara selam 17 (Tujuh Belas) Tahun. Permasalah yang penulis
teliti dalam skripsi ini adalah, (1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana
terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Putusan
Pengadilan Negeri Tanjung Karang No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK
dan (2) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam

menjatuhkan vonis terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana
terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No Perkara No. 508/ PID/ B
2011/ PN. TK .
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode yuridis normatif dan
yuridis empiris dan adapun sumber jenis data adalah data primer yang diperoleh
dari studi lapangan dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan
dan dianalisis secara kualitatif. populasi dalam penelitian ini adalah hakim di

Ressy Tri Oktaviyanti
Pengadilan Negeri Tanjung Karang dua orang, Jaksa di kejaksaan negeri tanjung
karang dua orang, dan Dosen Universitas Lampung satu orang.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Pertanggungjawaban Pidana
Pelaku pembunuhan berencana berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung
Karang No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK . Terdakwa telah memenuhi
seluruh unsur-unsur pertanggungjawaban pidana Pasal 340 yaitu dengan sengaja
melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Oleh sebab itu terdakwa
dihukum dengan pidana penjara lebih ringan yaitu 17 ( tujuh belas ) tahun dari
tuntutan jaksa yang menuntut 18 (Delapan Belas) Tahun . Dasar pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung
Karang No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK adalah berdasarkan

pertimbangan yuridis yaitu sesuai dengan teori dasar pertimbangan hakim teori
ratio decidendi dimana hakim mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan
dengan perkara yang disengketakan, yang dalam perkara ini aspek itu adalah
bahwa terdakwa dengan sengaja melakukan pembunuhan, pembunuhan itu
dilakukan terhadap kekasihnya sendiri, dan pembunuhan yang dilakukan untuk
menghilangkan jejak perbuatan si pelaku yang telah menghamili korban. Hakim
juga menjatuhkan putusan berdasarkan Pasal 183 dan 184 KUHAP dimana hakim
tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah, dalam perkara ini alat-alat bukti itu pun lebih
dari dua yaitu keterangan saksi, Visum Et Repertum dari dokter forensik, serta
keterangan terdakwa. Selain itu hakim juga termotivasi untuk memberi tujuan
pemidanaan kepada terdakwa agar si terdakwa tidak mengulangi perbuatannya
dan tujuan kepada masyarakat agar tidak melakukan perbuatan seperti apa yang
dilakukan terdakwa.
Saran dari penulis adalah dalam menjatuhkan sanksi pidana hendaknya seorang
hakim memperhatikan faktor- faktor pemberian pemidanaan. Seorang hakim juga
hendaknya memiliki keyakinan dari hati nurani atas keadilannya sehingga dalam
menjatuhkan hukuman putusan yang diambil adalah keputusan yang seadiladilnya. Selain itu hakim dalam memutus perkara berpegang pada UndangUndang kekuasaan kehakiman Nomor 48 Tahun 2009, hendaknya peraturan
tersebut dapat dijadikan dasar untuk menghormati kebebasan hakim dalam
menjalankan keadilan berdasarkan Pancasila guna melahirkan keputusan yang
adil. Akan tetapi walaupun ada kebebasan hakim dalam memilih jenis tindak

pidana yang paling penting adalah bahwa pidana yang diberikan

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman,Tri. 2009. Delik Khusus Dalam KUHP. Universitas Lampung Bandar
Lampung.
Andrisman,Tri. 2009.Hukum Pidana. Universitas Lampung Bandar Lampung.
Chazawi,Adami. 2002. Kejahatan Terhadap Nyawa. Cet 3. Pt Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Hamzah, Andi. 2010. Hukum Acara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. Hadikusuma.
Harahap, Yahya. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.
Cet.3. Sinar Grafika, Jakarta.
Moeljanto, Penerjemah. 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara. Jakarta
Nawawi, Barda. 2008. Kebijakan Hukum Pidana. Kencana. Jakarta.
Prodjodikoro,Wirjono. 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Refika
Afitama. Bandung.
Saleh,Roeslan. 1980. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Cet 3.
Aksara Baru. Jakarta.
Saleh, Roeslan.1978. Stelsel Pidana Indonesia. Cet.3. Aksara Baru, Jakarta.

Siregar,Bismar. 1983. Berbagi Segi Hukum dan Perkembangan Dalam
Masyarakat. Jakarta.
Soekanto, Soejono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia
Pres, Jakarta
Soekanto, Sujono. 1984. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali Press. Jakarta.
Soekanto, Sujono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta
Sudarto, 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Cet.4 Alumni, Bandung.
Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto. Semarang.

Putusan, 2011. Nomor: 508/ PID.B/2011/PN.TK. terhadap Irfan Syaifullah Bin
Amin Fauzi. Bandar Lampung
Moeljatno. 2007. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) .Bumi Aksara.
Jakarta.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 2008. Sinar Grafika
Universitas lampung. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah. Unila Press. Bandar
lampung.
UU. No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

RIWAYAT HIDUP


Penulis bernama Ressy Tri Oktaviyanti, dilahirkan di kota
Bandar Lampung pada tanggal 21 Oktober 1990, anak ketiga
dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Wirmansyah dan
Ibu Dewi Juwita S.E yang membesarkan penulis dengan
penuh kasih sayang.
Penulis menyelesaikan Taman Kanak-Kanak di TK Dharma wanita pada tahun
1996, Sekolah Dasar di SD Negeri 5 Sukarame Bandar Lampung diselesaikan
pada tahun 2002, Sekolah menengah pertama di SMP Al-Kautsar diselesaikan
pada tahun 2005, Sekolah Menengah Atas di SMA YP Unila diselesaikan pada
tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai Mahasiswi Fakutas
Hukum Universitas lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik
dan Bakat (PKAB)

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan
organisasi diantaranya adalah Angkatan Muda (AMUD) dari Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum pada tahun 2008-2009 dan juga organisasi
UKMF Pusat Studi Batuan Hukum (PSBH) dan menjabat sebagai Sekretaris
bidang Kesekretariatan pada tahun 2009-2010. Selain itu pada tahun 2011 penulis
mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kabupaten Mesuji Lampung.


