Dampak Debu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah Inceptisol.

DAMPAK DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG TERHADAP
PERUBAHAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL

SKRIPSI

Oleh
REGINA RUNIKE ANDREITA/070303022
ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

DAMPAK DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG TERHADAP
PERUBAHAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL

SKRIPSI


Oleh
REGINA RUNIKE ANDREITA/070303022
ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana (S1) di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan

DEPARTEMEN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi : Dampak Debu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Perubahan
Sifat Kimia Tanah Inceptisol
Nama

: Regina Runike Andreita
NIM
: 070303022
Departemen : Ilmu Tanah
Program Studi : Ilmu Tanah

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP.
Ketua

Kemala Sari Lubis, SP., MP.
Anggota

Mengetahui,
Ketua Departemen Agroekoteknologi

Dr. Ir. T. Sabrina, M.AgrSc.
NIP. 19640620 198903 2 001


Tanggal Lulus :

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian debu
vulkanik terhadap perubahan sifat kimia tanah Inceptisol dan pertumbuhan
tanaman jagung (Zea mays L.). Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di
Laboratorium Kimia/Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian USU Medan pada
bulan Desember 2010-Agustus 2011. Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap Non Faktorial dan faktor perlakuannya adalah debu vulkanik (V)
dengan 6 taraf dosis dan 4 ulangan sehingga diperoleh unit percobaan 6 x 4 = 24
unit percobaan. Setiap perlakuan terdiri dari V0 (Tanpa debu/Kontrol), V1 (157,8
g/4 kg BTKU), V2 (315,6 g/4 kg BTKU), V3 (473,4 g/4 kg BTKU), V4 (631,2
g/4 kg BTKU), V5 (789 g/4 kg BTKU).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian debu vulkanik setelah
4 minggu inkubasi berpengaruh nyata meningkatkan kemasaman tanah,
meningkatkan Al-dd dan H-dd, meningkatkan kejenuhan H, meningkatkan basabasa tukar, meningkatkan kejenuhan basa dan meningkatkan S-tersedia tanah.

Di akhir masa vegetatif tanaman jagung berpengaruh nyata meningkatkan
kemasaman tanah, meningkatkan kejenuhan Al, menurunkan KTK, menurunkan
basa-basa tukar, menurunkan kejenuhan basa, dan meningkatkan S-tersedia tanah.
Kata Kunci: debu vulkanik, pH, Al dan H, KTK, KB, basa-basa tukar, serta
S-tersedia

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

The aim of this research was to investigate the effect of the volcanic ash
on Inceptisols and their effect on the maize growth. The research was conducted
at greenhouse and Soil Chemistry and Fertility Laboratory of Faculty of
Agriculture, University of North Sumatera, Medan from December 2010 until
August 2011. The research used Completely Randomize non factorial design and
consisted of 6 treatments with 4 replications. The treatments were V0
(Control/with no ash), V1 (157,8 g/4 kg dry air of soil weight), V2 (315,6 g/4 kg
dry air of soil weight), V3 (473,4 g/4 kg dry air of soil weight), V4 (631,2 g/4 kg
dry air of soil weight) and V5 (789 g/4 kg dry air of soil weight).
The result showed that the effect the application of volcanic ash after

4 weeks incubation had significant effect to increase soil acidity, Al and H
exchangeable, H saturation, exchangeable basic cation, base saturation, and
S-available. In the end of maize vegetative growth had significant effect to
increase soil acidity, Al saturation, decrease CEC, exchangeable basic cation, and
increase S-available,
Keywords: volcanic ash, pH, Al and H, CEC, base saturation, exc. basic
saturation, and S-available

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 19 April 1989
sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Orangtua penulis bernama Andre
Soedharsono, BSc (Ayah) dan Tabita Rurut (Ibu). Penulis lahir dengan memiliki
suku Jawa dari Ayah sedangkan Ibu memiliki suku Manado.
Penulis mulai memasuki pendidikan formal pada tahun 1996. Penulis
pernah bersekolah di SD No. 95/96 Binjai Kota selesai tahun 2001, SMP Negeri 2
Binjai selesai tahun 2004, dan SMA Negeri 1 Binjai selesai tahun 2007.
Kemudian, penulis menempuh pendidikan sarjana di Program Studi Ilmu Tanah,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan sampai sekarang. Selama
menempuh pendidikan sarjana, penulis pernah mendapatkan beasiswa PPA dan
BBM selama 3 tahun mulai tahun 2008-2010.
Selama mengikuti program S1, kegiatan yang dilakukan penulis adalah
sebagai berikut :
-

Penulis menjadi Anggota di Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (2007sekarang)

-

Penulis menjadi Anggota Pengajian Al-bayan (2007-2010)

-

Penulis menjadi Sekretaris Pengajian Al-bayan (2010-sekarang)

-

Penulis menjadi Anggota Badan kenaziran Musholla (BKM) bidang

INFOTAS (Informasi dan Kreativitas) (2009-2010)

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2010 sampai dengan Agustus 2011
dengan judul penelitian yang dipilih adalah ”Dampak Debu Vulkanik Gunung
Sinabung Terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah Inceptisol”.
Dalam penyelesaian skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan
dukungan, bantuan, perhatian, dan nasihat yang semuanya sangat berguna bagi
penulis. Pertama-tama penulis sampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Hamidah
Hanum, MP. selaku ketua komisi pembimbing dan oleh Ibu Kemala Sari Lubis,
SP., MP. selaku anggota komisi pembimbing.
Selanjutnya, penulis juga tidak lupa menyampaikan terima kasih banyak
kepada kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah membesarkan dan
mendidik penulis selama ini. Kepada rekan-rekan sesama penelitian yaitu
M. Mirza Andhika, dan Arina Hairunnisa Lubis, SP. terima kasih atas bantuan dan

kebersamaannya terhadap keberlangsungan penelitian ini. Kepada rekan-rekan
satu angkatan 2007, terima kasih atas saran, masukan dan kebersamaannya selama
ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini banyak memberi informasi
dan manfaat baik bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Medan, Agustus 2011

Penulis

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................
Hipotesis Penelitian ............................................................................
Kegunaan Penelitian ..........................................................................

1
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Debu Vulkanik ....................................................................................
Tanah Inceptisol ..................................................................................
Sifat Kimia Tanah ...............................................................................
Kemasaman Tanah ........................................................................
Kapasitas Tukar Kation Tanah ......................................................
Kejenuhan Basa.............................................................................
Basa-Basa Tukar ...........................................................................
Belerang (S) ..................................................................................

