Mekanisme Penagihan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

(1)

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI TENTANG

MEKANISME PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI

O L E H

NAMA : RAMASARI

NIM : 072600025

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III

Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN PKLM INI DISETUJUI UNTUK

DILAKSANAKAN

OLEH:

Nama : RAMASARI

Nim : 072600025

Program Studi : Administrasi Perpajakan

Ketua Prodip III Dosen Pembimbing Supervisor Lapangan

Administrasi Perpajakan FISIP- USU

Drs. H.M. HUSNI THAMRIN., M.Si (Drs. BASTARI M.MM. BKP) (SYAM EKO NUGROHO)

NIP.

DEKAN FISIP- USU

Prof. Dr. M. ARIF NASUTION, MA. NIP. 131 757 01


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOASIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini di Presentasikan di depan Panitia Penguji PRODIP III Administrasi Perpajakan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas Sumatera Utara.

Hari : Senin Tanggal : Pukul :

Tim Majelis Penguji

Ketua : Anggota :


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT. Karena Rahmat dan Karunianya Penulis dapat menyusun Tugas Akhir ini.

Dalam Penulisan Laporan ini Penulis Mengambil Judul

“Mekanisme

Penagihan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai”

. Penyusunan Laporan ini merupakan salah satu tugas akhir guna melengkapi persyaratan menyelesaikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam Penulisan ini juga Penulis telah banyak mendapat pengarahan dan bimbingan sehingga Laporan ini dapat disusun dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution , M. A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. H. M. Husni Thamrin Nasution, Msi, selaku Kepala Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

3. Bapak Drs. Bastari M, MM, BKP, Sebagai Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk kepada Penulis dalam menyelesaikan Laporan ini.


(5)

4. Bapak Syam Eko Nugroho, selaku Supervisor lapangan di Seksi Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai yang telah membantu Penulis dalam memberikan Data dan Informasi.

5. Seluruh Dosen, Asisten Dosen dan semua Staf Pengajar , serta Pegawai yang sudah mengajar dan membantu Penulis selama ini.

6. Terkhusus buat kedua Orang Tua Penulis, karena Tugas Akhir ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan Do’a Restunya.

7. Buat adik aq0e yang atu ntue Khe_noy( Rhie_ae_nhae) bener-bner ea kuliah na…… jangan Maen2 aja,,, jadilah anak yang berbaktie kepada ke Dua Orang Tua qita.

8. And Terkhusus Lagie, buat ayank Aque “Prasetyo Wibowo (b0wo NieZ” thanx Ea Yank atas Perhatiannya, motivasi, Dorongan, Nasehat, Do’a and Kasih chayank Nya, Plust Juga dah Mau ngetikan Mpe Tugas Akhir nieh Celesai…cexali age thank ea chayank,,,mmmuaacchhh(hehe ^_^ ).

9. Buat sohib terdekat aqoe Bundhae( Tha_THOk), Makrang/Mama Rangga( Indah), Kocik(Lisha), Mami Novhenk (Nova) Thank’s Ea Flen atas Perhatian Dukungan And Motivasinya.( jangan lama-lama Married Nya, kecuali Indah Jaga baik2 ya Ponakan aq yang atu ntu…sie Rangga and Papa nya juga sayangi and jangan berantem2 lagi ea jadilah keluarga yang SaQinah, Mawaddah and Warahmah…hohoho..


(6)

10.Buat teman-teman Stambuk 2007, Jurusan Administrasi Perpajakan. Senang and Susah nya waktu mengikuti Perkuliahan Kita hadapi bersama-sama demi Cita-Cita kita, (Tha2, Indah, Lisha, Nova, Rati, Sinar, Nola, Lely, Naily, Nazly, Mona, Agung, Heru, Fadly (Che-Bonk), Bayu, surya_kuya dll). Buat teman-teman yang belum disebutin , Sorrie Eah Ngak bisa disebutin satu Per Atu namanya, abiez na kita buanyak Buanget Cieh….

11.Kakak-Kakak Senior dan Adik-Adik Junior Administrasi Perpajakan yang namanya tidak bisa di sebutin satu persatu, yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan semangat bagi Penulis.

12.Buat bang Faisal Makacie yah atas Bantuan nya selama ini, trozzzz juga kapan Lagi Nie bang Mau Married Na dah Ngk Sabar nie Pengen Poenya Ponakan Baru lagie,,,

13.Buat Titin (Tin_che) and kak Lily yang ada di Ring_Road SSC klen dua Lucu-Lucu uga and Muet2 Uga ea Law Buat Bcanda and Ejek2 an…hihihi APA AGE TIEN_CHE yang cuka kekeh ajah Kerja Nya,,,hahaha.

Semoga Allah SWT memberikan Rahmat dan Hidayah_Nya kepada kita semua sehingga kita termasuk Orang-Orang yang Mencintai Ilmu Pengetahuan. Penulis berharap hasil karya yang sederhana ini dapat memperbanyak,


(7)

memperdalam, dan memperluas Khazanah Keilmuan Kita. Amin, Amin ya Rabbal Alamin….

