Mekanisme Prosedur Penagihan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Binjai

(1)

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

TENTANG

MEKANISME PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK PADA

KANTOR PELAYANAN PAJAK BINJAI

Diajukan O

L E H

NAMA : USMAN RAMBE

NIM : 052600081

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menamatkan Studi Pada PRODIP III

Administrasi Perpajakan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri, diperlukan kesadaran masayarakat wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan membayar pajak secara jujur dan bertanggung jawab. Peningkatan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak perlu diimbangi dengan peningkatan pelayanan. Terhadap wajib pajak yang belum mematuhi kewajiban perpajakannya perlu dipertegas pelaksanaan pemiksaan dan penerapan sanksi perpajakan demikian juga dengan sangsi pidana perpajakan dan penagihan pajak.

Sistem perpajakan yang dianut oleh negara indonesia adalah sistem”Self Assesment”, wajib pajak diberi kepercayaan sepenuhnya dalam menghitung,

memperhitungkan, membayar dan melapor sendiri jumlah pajak yang terutang dengan harapan penerimaan negara dari sektor pajak semakin meningkat. Fiskus sebagai pengawas dapat melakukan tindakan apabila diperoleh data-data atau ketentuan yang tidak sesuai dilaporkan wajib pajak sebagaimanya semestinya.

Dalam undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, tercantum sebab-sebab direktorat jenderal pajak menerbitkan STP (Surat Tagihan Pajak), SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) diantaranya pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar dari hasil penelitian


(3)

terdapat kekurangan pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung dan wajib pajak dikenakan sangsi administrasi dan lain-lain.

Kendala yang sering dihadapi oleh petugas penagihan adalah alamat wajib pajak tidak dikenal atau tidak tepat, wajib pajak pindah tempat tinggal dan tidak memberitaukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, atau juga wajib menghilang tanpa jejak, serta wajib pajak yang berbelit-belit memberikan keterangan pada waktu dilakukan pemeriksaan oleh wajib pihak pajak. Hal tersebut disebabkan karena tingkat kepatuhan wajib pajak dalam masyarakat system assessment masih rendah sekali, maka salah satu satu tindakan atau tugas direktorat jenderal pajak adalah meninkatkan tindakan tindak melakukan prosedur penagihan.

Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan, maka wajib pajak dapat melakukan penghitungan atas pajak yang terutang dan apabila wajib pajak melanggar ketentuan yang diataur dalam undang-undang perpajakan,maka Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan putusan banding. Dari keenam surat diatas merupakan jalan dasar tindakan atau sarana administrasi bagi Direktorat Jenderal Pajak. Tindakan penagihan dilakukan apabila wajib pajak tidak atau kurang membayar pajak terutang.

Tunggakan pajak semakin hari semakin besar seiring lajunya tingkat pemeriksaan,sedangkan tingkat pencairan masih rendah. Kesalahan apa yang


(4)

dikirim Surat Ketetapan Pajak (SKP) berupa Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

Apabila pajak tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan, maka fiskus melakukan tindakan yang diawali dengan Surat Teguran yang dikelurkan segera setelah 7 hari sejak saat jatuh tanggal tempo pembayaran pajak. Apabila wajib pajak belum melunasi pajaknya, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) menerbitkan Surat Paksa yang ditandatangani oleh kepala KPP yang dilakukan setelah lewat 21 hari sejak tanggal surat teguran. Kalau pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 1x24 jam sesudah tanggal pemberitauan surat paksa, maka KPP segera menerbitkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP). Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak bejum juga melunasi hutang pajaknya maka setelah 10 hari sejak tanggal pelaksaaan SPMP, kepala KPP mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan barang wajib pajak kepada Kantor Lelang negara setempat.

Dengan memperhitungkan dan berdasarkan urain diatas, maka penulis tertarik untuk melihat,mengamati, mempelajari dan memahami pelaksanaan penagihan perpajakan. Dalam penelitian yang dilakukan, penulis ingin mengetahui juga kendala atau hal apa saja yang telah dilakukan seksi penagihan.

Penelitian yang dilakukan adalah di Kantor Pelayanan Pajak Binjai, sebab ditempat itu penulis lebih mudah mendapatkan bahan-bahan dan data-data yang diperlukan dikarenakan penulis pernah melaksanakan PKL selama satu bulan. Disamping itu penulis juga sering konsultasi selama PKL kepada seksi penagihan.


(5)

Untuk itulah penulis ingin mengetahui lebih jauh penulisan PKLM yang berjudul ”MEKANISME PROSEDUR PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK BINJAI”

B. TUJUAN DAN MANFAAT

1. Tujuan PKLM ( Praktik Kerja Lapangan Mandiri )

Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan PKLM adalah :

1) Untuk mempelajari secara lebih mendalam prosedur pelaksanaan penagihan terhadap wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Binjai. 2) Untuk melihat sekilas perubahan modernisasi administrasi perpajakan

yang berhubungan pada struktur yang lama.

3) Untuk mengetahui tentang kendala-kendala yang terjadi dalam penagihan pajak.

4) Untuk mengetahui peranan penagihan yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Binjai terhadap penerimaan pajak.

2. Manfaat PKLM

Praktik kerja lapangan mandiri ini tentunya sangat bermanfaat bagi semua pihak, di antaranya adalah :

1. Bagi Mahasiswa

a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai prosedur tindakan penagihan pajak.


(6)

b. Untuk memperdalam pengertian tentang penagihan pajak.

c. Untuk mendapatkan sesuatu yang baru dan mengaplikasikan teori terhadap masalah yang nyata dalam kehidupan.

d. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan mendapatkan pengetahuan dibidang perpajakan khususnya penagihan.

e. Mengembangkan cara berpikir dan bertindak serta meningkatkan daya penalaran mahasiswa dalam penyajian laporan cara terpadu dan ilmih.

f. Dengan pelaksanaan praktik kerja lapangan ini diharapkan mahasiswa mendapat pengetahuan dan pengalaman yang berguna dalam perwujudan pola kerja yang dihadapi setelah menamatkan studi.

2. Pihak Universitas

a. Meningkatkan hubungan antara Universitas Sumatera Utara dengan instansi pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak.

b. Supaya Universitas dapat lebih berperan dalam menyesuaikan kegiatan pendidikannya sesuai dengan peraturan-peraturan yang sekarang diterapkan di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan di FISIP USU.

c. Menjalin kerjasama yang baik antara pihak Kantor Pelayanan Pajak dengan Perguruan Tinggi khususnya Program Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

d. Sebagai umpan balik perkembangan Kantor Pelayanan Pajak dan pihak Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.


(7)

3. Pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

a. Memberikan sumbangan pikiran serta saran yang dipandang perlu bagi kemajuan dan kemudahan bagi pihak-pihak yang memerlukan terutama Kantor Pelayanan Pajak Binjai.

b. Sebagai sarana untuk melihat kemampuan mahasiswa yang bersangkutan dengan tanggung jawab dan kerja sama yang baik.

c. Peningkatan kerjasama yang lebih baik antara pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dengan pihak Universitas.

d. Membantu pihak Kantor Pelayanan Pajak dalam hal Sosialisasi Perpajakan kepada masyarakat wajib pajak melalui mahasiswa peserta PKLM yang akan mengabdikan ilmu Perpajakan kepada masyarakat.

C. RUANG LINGKUP

Dalam laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, yang menjadi ruang lingkup penulisan adalah:

1. Latar belakang terjadinya prosedur pelaksanaan Penagihan. 2. Ketentuan pelaksanaan dan Dasar Hukum Penagihan.

3. Proses tahapan Penagihan Pajak yang di laksanakan oleh wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak.


(8)

D. METODE PKLM

Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Persiapan

Di dalam tahap ini penulis akan melakukan lebih kurang selama 2 bulan di mulai dari penentuan PKLM, penentuan judul, mencari bahan proposal, konsultasi dengan dosen, serta proses administrasi untuk melakukan PKLM.

2. Studi Literatur

Di dalam tahap ini yang akan dilakukan oleh Penulis adalah mencari dan mengumpulkan data-data dari berbagai sumber seperti buku-buku, undang-undang, peraturan-peraturan, majalah dan koran yang dapat dijadikan referensi dan literatur yang ada kaitannya dengan penulisan laporan Penagihan.

3. Observasi Lapangan

Untuk memperoleh data-data yang aktual dan terpercaya maka penulis mengumpulkan bahan laporan dengan mengadakan Riset ke lapangan, tempat mengadakan Praktik Kerja Lapangan yang dimulai dari mencari Key Person, mengetahui waktu untuk memberikan surat pengantar dan lain-lain.

4. Pengumpulan Data

Di dalam tahap ini penulis mengumpulkan data melalui data dokumentasi di mana penulis meminta dokumen yang berhubungan dengan objek PKLM. Dokumen tersebut dapat berupa struktur organisasi, data-data tentang penunggak pajak dan lain-lain.


(9)

5. Analisa Data dan Evaluasi

Analisa data dalam PKLM ini dilakukan secara deskriptif yang dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau mendiskusikan keadaan subjek atau objek PKLM secara sistematis, aktual dan akurat berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

6. Metode Pengumpulan Data

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan dalam pelaksanaan PKLM. Penulis menggunakan beberapa metode yaitu:

a. Wawancara (Interview)

Dalam metode ini penulis mencari dan mengumpulkan data dan keterangan dengan melakukan tanya jawab kepada petugas yang mengetahui dan memahami permasalahan dalam penulisan ini.

b. Studi Kasus (Case Studi)

Studi yang dilakukan dengan pengamatan langsung atau kegiatan yang dilakukan dalam pencatatan terhadap tiap fenomena yang menjadi objek praktik.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam laporan pelaksanaan PKLM ini penulis menguraikan penulisan tersusun secara sistematika. Adapun sistematika yang akan dilakukan dalam penulisan laporan PKLM ini adalah sebagai berikut :


(10)

BAB 1: PENDAHULUAN

Di dalam bab ini penulis menguraikan hal-hal yang menjadi latar belakang PKLM, tujuan, dan manfaat PKLM, ruang lingkup, metode PKLM, dan sistematika penulisan laporan.

BAB II: GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

Penulis menjelaskan gambaran umum objek/lokasi PKLM, sejarah singkat, visi dan misi, serta struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak.