Al Yang Dapat Dipertukarkan dan Kejenuhan Al ........................
H Yang Dapat Dipertukarkan dan Kejenuhan H...........................
Persyaratan Lingkungan Tumbuh Tanaman Jagung (Zea mays L.) ...
Iklim .............................................................................................
Tanah ............................................................................................

4
6
7
8
10
12
13
19
21
22
24
24
25


BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................
Bahan dan Alat ....................................................................................
Metode Penelitian ...............................................................................
Pelaksanaan Penelitian ........................................................................
Persiapan Tanah ............................................................................
Analisis Tanah Awal .....................................................................
Analisis Debu ................................................................................
Aplikasi Debu Vulkanik................................................................

26
26
26
27
27
28
28
28

Universitas Sumatera Utara

Aplikasi Pupuk Dasar, Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman ..
Pemanenan ....................................................................................
Analisis Tanah Akhir ....................................................................
Parameter Yang Diukur.......................................................................

29
29
30
31

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ....................................................................................................
Kemasaman Tanah ........................................................................
Aluminium dan Hidrogen yang Dapat Dipertukarkan ..................
Kejenuhan Aluminium dan Hidrogen Tanah ................................
Kapasitas Tukar Kation Tanah ......................................................
Basa-Basa Tukar Tanah ................................................................
Kejenuhan Basa.............................................................................
Sulfur Tersedia Tanah ...................................................................
Pembahasan .........................................................................................
Kemasaman Tanah ........................................................................
Aluminium dan Hidrogen yang Dapat Dipertukarkan ..................
Kejenuhan Aluminium dan Hidrogen Tanah ................................
Kapasitas Tukar Kation Tanah .....................................................
Basa-Basa Tukar Tanah ................................................................
Kejenuhan Basa.............................................................................
Sulfur Tersedia Tanah ...................................................................

32
32
33
34
36
37
39
40
41
41
43
44
46
47
50
51

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ......................................................................................... 53
Saran.................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tabel
Nilai rataan pH H2O dan pH KCl setelah 4 minggu inkubasi debu
vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung
Nilai rataan Al-dd dan H-dd tanah setelah 4 minggu inkubasi debu
vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung
Nilai rataan kejenuhan Al dan H tanah setelah 4 minggu inkubasi
debu vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung
Nilai rataan KTK tanah setelah 4 minggu inkubasi debu vulkanik
dan akhir masa vegetatif tanaman jagung
Nilai rataan basa-basa tukar tanah setelah 4 minggu inkubasi debu
vulkanik
Nilai rataan basa-basa tukar tanah setelah masa vegetatif tanaman
jagung
Nilai rataan kejenuhan basa tanah setelah 4 minggu inkubasi debu
vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung
Nilai rataan S-tersedia tanah setelah 4 minggu inkubasi debu
vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

Hal
32
33
35
36
37
37
39
40

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.

Lampiran
Bagan Percobaan
Hasil analisis debu dan daun
Sifat Kimia Tanah
Analisis awal tanah Inceptisol
Data pH H2O setelah masa inkubasi 4 minggu
Data pH KCl setelah masa inkubasi 4 minggu
Data Al-dd setelah masa inkubasi 4 minggu
Data H-dd setelah masa inkubasi 4 minggu
Data Kejenuhan Al setelah masa inkubasi 4 minggu
Data Kejenuhan H setelah masa inkubasi 4 minggu
Data Kapasitas Tukar Kation (KTK) setelah masa inkubasi 4
minggu
Data K yang dapat dipertukarkan (K-dd) setelah masa inkubasi 4
minggu
Data Ca yang dapat dipertukarkan (Ca-dd) setelah masa inkubasi
4 minggu
Data Mg yang dapat dipertukarkan (Mg-dd) setelah masa
inkubasi 4 minggu
Data Na yang dapat dipertukarkan (Na-dd) setelah masa inkubasi
4 minggu
Data Kejenuhan Basa (KB) setelah masa inkubasi 4 minggu
Data S-tersedia (S-SO4) setelah masa inkubasi 4 minggu
Data pH H2O setelah masa vegetatif tanaman jagung
Data pH KCl setelah masa vegetatif tanaman jagung
Data Al-dd setelah masa vegetatif tanaman jagung
Data H-dd setelah masa vegetatif tanaman jagung
Data Kejenuhan Al setelah masa vegetatif tanaman jagung
Data Kejenuhan H setelah masa vegetatif tanaman jagung
Data Kapasitas Tukar Kation (KTK) setelah masa vegetatif
tanaman jagung
Data K yang dapat dipertukarkan (K-dd) setelah masa vegetatif
tanaman jagung
Data Ca yang dapat dipertukarkan (Ca-dd) setelah masa vegetatif
tanaman jagung
Data Mg yang dapat dipertukarkan (Mg-dd) setelah masa
vegetatif tanaman jagung
Data Na yang dapat dipertukarkan (Na-dd) setelah masa vegetatif
tanaman jagung
Data Kejenuhan Basa (KB) setelah masa vegetatif tanaman
jagung
Data S-tersedia (S-SO4) setelah masa vegetatif tanaman jagung
Peta sebaran debu vulkanik letusan G. Sinabung dan jenis tanah
G. Sinabung dan sekitarnya

Hal
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87

Universitas Sumatera Utara

32.
33.
34.

Peta jenis tanah dan satuan lahan G. Sinabung dan sekitarnya
Foto tanaman jagung yang diaplikasikan debu vulkanik Gunung
Sinabung
Foto debu vulkanik

88
89
90

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian debu
vulkanik terhadap perubahan sifat kimia tanah Inceptisol dan pertumbuhan
tanaman jagung (Zea mays L.). Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di
Laboratorium Kimia/Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian USU Medan pada
bulan Desember 2010-Agustus 2011. Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap Non Faktorial dan faktor perlakuannya adalah debu vulkanik (V)
dengan 6 taraf dosis dan 4 ulangan sehingga diperoleh unit percobaan 6 x 4 = 24
unit percobaan. Setiap perlakuan terdiri dari V0 (Tanpa debu/Kontrol), V1 (157,8
g/4 kg BTKU), V2 (315,6 g/4 kg BTKU), V3 (473,4 g/4 kg BTKU), V4 (631,2
g/4 kg BTKU), V5 (789 g/4 kg BTKU).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian debu vulkanik setelah
4 minggu inkubasi berpengaruh nyata meningkatkan kemasaman tanah,
meningkatkan Al-dd dan H-dd, meningkatkan kejenuhan H, meningkatkan basabasa tukar, meningkatkan kejenuhan basa dan meningkatkan S-tersedia tanah.
Di akhir masa vegetatif tanaman jagung berpengaruh nyata meningkatkan
kemasaman tanah, meningkatkan kejenuhan Al, menurunkan KTK, menurunkan
basa-basa tukar, menurunkan kejenuhan basa, dan meningkatkan S-tersedia tanah.
Kata Kunci: debu vulkanik, pH, Al dan H, KTK, KB, basa-basa tukar, serta
S-tersedia