Medan, 21 Juni 2008 Penulis

RAMASARI NIM : 072600025


(8)

DAFTAR ISI

ISI HALAMAN

Kata Pengantar ...i

Daftar isi ... ...iv

BAB I PENDAHULUAN ... …….1

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri... 1

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ...4

C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ...6

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ...6

E. Metode Pengumpulan Data ………..……….8

F. Sistematika Penulisan Laporan ……….………9

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM A. Sejarah Singkat Berdirinya KPP Pratama Binjai ……….……11

B. Struktur Organisasi ……….……….14

C. Tugas dan Fungsi Pegawai KPP Pratama Binjai ……….…17

BAB III. GAMBARAN PENAGIHAN PAJAK A. Ketentuan Umum Penagihan Pajak ……….……21

I. Dasar Hukum ………..…………... 21

II. Pengertian Pajak ………..………..……….21

III. Tujuan Pengihan………..30


(9)

V. Dasar Penagihan Pajak ……….…….31

BAB IV. ANALISIS DATA DAN EVALUASI 1. Surat Tagihan Pajak (STP) ………....………..33

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ……….….………...34

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan(SKPKBT) .…….…………35

4. Surat Paksa ………...………...35

5. Penagihan Seketika dan Sekaligus ……….………..…………...39

6. Pengertian Juru Sita Pajak dan Tugasnya ……….…….……….41

7. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Juru Sita Pajak .……….…....42

8. Penyitaan Terhadap Barang-barang Wajib Pajak atau Penanggung Pajak .…42 9. Penjualan Dengan Lelang ……….………..…44

10.Pelaksanaan Penagihan Pajak ……….…………....47

11.Kendala Dalam Penagihan Pajak ……….…….……..48

12.Peranan Penagihan yang Dilakukan Oleh KPP Pratama Binjai Terhadap Peningkatan Penerimaan Negara ……….………...53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………..56

B. Saran ……….……….59

DAFTAR PUSTAKA ………...……….………....61 LAMPIRAN


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN

MANDIRI (PKLM)

Dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri, diperlukan kesadaran masyarakat wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan membayar pajak secara jujur dan bertanggung jawab. Peningkatan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak perlu diimbangi dengan peningkatan pelayanan. Terhadap wajib pajak yang belum mematuhi kewajiban perpajakannya perlu dipertegas pelaksanaan pemeriksaan dan penerapa sanksi perpajakan demikian juga dengan sangsi pidana perpajakan dan penagihan pajak.

Sistem perpajakan yang dianut oleh negara Indonesia adalah sistem “Self Assesment”, yaitu Wajib Pajak diberi kepercayaan sepenuhnya dalam menghitung, memperhitungkan, membayar dan melapor sendiri jumlah pajak yang terutang dengan harapan penerimaan negara dari sekor pajak semakin meningkat. Fiskus sebagai pengawas dapat melakukan tindakan apabila diperoleh data-data atau ketentuan yang tidak sesuai dilaporkan wajib pajak sebagaimana semestinya (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007).

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, tercantum penyebab Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan


(11)

STP (Surat Tagian Pajak), SKPB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) jika Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar dari hasil penelitian terdapat kekurangan pajak sebagai akibat salah hitung dan wajib pajak dikenakan sanksi Administrasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

Kendala yang sering dihadapi oleh Petugas Penagihan adalah Alamat Wajib Pajak tidak dikenal atau tidak tepat, wajib pajak pindah tempat tinggal dan tidak memberitahukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai, atau juga wajib pajak menghilang tanpa jejak, serta wajib pajak yang berbelit-belit memberikan keterangan pada waktu dilakukan pemeriksaan oleh pihak wajib pajak.

Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan, maka wajib pajak dapat melakukan perhitungan atas pajak yang terutang dan apabila wajib pajak melanggar ketentuan yang diatur dalam undang-undang perpajakan, maka Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan putusan banding. Dari keenam surat diatas merupakan jalan besar tindakan atau sarana Administrasi bagi Direktorat Jenderal Pajak. Tindakan penagihan dilakukan apabila wajib pajak tidak atau kurang membayar pajak terutang.

Tunggakan pajak semakin hari semakin besar seiring lajunya tingkat pemeriksaan, sedangkan tingkat pencairan masih rendah. Kesalahan apa yang dilakukan sehingga masuk penunggak pajak. Penunggak pajak adalah mereka yang


(12)

dikirim Surat Ketetapan Pajak (SKP) berupa Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

Apabila pajak tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan, maka fiskus melakukan tindakan yang diawali dengan Surat Teguran yang dikeluarkan segera setelah 7 hari sejak saat jatuh tanggal tempo pembayaran pajak. Apabila wajib pajak belum melunasi pajaknya, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) menerbitkan Surat Paksa yang ditandatangani oleh kepala KPP yang dilakukan setelah lewat 21 hari sejak tanggal surat teguran. Kalau pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jagka waktu 1x24 jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, maka KPP segera menerbitkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP). Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi hutang pajaknya maka setelah 10 hari sejak tanggal pelaksanaan SPMP, kepala KPP mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan barang wajib pajak kepada Kantor Lelang negara setempat.

Dengan memperhitungkan dan berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melihat, mengamati, mempelajari dan memahami pelaksanaan penagihan perpajakan. Dalam penelitian yang dilakukan, penulis ingin mengetahui juga kendala atau hal yang telah dilakukan seksi penagihan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab. Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang dilakukan adalah di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.


(13)

Untuk itulah penulis ingin mengetahui lebih jauh penulisan PKLM yang berjudul “MEKANISME PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI”

B.

TUJUAN DAN MANFAAT

1. Tujuan PKLM ( Praktik Kerja Lapangan Mandiri ) Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan PKLM adalah :

1) Untuk mempelajari secara lebih mendalam prosedur pelaksanaan penagihan terhadap wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

2) Untuk mengetahui tentang kendala-kendala yang terjadi dalam penagihan pajak.

3) Untuk mengetahui peranan penagihan yang dilakuan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai terhadap penerimaan pajak.

2. Manfaat PKLM

Praktik kerja lapangan mandiri ini tentunya sangat bermanfaat bagi semua pihak, di antaranya adalah :

1. Bagi Mahasiswa

a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai prosedur tindakan penagihan pajak.


(14)

c. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan mendapatkan pengetahuan dibidang perpajakan khususnya penagihan.

d. Mengembangkan cara berpikir dan bertindak serta meningkatkan daya penalaran mahasiswa dalam penyusunan karya ilmiah.

e. Dengan pelakasanaan praktik kerja lapangan ini diharapkan mahasiswa mendapat pengetahuan dan pengalaman yang berguna dalam perwujudan pola kerja yang dihadapi setelah menamatkan studi untuk di terapkan pada dunia kerja nantinya.