BAB III: GAMBARAN DATA PRAKTIK

Pada bab ini penulis membahas mengenai ketentuan, tata cara atau prosedur Penagihan dan tata cara pelaksanaan di Kantor Pelayanan Pajak Binjai.

BAB IV: ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini berisi analisa penulis dan pembahasan-pembahasan mengenai Mekanisme Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak Binjai.

BAB V: PENUTUP

Bab ini terdiri dari dua hal kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan intisari yang mencakup seluruh objek pembahasan yang dibahas dalam PKLM.

Sedangkan saran merupakan hal-hal, ide-ide, atau gagasan yang harus dilakukan dalam melaksanakan solusi atas masalah yang dibahas dari objek pembahasan yang terdapat dalam laporan pelaksanaan PKLM.


(11)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Binjai

Sebelum tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak Binjai bernama Kantor Inspeksi pajak Medan. Sejak tanggal 1 juni 1976, Kantor Inspeksi Pajak dipecah pemerintah menjadi dua bagian yaitu :

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berdomisili di jalan Sukamulia No.17-A Medan yang daerah kerjanya terdiri dari :

a. Kecamatan Medan Timur b. Kecamatan Medan Barat c. Kecamatan Medan Labuhan d. Kecamatan Medan Deli e. Kecamatan Medan Belawan f. Kecamatan Binjai

g. Kecamatan Medan Langkat

2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan yang berdomisili di jalan Diponegoro No.30-A Medan yang daerah kerjanya terdiri dari :

a. Kecamatan Medan Deli b. Kecamatan Medan Belawan c. Kecamatan Deli Serdang


(12)

3. Kantor Pelayanan Pajak Binjai yang berdomisili di jalan Binjai Km 7 Kodam 1/BB, dimana daerah kerjanya terdiri dari :

a. Kecamatan Medan Tuntungan b. Kecamatan Medan Sunggal c. Kotamadya Binjai

d. Kabupaten Langkat e. Kabupaten Karo

Kantor Pelayanan Pajak Binjai pindaj sejak tanggal 1 November 2004 dan aktif tanggal 1 Desember 2004 yang berdomisili di JL. Jambi No.1 Rambung Barat. Sedangkan Kotamadya Tebing tinggi dan Kabupaten Deli Serdang menjadi Kantor Pelayanan Pajak Tebing Tinggi sesuai dengan surat keputusan Menteri Keuangan No.Kep.785/KMK.01/1993 Tanggal 3 Agustus 1993, Kantor Pelayanan Pajak pada jajaran Kanwil 1 SUMBAGUT terhitung tanggal 1 April 1994 menjadi 4 (empat) Kantor Pelayanan Pajak yang baru dibentuk yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak medan Timur 4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai

Sekarang Kantor Pelayanan Pajak Binjai terletak di Jalan Jambi No.1 Rambung Barat, Binjai 20722.


(13)

B. Struktur Organisasi

Kantor Pelayanan Pajak Binjai memakai Struktur Organisasi garis lini staff yang dipimpin oleh seorang kepala Kantor Pelayanan Pajak. Pegawainya merupakan Pegawai Negeri Departemen Keuangan. Untuk lebih jelasnya, penulis menguraikan tugas-tugas dan fungsi yang terdapat pada struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Binjai, yaitu yang dikepalai oleh kepala Kantor Pelayanan Pajak yang terdiri dari Sub Bagian Tata Usaha dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang Kepala Seksi.

C. Tugas Dan Fungsi Organisasi 1. Sub Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha terdiri dari beberapa bagian :

a. Urusan Tata Usaha dan kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan Tata Usaha kepegawaian dan laporan.

b. Masalah kepegawaian merupakan salah satu hal sangat penting karena menyangkut hak-hak dari pada setiap pegawai yang mempunyai tugas a) Mengurus masalah kenaikan pangkat seorang pegawai yang

berprestasi baik.

b) Mengurus gaji berkala setiap pegawai.

c) Mengurus setiap penempatan yang pindah tempat atau mutasi d) Mengurus masalah cuti setiap pegawai sesuai dengan peraturan


(14)

e) Mengatasi hal-hal lainnya yang menyangkut hak dari pada seorang pegawai

c. Urusan keuangan mempunyai tugas melakukan urusan keuangan d. Urusan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan urusan rumah

tangga dan perlengkapan.

2. Seksi Pengolahan Data

Seksi pengelolaan data dan informasi terdiri dari:

a. Sub Seksi Data Masukan dan data keluaran mempunyai tugas melakukan tata usaha data masukan dan data pengeluaran serta mengecek kelengkapan dan kelancaran format data masukan dan data keluaran.

b. Sub Seksi Pengolahan Data dan Menyajikan Informasi, mempunyai tugas melakukan urusan pengolahan data penyajian informasi.

c. Sub Seksi Pengolahan Potensi Pajak dan Ektensifikasi wajib pajak, mempunyai tugas melakukan urusan penggalian potensi pajak dan mencari data untuk ekstensifikasi wajib pajak serta penyusunan monografi pajak.

3. Seksi Tata Usaha Perpajakan

Seksi tata usaha perpajakan terdiri dari :

a. Sub Seksi Pendaftaran Wajib Pajak, mempunyai tugas melakukan urusan pendaftaran wajib pajak dan penyampaian SPT Tahunan.


(15)

b. Sub Seksi Pendaftaran Wajib Pajak, mempunyai tugas penerimaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan pajak.

c. Sub Seksi Ketetapan dan Kearsipan Wajib pajak, mempunyai tugas melakukan urusan penerbitan SKP dan kearsipan berkas wajib pajak. Fungsi Tata Usaha Perpajakan:

a) Pendafraran Wajib Pajak.

b) Penatausahaan Penerimaan dan Pengecekan Surat Pemberian Tahunan.

c) Pengurusan Arsip Berkas Wajib pajak.

d) Penyiapan bagan penerbitan Surat Ketetapan pajak (SKP).

4. Seksi PPh Orang Pribadi

Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi terdiri dari :

a. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa PPh orang Pribadi, mempunyai tugas melakukan penatausahaan dan pengcekan SPT serta memantau dan menyusun laporan efektifitas masa PPh Orang Pribadi. b. Sub Seksi Verifikasi PPh Orang Pribadi, mempunyai tugas melakukan

urusan verifikasi atau SPT Masa dan Tahunan PPh Orang Pribadi serta Wajib pajak yang tidak terdaftar dan yang tidak memasukan Surat Pemberitahuan Tahunan.

Fungsi Pajak Penghasilan Orang Pribadi terdiri dari :


(16)

b) Penerimaann Penatausahaan dan pengecekan SPT Masa PPh OrangPribadi

c) Penyusunan laporan efektivitas masa pembayaran PPh Orang Pribadi.

d) Verifikasi atas SPT Masa Tahunan PPh Orang Pribadi, Wajib Pajak yang tidak terdaftar dan tidak memasukan SPT.

5. Seksi Pajak Penghasilan(PPh) Badan terdiri dari :

Seksi pajak penghasilan Badan terdiri dari:

a. Sub Seksi pengawasan masa pembayaran PPh, mempunyai tugas melakukan urusan pemantauan, penatausahaan masa pembayaran, pengolahan, penyusunan laporan efektifitas masa pembarab urusan penerimaan, penatausahaan dan pengecekan SPT Masa PPh Badan. b. Sub Seksi Verifikasi PPh Badan mempunyai tugas melakukan urusan

verifikasi atas SPT Masa dan Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak yang tidak terdaftar dan tidak memasukkan SPT

Fungsi Pajak Penghasilan Badan terdiri dari :

a) Pemantauan dan Penatausahaan Pembayaran masa PPh Badan. b) Penerimaan, penatausahaan dan pengecekan SPT masa Badan.

c) Pengolahan dan Penyusunan laporan efektifitas pembayaran Masa Badan

d) Verifikasi atas SPT Masa dan Tahunan PPh Badan, wajib pajak yang tidak terdaftar dan tidak memasukkan SPT


(17)

6. Seksi Pemotongan Dan Pemungutan PPh

Seksi Pemotongan Dan Pemungutan PPh, terdiri dari :

a. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa Potongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan, mempunyai tugas melakukan urusan pengusutan, penatausahaan masa pembayaran, pengolahan penyusutan laporan efektivitas masa pembayaran, rekaan, sewa, bunga, deviden, dan royalti.

b. Sub seksi Verifikasi potongan dan pemungutan Pajak Penghasilan, mempunyai tugas melakukan urusan Verifikasi atas surat pemberitahuan (SPT) Masa PPh rekaan sewa, bunga, deviden, dan royalti wajib Pajak yang tidak terdaftar dan tidak memasukkan SPT. Fungsi Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan terdiri dari :

a) Pemantauan dan Penatausahaan pembayaran pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh)

b) Penerimaan, Penatausahaan, dan Pengecekan SPT Masa atas potongan dan pungutan PPh

c) Pengolahan dan Penyusunan Laporan efektivitas masa pembayaran atas Potongan dan pemungutan PPh Badan

d) Verifikasi atas SPT Masa dan Tahunan atas Potongan dan Pemungutan PPh, Wajib Pajak yang tidak terdaftar dan yang tidak memasukkan SPT


(18)

7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak langsung Lainnya

Seksi PPn dan pajak langsung lainnya terdiri dari :

a. Sub Seksi PPN dan industri mempunyai tugas melakukan urusana penerimaan, penatausahaan dan melakukan SPT Masa, memantau dan menatausahakan Masa Pembayaran, Pengolahan dan menyusun laporan pengembangan PKP dan keputusan SPT masa serta melakukan konfirmasi faktur pajak pada sektor industri

b. Sub Seksi PPN jasa dan PTLL, mempunyai tugas melakukan urusan penerimaan, penatausahaan, dan pengecekan SPT Masa, memantau dan menatausahakan Masa pembayaran, pengolahan dan menyusun laporan perkembangan PKP serta kepatuhan SPT Masa dan melakukan konfirmasi faktur pajak pada sektor PPN Jasa dan PTLL

c. Sub Seksi perdagangan, mempunyai tugas melakukan urusan penerimaan, penatausahaan penerimaan masa, pengolahan dan menyusun laporan perkembangan PKP pada sektor perdagangan.

d. Sub Seksi verifikasi PPN dan PTLL, mempunyai tugas melakukan urusan verifikasi atas SPT Masa PPN, PPnBM, PTLL, PKP yang tidak terdaftar dan tidak memasukkan SPT.