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

The aim of this research was to investigate the effect of the volcanic ash
on Inceptisols and their effect on the maize growth. The research was conducted
at greenhouse and Soil Chemistry and Fertility Laboratory of Faculty of
Agriculture, University of North Sumatera, Medan from December 2010 until
August 2011. The research used Completely Randomize non factorial design and
consisted of 6 treatments with 4 replications. The treatments were V0
(Control/with no ash), V1 (157,8 g/4 kg dry air of soil weight), V2 (315,6 g/4 kg
dry air of soil weight), V3 (473,4 g/4 kg dry air of soil weight), V4 (631,2 g/4 kg
dry air of soil weight) and V5 (789 g/4 kg dry air of soil weight).
The result showed that the effect the application of volcanic ash after
4 weeks incubation had significant effect to increase soil acidity, Al and H
exchangeable, H saturation, exchangeable basic cation, base saturation, and
S-available. In the end of maize vegetative growth had significant effect to
increase soil acidity, Al saturation, decrease CEC, exchangeable basic cation, and
increase S-available,
Keywords: volcanic ash, pH, Al and H, CEC, base saturation, exc. basic
saturation, and S-available

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada tanggal 28 Agustus 2010 pukul 00.10 WIB, telah terjadi letusan
Gunung Sinabung yang terdapat di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia.
Gunung Sinabung banyak mengeluarkan debu dan asap hitam yang tebal.
Oleh sebab itu, debu hasil letusan gunung tersebut disebut sebagai debu vulkanik.
Debu yang tebal dibawa oleh angin sampai menutupi wilayah hingga jarak 6 km.
Kegiatan masyarakat di sekitar Gunung Sinabung didominasi oleh sektor
pertanian. Kondisi tanaman saat ini secara visual masih baik, tumbuh subur
dengan vegetasi tumbuhan berupa tanaman pangan (padi, jagung, kacang tanah
dan ubi jalar) seluas 2.639 ha, tanaman sayuran (cabe, tomat, kubis, kentang,
petsai) seluas 2.368 ha, tanaman buah-buahan (jeruk, pisang, alpukat) seluas 828
ha dan tanaman perkebunan (kopi, kakao) seluas 1.126 ha sehingga total
pertanaman dalam jarak 6 km tersebut adalah 6.961 ha (Dinas Pertanian, 2010).
Debu yang menutupi lahan pertanian memberikan dampak positif dan
negatif bagi tanah dan tanaman. Dampak positif bagi tanah yaitu dapat
memperkaya dan meremajakan tanah sehingga meningkatnya kesuburan tanah
dan pertumbuhan tanaman. Sedangkan dampak negatif bagi tanaman, debu
tersebut menutupi permukaan daun sehingga menghambat proses fotosintesa dan
tanaman lama-kelamaan akan mati. Penurunan hasil akibat debu tersebut
dirasakan oleh petani Karo. Hal ini sungguh sangat disayangkan mengingat
produksi pangan dan sayuran banyak berasal dari sini.

Universitas Sumatera Utara

Tanah Inceptisol yang terdapat di dataran tinggi biasanya memiliki
kesuburan tanah yang beragam. Dari hasil analisis diketahui bahwa tanah
Inceptisol asal desa Cimbang di Kabupaten Karo memiliki pH tanah yang rendah
(yaitu pH H2O = 5,63; pH KCl = 5,17) dan juga memiliki kejenuhan Basa yang
sangat rendah (yaitu KB = 1,8%). Akan tetapi, banyak petani Karo di desa
Cimbang menggunakan lahan tersebut sebagai sentral tanaman pertanian
khususnya tanaman jagung. Oleh sebab itu tanah Inceptisol yang terdapat di desa
Cimbang di Kabupaten Karo yang tertutupi oleh debu vulkanik menarik perhatian
untuk diteliti.
Tanah yang tertutup oleh debu vulkanik memberikan dampak positif bagi
kesuburan tanah sehingga produksi tanaman menjadi optimal. Fiantis (2006)
menyatakan debu vulkanik ini merupakan salah satu batuan induk tanah yang
nantinya akan melapuk menjadi bahan induk tanah dan selanjutnya akan
mempengaruhi sifat dan ciri tanah yang terbentuk. Oleh sebab itu perlu diketahui
kandungan hara debu vulkanik tersebut.
Debu vulkanik diketahui memiliki kandungan hara yang tinggi jika telah
melapuk sehingga dapat berpotensi menambah hara di dalam tanah. Hasil analisis
menunjukkan bahwa basa-basa tukar khususnya Mg-tukar sebesar 4,77 me/100 g
memiliki kriteria tinggi sehingga diharapkan dapat meningkatkan kejenuhan basa
serta pH tanah Inceptisol tersebut. Oleh sebab itu dilakukan pengkajian lebih
lanjut pada tanah Inceptisol tersebut agar mengetahui pengaruh perbedaan jumlah
pemberian debu vulkanik terhadap sifat kimia tanahnya. Penelitian ini mengkaji
sifat kimia tanah karena merupakan salah satu faktor dalam menentukan tingkat
kesuburan tanah.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian debu
vulkanik terhadap perubahan sifat kimia tanah Inceptisol dan pertumbuhan
tanaman jagung (Zea mays L.).
Hipotesis Penelitian

Peningkatan pemberian debu vulkanik dapat meningkatkan kapasitas tukar
kation (KTK),

kejenuhan basa (KB), basa-basa tukar, dan S-tersedia serta

menurunkan kemasaman tanah, aluminium yang dapat dipertukarkan dan
kejenuhannya, hidrogen yang dapat dipertukarkan dan kejenuhannya pada tanah
Inceptisol.
Kegunaan Penelitian

-

Sebagai bahan informasi bagi peneliti dan petani daerah Karo dalam
mengetahui perubahan sifat kimia tanah Inceptisol akibat debu vulkanik.

