mempengaruhi jumlah keturunan dari parasitoid, semakin banyak inang yang diparasit maka jumlah keturunannya akan semakin banyak.
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pengaruh interaksi jumlah inang dan lama inokulasi P. castaneae yang digunakan tidak berpengaruh nyata
terhadap persentase parasititasi Lampiran 2. Persentase larva yang terparasit tertinggi 57,47 pada perlakuan A2B1 40 larva 25 menit dan terendah
47,39 pada perlakuan A2B3 40 larva 45 menit.
2. Tingkat Keberhasilan Pupa S. inferens
menjadi Imago
Tabel 3. Pengaruh interaksi lama inokulasi dan jumlah inang terhadap tingkat keberhasilan pupa S. inferens menjadi imago
Perlakuan Jumlah Pupa Menjadi Imago
A1B1 30 larva 25 menit 100
A1B2 30 larva 35 menit 100
A1B3 30 larva 45 menit 100
A2B1 40 larva 25 menit 100
A2B2 40 larva 35 menit 100
A2B3 40 larva 45 menit 100
A3B1 50 larva 25 menit 100
A3B2 50 larva 35 menit 100
A3B3 50 larva 45 menit 100
Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan pupa S. inferens
menjadi imago pada setiap perlakuan yaitu sebesar 100 Lampiran 3 yang berarti bahwa semua pupa S. inferens yang dipelihara dalam kelambu menjadi
imago. Hal ini dikarenakan nutrisi dari tubuh larva P.castaneae dapat memenuhi kebutuhan larva S. inferens, sehingga larva tersebut dapat melanjutkan siklus
hidupnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Foerster Doetzer 2002 mengenai parasitoid Peleteria robusta Diptera : Tachinidae dengan larva Mythmina sequax
Lepidoptera : Noctuidae yang menyatakan semakin tinggi daya parasitasinya semakin tinggi pula pupa yang terbentuk, karena untuk dapat membentuk pupa
Universitas Sumatera Utara
berlanjut ke stadia berikutnya seekor larva parasitoid harus dapat memarasit inang untuk dapat hidup. Memarasit inang berarti larva mendapatkan makanan
untuk tumbuh dan berkembang, apabila nutrisi yang diperoleh larva tidak optimal dapat menyebabkan gagalnya larva melanjutkan ke stadia berikutnya. Lebih lanjut
Verly et al., 1973 menyatakan bahwa larva yang memperoleh makanan yang cukup dapat menyelesaikan perkembangannya, sedangkan yang tidak
mendapatkan makanan akan mati. Keberhasilan larva menjadi pupa umumnya berlangsung 20 hari setelah inokulasi dan melanjutkan hidup ke stadia imago.
3. Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens
Hasil analisis sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa pengaruh lama inokulasi larva S. inferens ke dalam tubuh larva P. castaneae berpengaruh
nyata terhadap nisbah kelamin Tabel 4 Tabel 4. Pengaruh jumlah larva P. castaneae terhadap nisbah kelamin jantan dan
betina S. inferens Jumlah Larva
Jumlah Parasitoid S. inferens ekor Nisbah Kelamin
Jantan Betina
Jantan Betina
A1 30 larva 9,33c
9,56c 1
0,9 A2 40 larva
13,67b 11,67b
1,1 0.8
A3 50 larva 17,22a
16,67a 1
0.9
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah S. inferens jantan tertinggi 17,22 ekor pada perlakuan A3 50 larva dan terendah 9,33 ekor pada
perlakuan A1 30 larva sedangkan jumlah S. inferens betina tertinggi 16,67 ekor pada perlakuan A3 50 larva dan terendah 9,56 ekor pada perlakuan A1 30
larva. Imago parasitoid jantan yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan imago parasitoid betina serta jumlah imago tertinggi terdapat pada perlakuan 50 larva.