8. Seksi Penagihan

Seksi Penagihan terdiri dari :

a. Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha piutang dan tunggakan pajak.


(19)

b. Sub Seksi Penagihan mempunyai tugas mempersiapakan Surat Teguran dan melakukan Penagihan Paksa

Fungsi Seksi Penagihan terdiri dari : a) Penatausahaan Piutang Pajak

b) Penyiapan Surat teguran dan Pengurusan Penagihan Paksa

9. Seksi Penerimaan Keberatan

Seksi Penerimaan Keberatan terdiri dari :

a. Sub Seksi Tata Usaha Penerimaan Restitusi, mempunyai tugas melakukan urusan Tata Usaha, Penyusunan Laporan Penerimaan Pajak, Pembukuan Restitusi, membuat reguster pemindahbukuan, mengolah dan menatausahakan bermacam-macam penerimaan pajak serta mempersiapakan Surat Keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan surat perintah membayar pajak.

b. Sub Seksi rekonsiliasi, mempunyai tugas melakukan urusan rekonsiliasi penerimaan pajak, pengolahan dan penyaluran surat teguran pajak dan surat penghitungan pajak.

c. Sub seksi keberatan PPh, mempunyai tugas melakukan urusan penyelesaian keberatan perselisihan pajak penghasilan

d. Sub Seksi PPN dan PTLL, mempunyai tugas melakukan urusan penyelesaian keberatan dan penyelesaian PPN, PPnBm, dan PTLL.


(20)

Fungsi penerimaan keberatan, terdiri dari :

a) Rekonsiliasi dan Pengolahan Surat Setoran Pajak (SSP) b) Penatausahaan Penerimaan Pajak

c) Pengurusan Restitusi

d) Penyelesaian Keberatan Pajak e) Penyelesaian perselisihan Pajak

10. Kantor Penyuluhan Pajak (KPP)

Kantor Penyuluhan Pajak terdiri dari :

a. Urusan Tata Usaha, mempunyai tugas melaksanakan urusan Tata Usaha kepegawaian, keuangan dan rumah tangga

b. Kelompok Tenaga Fungsional Penyuluhan Pajak, mempunyai tugas melakukan penyuluhan serta konsultasi di bidang perpajakan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Fungsi Kantor Penyuluhan Pajak terdiri dari :

a) Penyuluhan di bidang PPh, PPN, PPnBM, PTLL, serta PBB kepada masyarakat.

b) Pelayanan konsultasi di bidang PPh, PPN, PPnBM, serta PBB kepada masyarakat.

11. Kelompok Tenaga Fungsional Verifikasi Pajak

Tugasnya adalah melaksanakan verifikasi pajak sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Kelompok tenaga fungsional verifikator pajak


(21)

terdiri dari sejumlah tenaga verifikator pajak dalam jabatan fungsional yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP

12. Kelompok Tenaga Fungsional Pejabat Sita Pajak Negara

Tugasnya adalah melaksanakan penagihan pajak negara sesuai dengan peraturan Perundang-undangan.


(22)

(23)

D. SEKILAS MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN

Semenjak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat biasa disebut modernisasi. adapun jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak. jika program modernisasi ini ditelaah secara mendalam, termasuk perubahan-perubahan yang telah, sedang, dan akan dilakukan, maka dapat dilihat bahwa konsep modernisasi ini merupakan suatu terobosan yang akan membawa perubahan yang cukup mendasar dan revolusioner. Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi adminsitrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif. Perubahan-perubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang berikut:

1. struktur organisasi

2. Business process dan teknologi informasi dan komunikasi

3. Manajemen sumber daya manusia 4. Pelaksanaan good governance


(24)

D.1 STRUKTUR ORGANISASI.

Untuk kegiatan law enforcement, dikembangkan program pemeriksaan berbasis analisis resiko (risk analysis), sehingga sumber daya yang ada dapat secara efektif melakukan pemeriksaan berdasarkan skala prioritas dengan membuat segmentasi resiko yang dihadapi. Untuk menerapkan keadilan bagi seluruh Wajib Pajak dan besarnya potensi yang dapat digali, maka DJP meluncurkan program penggalian potensi Wajib Pajak non-filer, yaitu Wajib Pajak yang berhenti mengirimkan SPT. Masih dalam dalam rangka law enforcement, DJP juga mengembangkan sistem yang dapat menghimpun berbagai data dari pihak ketiga yang terkait dengan tugas DJP dalam menghimpun penerimaan negara, yang dinamakan Third Party Data Project. Di samping itu, guna menjadikan fungsi penagihan lebih efektif dan efisien, saat ini juga Struktur Kantor Pusat DJP (KP DJP) ikut disesuaikan berdasarkan fungsi agar sesuai dengan unit vertikal di bawahnya. Ke depannya KP DJP dirancang sebagai Pusat Analisis dan Perumusan Kebijakan (Center of Policy Making and Analysis) atau hanya menjalankan tugas dan pekerjaan

yang sifatnya non operasional. Untuk mengantisipasi perkembangan dunia bisnis yang begitu cepat, maka dibentuk direktorat transformasi yang bertugas untuk selalu melakukan pemikiran dan perbaikan di bidang business process, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, serta penyempurnaan organisasi dan sumber daya manusia. Untuk itu struktur KP DJP dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu direktorat yang menangani day-to-day operation (1 sekretariat + 9 direktorat), dan direktorat yang menangani pengembangan/transformasi (3 direktorat). Untuk


(25)

memperkuat beberapa fungsi yang dianggap penting, maka dibentuk beberapa direktorat baru untuk menangani intelijen dan penyidikan perpajakan, ekstensifikasi perpajakan, dan hubungan masyarakat (public relations), serta beberapa subdirektorat baru yang menangani penelitian perpajakan, kepatuhan internal, dan transfer pricing.

Mengingat besarnya skala perubahan yang akan dilakukan dalam program ini dan adanya keterbatasan resources yang dimiliki, termasuk di antaranya keuangan, sumber daya manusia (SDM), dan infrastuktur, maka implementasi program modernisasi pada kantor operasional pajak harus dilakukan secara bertahap. Sebagai tahap pertama, dibentuk Kantor Wilayah (Kanwil) dan 2 KPP WP Besar pada bulan Juli 2002 untuk mengadministrasikan 300 Wajib Pajak Badan terbesar di seluruh Indonesia sebagai pilot project. Karena program modernisasi yang diterapkan pada KPP WP Besar dianggap cukup berhasil, maka konsep yang kurang lebih sama dicoba untuk diterapkan pada KPP lain secara bertahap, di mana sampai dengan akhir 2007, 22 Kanwil dan 202 KPP (3 KPP WP Besar, 28 KPP Madya, dan 171 KPP Pratama) telah berhasil dimodernisasi. Pada akhir 2006, struktur organisasi KP DJP disempurnakan bersamaan dengan penerapan sistem administrasi modern. Pada tahun 2008, seluruh kantor di luar Jawa dan Bali akan dimodernisasi dengan dibentuknya 128 KPP Pratama untuk menggantikan seluruh kantor pajak yang ada di daerah tersebut.


(26)

D.2 BUSINESS PROCESS DAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Kunci perbaikan birokrasi yang berbeli-belit adalah perbaikan business process, yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja. Untuk itu, perbaikan

business process merupakan pilar penting program modernisasi DJP, yang diarahkan

pada penerapan full automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama untuk pekerjaan yang sifatnya klerikal. Diharapkan dengan full automation, akan tercipta suatu business process yang efisien dan efektif karena

administrasi menjadi cepat, mudah, akurat, dan paperless, sehingga dapat meningkatkan pelayanan sehingga dapat mengurangi kontak langsung pegawai DJP dengan Wajib Pajak untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya KKN. Di samping itu, fungsi pengawasan internal akan lebih efektif dengan adanya built-in control system, karena siapapun dapat mengawasi bergulirnya proses administrasi melalui

sistem yang ada.

Langkah awal perbaikan business process adalah penulisan dan dokumentasi Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap kegiatan di seluruh unit DJP.

Sampai dengan akhir tahun 2007, sekitar 1900 SOP di lingkungan DJP telah berhasil diidentifikasikan, ditulis, dan dijadikan acuan pelaksanaan tugas dan pekerjaan bagi para pegawai. Selain penulisan SOP, perbaikan business process dilakukan antara lain dengan penerapan e-system dengan dibukanya fasilitas e-filing (pengiriman SPT secara online melalui internet), SPT (penyerahan SPT dalam media digital), e-payment (fasilitas pembayaran online untuk PBB), dan e-registration (pendaftaran


(27)

NPWP secara online melalui internet). Semua fasilitas tersebut diciptakan guna memudahkan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk sistem administrasi internal saat ini terus dilakukan pengembangan dan penyempurnaan Sistem Informasi DJP (SIDJP). Salah satu fitur penting sistem tersebut adalah case management dan workflow system yang digunakan untuk administrasi persuratan, proses pelayanan, serta pengadministrasian account Wajib Pajak. Sistem informasi manajemen internal seperti Sistem Kepegawaian, Sistem Informasi Keuangan dan Akuntansi, Sistem Pelaporan, dan Key Performance Indicator (KPI) juga terus dikembangkan.