-

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Debu Vulkanik

Gunung api banyak tersebar di seluruh permukaan bumi. Penyebarannya
mulai dari New Zealand, Italia, Amerika, Hawai, Jepang dan Filipina serta
Indonesia. Munir (1996b) menyatakan Indonesia tergolong negara yang
mempunyai indeks erupsi terbesar diantara beberapa negara vulkan lainnya.
Indonesia menduduki tempat pertama dengan tingkat erupsi sebanyak 99% dan
diikuti oleh Solomon 95%, Guenia baru 90%, Italia 41%, Islandia 39%, Negara
Pasifik 3% dan Dataran Rendah Viktoria memiliki tingkat erupsi yang paling
kecil sebesar 1%.
Tingginya tingkat erupsi tersebut menyatakan bahwa Indonesia memiliki
banyak gunung api yang aktif. Artinya, masih dapat meletus dan mengeluarkan
material-material yang ada di dalamnya. Keberadaan gunung api ini masih
dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat sekitar. Korban jiwa, harta benda dan
ternak menjadi hancur akibat letusan gunung api. Akan tetapi, manfaat yang
diberikan setelah pasca letusan juga sangat besar pengaruhnya terhadap tanah.
Seperti halnya, letusan Gunung Talang di Padang pada tahun 2005 lalu
berpengaruh nyata terhadap peningkatan kesuburan tanah setelah 5 tahun
(Fiantis, 2006).
Peningkatan kesuburan tanah disebabkan oleh material-material yang
dikeluarkan oleh gunung api tersebut. Kandungan dari material tersebut
memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan sifat tanah. Dalam suatu

Universitas Sumatera Utara

aktivitas vulkanikme, material-material yang dikeluarkan berupa gas, cair, dan
padat. Gas-gas yang keluar antara lain uap air, O2, N2, CO2, CO, SO2, H2S, NH3,
H2SO4, dan sebagainya. Materi cair yang dikeluarkan adalah magma yang keluar
melalui pipa gunung yang disebut lava sedangkan materi padat yang disemburkan
ketika gunung api meletus berupa bom (batu-batu besar), kerikil, lapilli, pasir, abu
serta debu halus (Munir, 1996b).
Gunung Sinabung yang berada pada koordinat 3o10’ LU dan 98o23,5’
BT dengan ketinggian 2460 m dpl yang puncaknya berbentuk kerucut, secara
administratif lokasi Gunung Sinabung ini masuk ke dalam Kabupaten Karo,
Provinsi Sumatera Utara. Letusan gunung ini yang terjadi pada tanggal
29 Agustus-3 September 2010 di dominasi oleh pasir dan debu halus yang
merupakan material padat. McGeary, Plummer dan Carlson (2002 dalam
Fiantis, 2006) menyatakan bahwa bahan letusan gunung api yang berupa padatan
dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, klastik = bongkahan). Bahan
padatan ini berdasarkan diameter partikelnya terbagi atas debu vulkan
(< 0.26 mm) yang berupa bahan lepas dan halus, pasir (0.25 – 4 mm) yang lepas
dan tumpul, lapilli atau ‘little stone’ (4 – 32 cm) yang berbentuk bulat hingga
persegi dan bom (> 32 mm) yang bertekstur kasar.
Adanya debu dan pasir vulkanik yang masih segar ini, akan melapisi
permukaan tanah sehingga tanah mengalami proses peremajaan (rejuvinate soils).
Debu yang menutupi lapisan atas tanah lambat laun akan melapuk dan dimulai
proses pembentukan (genesis) tanah yang baru. Debu vulkanik yang terdeposisi di
atas permukaan tanah mengalami pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan
asam-asam organik yang terdapat di dalam tanah. Akan tetapi, proses pelapukan

Universitas Sumatera Utara

ini memakan waktu yang sangat lama yang dapat mencapai ribuan bahkan jutaan
tahun bila terjadi secara alami di alam. Hasil pelapukan lanjut dari debu vulkanik
mengakibatkan terjadinya penambahan kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di
dalam tanah hampir 50% dari keadaan sebelumnya (Fiantis, 2006).
Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa debu vulkanik
mengandung kation-kation basa yang dapat meningkatkan pH, KTK tanah serta
Kejenuhan Basa (KB) yang mengakibatkan kesuburan tanah dan tanaman
meningkat. Darmawijaya (1997), menyatakan meskipun tanah ini kaya hara
tanaman kecuali unsur N akan tetapi kekayaan ini masih belum dapat
dipergunakan tanaman karena belum mengalami pelapukan sehingga perlu
dilakukan analisis lanjutan terhadap tanahnya.
Tanah Inceptisol

Penyebaran tanah Inceptisol merata di seluruh pulau besar yang ada
Indonesia. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur serta Irian Jaya. Taksonomi tanah Inceptisol
juga sangat beragam pada tiap-tiap daerah. Seperti halnya Andepts (tanah yang
produktif dari abu vulkan) terdapat di Sumatera dengan greatroup Vitrandepts
yang berderet mulai dari Aceh sampai Lampung yang semuanya dijumpai di
lereng Bukit Barisan (Munir, 1996a).
Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang artinya mulai. Konotasinya
ialah tanah muda sehingga Inceptisol merupakan tanah yang mulai berkembang.
Tanah ini memiliki tekstur beragam mulai dari kasar hingga halus dengan warna
kelabu, coklat sampai hitam tergantung bahan induknya. Selain itu, Inceptisol

Universitas Sumatera Utara

mempunyai karakteristik horizon pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan
selain karbonat atau silika amorf, beberapa mineral lapuk dan kemampuan
menahan kation fraksi lempung yang sedang sampai tinggi (Munir, 1996).
Inceptisol ini juga mempunyai epipedon umbrik, molik, histik atau plaggen dan
endopedonnya adalah argillik meskipun masih sedikit memperlihatkan bukti
adanya eluviasi dan iluviasi (Rafi’i, 1990).
Foth (1994) menyatakan banyak Inceptisol berupa tanah-tanah debu
vulkanik dengan liat amorf dan biasanya sangat asam sehingga secara intensif
digunakan untuk menghasilkan tebu, kopi, dan tanaman-tanaman lainnya. Jika
dibandingkan tanah alluvial dekat sungai, Inceptisol yang berasal dari pelapukan
abu vulkan lebih subur. Smith (1965 dalam Resman, dkk, 2006) menyatakan, hal
ini dapat diketahui dari sifat fisik dan kimia tanah antara lain; berat jenis 1,0
g/cm3, kalsium karbonat kurang dari 40 %, pH mendekati netral atau lebih (pH <
4 tanah bermasalah), kejenuhan basa kurang dari 50% pada kedalaman 1,8 m,
COLE antara 0,07 dan 0,09, nilai porositas 68% sampai 85%, air yang tersedia
cukup banyak antara 0,1 – 1 atm.
Sifat-sifat kimia tersebut dapat dijadikan parameter dalam menganalisa
pengaruh debu vulkan terhadap kesuburan tanah Inceptisol. Oleh sebab itu kita
harus mengetahui karakteristik dari sifat-sifat tersebut terlebih dahulu. Hal ini
akan dibahas dalam subbab selanjutnya.
Sifat Kimia Tanah