2. Pihak Universitas

a. Meningkatkan hubungan antara Unversitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dengan instansi pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. b. Menjalin kerjasama yang baik antara pihak Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Binjai dengan Perguruan Tinggi khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

c. Sebagai sarana untuk mendapat masukan dalam perbaikan dan penyempurnaan kurikulum yang berlaku di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

3. Pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai

a. Memberikan sumbangan pikiran serta saran yang dipandang perlu bagi kemajuan dan kemudahan bagi pihak-pihak yang memerlukan terutama Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.


(15)

b. Sebagai sarana untuk melihat kemampuan mahasiswa yang bersangkutan dengan tanggung jawab dan kerja sama yang baik

c. Peningkatan kerjasama yang lebih baik antara pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dengan pihak Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

d. Membantu pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dalam hal sosialisasi Perpajakan kepada masyarakat wajib pajak melalui mahasiswa peserta PKLM yang akan mengabdikan ilmu Perpajakan kepada masyarakat.

C.

RUANG LINGKUP

Dalam laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, yang menjadi ruang lingkup penulisan adalah :

1. Latar belakang terjadinya prosedur pelaksanaan Penagihan. 2. Ketentuan pelaksanaan dan Dasar Hukum Penagihan Pajak

3. Proses tahapan Penagihan Pajak yangdilaksakan oleh wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

D.

METODE PKLM

Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :


(16)

1. Tahap Persiapan

Di dalam tahap ini penulis akan melakukan lebih kurang selama 2 bulan di mulai dari penentuan PKLM, pengajuan judul, penentuan judul mencari bahan proposal, konsultasi dengan dosen, serta proses administrasi untuk melakukan PKLM.

2. Studi Literatur

Di dalam tahap ini yang akan dilakukan oleh Penulis adalah mencari dan mengumpulkan data-data dari berbagai sumber seperti buku-buku, undang-undang, peraturan-peraturan, majalah dan koran yang dapat dijadikan referensi dan literatur yang ada kaitannya dengan penulisan laporan Penagihan.

3. Observasi Lapangan

Untuk memperoleh data-data yang aktual dan terpercaya maka penulis mengumpulkan bahan laporan dengan mengadaan riset ke lapangan, tempat mengadakan Praktik Kerja Lapangan yang dimulai dari mencari Key Person, yang mengetahui tentang Pelaksanaan Penagihan Pajak.

4. Pengumpulan Data

Di dalam tahap ini penulis mengumpulkan data melalui data dokumentasi di mana penulis meminta dokumen yang berhubungan dengan objek PKLM. Dokumen tersebut berupa struktur organisasi, data-data tentang penunggak pajak dan lain-lain.

Data Primer : data yang diperoleh dari pihak yang memehami dan menguasai objek kajian Praktik Lapangan Mandiri.


(17)

Data Sekunder : data yang diperoleh dari referensi-referensi ilmiah yang mendukung Praktik Lapangan Kerja Mandiri.

5. Analisa Data dan Evaluasi

Analisa data dalam PKLM ini dilakukan secara deskriptif yang dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang di selidiki dengan menggambarkan atau mendiskusikan keadaan subjek atau objek PKLM secara sistematis, aktual dan akurat berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

E.

Metode Pengumpulan Data

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan dalam pelaksanaan PKLM. Penulis menggunakan beberapa metode yakni :

a. Daftar Pertanyaan

Dalam metode ini penulis mencari dan mengumpulkan data dan keterangan dengan melakukan tanya jawab kepada petugas yang mengetahui dan memahami permasalahan dalam penulisan ini.

b. Daftar Observasi

Studi yang dilakukan dengan pengamatan langsung atau kegiatan yang dilakukan dalam pencatatan terhadap tiap fenomena yang menjadi objek praktik.


(18)

Studi yang dilakukan dengan pengumpulan data-data yang berkenaan tentang penagihan pajak.

F.

SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam laporan pelaksanaan PKLM ini penulis menguraikan penulisan tersusun secara sistematika. Adapun sistematika yang akan dilakukan dalam penulisan laporan PKLM ini adalah sebagai berikut :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Di dalam bab ini penulis menguraikan hal-hal yang menjadi latar belakang PKLM, tujuan, dan manfaat PKLM, ruang lingkup, metode PKLM, dan sistematika penulisan laporan.

BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

Penulis menjelaskan gambaran umumobjek/lokasi PKLM, sejarah singkat, visi dan misi, serta struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

BAB III : GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN

MANDIRI

Pada bab ini penulis membahas mengenai ketentuan, tata cara atau prosedur Penagihan dan tata cara pelaksanaan di Kantor Pelayanan Pajak Binjai.


(19)

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini berisi analisa penulis dan pembahasan-pembahasan mengenai Mekanisme Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak Binjai. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini terdiri dari dua hal kesimpuan dan saran. Kesimpulan merupakan intisari yang mencakup seluruh objek pembahasan yang dibahas dalam PKLM. Sedangkan saran merupakan hal-hal, ide-ide, atau gagasan yang harus dilakukan dalam melaksanakan solusi atas masalah yang dibahas dari objek pembahasan yang terdapat dalam laporan pelaksanaan PKLM.


(20)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA

LAPANGAN MANDIRI (PKLM

)

A.

Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Binjai

Sebelum tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai bernama Kantor Inpeksi Pajak Medan . Sejak tanggal 1 Juni 1976 Kantor Inpeksi Pajak dipecah pemerintah menjadi 2 bagian yaitu :

1. Kantor Inpeksi Pajak Medan Utara yang berdomisili di jalan Suka Mulia No. 17-A Medan yang daerah kerjanya terdiri dari yaitu :

a. Kecamatan Medan Timur

b. Kecamatan Medan Barat

c. Kecamatan Medan Labuhan

d. Kecamatan Medan Deli

e. Kecamatan Medan Belawan

f. Kecamatan Binjai


(21)

2. Kantor Inpeksi Pajak Medan Selatan yang berdomisili di jalan Diponegoro No. 30-A Medan yang daerah kerjanya meliputi :

a. Kecamatan Medan Deli

b. Kecamatan Medan Belawan

c. Kecamatan Deli Serdang

d. Kabupaten Karo

3. Kantor Pelayanan Pajak Binjai yang berdomisili dijalan Binjai KM 7 Kodam 1/BB, dimana daerah kerjanya meliputi :

a. Kecamatan Medan Tuntungan

b. Kecamatan Medan Sunggal

c. Kota Madya Binjai

d. Kabupaten Langkat

e. Kabupaten Karo

Kantor Pelayanan Pajak Binjai pindah sejak tanggal 1 November 2004 dan mulai aktif 1 Desember 2004, yang didirikan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 94/KMK-01/1994 tanggal 29 Maret 1994. Dengan wilayah kerjanya sebagai berikut :


(22)

b. Kabupaten Langkat

c. Kabupaten Deli Serdang

• Kecamatan Labuhan Deli • Kecamatan Sunggal • Kecamatan Pancur Batu • Kecamatan Hamparan Perak • Kecamatan Sibolangit • Kecamatan Kutalimbaru. d. Kabupaten tanah Karo

Pada tanggal 27 Mei 2008, Kantor Pelayanan Pajak Binjai berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai yang artinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai telah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Modern dimana pelayanan perpajakan telah menjadi pelayanan satu atap. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai yang sekarang memiliki wilayah kerja sebagai berikut :

• Kota Madya Binjai • Kabupaten Langkat


(23)

B.

Struktur Organisasi

Struktur Organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan secara sistematis mengenai penetapan, tugas-tugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dikerjakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara maksimal.

Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai : a. Subbagian Umum

b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi c. Seksi Pelayanan

d. Seksi Penagihan e. Seksi Pemeriksaan f. Seksi Ekstensifikasi

g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II i. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III j. Kelompok Jabatan Fungsional

Struktur organisasi yang mendukung operasional Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dapat digambarkan sebagai berikut :


(24)

1. Berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

54 16 Sumber data: KPP Pratama Binjai 2. Berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan

Jenjang Jumlah

S2 S1/D4 D3 D1 SMA SMP SD 6 orang 22 orang 14 orang 12 orang 13 orang 0 orang 3 orang Sumber data : KPP Pratama Binjai 3.Berdasarkan Pangkat/Golongan

Pangkat/Golongan

Golongan Jumlah

IV III

2 31


(25)

II I

37 0 Sumber data : KPP Pratama Binjai 4. Berdasarkan Usia

Usia Jumlah

s.d. 25 tahun 26 s.d. 40 tahun 41 s.d. 50 tahun Di atas 50 tahun

16 orang 32 orang 10 orang 12 orang Sumber data : KPP Pratama Binjai 5.Berdasarkan Jabatan

Jabatan Jumlah

Kepala Kantor Kasi/Kasubbag Supervisor Fungsional Account Representative Pelaksana 1 8 1 7 10 44 Sumber data : KPP Pratama Binjai


(26)

6. Penjabaran Pegawai Berdasarkan Seksi

Seksi Jumlah

Subbag Umum Seksi Pelayanan Seksi PDI Seksi Waskon I Seksi Waskon II Seksi Waskon III Seksi Penagihan Seksi Ekstensifikasi Seksi Pemeriksaan Fungsional Pemeriksa 8 12 10 6 5 5 6 7 4 8

Sumber data : KPP Pratama Binjai

C.

TUGAS DAN FUNGSI PEGAWAI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI.

Adapun tugas pokok dan fungsi pada masing-masing seksi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai adalah sebagai berikut :

1. Sub Bagian Umum


(27)

a. Pelayanan dan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian.

b. Melakukan urusan keuangan.

c. Melakukan urusan rumah tangga serta perlengkapan. 2. Seksi Pelayanan.

Memiliki tugas dan fungsi :

a. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan. b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan.

c. Penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya. d. Penyuluhan perpajakan.

e. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak.

f. Kerjasama Perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI).

Memiliki tugas dan fungsi : a. Pengumpulan data. b. Pengolahan data.

c. Penyajian Informasi perpajakan. d. Perekaman dokumen perpajakan.

e. Urusan tata usaha penerimaan perpajakan.

f. Pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). g. Pelayanan dukungan teknis komputer.


(28)

h. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-filing. i. Penyiapan laporan kinerja.

4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi. Memiliki tugas dan fungsi :

a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak (PPH, PPN, PBB, BPHTB dan pajak lainnya.

b. Bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan.

c. Penyusunan profil Wajib Pajak. d. Analisis kerja Wajib Pajak.

e. Rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi. f. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. 5. Seksi Ekstensifikasi.

Memiliki tugas dan fungsi :

a. Pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan. b. Pendataan objek pajak dan subjek pajak.

c. Penilaian objek pajak.

d. Kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Seksi Pemeriksaan

Memiliki tugas dan fungsi :

a. Pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan


(29)

c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak d. Administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya

7. Seksi Penagihan

Memiliki tugas dan fungsi :

a. Pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif. b. Penagihan piutang pajak.

c. Penundaan dan pengangsuran tunggakan pajak.

d. Usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketenyuan yang berlaku. 8. Kelompok Fungsional

Kelompok ini terdiri atas :

a. Pejabat Fungsional Pemeriksaan.

b. Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pejabat Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan sedangka Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dengan seksi Ekstensifikasi.