Untuk kegiatan law enforcement, dikembangkan program pemeriksaan berbasis analisis resiko (risk analysis), sehingga sumber daya yang ada dapat secara efektif melakukan pemeriksaan berdasarkan skala prioritas dengan membuat segmentasi resiko yang dihadapi. Untuk menerapkan keadilan bagi seluruh Wajib Pajak dan besarnya potensi yang dapat digali, maka DJP meluncurkan program penggalian potensi Wajib Pajak non-filer, yaitu Wajib Pajak yang berhenti mengirimkan SPT. Masih dalam dalam rangka law enforcement, DJP juga mengembangkan sistem yang dapat menghimpun berbagai data dari pihak ketiga yang terkait dengan tugas DJP dalam menghimpun penerimaan negara, yang dinamakan Third Party Data Project. Di samping itu, guna menjadikan fungsi penagihan lebih efektif dan efisien, saat ini juga tengah dikembangkan dan dilaksanakan program Debt Management Project


(28)

D.3MANAJEMENSUMBERDAYAMANUSIA(SDM)

Departemen Keuangan secara keseluruhan telah meluncurkan program Reformasi Birokrasi sejak akhir tahun 2006. Fokus program reformasi ini adalah perbaikan sistem dan manajemen SDM, dan direncanakan perubahan yang dilakukan sifatnya lebih menyeluruh. Hal ini perlu dan mendesak untuk dilakukan, karena disadari bahwa elemen yang terpenting dari suatu sistem organisasi adalah manusianya. Secanggih apapun struktur, sistem, teknologi informasi, metode dan alur kerja suatu organisasi, semua itu tidak akan dapat berjalan dengan optimal tanpa didukung SDM yang capable dan berintegritas. Harus disadari bahwa yang perlu dan harus diperbaiki sebenarnya adalah sistem dan manajemen SDM, bukan semata-mata melakukan rasionalisasi pegawai, karena sistem yang baik dan terbuka dipercaya akan bisa menghasilkan SDM yang berkualitas. Diharapkan ke depannya DJP dengan system administrasi perpajakan modern akan dapat didukung oleh sistem SDM yang berbasis kompetensi dan kinerja.

Sebelum melakukan langkah perbaikan di bidang SDM, DJP melakukan pemetaan kompetensi (Competency Mapping) untuk seluruh 30.000 pegawai DJP guna mengetahui sebaran kuantitas dan kualitas kompetensi pegawai. Meskipun program mapping ini masih terbatas mengidentifikasikan ‘soft’ competency saja, tetapi informasi yang didapat cukup membantu DJP dalam merumuskan kebijakan kepegawaian yang lebih fair. Kemudian seluruh jabatan harus dievaluasi dan dianalisis untuk selanjutnya ditentukan job grade dari masing-masing jabatan tersebut. Selanjutnya beban kerja dari masing-masing jabatan tersebutpun dianalisis


(29)

yang kemudian dikaitkan juga dengan pengembangan sistem pengukuran kinerja masing-masing pegawai. Sebagai catatan, pembuatan dan dokumentasi SOP untuk seluruh proses pekerjaan dapat dimanfaatkan juga sebagai standar penilaian kinerja. Secara bersamaan dilakukan penilaian terhadap seluruh pegawai secara lebih obyektif dan konsisten sekaligus standar kompetensi jabatannya melalui proyek assessment center. Selisih (gap) antara hasil penilaian pegawai dengan standar

kompetensi jabatan yang didudukinya dijadikan dasar perancangan program capacity building (termasuk pendidikan dan pelatihan) yang lebih fokus dan terarah.

Saat ini, DJP sedang mengembangkan berbagai program pelatihan melalui metode Adult Learning Principles.

Semua itu nantinya akan dimanfaatkan untuk membuat sistem jenjang karir, khususnya sistem mutasi dan promosi, serta sistem remunerasi yang lebih jelas, adil, dan akuntabel. Dengan sistem dan manajemen SDM yang lebih baik dan terbuka akan dapat menghasilkan SDM yang juga lebih baik, khususnya dalam hal produktivitas dan profesionalisme. Dapat dilihat bahwa perbaikan remunerasi hanyalah salah satu bagian akhir dari program reformasi birokrasi yang sebelumnya didahului dengan perbaikan di berbagai bidang yang dapat meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem manajemen sumber daya manusia.

D.4PELAKSANAANGOODGOVERNANCE

Elemen terakhir adalah pelaksanaan good governance, yang seringkali dihubungkan dengan integritas pegawai dan institusi. Suatu organisasi berikut


(30)

untuk memandu pelaksanaan tugas dan pekerjaannya, serta yang lebih penting lagi, konsistensi implementasi rambu-rambu tersebut. Dalam praktik berorganisasi, good governance biasanya dikaitkan dengan mekanisme pengawasan internal (internal

control) yang bertujuan untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan ataupun

penyelewengan dalam organisasi, baik itu dilakukan oleh pegawai maupun pihak lainnya, baik disengaja maupun tidak.

DJP dengan program modernisasinya senantiasa berupaya menerapkan prinsip-prinsip good governance tersebut. Salah satunya adalah dengan cara pembuatan dan penegakan Kode Etik Pegawai yang secara tegas mencantumkan kewajiban dan larangan bagi para pegawai DJP dalam pelaksanaan tugasnya, termasuk sanksi-sanksi bagi setiap pelanggaran Kode Etik Pegawai tersebut. Selain itu pemerintah telah menyediakan berbagai saluran pengaduan yang sifatnya independen untuk menangani pelanggaran atau penyelewengan di bidang perpajakan, seperti Komisi Ombudsman Nasional. Dalam lingkup internal DJP sendiri, telah dibentuk dua Subdirektorat yang khusus menangani pengawasan internal di bawah Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, yaitu Subdirektorat Kepatuhan Internal yang sifatnya lebih ke pencegahan (preventif) dan Subdirektorat Investigasi Internal yang sifatnya lebih ke pengusutan dan penghukuman (reaktif). Lebih jauh lagi, pembentukan complaint center di masing-masing Kanwil modern untuk menampung keluhan Wajib Pajak merupakan bukti komitmen DJP untuk selalu meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajaknya sekaligus pengawasan bagi internal DJP.


(31)

Sebenarnya good governance tidak hanya terbatas pada masalah integritas, tetapi juga menyangkut efisiensi dan efektivitas, serta profesionalisme dan akuntabilitas organisasi. Salah satu contoh konkritnya adalah penerapan manajemen organisasi modern melalui pembuatan dan penerapan siklus perencanaan, implementasi, dan evaluasi, yang disertai alat ukur yang jelas untuk menilai keberhasilan program tersebut. Alat ukur tersebut dapat berupa Key Peformance Indicators (KPI) untuk aktivitas rutin organisasi, atau Policy Measures untuk

kebijakan baru. Dalam ilmu manajemen dikenal ungkapan “what gets measured, gets managed”. Sejak tahun 2005, DJP telah mencoba menetapkan beberapa KPI untuk

mengukur kinerja kantor operasionalnya selain variabel penerimaan perpajakan yang biasa dipakai. Untuk tahun 2008, DJP telah menyusun strategic plan organisasi yang lebih komprehensif dengan memakai konsep balanced score card.

Sebagai bagian dari evaluasi kinerja, Kantor pajak modern selalu mengadakan survey kepuasan WP setiap tahunnya, dengan hasil yang sangat positif. Akan tetapi sebagian masyarakat maupun stakeholders meragukan hasil survey internal dengan alasan bias, kurang obyektif, adanya unsur ketakutan responden, dsb. Untuk itu sejak tahun 2005, DJP mencoba mengadakan survey yang lebih obyektif dengan menggunakan lembaga survey independen, yaitu AC Nielsen, dan tidak dibiayai oleh DJP, melainkan disponsori oleh AusAID. Metode Survey Persepsi Kepuasan Wajib Pajak yang digunakan adalah pengisian kuesioner melalui 2 tahap, yaitu tahap kualitatif dan kuantitatif, yang kemudian hasilnya dikonversikan menjadi suatu nilai


(32)

Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus yang mengadministrasikan perusahaan PMA, Perusahaan Go Public, Badan dan Orang Asing, serta BUMN (ketika survey dilakukan KPP BUMN masih berada di bawah Kanwil ini), KPP Madya di Batam dan Jakarta Pusat, serta KPP (kanyor pelayanan Pajak) Pratama di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Pusat. Hasilnya selengakapnya dapat dilihat sebagai berikut:

2005 81

KPP Waj ib Paj ak Besar Kanw il DJP Waj ib Paj ak Besar

2007 74

KPP Pr at am a : 15 KPP Pr at am a

di Kanw il DJP Jak ar t a Pusat

2006 78

KPP Mady a :

KPP Mady a Jak ar t a Pusat dan KPP Mady a Bat am

Ta h u n EQ

I n de x Ka n t or

2005 81

KPP Waj ib Paj ak Besar Kanw il DJP Waj ib Paj ak Besar

2007 74

KPP Pr at am a : 15 KPP Pr at am a

di Kanw il DJP Jak ar t a Pusat

2006 78

KPP Mady a :

KPP Mady a Jak ar t a Pusat dan KPP Mady a Bat am

Ta h u n EQ

I n de x Ka n t or

Survey kepuasan untuk Kanwil Khusus telah dilakukan pada tahun 2006 oleh AC Nielsen memakai metode kualitatif dengan hasil yang juga sangat memuaskan

Contoh hasil survey atas Kepuasan Wajib Pajak KPP PW Besar tahun 2005

D.5 MANFAAT MODERNISASI BAGI WAJIB PAJAK

Secara singkat, program modernisasi diharapkan dapat memberi manfaat bagi Wajib Pajak sebagai berikut :

a. Pelayanan yang lebih baik, terpadu, dan personal, melalui:

b. Konsep One Stop Service yang melayani seluruh jenis pajak (PPh, PPN, PBB & BPHTB)

c. Adanya tenaga Account Representative (AR) dengan tugas antara lain : - konsultasi untuk membantu segala permasalahan WP


(33)

- mengingatkan WP atas pemenuhan kewajiban perpajakannya - update atas peraturan perpajakan yang terbaru

SDM yang professional:

- adanya fit and proper test dan competency mapping - pelaksanaan kode etik yang tegas dan konsisten


(34)

BAB III

GAMBARAN PENAGIHAN PAJAK

A. KETENTUAN UMUM

I. Dasar Hukum

Dasar hukum Penagihan Pajak antara lain adalah :

a) Undang-undang Nomor.16 Tahun 2000 Pasal 18 menyatakan bahwa surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT),Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keberatan, Keputusan banding yang menyebkan jumlah pajak yang dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan.

b) Undang-undang Republik Indonesia No.19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor.19 tahun 2000.

c) Keputusan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) No. Kep. 645/PJ/2002 tentang bentuk, jenis, kode kartu, formulir, surat-surat dan buku yang digunakan dalam pelaksanaan penagihan dengan surat paksa.

II. Pengertian Pajak

Pengertian Pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2008 adalah kontribusi wajib pajak negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat


(35)

memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung yang digunakan untuk kepentingan negara bagi pembangunan negara.

Pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli pajak diantaranya adalah :

Menurut Rochmat Soemitro (dalam Mardiasmo;1995) Pajak adalah iuran rakyat kepada negara yang diwajibkan membayar pajak berdasarkan Undang-undang dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut P.J.A Adriani (dalam Barata;1998) pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Ray N. Sommer, Hersel M. Andersen dan Horace R. Brock (dalam Barata;1998) pajak adalah pengalihan sumber-sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, yang wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan lebih dahulu dan tanpa mendapatkan imbalan yang langsung, sehingga pemerintah dapat melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial.

Menurut Edwin R.A. Seligman dalam buku Essay In Taxation yang diterbitkan di amerika menyatakan : “Tax is compulsary contribution from the person, to the government to depray the expenses incurred in the common interest of


(36)

adanya kontribusi seseorang yang ditujukan kepada negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus pada seseorang. Memang, bagaimanapun juga pihak itu ditujukan manfaatnya kepada masyarakat.

Menurut DR. Soeparaman Soemahamidjaja dari disertasinya yang berjudul Pajak berdasarkan azas gotong royong menyatakan bahwa pajak adalah iuran wajib pajak berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari defenisi di atas tidak tampak istilah “dipaksakan” karena bertitik tolak pada istilah “iuran wajib”. Sisi lainnya yang berhubungan dengan kontra prestasi menekankan pada mewujudkan kontra prestasi itu diperlukan pajak.

Menurut Philip E. Taylor dalam buku The Economic of Public Finance memberikan batasan pajak seperti di atas hanya menggantikan without reference dengan with little reference.

1. Fungsi Pajak

Fungsi pajak menurut Mardiasmo (1995;2) menyimpulkan bahwa fungsi pajak adalah :

a) Fungsi penerimaan (Budgeter), yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

b) Fungsi mengatur (Reguler), yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.


(37)

2. Jenis-jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (1995;6) ada tiga macam pengelompokan pajak yaitu: a) Menurut golongannya :

1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)

2) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan pada orang lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) b) Menurut Sifatnya :

1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)

2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM).

c) Menurut Lembaga Pemungutnya :

1) Pajak Pusat (negara), yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.


(38)

2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak Daerah terdiri dari : a. Pajak daerah TK 1 (propinsi)

b. Pajak daerah TK 2 (kotamadya/kabupaten).

3. Pajak Penghasilan (PPh)

Menurut Udang-undang Nomor.17 Tahun 2000 Pasal 4 ayat (1) mengatakan bahwa Pengertian Penghasilan adalah : tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh dari wajib pajak yang berasal dari dalam maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan dengan nama atau dalam bentuk apapun.

Dari pengertian penghasilan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pajak penghasilan adalah : iuran resmi yang dipungut dari masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan, atau atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan.

Yang menjadi subjek pajak adalah :

a. Orang pribadi

Warisan yang belum terbagi, satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

b. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan Komanditir, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apaun persekutuan, perkumpulan,


(39)

firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis lembaga, dana pensiun, dan bentuk usaha lainnya.

c. Bentuk usaha tetap (BUT)

Subjek pajak terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

Subjek pajak dalam negeri :

a) Orang pribadi yang bertempat tinggal atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada dan mempunyai maksud untuk bertempat tinggal di Indonesia

b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. c) Warisan yang belum terbagi

Subjek Pajak luar negeri :

a) Badan Perwakilan

b) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

c) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh menteri keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain yang


(40)

d) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh menteri keuangan dengan syarat bukan Warga Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untk memperoleh penghasilan di Indonesia.

Yang tidak termasuk objek pajak :

a) Bantuan atau sumbangan b) Harta hibahan

c) Warisan

d) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa dan lain-lain. e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima dalam bentuk natura atau kenikmatan dari pemerintah.

f) Laba dari perseroan komanditir yang modalnya tidak terbagi atas saham. g) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badabn sebagai pengganti

atau sebagai pengganti penyertaan modal.

h) Iuran yang diterima dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.

i) Penghasilan yang diperoleh dari perusahaan modal ventura berupa pembagian laba dari badan pasangan usaha yang didrikan di Indonesia.


(41)

5. Pengertian Penagihan Pajak

Menurut Rochmat Soemitro, (dalam Hadi, 1988;67) diartikan bahwa penagihan adalah perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak.

Menurut Moeljo Hadi, (1988;67) mengemukakan ada empat unsur penagihan : a) Serangkaian Tindakan

Yaitu bahwa penagihan dilakukan tahap demi tahap dari diterbitkan surat teguran, surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan dan permohonan jadwal waktu, tempat, tanggal, bulan pelelangan pada kantor lelang negara. b) Aparatur Direktorat Jenderal Pajak

Yaitu juru sita pajak negara yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan, telah mendapat pendidikan khusus, diangkat serta telah disumpah lebih dahulu sebelum tugas.

c) Wajib pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh.

Yaitu utang pajak yang terdapat dalam surat teguran pajak (STP), surat ketetapan pajak (SKP), surat ketetapan pajak tambahan (SKPT).

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sangsi administrasi berupa bunga dan denda.

SKP (Surat ketetapan pajak) Adalah surat ketetapan yang meliputi SKPKB atau SKPKBT/SKPKLN/SKPN.


(42)

d) Menurut Undang-undang Perpajakan.

Yaitu tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan serta penagihan pajak negara dengan surat paksa.

Apabila perkataan pembayaran/penyetoran pajak dibandingkan dengan penagihan, maka perkataan pajak dimaksud bahwa aktifitas dan inisiatifnya dari wajib pajak, sedangkan perkataan penagihan pajak inisiatifnya dan aktifitasnya datang dari pihak fiskus.

6. Utang Uajak.

Adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga denda atau kenaikan tang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

7. Penanggung Pajak

Adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas paembayaran pajak, termasuk wakil menjalankan hak dan memenuhi kewajiban pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

III. Tujuan Penagihan

Adapaun tujuan penagihan pajak adalah sebagai berikut : a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perajakan :

a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) c) Surat Tagihan Pajak (SPT)


(43)

d) Memberikan kepercayaan terhadap wajib pajak akan melaksanakan hak dan kewajiban (Self Assessment)

IV. Pelaksanaan Penagihan Pajak

Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1. Penagihan pasif

dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan pajak. Adalah tindakan yang dilakukan oleh kantor pelayanan pajak (KPP) dengan cara dapat melakaukan pencatatan, pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa dan pembayaran lainnya yang dilakukan oleh wajib pajak.

2. Penagihan Aktif

Adalah penagihan pajak yang dilakukan melalui Surat Paksa diatur dalam Undang-undang Nomor.19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor.19 Tahun 2000 pasal (7) ayat (1) adalah : surat paksa diterbitkan apabila :

a) Penanggung pajak tidak melunasi hutang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenisnya.

b) Terhadap penanggung pajak telah di laksanakan penagihan seketika dan sekaligus.


(44)

c) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan sangsuran atau penundaan pembayaran pajak.

V. Dasar penagihan Pajak

Menurut Undang-undang Nomor. 16 Tahun 2000 pasal 18 (1) menyatakan bahwa surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan kurang bayar tambahan, surat keputusan pembetulan, surat keberatan, keputusan banding yang menyebabkan jumlah yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.

Setiap wajib pajak sebelum melakukan pembayaran, ia wajib mendaftarkan dirinya kepada direktorat jenderal pajak dalam wilayah wajib pajak bertempat tinggal atau berkedudukan untuk mendapatkan Nomor pokok wajib pajak dari KPP. Tugas administrasi perpajakan tidak lagi melakukan kegiatan pada tugas merampungkan atau menetepkan surat pemberitahuan pajak, guna menentukan jumlah yang terutang dan jumlah ppajak yang seharusnya di bayar pada fiskus, namun tugasnya sekarang adalah melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan dan penerapan sanksi administrasi.


(45)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN EVALUASI

1. SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 Pasal 14 (I)

Yaitu surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda.Surat tagihan pajak dikeluarkan apabila :

a. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

b. Dari hasil penelitian SPT (Surat Pemberitahuan) terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.

c. Wajib pajak dikenakan sanksi atau administrasi berupa denda atau bunga.

d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang pajak pertambahan nilai (PPN) tahun 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak atau (PKP) tetapi membuat faktur pajak atau pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi tidak membuat faktur pajak.


(46)

2. SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR (SKPKB) Undang-umdang Nomor.16 tahun 2000 Pasal 13 (1)

Yaitu surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajaknya sanksi administrasi, jumlah yang masih harus di bayar. Direktorat jenderal pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dalam hal sebagai berikut :

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaaan atau keterangan pajak yang terutang bayar.

b. Apabila surat pemberitahuan (SPT) tidak disampaikak dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan menurut undang-undang dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

c. Apabila berdasarakan hasil pemeriksaan mengenai pajak pertambahan nilai (PPN) dab pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak, tidak seharusnya dikenakan tarif 0 %.

3. SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR TAMBAHAN Udang-undang Nomor.16 Tahun 2000 Pasal 15 (1)

Surat Paksa yaitu surat perintah dengan paksa kepada penanggung pajak untuk membayar pajak.


(47)

A. Dari segi isinya

a) Berkepala kata-kata “Atas nama keadilan” yang dengan undang-undang yang bunyinya yaitu “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” b) Nama wajib pajak, keterangan cukup tentang alas an yang menjadi dasar

penagihan, perintah membayar.

c) Dikeluarkan atau ditanda tangani oleh pajak yang berwenang. B. Dari segi karekteristik

a) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dan putusan hakim dalam perkara. b) Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

c) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak. d) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan atau penyanderaan.

Apabila pajak yang masih harus dibayar, tidak dilunasi dalam jangka waktu 1x24 jam sesudah tanggal jatuh pemberitahuaan surat paksa maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) segera menerbitkan surat sita, kendatipun wajib pajak belum juga melunasi hutang pajaknya, maka lewat 10 hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melakukan penyitaan, kepala (KPP) mengajukan permintaan jadwal waktu dan tempat pelelangan ke kantor lelang negara setempat.

Sistem self assessment adalah salah satu sistem pemungutan pajak dimana

wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu wajib pajak dan fiskus. Sistem ini telah dilaksakan secara efektif pada tahun 1984 (atas dasar perombakan perundangan-undangan


(48)

kepada wajib pajak untuk menghitung, memungut, membayar, dan melapotkan sendiri jumlah pajak terutang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakn.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sebelum sistem ini, di indonesa diberlakukan sistem Offical Assessment. Namun, sistem tersebut tidak efesien, dan menimbulkan kecenderungan masyarakat Wajib pajak kurang bertanggung jawab, dan sering terjadi perlawanan pajak dengan cara menghindar dari kewajiban perpajakannya. Dengan menyadari kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh sistem-sistem tersebut, malka kita sekarang menggunakan sistem Self Assessment.