Peranan sifat kimia tanah sangat besar dalam menentukan tanah tersebut
subur atau tidak. Kesuburan tanah diartikan sebagai suatu kondisi optimal tanah

Universitas Sumatera Utara

dimana hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam produksi cukup dan berimbang
di dalam tanah. Untuk mengetahui kadar hara tersebut cukup dan berimbang perlu
dilakukan suatu uji tanah untuk mengetahui produktivitas tanah tersebut. Dengan
demikian, diperlukan analisis tanah yang bertujuan mengetahui status dan
dinamika hara di dalam tanah. Parameter sifat-sifat kimia tanah mendasar yang
perlu dianalisis sebagai berikut :
1. Kemasaman tanah
Kemasaman tanah digunakan untuk mencirikan suatu kesesuaian tanaman
terhadap tanah untuk dapat tumbuh dengan produksi yang optimal. pH adalah
singkatan dari potensial hidrogen dengan skala 1-14 dalam menentukan
keasaman, netral atau kealkalian suatu tanah. pH dapat diformulasikan sebagai
berikut :

pH = - log [H+]

Jika pH tanah lebih kecil dari 7, maka kepekatan ion hidrogen (H+) adalah
meningkat dan cenderung menjadi asam. Sebaliknya jika pH tanah itu lebih
besar dari 7, maka kepekatan akan ion hidrogen menyusut tetapi kepakatan
akan ion hidroksil meningkat dan cenderung menjadi alkalin. Bertambahnya
ion H+ dan OH- dapat terjadi bila unsur alkalin atau unsur asam tanah
bertambah. Dalam keadaan kepekatan ion H+ dan OH- adalah sama
(yaitu pH 7) maka keadaan pH tanah seperti itu dinyatakan sebagai pH netral
(Rafi’i, 1990).
pH tanah dapat diukur dengan berbagai cara. Selain dengan menggunakan
kertas lakmus, pH tanah dapat diukur di laboratorium dengan menggunakan
berbagai pelarut seperti H2O, KCl, CaCl2 dan NaF. pH KCl biasanya memiliki
± 1 unit lebih rendah dari pH H2O. pH ini merupakan ukuran popular di tanah-

Universitas Sumatera Utara

tanah yang sangat asam. pH KCl dapat menunjukkan Al tukar, jika
pH KCl < 5,5 maka jumlah Al nyata di larutan (Mukhlis, 2007).
Hakim dkk (1986), menyatakan dalam keadaan yang sangat masam,
Al menjadi sangat larut yang dijumpai dalam bentuk kation Al3+ dan
hidroksida Al. Kedua ion Al itu lebih mudah terjerap pada koloid liat daripada
ion H. Oleh karena Al berada dalam larutan tanah mudah terhidrolisis, maka
Al merupakan penyebab kemasaman atau penyumbang ion H. Ion H yang
dibebaskan secara demikian akan memberikan nilai pH rendah bagi larutan
tanah dan mungkin merupakan sumber utama ion H dalam sebagian besar
tanah masam.
Nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi
tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. pH
optimum untuk ketersediaan unsur hara tanah adalah sekitar 7,0, karena pada
pH ini semua unsur makro tersedia secara maksimum sedangkan unsur hara
mikro tidak maksimum kecuali Mo, sehingga kemungkinan terjadinya
toksisitas unsur mikro tertekan. Pada pH di bawah 6,5 dapat terjadi defisiensi
P, Ca, dan Mg serta toksisitas B, Mn, Cu, dan Fe, sedangkan pada pH di atas
7,5 dapat terjadi defisiensi P, B, Fe, Mn, Cu, Zn, Ca dan Mg, juga keracunan
B dan Mo (Hanafiah, 2005).
Kisaran pH tanah berbeda berdasarkan jenis tanah dan iklimnya. Pada
tanah gambut, kisaran pH tanah dapat kurang dari 3.0 dan sebaliknya pada
tanah mineral mencapai 4.5 – 9.00. kisaran pH tanah mineral di daerah basah
berbeda dengan daerah kering. Di wilayah basah, kisaran pH berada di antara
sedikit di bawah 5 hingga sedikit diatas 7 sedangkan di wilayah kering berada

Universitas Sumatera Utara

sedikit dibawah 7 hingga mendekati 9. Pada daerah basah umumnya dijumpai
tanah-tanah masam dengan konsentrasi ion H+ yang melebihi konsentrasi
OH-. Tanah- tanah ini dapat mengandung Al,Fe dan Mn terlarut dalam jumlah
besar. Tanah-tanah alkalin terdapat pada daerah agak kering hingga kering.
Akibat reaksinya di dalam tanah tersebut hanya mengandung sedikit Al, Fe
dan Mn terlarut (Tan, 1990).
Untuk penanaman pada tanah yang pHnya tidak sesuai perlu dilakukan
perbaikan pH untuk mencapai pH ideal. Pada tanah alkalin, penurunan pH
dapat dilakukan dengan penambahan sulfur atau bahan bersulfur, agar sulfur
yang dilepaskan membentuk asam sulfur pemasam tanah, sedangkan pada
tanah masam peningkatan pH dapat dilakukan dengan pengapuran
(Hanafiah, 2005).
2. Kapasitas Tukar Kation tanah
Jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dinyatakan dalam mg
(milligram) per 100 g tanah (mg 100 g-1) kering oven sering disebut Cation
Exchangeable Capacity (CEC). KTK merupakan jumlah muatan negatif tanah
baik yang bersumber dari permukaan koloid anorganik (liat) maupun koloid
organik

(humus)

yang

merupakan

situs

pertukaran

kation-kation

(Hanafiah, 2005). Foth (1994) menyatakan bahwa liat dan humus adalah yang
paling penting di dalam tanah karena dalam keadaan koloid, keduanya dapat
mempertukarkan jumlah luas permukaan yang relatif bagi penyerapan air dan
ion.
Kation-kation tersebut berikatan dengan permukaan koloid yang
bermuatan negatif karena adanya daya menarik kation-kation tanah. Kekuatan

Universitas Sumatera Utara

ikatan antar muatan kation tinggi pada permukaan koloid dan menurun jika
kation tersebut jauh jaraknya dari permukaan koloid (Hanafiah, 2005).
Efisiensi yang ion-ionnya akan saling bertukar ditentukan oleh faktor-faktor
(a) konsentrasi relatif atau jumlah ion, (b) jumlah muatan pada ion, dan
(c) jarak dan aktivitas ion-ion yang berbeda (Foth, 1994).
Proses pertukaran kation pada tanah mineral di lapisan olah banyak Ca
terjerap dan berada di daerah humid. Sejumlah asam karbonat dan asam
lainnya dibentuk bersamaan dengan proses dekomposisi bahan organik. Ion H
yang terbentuk mulai menggantikan ion Ca yang berada pada kompleks
jerapan. Pertukaran itu terjadi sebagai akibat aksi massa. Disamping itu juga
karena ion H dijerap lebih kuat oleh koloid tanah daripada ion Ca
(Hakim, dkk, 1986).