PERSEMBAHAN
Puji syukur kupersembahkan kehadirat ALLAH SWT
Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Sempurna
Yang telah menjadikan semua langkahku mudah.

Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada:
Kedua Orang tuaku tersayang yang telah membesarkan
dan mendidik aku
Dengan penuh kasih sayang dan selalu mendoakan aku,

Kedua kakakku tercinta Atu Anggi dan Ces Evin
Yang selalu memberikan aku nasihat,motivasi,
dengan kasih sayang disetiap harinya,

Sahabat-sahabatku tercinta
Yang selalu menemaniku dan memberikan semangat
kecerian di setiap harinya,

Almamaterku tercinta yang penuh kebanggan

Fakultas Hukum Universitas Lampung

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT karena atas izin dan
limpahan karunia –Nya yang telah diberikan kepada penulis, penulis dapat
menyelesaikan

penulisan

skripsi

ini

dengan

judul

“ANALISIS


PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA Studi Putusan Pengadilan Negeri
Tanjung Karang No. 508/ PID/B 2011/PN.TK.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan,
serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
3. Ibu Firganefi, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
kesempatan, bimbingan, dan masukkan-masukkan yang membangun dan
memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang
telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukkan-masukkan yang
membangun dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembahas I atas waktu,

saran, masukkan, dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat
menyempurnakan skripsi ini.
6. Ibu Donna Raisa Monica, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembahas II atas waktu,
saran, masukkan, dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat
menyempurnakan skripsi ini.
7. Ibu Amnawati, S.H.,M.H., Selaku Dosen Pembimbing Akademik selama
penulis menjadi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.
8. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas lampung atas bimbingan dan
pengajarannya

selama

penulis

menjadi

mahasiswa

Fakultas


Hukum

Universitas Lampung.
9. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
membantu penulis dan proses akademis dan kemahasiswaan
10. Seluruh Responden dan Narasumber dalam penulisan skripsi ini yang telah
memberikan waktu dan pengetahunnya kepada penulis untuk membantu
penulis dalam menyelesaikan permasalahan skripsi ini.
11. Kedua orangtua ku Papi dan Mami yang telah memberikan segalanya
untukku, merawatku dan membesarkan aku dengan penuh kasih sayang dan
senantiasa mendoakan aku.
12. Kedua kakakku yang kusayang Anggi Riefna Sari, S.hut. dan Elvien Sefrianty
Putri, S.E. yang selalu memberikan aku motivasi, semangat, nasihat, dan
dukungan perhatian .
13. Sahabat-sahabat terbaikku dikampus Ratih, Ria, Windy, Widya, Winni,
thrisya, fely, dan Riani terimakasih kepada kalian atas kebersamaan selama ini

dalam suka dan duka, selalu memberikan keceriaan, semangat dan hiburan
disetiap harinya, semoga kita semua bisa menjadi Sarjana Hukum yang baik
dan suskses.

14. Sista-sista Smanila ku Septi, Ria, Putri, Melani, Tiwi, Monry, Saras yang
memberikan hiburan, keceriaan, semangat, ditengah tengah kepenatan dalam
penulisan skripsi ini..
15. Seluruh teman-teman anggota organisasi Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH)
atas kerjasama dan kebersamaanya selama ini, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk belajar lebih dalam untuk berorganisasi
16. Seluruh teman-teman mahasiswa jurusan Hukum Pidana angkatan 2008
Fakultas Hukum Universitas Lampung
17. Seluruh teman-teman mahasiswa angkatan 2008 Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
18. Almamaterku tercinta Universitas Lampung

Serta teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan terutama bagi
penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih. Semoga ALLAH SWT senantiasa
memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2012
Penulis

Ressy Tri Oktaviyanti

MOTTO

Don t cry over the past it s gone
Don t stress about the future it hasn t arrived
Live in the present and make it beautiful

Everything in life is a choice
And every choice comes with consequence
Whether good or bad
Stop and thinking before to choose
(Ressy Tri Oktaviyanti)

Judul Skripsi

: ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN
PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
STUDI PUTUSAN PENGADIAN NEGERI
NO: 508/PID.B/2011/PN.TK

Nama Mahasiswa

: RESSY TRI OKTAVIYANTI

No. Pokok Mahasiswa

: 081201107O

Bagian

: Hukum Pidana

Fakultas

: Hukum

MENYETUJUI
1.Komisi pembimbing

Firganefi, S.H., M.H.
NIP. 19631217 198803 2 003

Diah Gustiniati, S.H., M.H.
NIP. 19620817 198703 2 003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H.
NIP. 19620817 198703 2 003

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua

: Firganefi, S.H., M.H.

………….

Sekretaris/Anggota

: Diah Gustiniati, S.H., M.H.

………….

Penguji Utama

: Gunawan Jatmiko, S.H., M.H.

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi S.H., M.S.
NIP. 19621109 198703 1 003

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 14 Mei 2012

………….

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale
delicht), artinya untuk kesempurnaan tindak pidana ini tidak cukup dengan
dilakukannya perbuatan itu, akan tetapi menjadi syarat juga ada akibatnya dari
perbuatan itu . Kejahatan terhadap nyawa diatur dalam Bab XIX buku II KUHP.