(30)

BAB III

GAMBARAN PENAGIHAN PAJAK

A.

KETENTUAN UMUM

I.

Dasar Hukum

Dasar hukum Penagihan Pajak antara lain:

a) Undang-Undang Nomor. 16 Tahun 2000 Pasal 18 menyatakan bahwa Surat Tagihan Pajak (SPT), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keberatan, Keputusan Banding yang menyebabkan jumlah Pajak bertambah merupakan Dasar Penagihan.

b) Undang-undang Republik Indonesia No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2000.

c) Keputusan Direktorat Jenderal Pajak (DPJ) No. Kep. 645/PJ/2002 tentang Bentuk, jenis, Kode kartu, Formulir, Surat-Surat dan Buku yang digunakan dalam pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa.

II.

Pengertian Pajak

Pengertian Pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah kontribusi Wajib Kepada Negara yang terhutang oleh pribadi atau badan yang bersifat


(31)

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat.

Pengertian Pajak yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah:

Menurut Rochmat Soemitro (dalam Mardiasmo;1995) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang dengan tiada mendapat jasa timbale(Kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut P.J.A Adriani (dalam Barata;1998) pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan Pemerintahan.

Menurut Ray N. Sommer, Hersel M. Andersen dan Horace R. Brock (dalam Barata;1998) pajak adalah pengalihan sumber-sumber dari sector swasta ke sector pemerintah, yang wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan lebih dahulu dan tanpa mendapatkan imbalan yang langsung, sehingga pemerintah dapat melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan ekonomi dan social. Menurut Edwin R.A.Seligman dalam buku Essay In Taxation yan diterbitkan di amerika menyatakan: “Tax is compulsory contribution from the person,to the government to depray the expenses incurred in the common interest of all,without reference to Special benefit Conperred”. Dari definisi di atas dilihat adanya k


(32)

Kontribusi seseorang yang ditunjukkan kepada Negara tanpa adanya manfaat yang ditunjukkan secara khusus pada seseorang. Memang, bagaimanapun juga pihak itu ditunjukkan manfaatnya kepada masyarakat.

Menurut DR. Soeparman Soemahamidjaja dari disertasinya yang berjudul pajak berdasarkan azas gotong royong menyatakan bahwa pajak adalah iuran wajib pajak berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hokum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari definisi di atas tidak tampak istilah “dipaksakan” karena bertitik tolak pada istilah “iuran wajib”. Sisi lainnya yang berhubungan dengan kontra prestasi menekankan pada mewujukkan kontra prestasi itu diperlukan pajak.

Menurut Philip E. Taylor dalam buku The Economic of Public Finance memberikan batasan pajak seperti di atas hanya menggantikan without reference dengan with little reference.

1.

Fungsi Pajak

Fungsi pajak menurut Mardiasmo (2000) menyimpulkan bahwa fungsi pajak adalah:

a) Fungsi penerimaan (Budgeter), yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara.

b) Fungsi mengatur (Reguler), yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.


(33)

2.

Jenis-jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (1995;6) ada 3 macam pengelompokkan pajak yaitu: a. Menurut golongannya:

1. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: pajak penghasilan (PPh)

2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: pajak pertampahan nilai (PPN) b. Menurut sifatnya:

1. Pajak subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau yang berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan pada diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)

2. Pajak Objektif, yaitu Pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan diri wajib pajak.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah(PPnBM).

c. Menurut Lembaga Pemungutnya:

1. Pajak Pusat(Negara), yaitu Pajak yang di pungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.


(34)

Contoh: PPh, PPN, dan PPnBM, PBB, dan Bea Materai.

2. Pajak Daerah, yaitu Pajak yang di pungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai Rumah Tangga Daerah.

Pajak Daerah terdiri dari :

a. Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi)

b. Pajak Daerah Tingkat II (Kotamadya/ Kabupaten).

3.

Pajak Penghasilan (PPh)

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Pasal 4 ayat (1) mengatakan bahwa Pengertian Penghasilan adalah Tambahan kemampuan Ekonomis yang di terima atau di peroleh dari Wajib Pajak yang berasal dari dalam maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan dengan nama atau dalam bentuk apapun.

Dari pengertian penghasilan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pajak penghasilan adalah: Iuran resmi yang dipungut dari masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan, atau atas penghasilan yang di terima atau di peroleh dalam tahun pajak untuk kepentingan Negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan.

Yang menjadi Subjek Pajak adalah: a. Orang Pribadi


(35)

b. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditir, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun persekutuan, perkumpulan,firma,kongsi.koperasi,yayasan atau organisasi yang sejenis lembaga, dana pension, dan bentuk usaha lainnya.

c. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Subjek pajak terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek Pajak dalam Negeri :

a. Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada dan mempunyai maksud bertempat tinggal di Indonesia.

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. c. Warisan yang belum terbagi.

Subjek Pajak Luar Negeri : a. Badan Perwakilan.

b. Pejabat-pajabat perwakilan diplomatic dan konsultan atau pejabat-pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.


(36)

c. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain yang untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

Yang tidak termasuk Objek Pajak : a. Bantuan atau sumbangan b. Harta Hibahan

c. Warisan

d. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan denga asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,asuransi jiwa dan lain-lain. e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima dalam bentuk natura atau kenikmatan dri pemerintah.

f. Laba dari perseroan Komanditir yang modalnya tidak terbagi atas saham. g. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai peganti

atau sebagai pengganti penyertaan modal.

h. Iuran yang diterima dari dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

i. Penghasi;lan yang terbagi dari perusahaan modal ventura berupa pembagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan di Indonesia.


(37)

j. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan.

4.

Pengertian Penagihan Pajak

Menurut Rochmat Soemitro, (1988;67) diartikan bahwa penagihan adalah perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan undang-undang pajak, mengenai pembayaran pajak.