Hanafiah (2005) menambahkan secara umum efisiensi

pertukaran ion-ion dalam tanah (dari tinggi ke rendah) adalah sebagai berikut :
Al > Ca > Mg > K > Na : H
Kapasitas tukar kation tanah sangat beragam pada setiap jenis tanah.
Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri antara
lain (a) reaksi tanah (pH), (b) tekstur tanah atau jumlah liat, (c) jenis mineral
liat,

(d)

bahan

organik,

dan

(e)

pengapuran

dan

pemupukan

(Hakim, dkk, 1986).
Hubungan pH dengan KTK sangat erat yaitu pada pH rendah, hanya
muatan permanen liat, dan sebagian muatan koloid organik memegang ion
yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK
relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan tempat pertukaran kation
koloid organik dan beberapa fraksi liat, H+ dan mungkin hidroksi-Al terikat

Universitas Sumatera Utara

kuat, sehingga sukar dipertukarkan. Dengan meningkatnya pH, hidrogen yang
diikat koloid organik dan liat berionisasi dan dapat digantikan. Demikian pula
ion hidroksi-Al yang terjerap akan dilepaskan dan membentuk Al(OH)3.
Dengan demikian terciptalah tapak-tapak pertukaran baru pada koloid liat.
Beriringan

dengan

perubahan-perubahan

itu

KTK

pun

meningkat

(Hakim, dkk, 1986).
Suatu tanah yang mengandung KTK tinggi memerlukan pemupukan
kation tertentu dalam jumlah banyak agar dapat tersedia bagi tanaman. Bila
diberikan dalam jumlah sedikit maka ia kurang tersedia bagi tanaman karena
lebih banyak terjerap. Sebaliknya pada tanah-tanah yang ber-KTK rendah,
pemupukan kation tertentu tidak boleh banyak karena mudah tercuci bila
diberikan dalam jumlah berlebihan. Pemupukan kation dalam jumlah banyak
pada tanah ber-KTK rendah adalah tidak efisien (Hakim, dkk, 1986).
3. Kejenuhan Basa
Damanik, dkk (2010) menyatakan kejenuhan basa merupakan salah satu
ciri tanah yang cukup penting. Kejenuhan basa adalah perbandingan antara
kation basa (Ca, Mg, K dan Na) dengan nilai tukar total (KTK) dan dinyatakan
persen, dapat pula dituliskan dengan rumus berikut:
Kejenuhan basa = me (Ca+Mg+K+Na)/100 g x 100%
me KTK total/100 g
Terdapat korelasi positif antara persen kejenuhan basa dan pH tanah.
Umumnya, terlihat bahwa kejenuhan basa tinggi jika pH tanah tinggi. Oleh
karena itu, tanah-tanah daerah iklim kering (arid) biasanya mempunyai
kejenuhan basa yang lebih tinggi daripada tanah-tanah di daerah iklim basah.
Kejenuhan basa yang rendah berarti terdapat banyak ion H+ (Tan, 1991).

Universitas Sumatera Utara

Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah.
Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat
kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan
basanya ≥80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 80 dan
50%, dan tidak subur pada kejenuhan basa ≤50%. Suatu tanah dengan
kejenuhan basa sebesar 80% akan melepaskan basa-basa yang dapat
dipertukarkan lebih mudah daripada tanah yang sama dengan kejemuhan basa
50%. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan persen
kejenuhan basa tanah (Tan, 1991).
Hanafiah (2005) menyatakan bahwa pengapuran karbonat (CaCO3)
menghasilkan ion-ion hidroksil yang mengikat kation-kation asam (H dan Al)
pada koloid tanah menjadi inaktif, sehingga pH naik. Situs muatan negatif
koloid digantikan oleh kation basa (Ca), sehingga kejenuhan basa meningkat
pula.
4. Basa-Basa Tukar
Secara teknis, basa adalah proton akseptor seperti ion OH sedangkan asam
adalah proton donor seperti ion H. walaupun demikian, kation-kation Ca, Mg,
K, dan Na yang dapat dipertukarkan semuanya berkaitan dengan senyawasenyawa dalam tanah seperti CaCO3, MgCO3, K2CO3 dan Na2CO3, yang
reaksinya lebih basa dari asam. Untuk alasan ini Ca, Mg, K dan Na pada
umumnya diacu sebagai basa-basa yang dapat dipertukarkan, sedangkan H
pada umumnya disebut asam yang dapat dipertukarkan (Foth, 1994).

Universitas Sumatera Utara



Kalsium
Rosmarkam dan Yuwono (2002), kalsium diserap oleh akar tanaman dari

kompleks jerapan tanah atau dari larutan tanah dalam ion Ca2+. Sumber Ca
adalah mineral yang mengandung Ca dan kandungan terbesar dari batuan
kapur (kalsit), dolomit, Ca-feldspar, amfibol. Mineral apatit selain
mengandung Ca, juga mengandung hara makro penting, yakni fosfor.
Banyak persamaan antara perilaku kalsium, magnesium dan kalium di
dalam tanah. Unsur-unsur ini semua tersedia sebagai kation yang dapat
dipertukarkan, dan jumlah yang tersedia penting hubungannya dengan
pengikisan dan tingkat pencucian. Kation-kation yang dibebaskan waktu
pengikisan diserap di tempat-tempat pertukaran kation. Terjadi keseimbangan
antara bentuk-bentuk yang dapat dipertukarkan dan yang terlarut. Difusi ke
permukaan akar merupakan proses yang paling penting dalam penyerapan dari
tanah (Foth, 1994).
Sebagian besar kalsium berada pada komplek adsorpsi dan mudah
dipertukarkan dan kalsium ini mudah tersedia bagi tanaman. Jumlah kalsium
yang tersedia melebihi unsur lain. Oleh karena itu, di daerah humid kehilangan
kalsium sangat nyata, karenanya pengapuran selalu disarankan (Hakim, dkk,
1986).
Kalsium berperan dalam struktur dan permeabilitas membran, terutama
karena

fungsinya

sebagai

pengikat

antarmolekul-molekul

fosfolipid-

fosfolipid/protein penyusunnya, dan sebagai aktivator beberapa enzim, tetapi
juga sebagai inhibitor enzim lainnya (Hanafiah, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Damanik, dkk (2010) menyatakan bahwa kekurangan Ca dapat diketahui
pada daun-daun muda dan ujung-ujung dari titik tumbuh keriput dan akhirnya
mengering. Daun-daun yang lebih tua nampak berkeriput, dan pada umumnya
tanaman menjadi lemah.