Hal penting yang mempengarui keberhasilan sistem Self Assessment adalah tingkat kepatuhan wajib pajak. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak berdasarkan sistem self assessment adalah :

1. Adanya kepastian hukum

2. Perhitungan sederhana dan mudah dimengerti oleh wajib pajak 3. Lebih mencerminkan asas keadilan dan merata

4. Memperkecil kemungkinan Wajib Pajak tidak mampu membayar pajak akibat penghitungan yang terlalu besar.

Sesuai dengan sistem self assessment yang berlaku sekarang ini wajib pajak diwajibkan untuk menghitung, melapor, serta membayar hutang pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kasalahan dalam melakukan penghitungan pajak atau wajib pajak melanggar ketentuan undang-undang perpajakan yang menyebabkan jumlah


(49)

pajak yang harus dibayar menjadi lebih besar, barulah Direktorat Jenderaj Pajak (Dirjen Pajak) menerbitkan surat Ketetapan pajak yang dapat berupa :

1. Surat Tagihan Pajak (STP)

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) 4. Surat Keputusan Pembetulan

5. Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding.

Kelima jenis yang dimaksud merupakan dasar tindakan atau sarana administrasi bagi direktorat jenderal pajak untuk melakukan penagihan pajak. Tindakan Penagihan dilakukan apabila wajib pajak tidak atau kurang membayar pajaknya yang terutang, yang besarnya dalam pelaksanaannya akan diawali dengan: a) Surat Teguran

Apabila pelaksanaan penagihan pajak diawali dengan penerbitan surat teguran setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Surat teguran tidak dapat diterbitkan apabila terhadap penanggung pajak telah disetujui untuk mengangsur ataupun menunda pembayaran pajaknya.

b) Surat Paksa

Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat 21 hari sejak tanggal diterbitkannya surat teguran, maka akan diterbitkan surat paksa.


(50)

c) Surat Pelaksanaan Melakukan Penyitaan (SPMP)

Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak surat paksa diberitahukan, maka segera akan diterbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan.

d) Kesempatan Terakhir

Dalam hal ini wajib pajak diberikan kesempatan selama 10 hari setelah jatuh tempo, untuk melunasi kewajiban-kewajibannya sebagai wajib pajak.

e) Lelang

Apabila hutang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, akan segera dilaksanakan pengumuman lelang, dan segera dilakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang.

4. Penagihan Seketika dan Sekaligus.

Dalam arti pajak suatu peristiwa atau keadaan yang mendesak dan untuk menjaga kemungkinan terjadinya sesuatu yang akan mengakibatkan pajak yang terutang tidak dapat ditagih, maka fiskus diberi wewenang untuk melakukan penagihan seketika dan sekaligus.


(51)

Keadaan ini merupakan suatu penyimpangan dari ketentuan yang diatur dalam pasal 9 ayat (3) UU NO 16 Tahun 2000 yang berbunyi :

“STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.”

Namun Fiskus dapat menyimpang dari jangka waktu 1 bulan sebagaimana disebut, dengan alasan-alasan sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat 2 UU No.16 tahun 2000 yaitu :

a) Penanggung pajak akan meninggalkan indonesia untuk selamanya- lamanya atau berniat untuk itu.

b) Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan penatausahaan atau pekerjaan yang dilakukan di indonesa.

c) Terdapat tanda- tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya.

d) Badan usaha akan dibubarkan oleh negara

e) Terjadimya penyatuan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda- tanda kepemilikan.

Logika hukum dan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana terjantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT dan


(52)

jumlah pajak yang harus dibayar bertambah dimaksud ialah dalam rangka pengenaan dan pengawasan penerimaan negara di sektor perpajakan.

Apabila urusan-urusan yang ada pada pasal 20 ayat 2 Undang-undang Nomor.16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak segera menerbitkan Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus.

Prinsip-prinsip penagihannya menyimpang dalam arti bahwa pelaksanaaanya dikakukan tanpa menyimpulkan apakah STP, SKPKB, SKPKBT telah jatuh tempo atau belum, bahkan dapat menyimoang dari jadwal waktu penagihan pajak.

5. Pengertian Juru Sita Pajak dan Tugasnya

1) Juru Sita Pajak adalah pelaksanaan tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan pembayaran

2) Tugas-tugas juru sita pajak

Menurut pasal 5 ayat 1dan 2 UU No 19 Tahun 2000 juru sita pajak bertugas : a. Peritahukan Surat Paksa

b. Melaksakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkMelaksanakan Surat Perintah penagihan seketika dan sekaligus

c. Memban surat perintah melaksanakan penyitaan.


(53)

6. Kendala-kendala yang dihadapi juru sita pajak :

a. Juru Sita tidak diperbolehkan masuk rumah

b. Juru sita tidak diperbolehkan menyita barang wajib pajak

c. Wajib pajak atau wakilnya tidak mau mendatangani beruta acara sita d. Pembuktian barang-barang yang bukan milik wajib pajak.

7. Penyitaan terhadap barang-barang wajib pajak atau penanggung pajak.

Penyitaan adalah serangkaian indakan untuk mengambil atau menyimpan dibawah pengawasannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak bergerak untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Barang-barang wajib pajak yang boleh disita :

1) Barang gerak yang boleh disita antara lain :

a) Semua barang yang ada di dalam rumah penanggung pajak b) Semua barang gerak yang ada di toko penanggung pajak

c) Semua barang gerak yang ada di tempat usaha penanggung pajak d) Semua barang gerak yang ada di kantor penanggung pajak 2) Barang tak gerak yang boleh disita :

a) Rumah tinggal, bangunan kontor, bangunan perusahaan, gudang, dan sebagainya, baik yang disewakan maupun yang dikontrakkan kepada yang orang lain.


(54)

Barang-barang wajib pajak yang tidak boleh disita (dikecualikan) 1) Barang-barang yang tidak boleh disita :

a) Tempat tidur beserta perlengkapannya dari penanggung pajak b) Perlengkapan penanggung pajak dan yang bersifat dinas c) Alat-alat pertukangan yang termasuk usaha penanggung pajak

d) Persediaan makanan dan minuman untuk satu bulan yang berada dirumah e) Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanangung pajak f) Ternak yang semata-mata dipergunakan untuk semata-mata untuk

menjalankan perusahaan penanggung pajak

8. Penjualan Dengan Lelang

Pengertian Lelang

Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan dengan cara penawaran naik atau turun dan tertulis melalui usaha mengumpulkan orang.

Persiapan Melakukan Lelang

1) Permintaan Jadwal Waktu Tempat Pelelangan

Jika setelah 10 hari sejak tanggal Surat Perintah melakukan Penyitaan (SPMP) wajib pajak belum juga melunasi utang pajak maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mengajukan permintaan penetapan tanggal dan tempat pelelangan, kepada kantor lelang negara setempat.

2) Pengeluaran Surat Pemberitahuan akan dilakukan pelelangan.

Apabila waktu dan tempat pelelangan sudah ditentukan oleh juru sita pajak harus mempersiapkan segala sesuatunya untuk pelelangan tersebut antara lain :


(55)

a) Surat Teguran b) Surat Paksa

c) Laporan Surat Paksa

d) Surat Pemberitahuan akan dilakukan Penyitaan e) Surat Perintah Melakukan penyitaan

f) Berita Acara Pelaksanaan Sita

g) Pemberitahuan Penyetoran Barang Gerak atas nama wajib pajak h) Permintaan Jadwal waktu dan tempat Pelelangan

i) Surat Pembeeritahuan akan dilakukan Pelelangan j) Bukti-bukti Pemilikan daru barang yang disita

k) Daftar Perincian untang pajak terdiri dari : paokok pajak, bunga atau denda dan biaya Penagihan.


(56)

JADWAL WAKTU PELAKSANAAN

JADWAL WAKTU PELAKSANAAN

PENAGIHAN PAJAK

SKPKB/SKPKBT/STP/SK

Pembetulan / SK Keputusan Banding / Putusan Banding

SURAT TEGURAN

Waktu 7 hari setelah Jatuh Tempo

SURAT PAKSA

Waktu 21 hari sejak tanggal diterbitkannya

Surat Teguran

DIADAKAN PELAKSAAN LELANG OLEH

Pejabat Lelang waktu 14 hari sejak Tanggal

Pengumuman Lelang

PENGUMUMAN LELANG

Waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan

Penyitaan

KESEMPATAN TERAKHIR

Waktu 10 hari sejak SPMB Diterima

SURAT PERINTAH

Pelaksanaan Waktu 2 x 24 jam

sejak surat paksa diberitahukan


(57)

9. Pelaksanaan Penagihan Pajak dilakukan sebagai berikut :

a. KP. RIKPA 4.7 dikeluarkan apabila dipenuhi salah satu urusan sebaimana tercantum dalam pasal 20 undang-undang nomor 16 tahun 2000.

b. KP. RIKPA 4.7 dikeluarkan tanpa memperhatikan apakah STP/ SKPKB/ SKPKBT/ SK. Pembetulan / SK. Keberatan / Putusan banding wajib pajak telah lewat jatuh tempo atau belum.

c. KP. RIKPA 4.7 dapat dikeluarakan tanpa memperhatikan apakah telah diberikan Surat Teguran (KP. RIKPA 4.6 atau belum).

d. Perkataan “Seketika dan Sekaligus” Mengandung pengertian bahwa seluruh utang pajak harus dilunasi atau sekaligus dalam waktu yang bersama sebagaimana yang ditentukan dalam KP. RIKPA 4.7.

e. Istilah Seketika dan Sekaligus dan diartikan bahwa penagihan itu harus dilakukan dalam waktu 2 x 24 jam sejak disampaikan pada waktu pajak dilunasi.

f. Sejalan dengan itu, apabila wajib pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejakl KP. RIKPA 4.7 disampikan pada wajib pajak, belum juga melunasi utang pajaknya, maka segera akan dilakukan tindakan penagihan dengan surat paksa.

g. Dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah disampaikan surat paksa utang pajak belum juga dilunasi oleh wajib pajak, maka Seketika itu juga Kontor Pelayanan Pajak menyelesikan SPMP ( surat pelaksanaan melakukan penyitaan )dan apabila jangka waktu 2 x 24 jm telah melaksakan penyitaan dengan disaksikan 2 orang saksi.