Hal ini menunjukan jumlah inang mempengaruhi jumlah parasitoid yang
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan. Sesuai dengan penelitian Davis et al., 2013 mengenai parasitoid Zelia vertebrata Diptera : Tachinidae dengan larva Odontotaenius disjunctus
Coleoptera: Passalidae yang menyatakan jumlah inang berlimpah maka jumlah keturunan dapat meningkat. Parasitoid umumnya bergantung pada kerapatan
inang, dengan demikian semakin banyak ketersediaan inang semakin banyak pula
inang yang terparasit, begitu pula sebaliknya.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah parasitoid jantan yang muncul lebih tinggi dibandingkan betina. Nisbah kelamin S.inferens yang diperoleh dari
hasil penelitian dapat dilihat pada lampiran 4 yaitu total parasitoid jantan 367 ekor 51,84 dan total parasitoid betina 341 ekor 48,16 maka nisbah jantan
dengan betina 1,1:1. Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin S. inferens dalam penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Saragih et al., 2006
mengenai parasitoid S.inferens pada larva P. castaneae yang menyatakan bahwa perbandingan antara imago jantan dan imago betina S.inferens 1,13 : 1,
perbandingan tersebut menunjukkan jumlah imago jantan lebih besar dari imago betina. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi
S.inferens. Selanjutnya penelitian dari Welch 2006 mengenai Ormia deplete Diptera : Tachinidae pada Scapteriscus spp Orthoptera : Gryllotalpidae yang
menyatakan bahwa nisbah kelamin dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti karakteristik spermatozoa, viabilitas, transformer gen, pautan dan resesif, suhu,
segregation distortion dan umur jantan.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persentase parasitasi tertinggi 67,76 terdapat pada perlakuan B1 lama
inokulasi 25 menit dan terendah 63,46 terdapat pada perlakuan B3 lama inokulasi 45 menit.
2. Persentase larva yang terparasit tertinggi 68,44 pada perlakuan A3
jumlah inang 50 larva dan terendah 63,61 pada perlakuan A1 jumlah inang 30 larva.
3.
Hasil pengamatan tingkat keberhasilan pupa S. inferens menjadi imago yaitu
100 4.
Nisbah kelamin jantan dengan betina yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu dengan perbandingan 1,1:1.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh lama inokulasi 20, 30, 40 menit dengan perbandingan jumlah 1, 2, 3 larva S. inferens untuk
mengetahui keberhasilan pupa S.inferens menjadi imago yang dihasilkan dari dalam tubuh larva P.castaneae dan keturunannya.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, T.
A. Jamili.
2012. Sex
Ratio Parasitoid
Telur Hadronotus leptocorisae Hymenoptera: Scelionidae Pada Telur
Leptocorisa acuta Hemiptera: Alydae Muda dan Dewasa. J. Agroteksos 221:43-47
Borror, D. J., D. M. Delong C. A. Triplehorn. 1992. An Introduction to The Study of Insects. Fifth Edition. Saunder College, New York.
BPTTD. 1979. Hama dan Penyakit Tanaman Tebu. Balai Penelitian Tanaman Tebu dan Tembakau Deli, Medan. Hlm 15-16.
Chinwada, P., W. A. Overholt, C. O. Omwega J. M. Mueke. 2004. Biology of Sturmiopsis parasitica Diptera: Tachinidae and Suitability of Three
Cereal Stem Borers Lepidoptera: Crambidae, Noctuidae for Its Development. Entomol. Soc. Am. 971:153-160.
Davis, A. K., E. Cornelius D. Cox. 2013. Tachinid Diptera: Tachinidae Parasitism in Adult Horned Passalus beetles Coleoptera: Passalidae at
the Wormsloe Historic Site, Savannah, Georgia. J. Entomol. Sci. 483:1-3.
Deptan. 1994. Pengendalian Hama Terpadu. Direktorat Jendral Perkebunan. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, Medan.
Ditjenbun. 2011. Lalat Sturmiopsis Sahabat Petani Tebu.
http:ditjenbun.deptan.go.id. 5 Agustus 2013. Diyasti, F. 2010. Waspada Penggerek Batang Tebu Raksasa. PT. Bale, Bandung.
Fergus, K.A. Kidd, C.A. Nalepa. 2002. Beneficial Insects Laboratory. North
Carolina Department of Agriculture Consumer Services, North Carolina.
Foerster, L. A. A. K. Doetzer. 2002. Host Instar Preference of Peleteria robusta Wiedman Diptera: Tachinidae and Development in
Relation to Temperature. Neotrop. Entomol. 313:405-409.
Godfray, H. C. J. 1994. Parasitoids, Behavioral and Evolutionary Ecology. Princeton University Press, New Jersey.
James, E D. M. Wood. 2006. Tachinidae. Ann. Rev. Entomol, Canada. Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest Of Crop In Indonesian. Revised and Translated
By P. A. Vanderlean. PT. Ichtiar Baru-Van Hoove, Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Khairiyah, U. 2008. Daya Parasitasi Lalat Sturmiopsis inferens Town Diptera: Tachinidae Turunan Dari Beberapa Hasil Perkawinan Pada Larva
Penggerek Batang Tebu Raksasa Phragmatoecia castaneae Hubner Lepidoptera: Cossidae di Laboratorium. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Mahrub, E. 2000. Evaluasi Potensi Parasitoid Penggerek Pucuk Tebu di Kabupaten Bantul. J. Perlind. Tan. Indonesia 61:18-22.