Tindak pidana pembunuhan merupakan gangguan terhadap ketentraman
masyarakat dan ketertiban negara. Dewasa ini makin berkembang seseorang
membunuh karena disebabkan oleh hal-hal yang bersifat sederhana yang
sebenarnya masih dapat diselesaikan secara kekeluargaan sehingga dapat
dihindari terjadinya adu fisik atau kekuatan.

Kajian Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat beberapa bentuk
atau jenis tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam Pasal 338 sampai dengan
Pasal 350 KUHP. Penerapan Pasal Pasal tersebut mempunyai batasan ancaman
sendiri misalnya untuk tindak pidana pembunuhan biasa diancam dengan
hukuman maksimal 17 tahun penjara, sedangakan pembunuhan berencana diatur
dalam Pasal 340 KUHP yang diancam dengan hukuman penjara seumur hidup
atau penjara selama-lamanya 20 tahun. Peristiwa pembunuhan sering kali kita
dengar, pelaku pembunuhan juga tidak hanya dilakukan oleh orang lain, tapi

2

juga bisa dilakukan oleh orang terdekat dalam hidup kita yang melakukan tindak
pidana pembunuhan yaitu bagian dari keluarga kita. Banyak sekali saat ini kasus
ayah, suami, paman, kekasih, atau bahkan anak melakukan tindak pidana
pembunuhan.

Salah satu contoh kasusnya dapat di lihat dalam kasus pembunuhan berencana
berdasarkan dengan perkara No. 508/ PID/B 2011/ PN.TK, di kota Bandar
Lampung yang dilakukan oleh seorang laki- laki kepada kekasihnya sehingga
korban tewas dengan meminum racun tikus. Kronologis perkara tersebut bermula
dari sang korban yang bernama Evi Novia Salasti meminta pertanggungjawaban
kepada kekasihnya yaitu Irfan Syaifullah dikarenakan kondisi korban yang sedang
hamil. Merasa terus didesak oleh korban maka Irfan Syaifullah pun menganjurkan
korban untuk menggugurkan kandunganya dengan memberikan obat yang
diketahui korban adalah obat penggugur kandungan. Korban pun meminum obat
tersebut dan mengeluh sakit perut sampai jatuh pingsan dan kemudian meninggal
dunia. Dikarenakan kematian yang tidak wajar itu maka dilakukanlah pengujian
Laboratorium.

Berdasarkan Hasil Pengujian Laboratorium tersebut didapatkan arsen pada isi
lambung korban sebesar satu koma lima puluh mili gram per liter, pada hati
sebesar nol koma dua puluh mili gram per liter, dan pada bahan kristal ungu
sebesar dua koma dua puluh lima mili gram per liter. Inilah yang menyebabkan
kematian korban akibat keracunan. Hal ini diperkuat dengan Visum Et Repertum
yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdoel Moleloek
Nomor : 445/001/7.6/ III/ 2011. Setelah beberapa hari kematian korban terungkap

3

sang korban meninggal akibat dibunuh oleh kekasihnya menggunakan racun tikus
yang dibuktikan dengan sms yang masuk ke handphone milik korban yang
memerintahkan korban untuk meminum obat tersebut selain itu ada pula saksi
mata yang melihat pertemuan antara korban dan kekasihnya pada saat
memberikan obat tersebut.

Pada kasus perkara ini No. 508/ PID.B/2011/PN.TK, termasuk tindak pidana
pembunuhan berencana dikarenakan pembunuhan tersebut sudah direncanakan
oleh terdakwa. Terdakwa memberikan racun tikus kepada korban yang menurut
keterangannya didapatkan dari kumpulan obat barang rongsokan di rumah
terdakwa. Selain itu terdakwa melakukan perbuatannya dalam keadaan sadar dan
tenang juga ada tenggang waktu dari korban mendapatkan niat untuk membunuh
hingga melaksanakan perencanaan pembunuhan tersebut. Oleh karena itu
terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur dari Pasal 340 KUHP tentang
pembunuhan berencana (moord).

Sebagaimana yang diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 340 KUHP, jaksa
penuntut umum menuntut yang salah satu tuntutannya adalah mohon agar
pengadilan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Irfan Syaifullah dengan
penjara 18 (delapan belas) tahun, dipotong selama terdakwa dalam masa tahanan.
Ancaman pidana ini lebih ringan daripada yang diancam dalam Pasal 340 KUHP
yaitu 20 tahun penjara atau hukuman seumur hidup. Sedangkan hakim memutus
menjatuhkan pidana lebih ringan dari jaksa penuntut umum dengan penjara 17
(tujuh belas) tahun. Seperti yang diketahui dalam dakwaanya jaksa penuntut
umum menguraikan dakwaan dengan cermat, jelas,dan tepat tindak pidana itu

4

dilakukan. Terdakwa yang diajukan kedalam persidangan didakwa dengan
dakwaan Subsidair. Jaksa penuntut menjerat terdakwa melanggar Pasal 340
KUHP, yang intinya barang siapa merampas nyawa orang lain dengan
direncanakan (Pembunuhan Berencana). Lebih Subsidair melanggar Pasal 339
KUHP , yang intinya pembunuhan yang diikuti dan disertai perbuatan pidana
lainnya (pembunuhan dengan kualifikasi).