(58)

h. Berita Acara pelaksanaan Sita segera dibuat, ditandatangani oleh juru sita pajak dan para saksi ikut menandatangani serta wajib pajak.

i. Apabila dalam waktu 2 x 24 jam sesudah dibuat berita acara pelaksanaan sita, utang pajak belum juga dilunasi, maka kepala kantor pelayanan pajak segara mengajukan permintaan jadwal waktu dan tempat Pelelangan kepada kepala kantor lelang negara setempat, dengan permintaan khusus agar terhadap kasus ini diberikan prioritas utama berkaitan dengan keadaan yang mendesak.

j. Setelah dokumen-dokumen yang diperlukan lengkap diserahkan kepada kantor lelang negara, maka kepala KPP diberitahukan pelaksanaan lelang.

k. Sebelum dilakukan pelaksanaan lelang, terlebih dahulu dilakukan pengumuman lelang sesuai dengan prosedur yang berlaku.

10. Kendala dalam Penagihan Pajak

Tunggakan pajak semakin hari semkin membesar seiring lajunya tingkat pemeriksaan sedangkan tingkat pencairan masih rendah. Akumulasi tunggakan sejak tahun 1983 dan sebelumnya sampai akhir tahun 2007 diperkirakan mencapai angka 12 triliyun lebih. Pengurangan tunggakan pajak dapat terjadi karena adanya beberapa 1. SK Pembetulan / SK Keberatan / Putusan Banding.

2. Pembayaran utang pajak. 3. Penghapusan Piutang Pajak.


(59)

Terhadap penghapusan piutang pajak, disebabkan wajib pajak meninggal dunia, tidak meninggalkan harta warisan, wajib pajak tidak dapat ditemukan lagi, wajib pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi serta dalawuarsa penagihan, ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi serta melalui hasil penelitian setempat dan penelitian administrasi tentang dalawuarsa penagihan.

Tindakan penagihan selalu tidak dapat dilakukan secara tuntas dan konsisten dan sering berhenti pada tinggkat Surat Paksa saja. Adapun kendala-kendala yang dihadapi bersifat klasik baik berupa bersifat eksternal (yang datang dari luar juru sita) maupun bersifat internal (yang berrsifat dari diri Juru sita).

1. Kendala Eksternal

a. Masalah kesadaran wajib pajak untuk membayar utang pajak masih rendah.

Tingkat Kesadaran wajib pajak untuk membayar utang pajak masih rendah, Walaupun sistem perpajakan kita telah menganut sistem “self assessment” namun tingkat kesadaran wajib pajak untuk melaksanakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak tepat waktu masih rendah sekali. Hal ini dapat kita lihat apabila dilakukan pemeriksaan, penelitian maupun pengawasan terhadap pembayaran masa atau anggsuran bulanan sering ditemukan hal-hal yang tidak benar, seperti tidak menyetor sebaigaimana mestinya, menunda pembayaran, memperkescil perhitungan dengan mengurangi omzet, sehingga deterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Terhadap utang pajak tersebut wajib pajak masih juga menunda pembayaran, dengan berbagai alasan seperti sedang mengajukan atau putusan banding belum diterima,


(60)

terhadap hasil pemeriksaan tersebut, namun pada saat pembayaran wajib pajak menghindar dan mencari dalih.

b. Alamat Wajib Pajak / penanggung pajak tidak dikenal / wajib pajak pindah berdomisili tidak memberitahukan.

Masalah ini merupakan penyebab yang paling menonjol sehingga tidak dapat dilakukannya pencairan tunggakan. Hal ini sering terjadi disebabkan :

1) Pada saat penetapan dilakukan oleh seksi terkait dari hasil pemeriksaan sederhana kantor atau dari buku pengawasan pembayaran masa, ternyata datanya tidak up tu date. Pada saat Surat Ketetapan Pajak (SKP) dikeluarkan wajib pajak sudah tidak ada lagi / pindah domisili /tidak dikenal / sudah tidak efektif lagi.

2) Setelah SKP dikeluarkan sebagai hasil pemeriksaan, sedangkan penagihan belum dilakukan atau sering berlarut-larut, sehingga wajib pajak sudah pindah alamat atau domosili, tanpa memberitahu. Petugas tidak bisa memantau wajib pajak karena memang tidak pumya organ seperti kaki, kuping, mata, layaknya seperti petugas luar. Mungkin saatnya mulai perlu memikirkan petugas intelijen atau seksi intelijen sebagai Sub Direktorat Penyelidikan, seperti yang dimiliki oleh ABRI maupun aparat kejaksaan. Hal ini sekaligus untuk mengantisifasi memasuki era perdagangan bebas, dimana semua akan lebih canggih termasuk kejahatan dibidang ekonomi dan perpajakan.

3) Kesulitan mengidentifikasi objek pajak

Untuk melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sampai tindakan sita dan lelang, selalu terbentur pada objek sita, harta kekayaan wajib pajak sudah


(61)

tidak ditemukan lagi atau sudah dipindahtangankan. Berkenaan dengan hal tersebut untuk memudahkan penagihan pajak dengan Surat Paksa diharapkan kepada tim pemeriksa untuk melengkapi Lembar Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan kekayaan wajib pajak dengan lengkap dan rinci, kondisi harta tersebut serta dimana keberadaannya (sesuai SE.07/PJ.75.1994, tanggal 11 Mei 1994).

4) Penetapan Pajak tidak tepat waktu.

Hal ini sering terjadi dimana pemeriksaan terhadap wajib pajak untuk masa pajak 4 atau 5 tahun kebelakang (saat wajib pajak masih maju) tapi pada saat Surat Ketetapan Pajak (SKP) diterbitkan sudah tidak bisa dicairkan, karena kemampuan wajib pajak umtuk membayar sudah tidak ada, disebabkan :

a. Usaha wajib pajak telah mengaalmi kemunduran dibandingkan dengan kondisi atau 5 tahun yang lalu.

b. Wajib Pajak tutup usaha atau pailit.

c. Wajip Pajak Orang Pribadi telah meninggal dunia.

Penulis teringat saat pertama kali belajar pajak dengan filosofi dasar perpajakan yang masih relevan untuk dianut yaitu : TRI DARMA PERPAJAKAN

1) Mencukupi semua Subjek Pajak secara merata dan adil 2) Pengenaan semua objek pajak yang seharusnya

3) Pembayaran dan penagihan dilakukan tepat pada waktunya. 5) Adanya interfensi dari pahak ketiga.


(62)

ketiga yang terpengaruh umtuk meminta menunda waktu pelaksanaan lelang dan sebaigainya. Sehingga dalam pelaksanaan sangat signifikan bahwa juru sita pajak perlu mendapat dukungan dari atasan.

2. Kendala Internal

a. Kesiapan Jurusita pajak

Keterbatasan sumber daya manusia yang tersedia sehingga mempengarui kuantitas maupun kualitas yang ada. Jumlah petugas Jurusita pajak masih belum mencukupi dibandingkan volume kerja dan jumlah wajib pajak, kinerja Jurusita pajak masih bisa dioptimalkan mungkin waktunya untuk memikirkan kembali agar Jurusita Pajak menjadi jabatan fungsional sehingga lebih tangguh, trampil dan profesional sehingga Jurusita Pajak tidak memikirkan lagi kapan mutasi atau kapan dipromosikan.

b. Mobilitas sarana yang masih kurang mendukung

Keterbatasan sarana penunjang dalam melaksanakan tugas penagihan di lapangan karena keterbatasan dana / perlengkapan yang tersedia. Hal tersebut memang dirasakan perlu untuk dilengkapi dengan mobil dinas Jurusita Pajak, pakaian seragam Jurusita Pajak, tujuannya ntuk mendorong semangat, disiplin yang kuat dan tanggung-jawab yang tinggi.


(63)

11. Peranan Penagihan Yang Dilakukan Oleh Kantor Pelayanan Pajak Binjai Terhadap peningkatan Penerimaan Negara.

Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belu dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian secara umum penerimaan pajak semakin meningkat. Oleh karena itu terhadap penunggak pajak perlu dilaksanakan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.

Di era reformasi yang sedang didengungkan sekarang ini dan dengan pembaharuan disektor hukum, hal ini merupakan momentum yang sangat baik umtuk segera melaksanakan tindakan penagihan pajak sebaik-baiknya, dengan tetap memperhatikan kualitas penagihan yang sesui dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dilandasi dengan integritas yang tinggi. Dengan demikian aplikasi Undang-undang Penagihan pajak dengan Surat Paksa diharapkan menjadi semakin luas dalam rangka menunjang pengumpulan dana pembangunan.

Masyarakat harus menyadari, fasilitas yang dinikmati selama ini berasal dari Wajib Pajak yang selalu membayar pajak sesuai dengan keuntungan yang diterimanya.

Sudah masyarakat sudah memahaminya, maka akan tumbuh kesadaran umtuk menyampaikan laporan pajak tepat pada waktunya. Pajak yang dibayar itu pada


(64)

akhirnya juga untuk kepentingan bersama, misalnnya untuk pembangunan, perbaikan jalan, dan sebagainya.

Penerimaan yang diandalkan untuk membantu mengamankan rencana penerimaan yaitu dari PPh Orang Pribadi, dan pencairan tunggakan pajak. Bukan berarti penerimaan dari sektor PPN tidak membantu. Sebenarnya penerimaan PPN cukup baik, hanya restitusinya besar sekali. Restitusi PPN yang cukup besar berasal anak perusahaan Pertamina sekitar Rp 100 miliar. Bahkan restitusi secara keseluruhan mencapai sekitar Rp 770 miliar, termasuk dari PPh.

Kegiatan penagihan yang telah dilaksanakan cukup baik. Hal itu dapat dilihat dari gencarnya pelaksanaan lelang yang telah dilakukan.

Jadi pencairan tunggakan pajak merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksaan tugas dari aparat pajak dalam rangka meningkatkan penerimaan neagra. Kalau dari hasil pelaksanaan pemeriksaan lengkap maupun sederhana tidak bisa dicairkan, maka sia-sia usaha tersebut.