Mangangantung, H. 2001. Kebugaran Enam Populasi
Parasitoid Trichogrammatidae Hymenoptera dari Jawa Barat dan Jawa Tengah yang
Dibiakkan pada
Serangga Inang Corcyra cephalonica
S. Lepidoptera: Pyralidae. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor,
Fakultas Pertanian. Nugroho, B. A. 2009. Hama Penggerek Pucuk dan Teknik Pengendaliannya.
www.ditjenbun.deptan.go.id. 5 Agustus 2013. Pramono, D. 2005. Pengelolaan Hama Tebu Secara Terpadu-2. Dioma, Malang.
. 2007. Program EWS Sebagai Dasar Penentuan Kebijakan dan
Strategi Pengelolaan Hama Secara Terpadu PHT Pada Penggerek Batang Raksasa di Kawasan PTPN II Persero, Medan.
PTPN II Persero. 2001. Pengendalian Secara Hayati Penggerek Batang Raksasa Phragmatoecia castaneae Hubner Pada Tanaman Tebu. PTPN II
Tg. Morawa, Medan. Purnama, A. 2007. Pengendalian Hama Penggerek Tebu
Phragmatoecia castaneae. Penelitian Tembakau Deli PTPN II, Medan. P3GI Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 2011. Konsep Peningkatan
Rendemen untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula Nasional. www.isritelkom.net. 5 Agustus 2013.
Rao, K. J., H. Baliga, 1968. Sturmiopsis inferens a Tachinid Parasite of Sugarcane and Paddy Stem Borrers, in Techinical Bulletin of the CIBC.
Commonwealth Agricultural Bureaux. India. P.33-47. Saragih, R.,
Harahap, C. P. Boedijono. 2006. Perkawinan
Sturmiopsis inferens Town, Lalat Parasit dari Phragmatoecia castaneae Hubner. PTP IX, Medan.
Saragih, R., Zuraida, B. Z. Abidin. 1986. Pembiakan Sturmiopsis inferens Town. dan Kemampuan Memarasit Phragmatoecia castaneae Hubner.
Prosiding Temu Ilmiah Entomologi Perkebunan Indonesia 8 Oktober 1986. Hlm 143-145.
Universitas Sumatera Utara
Sastrosupadi, A. 2010. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius, Jakarta.
Smith Jr., J. W., R. N. Wiednmann W. A. Overholt. 1993. Parasites of Lepidopteran Stemborers of Tropical Gramineous Plant. ICIPE Science
Press, Nairobi. Sudheendrakumar, V. V. 1997. Evaluation of Parasitoides for Hayatical Control
of the Teak Defoliator. Kerala Forest Research Institute Peechi, Thrissur. P.26.
Sunaryo, Suroyo, H. Ubandi. 1988. Hayati Sturmiopsis inferens. Pertemuan Tengah Tahun II Budidaya Tebu Lahan Kering P3GI, Pasuruan.
Susilo, F. X. 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu, Yogyakarta. Hlm 106-107.
Suryana, A. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Thomson, I. R., C. M. Vincent S. M. Bertram. 2012. Success of the Parasitoid Fly Ormia ochracea Diptera:Tachinidae on Natural and Unnatural
Cricket Hosts. J. Florida Entomol.
951:43-48. Welch, C. H. 2006. Intraspecific Competition for Resources by Ormia depleta
Diptera: Tachinidae Larvae. J. Florida Entomol. 894:497-501. Wirioatmodjo, B. 1977. Hayati
Lalat Jatiroto, Diatraeophaga striatalis Townsend
dan Penerapannya dalam Pengendalian Penggerek Berkilat, Chilo auricilius Dudgeon. Institut
Pertanian Bogor, Bogor. Verly, G. C., Grandwell, G. N. Hassel, M. P. 1973. Insect Populataion Ecology
and Analitical Approach Black Well. Publisher Oxford, London. P.209.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Bagan Penelitian
II III
I A1B1
A3B3 A3B1
A2B2 A1B1
A2B2 A3B1
A2B3 A1B3
A3B3 A3B1
A3B2 A1B2
A2B2 A2B1
A2B3 A3B2
A2B3 A2B1
A1B3 A1B1
A3B2 A2B1
A1B2 A1B3
A1B2 A3B3
Keterangan : A1B1 = Jumlah P. castaneae 30 larva dengan lama inokulasi 25 menit
A1B2 = Jumlah P. castaneae 30 larva dengan lama inokulasi 35 menit A1B3 = Jumlah P. castaneae 30 larva dengan lama inokulasi 45 menit