Menurut Moeljo Hadi (1988;67) mengemukakan ada empat unsur penagihan: a. Serangkaian Tindakan

Yaitu bahwa penagihan dilakukan tahap demi tahap dari diterbitkan surat teguran, surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan dan permohonan jadwal waktu, tempat, tanggal, bulan pelelangan pada kantor lelang Negara.

b. Aparatur Direktorat Jenderal Pajak

Yaitu Juru Sita Pajak Negara yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan, telah mendapat pendidikan khusus, diangkat serta telah disumpah lebih dhulu sebelum tugas.

c. Wajib pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh.

Yaitu hutang pajak yang terdapat dalam Surat Teguran Pajak (SPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT).

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda.


(38)

SKP (Surat Keetapan Pajak) adalah surat ketetapan yang meliputi SKPKB atau SKPKBT/SKPKLN/SKPN.

d. Menurut Undang-undang Perpajakan.

Yaitu tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan serta penagihan pajak Negara dengan surat paksa.

Apabila perkataan pembayaran/penyetoran pajak dibandingkan dengan penagihan, maka perkataan pajak dimaksud bahwa aktifitas dan inisiatifnya dan aktifitasnya dating dari pihak fiskus.

5.

Hutang Pajak

Adalah pajak yang harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakkan.

6.

Penanggung Pajak

Adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil menjalankan hak dan memenuhi kewajiban pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.


(39)

III.

Tujuan Penagihan

Adapun tujuan penagihan pajak adalah sebagai berikut :

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan : a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) c) Surat Tagihan Pajak (SPT)

d) Memberikan kerpercayaan terhadap wajib pajak akan melakukan hak dan kewajiban (Self Assessment)

IV.

Pelaksanaan Penagihan Pajak

Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1. Penagihan Pasif

Dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan cara dapat dilakukan pencatatan, pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa dan pembayaran lainnya yang dilakukan oleh wajib pajak.

2. Penagihan Aktif

Adalah penagihan pajak yang dilakukan melalui Surat Paksa diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 pasal (7) ayat (1) adalah : Surat Paksa diterbitkan apabila :


(40)

a) Penanggung Pajak tidak melunasi hutang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lainnya yang sejenisnya.

b) Terhadap penanggung pajak telah di laksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

c) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

V.

Dasar Penagihan Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor. 16 Tahun 2000 pasal 18 (1) menyatakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keberatan, Keputusan Banding yang menyebabkan jumlah yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar Penagihan Pajak.

Setiap wajib pajak sebelum melakukan pembayaran, ia wajib mendaftarkan dirinya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam wilayah wajib pajak bertempat tinggal atau berkedudukan untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dari KPP (Kantor Pelayanan Pajak). Tugas Administrasi Perpajakan tidak lagi melakukan kegiatan pada tugas merampungkan atau menetapkan surat pemberitahuan pajak, guna menentukan jumlah yang terhutang dan jumlah pajak yang seharusnya dibayar


(41)

pada fiskus, namun tugasnya sekarang adalah melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan dan penerapan sanksi administrasi.


(42)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN EVALUASI

1.

SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 pasal 14 ayat 1 yaitu : surat untuk melakukan tagihan pajak dan /atau sanksi administrasi berupa bunga dan / atau denda. Surat Tagihan Pajak (STP) dikeluarkan apabila :

a. Pajak Penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. b. Dari hasil penelitian SPT (Surat Pemberitahuan) terdapat kekurangan

pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan /atau salah hitung.

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi Administrasi berupa denda dan / atau bunga.

d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap tetapi tidak membuat faktur pajak.

e. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang pajak pertambahan nilai (PPN) tahun 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).


(43)

2.

SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR (SKPKB)

Undang-undang Nomor 16 pasal 13 ayat 1 surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terhutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dalam hal sebagai berikut:

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terhutang tidak atau kurang dibayar.

b. Apabila surat pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan menurut undang-undang dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana di tentukan dalam surat teguran.

c. Apabila berdasrkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen).


(44)

3.

SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR

TAMBAHAN (SKPKBT)

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 pasal 15 ayat 1 yaitu : surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKBT) diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terhutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKBT).

4.

SURAT PAKSA

Yaitu surat perintah membayar hutang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hokum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat paksa sekurang-kurangnya meliputi:

a) Dari segi isinya:

1. Nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak. 2. Dasar penagihan.

3. Besarnya utang pajak. 4. Perintah untuk membayar


(45)

b) Dari segi karakteristik:

1. Mempunyai kekuatan hukum yang sama dan putusan hakim dalam perkara. 2. Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

3. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan bukan pajak. 4. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan atau penyanderaan.

Apabila pajak yang masih harus dibayar, tidak dilunasi dalam jangka waktu 1 x 24 jam sesudah tanggal jatuh tempo pemberitahuan surat paksa maka kantor pelayanan pajak (KPP) segera menerbitkan surat sita, kendatipun wajib pajak belum juga melunasi hutang pajaknya, maka lewat 10 hari setelah tanggal pelaksanaan surat perintah melakukan penyitaan, kepala KPP mengajukan permintaan jadwal waktu dan tempat pelelangan kekantor lelang Negara setempat.

