Sejarah Perpajakan Hayat, SH Megarita, SH, CN, Hum

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur, 2007. USU Repository © 2009. pengumpulannya, maka sifat pemaksaannya harus ada dan rakyat itu sendiri telah menyetujuinya dalam bentuk undang-undang. Unsur pemaksaan ini berarti apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak, maka pemerintah mempunyai kewenangan untuk melakukan upaya paksa antara lain dengan mengeluarkan surat paksa, sita bahkan juga dapat melakukan penyanderaaan sebagai upaya terakhir yang dapat dilakukan agar Wajib Pajak mau melunasi utang pajaknya.

2. Sejarah Perpajakan

Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti pemberian secara cuma- cuma, namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat kepada seorang raja atau penguasa. Rakyat ketika itu memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja, sedangkan imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat tidak ada oleh karena sifatnya memang hanya untuk kepentingan sepihak dan solah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi dibandingkan rakyat. Namun, dalam perkembangannya kemudian sifat upeti yang diberikan oleh rakyat tidak lagi hanya untuk kepentingan raja saja, tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri. Artinya pemberian yang dilakukan oleh rakyat tersebut digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, membangun saluran air serta berbagai kepentingan umum lainnya. Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur, 2007. USU Repository © 2009. Dengan adanya perkembangan suatu masyarakat, maka sifat upeti pemberian yang semula dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, selanjutnya dibuat suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Guna untuk memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikutsertakan dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak. Maka untuk itu dibuatlah suatu ketentuan berupa undang-undang yang mengatur mengenai bagaimana tata cara pemungutan pajak, jenis-jenis pajak apa saja yang dipungut, siapa saja yang harus membayar pajak dan berbagai aturan lainnya. Sejak zaman penjajahan Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak undang-undang yang mengatur tentang pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut : a. Ordonansi Rumah Tangga Stbl 1908 No.13 b. Aturan Bea Materai Stbl 1921 No. 498 c. Ordonansi Bea Balik Nama Stbl 1924 No.291 d. Ordonansi Pajak kekayaan Stbl 1932 No.405 e. Orodonansi Pajak Kendaraan Bermotor Stbl 1934 no.718 f. Ordonanasi Pajak Upah Stbl 1934 No. 611 g. Ordonansi Pajak Potong Stbl 1936 No.671 h. Ordonansi Pajak Pendapatan Stbl 1944 No.17 i. Undang-Undang Pajak Radio UU No.12 Tahun 1947 j. Undang-Undang Pajak Pembangunan I UU No.14 Tahun 1947 k. Undang-Undang Pajak Peredaran UU No.12 Tahun 1952 Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur, 2007. USU Repository © 2009. Kemudian dengan perkembangan ekonomi dan masyarakat, diundangkan lagi beberapa Undang-Undang, antara lain : a. Undang-Undang Pajak Penjualan Tahun 1951 yang dirubah dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1968; b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959 tentang Pajak Dividen yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1967 tentang pajak atas bunga, dividen dan royalti; c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa; d. Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1958 tentang Pajak bangsa asing; e. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan PPd, PKK, dan PPs. Terlalu banyaknya undang-undang yang dikeluarkan mengakibatkan masyarakat mengalami kesulitan dalam pelaksanaan sehari-hari. Selain itu, beberapa undang-undang diatas ternyata dalam perkembangannya tidak memenuhi rasa keadilan terlebih-lebih undang-undang dimaksud masih dibuat oleh dan untuk kepentingan penjajah Belanda. Menyadari kondisi diatas maka, pada tahun 1983 pemerintah bersama- sama dengan DPR sepakat melakukan reformasi Undang-Undang Perpajakan yang ada dan mengundangkan lima paket undang-undang perpajakan yang sifatnya lebih mudah dipelajari dan dipraktekkan serta tidak menimbulkan duplikasi dalam hal pemungutan pajaknya dan unsur keadilan lebih diutamakan. Kelima Undang-Undang tersebut adalah : Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur, 2007. USU Repository © 2009. a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan PPh; c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ; d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan PBB; e. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Dengan diberlakukannya kelima undang-undang tersebut diatas, semua lapisan masyarakat tentunya diharapkan turut berpartisipasi dan dapat mengerti akan kewajibannya untuk membayar pajak sesuai dengan sistem self assessment yang berlaku sejak tahun 1983. Selanjutnya pada tahun1997 pemerintah kembali mengadakan perubahan atas undang-undang perpajakan yang ada dan membuat beberapa undang-undang yang berkaitan dengan masalah perpajakan , yaitu : a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak; b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur, 2007. USU Repository © 2009. e. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Adanya perkembangan ekonomi dan masyarakat yang terus menerus dan dalam rangka memberikan rasa keadilan kepada Wajib Pajak, pada tahun 2000 kembali pemerintah mengadakan perubahan terhadap undang-undang perpajakan yang dibuat pada tahun 1983, yang selengkapnya seperti dibawah ini : a. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 mengenai Perubahan atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1994; b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan PPh sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994; c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 mengenai Perubahan atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994; d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 mengenai Perubahan atas Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; e. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 mengenai Perubahan atas Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur, 2007. USU Repository © 2009. B. Subjek Pajak dan Objek Pajak 1. Subjek Pajak Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, tidak menjelaskan tentang subjek pajak dan hanya menyebutkan Wajib Pajak, namun jika bertolak pada prinsip “Self Assessment” dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan subjek pajak adalah orang pribadi dari badan yang menurut Undang-Undang Perpajakan dinyatakan sebagai subjek hukum yang dapat dikenakan pajak. Dalam bab ini akan diuraikan tentang siapa saja yang menjadi subjek pajak tersebut, antara lain : a. Subjek Pajak Penghasilan Subjek pajak penghasilan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dalam pasal 2 ayat 1, disebutkan bahwa yang menjadi subjek adalah : 1 Orang Pribadi; 2 Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; 3 Badan. Pengertian badan disini adalah modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi : a Perseroan Terbatas PT b Perseroan Komanditer CV c Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur, 2007. USU Repository © 2009. d Firma e Kongsi f Koperasi g Dana Pensiun h Yayasan i Dan bentuk-bentuk badan lainnya. 16 4 Bentuk Usaha Tetap BUT, yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa : Tempat kedudukan manajemen, Cabang perusahaan, Kantor perwakilan, Gedung kantor, Pabrik, Bengkel, Pertambangan dan penggalian sumber alam wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksploitasi pertambangan, Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, kehutanan, Proyek konstruksi instalasi atau proyek perakitan, Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, serta agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia. Subjek pajak terdiri dari : 16 Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Undang- Undang Perpajakan Tahun 2000, Penerbit Citra Umbara, Bandung, hal 95 Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur, 2007. USU Repository © 2009. 1 Subjek Pajak Dalam Negeri, dan 2 Subjek Pajak Luar Negeri. Subjek pajak dalam negeri terdiri dari ; a Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia; b Badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia; c Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan yang menggantikan yang berhak. Subjek pajak luar negeri terdiri dari : a Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan bentuk usaha tetap di Indonesia. b Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Bagi mereka yang bertempat tinggal di luar Indonesia, baru menjadi subjek pajak di Indonesia apabila mereka menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, misalnya penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal Undang-Undang No.17 Tahun 2000. Penghasilan yang dimaksudkan dalam pasal 26 ini adalah : 1 Dividen; 2 Bunga, royalty, sewa; 3 Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur, 2007. USU Repository © 2009. 4 Imbalan sehubungan dengan penggunaan jasa, pekerjaan dan kegiatan; 5 Hadiah dan penghargaan; dan 6 Pensiunan dan pembayaran berkala lainnya. Sedangkan yang tidak termasuk pada subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut: 1 Badan Perwakilan Negara Asing; 2 Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan consular; 3 Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. b. Subjek Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa PPN Subjek pajak dari pajak pertambahan nilai 1984 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 adalah Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha adalah orang atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya : 1 Menghasilkan barang, pengusahanya disebut pabrikan atau produsen; 2 Mengimpor barang, pengusahanya disebut eksportir; 3 Melakukan usaha perdagangan, pengusahanya disebut pedagang; dan 4 Melakukan usaha jasa, pengusahanya disebut pengusaha jasa. Pengusaha menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No.18 Tahun 2000 wajib melaporkan usahanya kepada pejabat pajak di tempat pengusaha itu bertempat tinggal atau tempat kedudukan usaha itu, dalam jangka waktu 30 hari sejak usaha dimulai untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan D alam Sis tem Penagihan Pajak T erhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur, 2007. USU Repository © 2009. Pajak PKP. Pengertian sejak usaha itu dilakukan adalah sejak saat pendirian atau sejak diperolehnya izin usaha atau sejak usahanya nyata-nyata dimulai. c. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan PBB Subjek pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan PBB adalah orang atau badan yang: 1 Memiliki, menguasai; 2 memperoleh manfaat atas bumi, dan atau; 3 memperoleh manfaat atas bangunan; Subjek pajak diatas yang dikenakan kewajiban membayar pajak, menjadi wajib pajak. Orang-orang atau badan yang mempunyai hak memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat atas tanah di bangunan menurut pasal 3 Undang- Undang No.12 Tahun 1994 dimana Nilai Jual Objek Pajak NJOP tanah dan