A2B1 = Jumlah P. castaneae 40 larva dengan lama inokulasi 25 menit A2B2 = Jumlah P. castaneae 40 larva dengan lama inokulasi 35 menit
A2B3 = Jumlah P. castaneae 40 larva dengan lama inokulasi 45 menit A3B1 = Jumlah P. castaneae 50 larva dengan lama inokulasi 25 menit
A3B2 = Jumlah P. castaneae 50 larva dengan lama inokulasi 35 menit A3B3 = Jumlah P. castaneae 50 larva dengan lama inokulasi 45 menit
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Data Persentase Parasititasi S. inferens terhadap P. castaneae
Persentase Parasititasi
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
I II
III A1B1
46.67 70.00
76.67 193.34
64.45 A1B2
56.67 66.67
53.33 176.67
58.89 A1B3
60.00 66.67
70.00 196.67
65.56 A2B1
80.00 67.50
65.00 212.50
70.83 A2B2
62.50 65.00
72.50 200.00
66.67 A2B3
52.50 55.00
55.00 162.50
54.17 A3B1
72.00 54.00
78.00 204.00
68.00 A3B2
60.00 84.00
56.00 200.00
66.67 A3B3
70.00 72.00
70.00 212.00
70.67 Total
560.34 600.84
596.50 1757.68
Rataan 62.26
66.76 66.28
65.10
Tabel Dwi Kasta Total
Lama Inokulasi
Jumlah Inang Total
Rataan A1
A2 A3
B1 193.34
212.50 204.00
609.84 203.28
B2 176.67
200.00 200.00
576.67 192.22
B3 196.67
162.50 212.00
571.17 190.39
Total 566.68
575.00 616.00 1757.68
Rataan 188.89
191.67 205.33
195.30
Tabel Dwi Kasta Rataan
Lama Inokulasi
Jumlah Inang Total
Rataan A1
A2 A3
B1 64.45
70.83 68.00
203.28 67.76
B2 58.89
66.67 66.67
192.22 64.07
B3 65.56
54.17 70.67
190.39 63.46
Total 188.89
191.67 205.33
585.89 Rataan
62.96 63.89
68.44 65.10
Universitas Sumatera Utara
Transformasi arcsin √X
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
I II
III A1B1
43.09 56.79
61.12 161.00
53.67 A1B2
48.83 54.74
46.91 150.48
50.16 A1B3
50.77 54.74
56.79 162.30
54.10 A2B1
63.43 55.24
53.73 172.41
57.47 A2B2
52.24 53.73
58.37 164.34
54.78 A2B3
46.43 47.87
47.87 142.17
47.39 A3B1
58.05 47.29
62.03 167.37
55.79 A3B2
50.77 66.42
48.45 165.64
55.21 A3B3
56.79 58.05
56.79 171.63
57.21 Total
470.41 494.87
492.05 1457.33
Rataan 52.27
54.99 54.67
53.98
Tabel Dwi Kasta Total
Lama Inokulasi
Jumlah Inang Total
Rataan A1
A2 A3
B1 161.00
172.41 167.37
500.78 166.93
B2 150.48
164.34 165.64
480.46 160.15
B3 162.30
142.17 171.63
476.10 158.70
Total 473.77
478.92 504.64 1457.33
Rataan 157.92
159.64 168.21
161.93
Tabel Dwi Kasta Rataan
Lama Inokulasi
Jumlah Inang Total
Rataan A1
A2 A3
B1 53.67
57.47 55.79
166.93 55.64
B2 50.16
54.78 55.21
160.15 53.38
B3 54.10
47.39 57.21
158.70 52.90
Total 157.92
159.64 168.21
485.78 Rataan
52.64 53.21
56.07 53.98
Universitas Sumatera Utara
Daftar Sidik Ragam
SK Db
JK KT
Fhit F.05
F.01 Ket
A 2.00
60.77 30.39
0.89 3.55
6.01 tn
B 2.00
38.56 19.28
0.57 3.55
6.01 tn
AxB 4.00
159.17 39.79
1.17 2.93
4.58 tn
Galat 18.00
613.96 34.11
Total 26.00
872.47 FK=
78659.90 KK=
0.67 Ket: = nyata
= sangat nyata tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Tingkat Keberhasilan Pupa S.inferens menjadi Imago
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
I II
III A1B1
100.00 100.00
100.00 300.00
100.00 A1B2
100.00 100.00
100.00 300.00
100.00 A1B3
100.00 100.00
100.00 300.00
100.00 A2B1
100.00 100.00
100.00 300.00
100.00 A2B2
100.00 100.00
100.00 300.00
100.00 A2B3
100.00 100.00
100.00 300.00
100.00 A3B1
100.00 100.00
100.00 300.00
100.00 A3B2
100.00 100.00
100.00 300.00
100.00 A3B3
100.00 100.00
100.00 300.00
100.00 Total
900.00 900.00
900.00 2700.00 Rataan
100.00 100.00
100.00 100.00
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Data Nisbah Kelamin Jantan dan Betina S. inferens ekor