Sistem self assessment adalah salah satu system pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu wajib pajak dan fiskus. Sistem ini telah di laksanakan secara efektif pada tahun 1984 (atas dasar perubahan perundang-undangan perpajakan tahun 1983 (,dengan memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, melaporkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundsang-undangan perpajakkan.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sebelum system di Indonesia diberlakukan system official assessment. Namun system tersebut tidak efisien dan menimbulkan kecendrungan masyarakat wajib pajak kurang bertanggung jawab. Dan sering terjadi perlawanan pajak dengan cara menghindar dari kewajiban


(46)

perpajakannya. Dengan menyadari kelemahan-kelemahan yang di timbulkan oleh system tersebut makan sekarang kita menggunakan system self assessment. Hal penting yang mempengaruhi keberhasilan system self assessment adalah tingkat kepatuhan wajib pajak. Ciri-ciri system pemungutan pajak berdasarkan system self assessment adalah:

1. Adanya kepastian hukum

2. Perhitungan sederhana dan mudah dimengerti oleh wajib pajak

3. Wewenang untuk menentukan pajak terhutang ada pada wajib pajak sendiri. 4. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung ,menyetor, dan melaporkan sendiri

pajak yang terhutang.

5. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

Sesuai dengan sistem self assessment yang berlaku sekarang ini Wajib Pajak di wajibkan untuk menghitung, Melapor serta membayar hutang Pajak nya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan pajak atau Wajib Pajak melanggar ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang menyebabkan jumlah Pajak yang harus di bayar menjadi lebih besar, barulah Direktorat Jenderal Pajak(Dirjen Pajak) menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang dapat berupa:

1. Surat Ketetapan Pajak(STP).

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SKPKB).

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan(SKPKBT). 4. Surat Keputusan Pembetulan.


(47)

5. Surat Keputusan Keberatan. 6. Putusan Banding.

Ke Enam(6) Jenis yang di maksud merupakan dasar tindakan atau sarana Administrasi bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan Pajak. Tindakan Penagihan Pajak dilakukan Apabila Wajib Pajak tidak atau kuarang membayar pajak yang terutang, yang besar nya dalam pelaksanaan Penagihan Pajak nya akan di awali dengan :

a. Surat Teguran.

Apabila Pelaksanaan Penagihan Pajak di awali dengan Penerbitan Surat Teguran setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran tidak dapat diterbitkan apabila terhadap Penanggung Pajak telah di setujuiuntuk mengangsur ataupun menunda pembayaran pajak nya.

b. Surat Paksa.

Apabila jumlah hutang Pajak yang masih harus di bayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat 21 hari sejak tanggal diterbitkannya Surat Teguran, maka akan di terbitkan Surat Paksa.

c. Surat Pelaksanaan Melakukan Penyitaan(SPMP)

Apabila jumlah hutang Pajak yang masih harus dibayar tidak di lunasi oleh Penanggung Pajak setelah lawat 2x24 sejak Surat Paksa di beritahukan, maka segera akan di terbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan(SPMP).


(48)

d. Kesempatan Terakhir.

Dalam hal ini Wajib Pajak di berikan kesempatan selama 10 hari setelah jatuh tempo, untuk melnasi kewajiban-kewajibannya sebagai Wajib Pajak.

e. Apabila hutang Pajak dan biaya Penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, akan segera dilaksanakan pengumuman Lelang, dan segera dilakukan Penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui Kantor Lelang.

5.

Penagihan Seketika dan Sekaligus

Yaitu tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh hutang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.

Dalam artinya dapat juga dikatakan pajak adalah suatu peristiwa atau keadaan yang mendesak dan untuk menjaga kemungkinan terjadinya sesuatu yang akan mengakibatkan pajak yang terhutang tidak dapat ditagih, maka dari itu fiskus diberi wewenang untuk melakukan penagihan seketika dan sekaligus. Keadan ini merupakan suatu penyimpangan dari ketentuan yang diatur dalam pasal 9 ayat 3 undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 yang berbunyi “STP, SKPKB, SKPKBT, Surat keputusan pembetulan, surat keberatan, surat putusan banding, putusan


(49)

peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan”.

Namun fiskus dapat menyimpang dri jangka waktu 1 bulan sebagaimana disebut, dengan alasan-alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat 2 undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 yaitu :

a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu ;

b. Penanggung pajak akan memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;

c. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usaha atau menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindah tangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasinya; d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara;

e. Terjadinya penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Logika hukum dalam pernagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT, surat keputusan pembetulan, putusan banding, SK keberatan yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah yang dimaksud yaitu dalam rangka pengenaan dan pengawasan penerimaan Negara di sektor perpajakan.


(50)

Apabila urusan-urusan yang ada pada pasal 20 ayat 2 undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang kententuan umum perpajakan (KUP), maka kepala kantor pelayanan pajak segera menerbitkan surat perintah penagihan pajak seketika dan sekaligus.

6.

Pengertian Juru Sita Pajak dan Tugasnya

1. Juru sita pajak (JSP) adalah perlaksana pada KPP yang telah mendapat pendidikan khusus berkaitan dengan penyitaan, yang diangkat dan disumpah sebagai juru sita pajak (JSP).

2. Tugas-tugas juru sita pajak (JSP) yaitu :

a. Melaksanakan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus (SPPSS),

b. Memberitahukan surat paksa (SP),

c. Melaksanakan penyitaan barang penanggung pajak berdasarkan surat perintah melaksanakan penyitaan (SPMP),

d. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan.

Dalam hal tersebut juru sita pajak (JSP) dalam melaksanakan tugasnya harus di lengkapi dengan kartu tanda pengenal dan memperlihatkannya kepada penanggung pajak (PP).


(51)

7.

Kendala-Kendala Yang Dihadapi Juru Sita Pajak

a. Juru Sita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah

b. Juru Sita Pajak tidak diperbolehkan menyita barang wajib pajak

c. Wajib pajak atau wakilnya tidak mau menandatangani berita acara sita.

d. Pembuktian barang-barang yang bukan milik Wajib Pajak.

8.

Penyitaan Terhadap Barang-Barang Wajib Pajak atau

Penanggung Pajak.

Penyitaan adalah serangkaian tindakan untuk mengambil atau menyimpan dibawah pengawasannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak bergerak untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,penuntutan dan peradilan.