Berdasarkan putusan yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa sepertinya
tidak sesuai, walaupun putusan yang dijatuhkan hanya lebih ringan satu tahun dari
tuntutan jaksa. Jaksa menuntut terdakwa dengan pidana 18 (Delapan belas tahun),
sedangkan hakim memutus dengan pidana 17 (Tujuh Belas) tahun. Jika dilihat
dari kondisi korban yang sedang hamil putusan pidana selama 17 (Tujuh Belas)
tahun tidak memenuhi keadilan khususnya bagi keluarga korban, karena bukan
hanya satu nyawa tetapi ada dua nyawa yang dibunuh oleh terdakwa yaitu korban
dan bayi yang ada dalam kandungan korban. Terlebih lagi korban hamil akibat
perbuatan terdakwa. Oleh karena alasan alasan tersebut, terdakwa dapat
dijatuhkan hukuman maksimal sesuai dengan tuntutan jaksa atau bahkan hukuman
maksimal yang ada dalam Pasal 340 KUHP yaitu pidana selama 20 tahun atau
seumur hidup. Selain itu jika diinginkan terdakwa dapat dikenakan Pasal
pemberat lainnya yang ada dalam KUHP seperti Pasal 348 ayat (1) tentang
pengguguran kandungan dan ayat (2) mengenai pengguguran kandungan.yang
mengakibatkan kematian.

5

Keluarga korban mengharapkan agar hakim dapat menjatuhkan pidana yang berat
terhadap pelaku. Dasarnya tujuan hukuman atau pemidanaan tidaklah semata mata
sebagai pembalasan melainkan juga sebagai upaya perbaikan terhadap pelaku
tindak pidana. Tujuan pemidanaan hanya akan tercapai jika pemidanaan itu
dirasakan telah sesuai dengan tindak pidana yang telah dilakukan oleh pelaku.
Oleh karena itu hakim diharapkan memutuskan kasus ini seadil–adilnya.

Memperhatikan latar belakang yang telah diuraikan diatas dimana hukuman yang
dijatuhkan kepada pelaku tidak sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum dan
Pasal 340 KUHP, maka penulis tertarik melakukan penelitian dan membuat
skripsi dengan judul : “ Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan Pengadilan Negeri
Tanjung Karang No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK).”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana
pembunuhan berencana terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang
(No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK)?

6

2. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam
menjatuhkan vonis terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana
terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang (No Perkara No. 508/
PID/ B 2011/ PN. TK)?

2. Ruang Lingkup
Menghindari pembahasan terlalu luas, maka ruang lingkup pembahasan ini
dibatasi oleh ilmu hukum pidana, dan substansinya adalah hukum pidana materiil
tentang tindak pidana pembunuhan. Ruang lingkup lokasi penelitian pada
Pengadilan Negeri Kelas 1 A Tanjung Karang dan juga pada Kejaksaan Negeri
Tanjung Karang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan dan pokok bahasan diatas, Maka tujuan dari
penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pembunuhan
berencana terhadap putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No Perkara
No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK
b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan
vonis terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana terhadap putusan
Pengadilan Negeri Tanjung Karang No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK

7

2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan hukum pidana khususnya mengenai terhadap tindak pidana
pembunuhan berencana terhadap orang terdekat.
2. Penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berkarya ilmiah dengan
daya nalar dan acuan sesuai dengan ilmu yang dimiliki guna mengungkap
suatu permasalahan secara objektif melalui metode ilmiah.
b. Kegunaan Praktis
1. Upaya untuk memperluas pengetahuan penulis tentang hukum pidana
khususnya mengenai tindak pidana pembunuhan berencana.
2. Sebagai Sumbangan pemikiran, bahan bacaan dan sumber informasi serta
bahan kajian lebih lanjut bagi yang memerlukan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil
pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.
( Soerjono Soekanto, 1981 : 116 )

Pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP, dikatakan sebagai
pembunuhan berencana karena pembunuhan itu telah memenuhi unsur-unsur dari
Pasal 340 sebagai berikut :

8

1. Adanya kesengajaan (dolus premiditatus), yaitu kesengajaan yang harus
disertai dengan suatu perencanaan terlebih dahulu.
2. Bersalah didalam keadaan tenang memikirkan untuk melakukan pembunuhan
itu dan kemudian melakukan maksudnya dan tidak menjadi soal berapa lama
waktunya
3. Diantara saat timbulnya pikiran untuk membunuh dan saat melakukan
pembunuhan itu ada waktu ketenangan pikiran.

Ada beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini, adapun teori teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Teori Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara
pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana
( Roeslan Saleh, 1983 :75 ).

Teori yang digunakan dalam pertanggungjawaban pidana adalah teori atau ajaran
kesalahan, dasar dilakukannya pemidanaan maupun pertanggungjawaban pidana
terhadap perbuatan melawan

hukum adalah adanya unsur kesalahan dari si

pelaku. Tanpa adanya unsur kesalahan dalam perbuatan melawan hukum maka
perbuatan tersebut tidak dapat dipidana. Berlaku asas tiada pidana tanpa kesalahan
(nulum poena sine culpa). Kesalahan dalam hal ini adanya pelaku tindak pidana
yan melakukan dan tidak dapat melakukan dan tidak melakukan perbuatan yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana.

9

Bentuk-bentuk kesalahan dalam ajaran hukum pidana adalah sebagai berikut :
a. Kesengajaan (dolus)
KUHP tidak memberikan definisi tentang arti kesengajaan. Definisi
kesengajaan menurut Satochid adalah melaksanakan suatu perbuatan yang
didorong oleh suatu keinginan untuk berbuat atau bertindak yang bersifat
melawan hukum.
b. Kelalaian (culpa)
Selain sikap batin yang berupa kesengajaan ada pula sikap batin yang berupa
kelalaian. Seperti halnya kesengajaan, KUHP juga tidak memberikan definisi
tentang pengertian kelalaian.

Jadi dapat dikatakan kelalaian timbul karena seorang itu alfa,sembrono,teledor,
berbuat kurang hati hati atau kurang menduga (Sudarto, 1990 : 123).