(65)

(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Pelaksanaan Tahapan Penagihan Pajak antara lain : a) Surat Teguran

b) Surat Paksa

c) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) d) Lelang.

Pelakasanaan Penagihan Pajak diawali dengan Surat Teguran, setelah 7 hari sejak saat setelah jatuh tempo pembayara. Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah 21 hari sejak tanggal diterbitkannya Surat Teguran, apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak surat paksa, maka segera akan diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Apabila hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah 14 hari sejak tanggal penyitaan, akan segera dilakukan Pengumuman Lelang, dan segera dilakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang.


(67)

2. Modernisasi Administrasi Perpajakan

Modernisasi adalah Reformasi Administrasi Perpajakan secara berkesinambungan Inti Modernisasi : Perubahan Paradigma

Eksternal :

a) Penguasa menjadi Pelayanan Masyarakat b) Kompleks menjadi Sederhana

c) Tertutup menjadi Terbuka

d) Sulit (birokratis) menjadi Mudah (client oriented) Internal :

a) Perubahan Budaya dan Nilai Organisasi b) Perubahan Pola Kerja dan Hidup Pegawai c) MSDM berbasis Kompetensi dan Kenerja

d) Good Governance : Zero Tolerance For Corruption.

3. Kendala-kendala Penagihan Pajak

Kendala yang dihadapi dalam hal Penagihan Pajak oleh juru sita : a) Kendala Exsternal (yang datang dari Juru Sita) :

1) Masalah Kesadaran wajib pajak untuk membayar utang pajak masih rendah. Pada saat wajib pajak dilakukan pemeriksaan oleh aparat pajak, sering ditemukan hal-hal yang tidak benar, seperti tidak menyetor sebaimana mestinya, menunda pembayaran, memperkecil perhitungan dengan mengurangi omzet dan pada saat pembayaran


(68)

wajib pajak selalu menghindar dan mencari dalih agar tidak mau membayar pajak.

2) Alamat wajib pajak selalu berpindah-pindah tidak memberitahukan. Pada saat pemeriksaan sering seksi penagihan kewalahan dalam hal pemeriksaan desebabkan karena wajib pajak dalam hal pindah tidak memberitahukannya.

3) Kesulitan Mengidentifikasi Objek Surat Paksa

Untuk melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa sampai tindakan sita dan lelang, selalu terbentur pada objek sita, harta kekayaan wajib pajak sudah tidak ditemukan lagi atau sudah dipindahtangankan.

4) Penetapan Pajak tidak tepat waktu

Hal ini yang menjadi tolak ukur wajib pajak karena pada saat wajib pajak untuk membayar sudah tidak ada, disebabkan usaha wajib pajak setelah mengalami kemunduran, wajib pajak tutup usaha, wajib pajak orang pribadi telah meninggal.

4. Peranan Penagihan yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak terhadap penerimaan pajak.

Penagihan harus teliti dalam hal pembaharuhan disektor hukum, hal ini merupakan momentum yang sangat baik untuk segera melaksanakan penagihan dengan baik, dengan tetap memperhatikan kualitas penagihan dari aparat pajak sesui dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencairan


(69)

tunggakan pajak yang dilakukan penagihan merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan tugas dari aparat pajak dalam rangka penerimaan negara.

B. SARAN

1) Fiskus agar meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui upaya penyuluhan-penyuluhan.

Uasaha-usaha yang dilakukan adalah penyampaian informasi melalui media : a) Elektronik (telivisi, radio)

b) Surat kabar, majalah, buku-buku c) Lembaga-lembaga pendidikan

d) Membuka situs pajak (www.pajak.go.id) e) Mengadakan Pameran

f) Toko masyarakat, agama (yang mengerti dan memahami tentang perpajakan)

Hal inilah yang harus gencar-gencar dilakukan fiskus dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat.

2). Perlunya meningkatkan tingkat profesionalisme/Etika yang tinggi dari jajaran penagihan khusus

Sebagai tugas penagihan hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat kualitas pengetahuan tentang penagihan yang harus dipegang oleh aparat pajak. Jajaran penagihan pajak harus kode etik dalam hal melaksanakan tugasnya, jangan asal melaksanakan tugas sedangkan pelayanan publiknya kurang memuaskan.


(70)

3). Saat ini perlu dilakukan suatu strategi cara penagihan pajak yang tidak saja dilakukan dengan cara konvensional, akan tetapi perlu juga dilakukan prioritas dengan melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan penanggung pajak berupa surat-surat berharga seperti : deposito, tabungan, tanah serta surat-surat berharga lainnya berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.

4) Hal yang penting adalah sebagai masyarakat, kita harus memahami betapa pentingnya pembayaran pajak yang dimana hasil dari pembayaran dapat digunakan untuk kepentingan orang banyak.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Pelaksanaan Tahapan Penagihan Pajak antara lain : a) Surat Teguran

b) Surat Paksa

c) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) d) Lelang.

Pelakasanaan Penagihan Pajak diawali dengan Surat Teguran, setelah 7 hari sejak saat setelah jatuh tempo pembayara. Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah 21 hari sejak tanggal diterbitkannya Surat Teguran, apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak surat paksa, maka segera akan diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Apabila hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah 14 hari sejak tanggal penyitaan, akan segera dilakukan Pengumuman Lelang, dan segera dilakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang.


(2)

2. Modernisasi Administrasi Perpajakan

Modernisasi adalah Reformasi Administrasi Perpajakan secara berkesinambungan Inti Modernisasi : Perubahan Paradigma

Eksternal :

a) Penguasa menjadi Pelayanan Masyarakat b) Kompleks menjadi Sederhana

c) Tertutup menjadi Terbuka

d) Sulit (birokratis) menjadi Mudah (client oriented) Internal :

a) Perubahan Budaya dan Nilai Organisasi b) Perubahan Pola Kerja dan Hidup Pegawai c) MSDM berbasis Kompetensi dan Kenerja

d) Good Governance : Zero Tolerance For Corruption.

3. Kendala-kendala Penagihan Pajak

Kendala yang dihadapi dalam hal Penagihan Pajak oleh juru sita : a) Kendala Exsternal (yang datang dari Juru Sita) :

1) Masalah Kesadaran wajib pajak untuk membayar utang pajak masih rendah. Pada saat wajib pajak dilakukan pemeriksaan oleh aparat pajak, sering ditemukan hal-hal yang tidak benar, seperti tidak menyetor sebaimana mestinya, menunda pembayaran, memperkecil perhitungan dengan mengurangi omzet dan pada saat pembayaran


(3)

wajib pajak selalu menghindar dan mencari dalih agar tidak mau membayar pajak.

2) Alamat wajib pajak selalu berpindah-pindah tidak memberitahukan. Pada saat pemeriksaan sering seksi penagihan kewalahan dalam hal pemeriksaan desebabkan karena wajib pajak dalam hal pindah tidak memberitahukannya.

3) Kesulitan Mengidentifikasi Objek Surat Paksa

Untuk melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa sampai tindakan sita dan lelang, selalu terbentur pada objek sita, harta kekayaan wajib pajak sudah tidak ditemukan lagi atau sudah dipindahtangankan.

4) Penetapan Pajak tidak tepat waktu

Hal ini yang menjadi tolak ukur wajib pajak karena pada saat wajib pajak untuk membayar sudah tidak ada, disebabkan usaha wajib pajak setelah mengalami kemunduran, wajib pajak tutup usaha, wajib pajak orang pribadi telah meninggal.

4. Peranan Penagihan yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak terhadap penerimaan pajak.

Penagihan harus teliti dalam hal pembaharuhan disektor hukum, hal ini merupakan momentum yang sangat baik untuk segera melaksanakan penagihan dengan baik, dengan tetap memperhatikan kualitas penagihan dari aparat pajak sesui dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencairan


(4)

tunggakan pajak yang dilakukan penagihan merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan tugas dari aparat pajak dalam rangka penerimaan negara.

B. SARAN

1) Fiskus agar meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui upaya penyuluhan-penyuluhan.

Uasaha-usaha yang dilakukan adalah penyampaian informasi melalui media : a) Elektronik (telivisi, radio)

b) Surat kabar, majalah, buku-buku c) Lembaga-lembaga pendidikan

d) Membuka situs pajak (www.pajak.go.id) e) Mengadakan Pameran

f) Toko masyarakat, agama (yang mengerti dan memahami tentang perpajakan)

Hal inilah yang harus gencar-gencar dilakukan fiskus dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat.

2). Perlunya meningkatkan tingkat profesionalisme/Etika yang tinggi dari jajaran penagihan khusus

Sebagai tugas penagihan hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat kualitas pengetahuan tentang penagihan yang harus dipegang oleh aparat pajak. Jajaran penagihan pajak harus kode etik dalam hal melaksanakan tugasnya, jangan asal melaksanakan tugas sedangkan pelayanan publiknya kurang memuaskan.


(5)

3). Saat ini perlu dilakukan suatu strategi cara penagihan pajak yang tidak saja dilakukan dengan cara konvensional, akan tetapi perlu juga dilakukan prioritas dengan melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan penanggung pajak berupa surat-surat berharga seperti : deposito, tabungan, tanah serta surat-surat berharga lainnya berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.

4) Hal yang penting adalah sebagai masyarakat, kita harus memahami betapa pentingnya pembayaran pajak yang dimana hasil dari pembayaran dapat digunakan untuk kepentingan orang banyak.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Siahaan, Marihot P, 2004 Utang Pajak, Permohonan Kewajiban dan Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soemitro, Rochmat, 1998 Asas dan Dasar Perpajakan 2, PT. Eresco, Bandung.

Waluyo, 2000 Perubahan Perundang-Undangan Perpajakan Era Reformasi, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Moeljo, Hadi, 1993 Dasar-dasar Penagihan pajak negara, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Early, Suandy, 2000 Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.

Keputusan Dirjen Pajak Nomor 645/PJ/2002, tentang bentuk, jenis, kode kartu,

formulir, surat-surat dan buku yang digunakan dalam pelaksanaan penagihan dengan surat paksa.

Republik IndonesiaUndang-undang Nomor 28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia Undang – undang Nomor.19 Tahun 2000, Tentang Penagihan