Magnesium
Sumber Mg dalam tanah berasal dari mineral-mineral yang lapuk. Mineral

yang mengandung Mg adalah biotit, khlorit, dolomit, serpentin, dan olivin.
Kerak bumi mengandung Mg total sekitar 1,93%. Bila berasal dari bahan
induk yang mengandung Mg, maka tanah pasir humid memiliki kadar Mg
lebih tinggi daripada tanah halus arid (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Bentuk magnesium di dalam tanah yang dapat diabsorsi tanaman adalah
bentuk yang dapat dipertukarkan atau bentuk yang larut dalam air. Keadaan
Mg ini di dalam tanah hampir sama dengan kalium. Penyerapannya oleh
tanaman sangat tergantung kepada jumlah yang tersedia dan jumlah yang
dapat dipertukarkan. Bentuk-bentuk magnesium dalam tanah adalah (1) larut
dalam air, (2) dapat dipertukarkan, (3) dalam kisi mineral tipe 2:1, dan
(4) dalam mineral primer (Hakim, dkk, 1986).
Peranan hara Mg sebagai penyusun klorofil dan aktivator enzim-enzim
dalam reaksi fotosintesis, respirasi dan sintesis DNA/RNA, serta sebagai
pemicu penyediaan energi kimia dari ATP yang dibutuhkan dalam berbagai
reaksi, seperti pada proses fermentasi glukosa (Hanafiah, 2005).
Foth (1994), magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti
halnya dengan beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan
perubahan warna yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun

Universitas Sumatera Utara

sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium. Daun-daun
sorgum dan jagung menjadi bergaris-garis, tulang-tulang daunnya tetap hijau,
tetapi daerah diantara tulang-tulang daun sorgum dan jagung menjadi kuning.
Daun tanaman yang terletak di bagian bawah adalah yang mula-mula
terpengaruh.


Kalium
Sumber kalium yang terdapat dalam tanah berasal dari pelapukan mineral

yang mengandung K. mineral tersebut bila lapuk melepaskan K ke larutan
tanah atau terjerapan tanah dalam bentuk tertukar. Kadar K tanah di tanahtanah Indonesia bervariasi. Pada tanah tua dan tanah abu vulkanik, umumnya
kaya kadar K sedangkan tanah gambut kadar K sedang sampai rendah. Makin
dalam

dari

permukaan,

maka

kadar

K

makin

rendah

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Kalium dapat diserap pada pertukaran kation dan siap tersedia untuk
diambil tanaman. Suatu keseimbangan terjadi antara kalium larutan dan
kalium yang dapat dipertukarkan. Kadar kalium dalam larutan tanah, dengan
kekuatan massa yang mendesak lebih banyak kalium ke kedudukan
pertukaran. Selama waktu itu, pelepasan kalium melebihi pengambilan oleh
tanaman dan kalium yang dapat dipertukarkan atau yang tersedia meningkat.
Selama masa pertumbuhan yang cepat, tanaman mungkin memindahkan
kalium dari tanah lebih cepat daripada yang dilepaskan melalui pengikisan,
dan keseimbangan bergeser ke kiri. Karena tanaman menyerap kalium dari
larutan tanah, kalium itu memisahkan diri dari tapak pertukaran kation dalam

Universitas Sumatera Utara

usaha untuk menjaga keseimbangan. Hal ini menjadikan kalium sebagai salah
satu ion basa yang dapat dipertukarkan (Foth, 1994).
Hanafiah (2005), kalium berfungsi sebagai aktivator enzim dalam proses
fotosintesis dan respirasi, translokasi karbohidrat, sintesis protein dan pati.
Berperan dalam proses buka-tutup stomata karena fungsinya dalam
pengaturan potensi osmotik sel-sel. Sedikit perannya sebagai penyusun
komponen tanaman, sehingga umumnya tetap dalam bentuk ion.
Kekurangan kalium, pertama sekali gejala terlihat pada daun dan
selanjutnya diikuti oleh melemahnya batang sehingga dapat menyebabkan
kerebahan, tanaman lebih muda terserang penyakit, umumnya pertumbuhan
tanaman lambat dan kerdil, daun sebelah bawah seperti terbakar pada tepi dan
ujungnya kemudian berjatuhan sebelum waktunya. Daun mula-mula
mengkerut dan mengkilap, selanjutnya pada bagian ujung dan tepi daun mulai
terlihat warna kekuningan yang menjalar di antara tulang daun. Kemudian
tampak

bercak-bercak

merah

coklat

dan

akhirnya

daun

mati

(Damanik, dkk, 2010).


Natrium
Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah kalsium

yaitu 2,75% yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan
pertumbuhan tanaman terutama di daerah kering dan agak kering yang
berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar natrium di laut, suatu tanah
disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi
oleh ≥ 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan
dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber

Universitas Sumatera Utara

utamanya adalah halit (NaCl). Kelompok tanah alkalin ini disebut tanah
halomorfik, yang umumnya terbentuk di daerah pesisir pantai iklim kering dan
berdrainase buruk. Sebagaimana unsur mikro, natrium juga bersifat toksik
bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan
(Hanafiah, 2005).
Natrium diserap dalam bentuk ion Na. Natrium bukan merupakan unsur
hara tanaman yang penting. Walaupun dalam tanaman tidak mengandung
natrium, tanaman tidak menunjukkan adanya gangguan metabolisme.
Tanaman selalu mengandung unsur natrium dalam konsentrasi yang berbedabeda. Natrium sering berpengaruh terhadap kualitas produksi, baik bersifat
positif maupun negatif. Pengaruh natrium yang baik pada pertumbuhan
tanaman bila kadar kalium relatif rendah. Pada konsentrasi kalium yang
rendah, pemberian natrium menaikkan produksi cukup tinggi sedangkan pada
konsentrasi kalium yang tinggi, pemberian natrium sedikit menurunkan
produksi. Oleh sebab itu kadar natrium yang besar menyebabkan penyerapan
kalium terhambat. Dalam keadaan tertentu, pada tanaman serealia, misalnya
kekurangan kalium dapat digantikan oleh natrium. Penggantian kalium oleh
natrium

mungkin

hanya

dalam

menaikkan

fungsi

turgor

sel

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Natrium dilepaskan dari pengikisan mineral. Di daerah basah pencucian
dengan mudah melenyapkan natrium karena daya ikatannya pada tanah
pertukaran tidak kuat. Di daerah-daerah kering dapat terjadi penimbunan
natrium dalam bentuk natrium kerbonat dan natrium tersebut cenderung akan
menempati sebagian posisi pertukaran. Hidrolisis natrium karbonat dan