Unsur-unsur pertanggungjawaban pidana adalah sebagai berikut:
1. Suatu perbuatan melawan hukum ( unsur melawan hukum )
2. Seorang pembuat atau pelaku yang dianggap mampu bertanggungjawab atas
perbuatannya

Melawan hukum adalah mengenai perbuatan yang abnormal secara objektif. Jika
perbuatan itu sendiri tidak melawan hukum berarti bukan perbuatan abnormal, hal
ini tidak lagi siapa pembuatnya. Jika perbuatannya sendiri tidak melawan hukum
berarti pembuatnya tidak bersalah, kesalahan adalah unsur subjektif yaitu untuk
pembuat tertentu. Dapat dikatakan bahwa ada kesalahan jika pembuat dapat
dipertanggungjawabakan atas perbuatannya dan dapat dicelakakan terhadapnya,
celaan ini bukan celaan etis tapi celaan hukum. Beberapa perbuatan yang dapat

10

dibenarkan secara etis dapat dipidana, peraturan hukum.dapat memaksa keyakinan
etis pribadi disingkirkan.

2. Dasar Pertimbangan hakim
Fungsi utama dari seorang hakim adalah memberikan putusan terhadap perkara
yang diajukan kepadanya, di mana dalam perkara pidana, hal itu tidak terlepas
dari sistem pembuktian negatif, yang pada prinsipnya menentukan bahwa suatu
hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti, disamping adanya alatalat bukti menurut undang-undang juga ditentukan keyakinan hakim yang
dilandasi dengan integritas moral yang baik.

Hakim memutuskan suatu perkara dalam beracara, maka hendaknya melakukan
pertimbangan-pertimbangan yang harus dipikirkan oleh hakim :
1. Keputusan mengenai peristiwanya, ialah apakah terdakwa telah melakukan
perbuatan yang dituduhkan kepadanya.
2. Keputusan mengenai hukumannya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan
terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah
dapat dipidana.
3. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat di penjara
( Sudarto, 1986 :74).

Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman
menjelaskan tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yaitu
dalam Pasal 8 ayat (2) :
“Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib
memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”

11

Pasal 53 ayat (2) menyebutkan bahwa :
“ Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud (dalam memeriksa dan
memutus perkara) harus membuat pertimbangan hukum hakim yang
didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar.”

Menurut Gerhard Robbes secara kontekstual ada 3 (tiga) esensi yang terkandung
dalam kebebasan hakim dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, yaitu:
a. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan;
b. Tidak

seorangpun

termasuk

pemerintah

dapat

mempengaruhi

atau

mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim;
c. Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan
fungsi yudisialnya.

Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan
mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak
tanpa terkecuali, sehingga tidak ada satu pihak yang dapat menginterpensi hakim
dalam menjalankan tugasnya tertentu. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus
mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang
sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku, sampai
kepentingan. pihak korban maupun keluarganya serta mempertimbangkan pula
rasa keadilan

Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya,
mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan,
baik yang bersifat formal maupun meteriil.

12

2. Konseptual
Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsepkonsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah
yang diteliti (Soejono Soekanto 1981 : 24).

Adapun pengertian dasar dari istilah yang dipergunakan dalam penulisan skripsi
ini adalah :
a. Analisis adalah suatu uraian mengenai suatu persoalan yang membandingkan
antara fakta- fakta dengan teori dengan menggunakan metode argumentatif
sehingga menghasilkan suatu kejelasan mengenai persoalan yang dibahas
(Soerjono Soekanto, 1986: 31).
b. Pertanggungjawaban Pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan
secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau
tindak pidana (Roeslan Saleh, 1983 :75).
c. Putusan Pengadilan diartikan sebagai suatu pernyataan hakim yang diucapkan
dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas
atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam per undang-undangan (KUHAP , Pasal 1 poin 11).
d. Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan (Idrus. HA).
e. Pembunuhan Berencana adalah merampas nyawa orang lain yang dilakukan
dengan sengaja dan rencana terlebih dahulu (Pasal 340 KUHP).
f. Pengadilan Negeri adalah pengadilan yang berwenang mengadili segala perkara
tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya (KUHAP,Pasal 84 ayat1)

13

E. Sistematika Penulisan
1. PENDAHULUAN
Bab pendahuluan merupakan bab yang memuat latar belakang permasalahan dan
ruang lingkup, tujuan, dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual
serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi pengertian tentang pengertian pembunuhan berencana,
pemahaman mengenai ruang lingkup pertanggungjawaban pidana, tugas hakim
dalam mengadili, dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, serta
tujuan pemidanaan.
III. METODE PENELITIAN
Pada bab ini penulis menjabarkan pendekatan masalah, sumber dan jenis data,cara
penentuan populasi dan sampel, prosedur penentuan dan pengolahan data serta
analisis data
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini merupakan penjelasan dari permasalahan yang ada yaitu tentang
pertanggungjawaban pidana pelaku pembunuhan berancana dan analisis
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pemidanaanya.
V. PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dalam bab ini diuraikan
secara singkat tentang beberapa kesimpulan serta saran dari penulis.

14

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
(Studi Putusan Pengadilan Negeri
Tanjung Karang No. 508/ PID/B 2011/PN.TK)
SKRIPSI

Oleh
RESSY TRI OKTAVIYANTI

UN

G

U NI

I TAS L A M

P

VE

RS

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012

DAFTAR ISI

Halaman
I.

PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Permasalahan ................................................................................ 5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................. 6
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual................................................ 7
E. Sistematika Penulisan ................................................................... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 14
A. Pengertian Pembunuhan Berencana.............................................. 14
B. Ruang Lingkup Pertanggungjawaban Pidana ............................... 16
C. Tugas Hakim Dalam Mengadili.................................................... 19
D. Dasar Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan ...................... 20
E. Tujuan Pemidanaan……………………………………………… 24

III. METODE PENELITIAN .................................................................. 29
A. Pendekatan Masalah...................................................................... 29
B. Jenis dan Sumber Data.................................................................. 29

C. Penentuan Populasi dan Penentuan Sampel.................................. 31
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .............................. 31
E. Analisis Data................................................................................. 32

1V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 34
A. Karakteristik Responden dan Gambaran Umum Perkara.................. 34
B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pembunuha Berencana
(Putusan Pengadilan Negeri No. 508/ PID.B/2011/PN.TK).............. 38
C. Dasar Pertimbangan Hukum Bagi Hakim Pengadilan Negeri
Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Pembunuhan Berencana
( Putusan Pengadilan Negeri No. 508. PID.B/2011/PN.TK)................ 45

V. PENUTUP.................................................................................................. 58
A. Kesimpulan............................................................................................ 58
B. Saran........................................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pembunuhan Berencana

Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan
berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh
bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang
rumusannya adalah :
“ Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan
rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama 20 tahun” .

Rumusan tersebut terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
1. Unsur Subyektif:
a. dengan sengaja
b. dan dengan rencana terlebih dahulu;
2. Unsur Obyektif:
a. Perbuatan: menghilangkan nyawa;
b. Obyeknya: nyawa orang lain

15

Pasal 340 dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur Pasal 338,
kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni “dengan rencana terlebih
dahulu”. Oleh karena itu, maka pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai
pembunuhan yang berdiri sendiri (een zelfstanding misdrifj) lepas dan lain dengan
pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (Pasal 338).

Pada dasarnya pembunuhan berencana mengandung 3 unsur yaitu :
a. Memutuskan kehendak dalam susana tenang;
b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan
pelaksanaan kehendak;
c. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang.

Memutuskan kehendak dalam suasana tenang adalah pada saat memutuskan
kehendak untuk untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana yang tenang, tidak
tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi.
Melainkan telah dipikirkan dan dipertimbangkan terlebih dahulu yang akhirnya
memutuskan kehendak untuk berbuat.

Ada tenggang waktu yang cukup antara sejak timbulnya kehendak sampai
pelaksanaan keputusan kehendaknya itu. Waktu yang cukup adalah relatif , tidak
terlalu singkat, karena jika telalu singkat tidak mempunyai kesempatan untuk
berpikir tapi juga tidak terlalu lama. Sebab, jika terlalu lama sudah tidak lagi
menggambarkan ada hubungan antara pengambilan putusan kehendak untuk
membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan.

16

Pelaksanaan pembunuhan secara tenang maksudnya pada saat melaksanakan
pembunuhan itu tidak dalam suasana yang tergesa-gesa dan rasa takut yang
berlebihan.

Ancaman Pidana terhadap pembunuhan yang direncanakan (moord) ini lebih berat
jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam Pasal 338 maupun 339,yaitu pidana
mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. Pasal 340
dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur Pasal 338, maka
pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri
(een zelfstanding missdrijf) lepas dan lain dengan pembunuhan biasa salam bentuk
pokok.

B. Ruang Lingkup Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara
pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana
(Roeslan Saleh, 1983 :75).

Setiap orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dapat bertanggung jawab
pada pidana yang telah dilakukannya tersebut. Menurut Roeslan Saleh (1983 : 79)
orang yang mampu bertanggung jawab itu harus memenuhi 3 syarat yaitu :
1. Pelaku dapat menginsyafi makna yang senyatanya dari perbuatannya;
2. Pelaku dapat menginsyafi bahwa perbuatan itu dapat dipandang patut dalam
pergaulan masyarakat.
3. Pelaku mampu untuk menemukan niat atau kehendaknya dalam melakukan
perbuatan.

17

Pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan terutama di batasi pada
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja (dolus). Dapat dipidananya delik culpa
hanya bersifat perkecualian apabila di tentukan secara tegas oleh undang-undang.
Sedangkan pertanggungjawaban terhadap akibat- akibat tertentu dari suatu tindak
pidana yang oleh undang-undang diperberat ancaman pidananya, hanya dikenakan
kepada terdakwa apabila ia sepatutnya sudah dapat menduga kemungkinan
terjadinya akibat itu atau sekurang-kurangmya ada kealpaan.

Seseorang hanya dapat dipertanggungjawabkan pidana apabila ia melakukan
tindak pidana dengan sengaja atau dengan kealpaan. Perbuatan yang dapat di
pidana adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, kecuali peraturan
perundang-undangan menetapkan secara tegas bahwa suatu tindak pidana yang
dilakukan dengan kealpaan dapat dipidana. Moeljanto mengatakan, orang tidak
mungkin dipertanggungjawabkan atau dijatuhi pidana apabila tidak melakukan
perbuatan pidana. Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana tergantung pada
dilakukannya tindak pidana.

Pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasarkan pada kesalahan pelaku
(liability based on fault), dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur
suatu tindak pidana. KUHP tidak mengatur ketentuan mengenai arti kemampuan
bertangung jawab, yang di atur adalah mengenai tentang orang yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan dalam hukum pidana yan diatur dalam Pasal 44 KUHP
sebagai berikut :

18

“Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau
terganggu karena penyakit , tidak dipidana”

Unsur ke-2 dari kesalahan (pertanggungjawaban pidana) adalah hubungan batin
antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan atau kealpaan.
Menurut MvT kata “dengan sengaja”, dimana kata ini banyak terdapat dalam
Pasal–Pasal dalam KUHP adalah sama dengan pengertian dikehendaki dan
diketahui.

Mengenai apa yang dimaksud dengan kealpaan. KUHP tidak memberikan definisi
seperti halnya pada kesengajaan. Menurut MvT kealpaan di satu pihak berlawanan
benar-benar kesengajaan dan di pihak lain dengan hal yang kebetulan. Sedangkan
kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari pada kesengajaan
akan tetapi bukan kesengajaan yang ringan.

Berdasarkan hal di atas tidak mungkin dapat dipikirkan tentang adanya
kesengajaan atau kealpaan, jika orang itu tidak mampu bertanggung jawab. Begitu
pula tidak dapat dipikirkan mengenai alasan pemaaf jika orang tidak mampu
bertanggung jawab dan tidak pula adanya kesengajaan ataupun kealpaan.

19

C. Tugas Hakim dalam Mengadili

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam
Pasal 28 ayat (1) disebutkan hakim wajib menggali, megikuti, dan memahami
nilai–nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Selanjutnya
dijelaskan pula dalam ayat (2) dalam mempertimbangkan berat ringanya pidana,
hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

Berdasarkan pasal tersebut diatas, bahwa adanya ketentuan tersebut membuktikan
bahwa tugas hakim bukan saja mengadili berdasarkan hukum-hukum yang ada,
tetapi lebih mendalam lagi yaitu mencari dan menentukan untuk kemudian dalam
putusannya, nilai-nilai hukum yang ada dalam masyarakat. Hal tersebut membawa
tanggungjawab bahwa seseorang tidak hanya menterapkan hukum tertulis juga
menciptakan hukum berdasarkan pandangan dan nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat.

Pelaksanaan tugas hakim dalam beracara harus menguasai teknik pemeriksaan,
mengetahui sedikit-dikitnya ilmu jiwa, ilmu agama, dan juga administrasi
peradilan. Hakim yang hanya tahu mengadili, membaca tuntutan, mendengarkan
keterangan saksi, memeperhatikan bukti kemudian memutuskan perkara tidak
akan memberi jaminan tentang pelaksanaan hukum yang baik dan adil.

Hakim secara mudah harus mengetahui dari berkas itu sendiri beberapa lama
penyelesaian perkara dari laporan peristiwa-peristiwa, penuntutan dan yang sangat
penting menyangkut hak asasi yang sangat diperlukan ketelitian disamping

20

penguasaan teknis sangat diiperlukan baik sebelum proses, maupun semasa
dipersidangan dan sesudah diputuskan mendapat kepastian hukum.

Terhadap persidangan yang diselenggarakan hakim harus menguasai kasus demi
kasus dari setiap persoalan dari tiap-tiap perkara yang ditujukan kepadanya. Tugas
pokok hakim dalah memeriksa dan mengadili. Seseorang dalam suatu perkara
pidana haruslah ia menjadi seorang ayah terhadap anak-anak yang diajukan ke
pengadilan, ia harus pula dapat menjadi seorang rohaniawan mengahadapi orang
yang tergelincir moralnya dan ia harus pula menjadi penghibur bagi orang-orang
yang kehilangan kepercayaan terhadap kehidupan (Bismar Siregar, 1983: 23).

D. Dasar Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan

Tugas utama hakim adalah menjadi, yaitu serangkaian tindakan penerima,
memeriksa dan memutuskan perkara pidana berdasarakan asas bebas, jujur dan
tidak memihak di sidang pengadilan menurut cara yang diatur dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman RI.

Hakim sebelum menjatuhkan putusan berupa pemidanaan, sudah seharusnya
untuk mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan perbuatan tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Hal ini
merupakan kewenangan dan kebebasan dari hakim dalam hal menetapkan berat
atau ringannya tindak pidana.

21

Hakim dalam menjatuhkan putusan cenderung lebih banyak menggunakan
pertimbangan yang bersifat yuridis dibandingkan pertimbangan non yuridis :
1. Pertimbangan yang bersifat yuridis :
a. Dakwaan jaksa penuntut umum
b. Keterangan terdakwa
c. Keterangan saksi
d. Barang-barang bukti
e. Pasal-pasal peraturan hukum pidana
2. Pertimbangan yang bersifat non yuridis :
a. Latar belakang perbuatan terdakwa
b. Akibat perbuatan terdakwa
c. Kondisi diri terdakwa
d. Kondisi sosial ekonomi terdakwa
e. Faktor agama terdakwa

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
menjelaskan tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

putusan

dalam Pasal 8 ayat (2) :
“Dalam

mempertimbangkan

berat

ringannya

pidana,

hakim

wajib

memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”.

Kemudian dalam Pasal 53 ayat (2) menyebutkan bahwa :
“Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud (dalam memeriksa dan
memutus perkara) harus memuat pertimbangan hakim yang didasarkan pada
alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar”.

22

Hakim menjatuhkan putusan dengan menggunakan teori pembuktian. Pembuktian
adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti dipergunakan, diajukan ataupun
dipertahankan sesuai hukum acara yang berlaku. Pembuktian adalah ketentuanketentuan yang berisi penggarisan atau pedoman tentang cara-cara yang
dibenarkan

oleh

Undang-Undang

untuk

membuktikan

kesalahan

yang

didakwakan, serta mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan dalam UndangUndang dan boleh dipergunakan hakim dalam sidang pengadilan (Yahya Harahap,
1985:795). Menurut Pasal 183 KUHAP, hakim tidak boleh menjatuhkan putusan
pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah. Sedangkan menurut Pasal 184 KUHAP Alat-alat bukti yang sah
tersebut ialah :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.