Universitas Sumatera Utara

natrium yang dapat dipertukarkan menghasilkan suatu basa yang sangat kuat,
yaitu NaOH. Apabila tanah 15% jenuh natrium atau natrium karbonat yang
berarti terdapat pada tanah, nilai pH mungkin berada antara 8,5 dan 10
(Foth, 1994).
Tanah yang mengandung natrium yang lebih tinggi, mempunyai nilai pH
yang lebih tinggi pula pada kejenuhan basa yang sama. Hal ini sering sekali
kita temukan pada tanah yang beriklim kering yang kaya natrium. Kejadian ini
diduga disebabkan oleh koloid yang kaya natrium sukar mendisosiasikan ion
hidrogen, sehingga sumbangan ion hidrogen rendah sekali ke dalam larutan
tanah (Hakim, dkk, 1986).
5. Belerang (S) tanah
Belerang (S) terdapat dalam mineral tanah dan diimmobilisasi ke dalam
senyawa-senyawa tanaman penting dan akhirnya tertimbun di dalam bahan
organik tanah. Belerang, serupa dengan fosfor tersedia dalam tanah melalui
pengikisan dan mineralisasi. Tanaman memperoleh belerangnya dari tanah
sebagai sulfat (SO42-), tetapi sebagian diserap melalui daun sebagai SO2.
Sulfat direduksi dalam tanah yang tergenang menjadi hidrogen sulfida (Gas
H2S) dan belerang unsur itu sendiri (Foth, 1994).
Unsur sulfur (belerang) merupakan unsur hara makro esensial yang diserap
tanaman dalam jumlah yang hampir sama dengan unsur P

(0,1 -

0,3%). Unsur ini diambil tanaman dalam bentuk sulfat dan sedikit dalam
bentuk gas belerang yang diserap melalui daun dari atmosfer. Bentuk kedua
ini dalam jumlah yang sedikit berlebihan telah meracun bagi tanaman. Sumber

Universitas Sumatera Utara

S bagi tanaman berasal dari pelapukan mineral tanah, gas belerang atmosfer
dan dekomposisi bahan organik (Hanafiah, 2005).
Masalah penyediaan S di dalam tanah tidak sepenting masalah penyediaan
P, karena apabila P merupakan unsur tak mobil maka S merupakan unsur yang
mobil di dalam tanah sehingga ion sulfat lebih mudah tersedia di dalam tanah
dan kemampuan tanaman untuk menyerap gas SO2 secara langsung dari
atmosfer (sumber emisi ini melimpah). Mineral sulfur di dalam tanah biasanya
dalam bentuk Na2SO4, MgSO4, FeS, ZnS, dan H2S yang umumnya
merupakan garam yang mudah larut. Namun defisiensi unsur ini juga dapat
terjadi terutama pada tanah berpasir dan tanah-tanah yang tinggi kandungan
oksida Fe dan Al maupun alofan, serta rendahnya bahan organik
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Di dalam tanah dengan berbagai kondisi maka akan terjadi proses reduksi
dan oksidasi dari belerang, yang hal ini akan mempengaruhi ketersediaan
belerang tanah untuk tanaman. Dalam keadaan oksidasi belerang dapat hilang
akibat pencucian atau difiksasi oleh liat. Berikut merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi ketersediaan belerang, yaitu (1) mineralisasi belerang, (2)
immobilisasi, (3) oksidasi dan reduksi, (4) retensi sulfat, dan (5) kehilangan
belerang tanah (Hakim, dkk, 1986).
Peristiwa oksidasi dari belerang dalam tanah sangat penting artinya dalam
hubungannya dengan pertumbuhan tanaman. Pertama, reaksi-reaksi ini hingga
batas tertentu menentukan jumlah belerang yang tersedia dan terdapat dalam
tanah. Kedua, tingkat oksidasi belerang menentukan hingga batas tertentu
kemasaman

tanah.

Pengaruh

oksidasi

belerang

terhadap

penurunan

Universitas Sumatera Utara

kemasaman tanah dapat dilihat secara nyata. Setiap oksidasi dari sulfida
menjadi sulfat selalu akan menghasilkan dua atom hidrogen dan dapat
menurunkan pH tanah menjadi lebih rendah (Hakim, dkk, 1986).
Belerang tanah akan hilang dengan berbagai cara yaitu melalui penguapan
berupa gas ke udara, akibat erosi, pencucian dan dapat diserap tanaman.
Kehilangan memalui erosi dapat terjadi bila kemiringan tanah memungkinkan.
Kehilangan belerang akibat pencucian dapat terjadi pada setiap jenis tanah.
Kehilangan akan semakin besar apabila tanah bertekstur pasir dan berada pada
daerah dengan curah hujan tinggi (Foth, 1994).
6. Aluminium yang dapat dipertukarkan (Al-dd) dan Kejenuhan Aluminium
Al dalam bentuk dapat ditukarkan (Al-dd) umumnya terdapat pada tanahtanah yang bersifat masam dengan pH < 5,0. Aluminium ini sangat aktif
karena berbentuk Al3+ monomer yang sangat merugikan dengan meracuni
tanaman atau mengikat fosfor. Oleh karena itu untuk mengukur sejauh mana
pengaruh Al ini perlu ditetapkan kejenuhannya. Semakin tinggi kejenuhan
aluminium, akan semakin besar bahaya meracun terhadap tanaman.
Kandungan aluminium dapat tukar (Al3+) mempengaruhi jumlah bahan kapur
yang diperlukan untuk meningkatkan kemasaman tanah dan produktivitas
tanah (Anonimous, 2009).
Kadar aluminium sangat berhubungan dengan pH tanah. Semakin rendah
pH tanah, maka semakin tinggi aluminium yang dapat dipertukarkan dan
sebaliknya. Disamping kadar aluminium yang dapat dipertukarkan, pengaruh
jelek aluminium diukur dengan derajat penjenuhan aluminium yang
dinyatakan dengan:

Universitas Sumatera Utara

Kejenuhan Al = Al-dd x 100%
KTK
Bila kejenuhan aluminium > 60%, tanah tersebut sering dikatakan tidak
layak untuk tanah pertanian sebelum direklamasi atau ameliorasi terlebih
dahulu. Oleh karena kejenuhan aluminium dipengaruhi oleh KTK dan juga
dipengaruhi oleh tekstur, maka semakin kasar tekstur tingkat kebahayaan
aluminium semakin tinggi (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Hakim, dkk (1986) menyatak