Hakim juga memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Menurut Pasal 181 KUHAP dalam
proses persidangan hakim ketua memperlihatkan kepada terdakwa segala barang
bukti dan menanyakan kepadanya apakah terdakwa mengenal barang-barang
tersebut.

23

Berdasarkan pengertian diatas, maka pembuktian ialah cara atau proses hukum
yang dilakukan guna mempertahankan dalil-dalil dengan alat bukti yang ada
sesuai hukum acara yang berlaku. Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa
melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian terpenting acara
pidana.

Menurut Mackenzei, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan
oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara,
yaitu sebagai berikut:
1. Teori keseimbangan
keseimbangan yang dimaksud disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat
yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentinagan pihak-pihak yang
tesangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya
keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan
kepentingan korban.
2. Teori pendekatan seni dan intuisi
Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari
hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan
dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim
akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara
pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu
putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi dari pada penegtahuan dari
hakim.

24

3. Teori pendekatan keilmuan
Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana
harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam
kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin
konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam
peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh sematamata atas dasar intuisi atau insting semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu
pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi
suatu perkara yang harus diputuskannya.
4. Teori Pendekatan Pengalaman
Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya
dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan
pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana
dampak dari putusanyang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang
berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.
5. Teori Ratio Decidendi
Teori

ini

didasarkan

pada

landasan

filsafat

yang

mendasar,

yang

mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang
disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan
dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam
penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi
yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak
yang berperkara.

25

E. Tujuan pemidanaan
Pembicaraan mengenai tujuan pemidanaan tidak dapat dilepaskan dari
pembicaraan mengenai teori-teori pemidanaan, karena melalaui teori-teori
tersebut akan diketahui dasar-dasar pembenaran dalam penjatuhan pidana. Pada
prinsipnya tujuan pemidanaan adalah pencegahan umum dan pencegahan khusus.

Pencegahan umum adalah bahwa dengan adanya pemidanaan akan ada
pengaruhnya terhadap tingkah laku orang lain selain pelaku, yaitu membuat
potensial masyarakat pada umumnya tidak melakukan kejahatan. Sedangkan
pencegahan khusus adalah pengaruh langsung yang dirasakan oleh terpidana baik
yang bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Terpidana akan menjadi warga
masyarakat yang baik dari sebelumnya atau mencegah dilakukannya tindak pidana
lagi (sesidive).

Masalah pemidanaan menjadi sangat kompleks sebagai sesuatu akibat dari usaha
untuk memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut hak asasi manusia. Tujuan
pidana dan pemidanaan belum pernah dirumuskan dalam KUHP. Perumusan
tujuan baru tampak dalam Konsep Rancangan KUHP Nasional Tahun 2008 yang
dirumuskan dalam Pasal 47, sebagai berikut :
1. Pemidanaan bertujuan untuk : Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan
menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat, Memasyaratkan
terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang
berguna dan baik, dan Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak
pidana serta pemulihan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam
masyarakat.

26

2. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk penderitaan dan diperkenankan
merendahkan martabat manusia.

KUHP merupakan induk dari hukum pidana yang masih berlaku sampai saat ini
tidak terdapat ketentuan khusus mengenai tujuan pemidanaan. Namun di dalam
ilmu hukum pidana dikenal beberapa teori pemidanaan sebagai dasar pembenaran
diberikannya pidana. Teori tersebut terdiri dari :

1. Teori Absolut atau Pembalasan (Retributif )
Menurut teori absolut pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah
melakukan kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak yang
harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan atau
tindak pidana. Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak,
tanpa tawar menawar. Tidak diperdulikan, apa dengan demikian masyarakat
mungkin akan dirugikan, hanya dilihat kemasa lampau tidak kemasa depan. Jadi
dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya kejahatan itu sendiri. Tujuan
utama dari pidana disini adalah untuk memuaskan tuntutan keadilan dan
pengaruh-pengaruh yang menguntungkan tidak terlalu diperhitungkan. Menurut
Nigel Walker, penganut teori retributif dibagi dalam beberapa golongan :
a. Pengaruh teori retributif murni (the pure retributivist) dimana pidana harus
sepadan dengan kesalahan.
b. Penganut teori retributif tidak murni, dapat dibagi menjadi:
1) Penganut teori retributif yang terbatas (the limiting retributivist)
Pidana tidak harus sepadan dengan kesalahan , namun tidak melebihi batas
kesepadanan dengan kesalahan terdakwa. Kebanyakan ketentuan-ketentuan

27

dalam KUHP disusun sesuai dengan teori ini, yaitu dengan menetapkan
pidana maksimum tanpa mewajibkan pengadilan menegakkan batas
maksimum tersebut.
2) Penganut teori retributif yang distributive : Pidana jangan dikenakan kepada
o

Dokumen yang terkait

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No.95/Pid/B/2010/PN.TK)

1 5 34

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG PERUSAHAAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Perkara Nomor: 167/Pid.B/2011/PN.TK)

4 14 77

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 508/ PID/B 2011/PN.TK)

3 17 55

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PENGANGKUTAN BAHAN BAKAR MINYAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor 505/Pid.B/2012/PN.TK)

1 19 58

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SERTIFIKAT JUAL BELI TANAH (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No 659/PIDB/2011)

0 9 55

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK )

0 9 60

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP JAKSA SEBAGAI PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 154/Pid.B/2012/PN.TK)

0 8 37

PENERAPAN PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan PT Tanjung Karang No. 138/PID/2012/PT. TK)

0 5 55

PENERAPAN PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan PT Tanjung Karang No. 138/PID/2012/PT. TK)

0 14 54

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENYIMPAN UANG RUPIAH PALSU (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1071/Pid.B/2014/PN.Tjk).

1 15 55