Barang-Barang Wajib Pajak yang boleh di Sita : 1. Barang bergerak yang boleh disita antara lain:

a. Semua Barang yang ada di dalam rumah Penanggung Pajak.

b. Semua barang gerak yang ada di took Penanggung Pajak.


(52)

d. Semua barang gerak yang ada di Kantor Penanggung Pajak.

2. Barang tak Gerak yang boleh di Sita antara lain:

a. Rumah Tinggal, Bangunan Kantor, Bangunan Perusahaan, Gudang, dan sebagainya baik yang di sewakan maupun yang di Kontrakan kepada orang lain,

b. Kebun, Sawah, Bunga law, dan sebagainya yang ditempati maupun yang dikerjakan sendiri maupun orang lain.

Barang-Barang Wajib Pajak yang tidak boleh di Sita (dikecualikan) Barang-barang tersebut adalah:

a. Tempat tidur beserta perlengkapan nya dari penanggung Pajak,

b. Perlengkapan Penanggung Pajak dan bersifay Dinas,

c. Alat-Alat Pertukangan yang termasuk usaha Penanggung Pajak,

d. Persediaan Makanan dan Minuman untuk satu Bulan yang berada di Rumah,

e. Buku-Buku yang berhubungan dengan Jabatan atau Pekerjaan Penanggung Pajak,

f. Ternak yang semata-mata di pergunakan untuk semata-mata untuk menjalan kan Perusahaan Penanggung Pajak.


(53)

9.

Penjualan Dengan Lelang

• Pengertian Lelang.

Lelang adalah setiap Penjualan Barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.

1. Permintaan jadwal Waktu Tempat Lelang.

Jika setelah dalam jangka 10 hari sejak tanggal Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) Wajib Pajak belum juga melunasi utang Pajak Nya Maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mengajukan permintaan penetapan tanggal dan tempat Pelelangan kepada Kantor Lelang Negara setempat.

2. Pengeluaran Surat Pemberitahuan akan di lakukan Pelelangan.

Apabila waktu dan tempat Pelelangan sudah di tentukan oleh Juru Sita Pajak (JSP) harus mempersiapkan segala sesuatu nya untuk pelelangan tersebut antara lain:

a. Surat Teguran,

b. Surat Paksa,

c. Laporan Surat Paksa,


(54)

e. Surat Perintah Melakukan Penyitaan,

f. Berita Acara Pelaksanaan Sita,

g. Pemberitahuan Penyetoran Barang Gerak atas Nama Wajib Pajak,

h. Permintaan Jadwal Waktu dan Tempat Pelelangan,

i. Surat Pemberitahuan akan di Lakukan Pelelangan,

j. Bukti-Bukti Pemilikan dari Barang yang di Sita,

k. Daftar Perincian Utang Pajak terdiri dari Pokok Pajak, Bunga dan /atau Denda, dan Biaya Penagihan.


(55)

JADWAL WAKTU PELAKSANAAN

PENAGIHAN PAJAK

SKPKB/SKPKBT/STP/SK Pembetulan/ SK keputusan banding/ Putusan banding

SURAT TEGURAN Waktu 7 hari setelah

jatuh tempo

DIADAKAN PELAKANAAN LELANG OLEH:

Pejabat lelang waktu 14 hari sejak tanggal pengumuman

lelang

PENGUMUMAN LELANG Waktu 14 hari

sejak tanggal pelaksanaan Penyitaan

KESEMPATAN TERAKHIR Waktu 10 hari

sejak SPMB diterima

SURAT PAKSA Waktu 21 hari sejak tanggal diterbtkannya

surat teguran

SURAT PERINTAH Pelaksanaan waktu 2 x 24 jam sejak surat paksa diberitahukan


(56)

10. Pelaksanaan Penagihan Pajak dilakukan sebagai berikut:

a. KP. RIKPA 4.7 dikeluarkan apabila dipenuhi salah satu urusan sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 undang-undang Nomor 28 Tahun 2007.

b. KP. RIKPA 4.7 dikeluarkan tanpa memperhatikan apakah

STP/SKPKB/SKPKBT/SK pembetulan/SK keberatan/ Putusan Banding wajib pajak telah lewat jatuh tempo atau belum.

c. KP. RIKPA 4.7 dapat dikeluarkan tanpa memperhatikan apakah telah diberikan surat teguran.

d. Perkataan “seketika dan sekaligus” mengandung pengertian bahwa seluruh hutang pajak harus di lunasi atau sekaligus dalam waktu yang bersama sebagaimana yang ditentukan dalam KP.RIKPA 4.7

e. Istilah seketika dan sekaligus dapat diartikan bahwa penagihan itu harus dilakukan dalam waktu 2 x 24 jam sejak disampaikan pada waktu pajak dilunasi.

f. Sejalan dengan itu, apabila wajib pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak KP. RIKPA 4.7 disampaikan kepada wajib pajak, belum juga melunasi hutang pajaknya maka segera akan dilakukan tindakan penagihan dengan surat paksa.

g. Dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah disampaikan surat paksa hutang pajak belum juga dilunasi oleh wajib pajak, maka seketika itu juga kantor pelayanan pajak (KPP) menyelesaikan surat pelaksanaan melakukan penyitaan (SPMP)


(57)

dan apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam telah melaksanakan penyitaan dengan disaksikan oleh 2 orang saksi.

h. Berita acara pelaksanaan sita segera dibuat, ditandatangani oleh juru sita pajak (JSP) dan para saksi ikut menandatangani serta wajib pajak.

i. Apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah dibuat berita acara pelaksanaan sita, hutang pajak juga belum dilunasi maka kepala kantor pelayanan pajak segera mengajukan permintaan jadwal waktu dan tempat pelelangan kepada kepala kantor lelang Negara setempat, dengan permintaan khusus agar terhadap kasus ini diberikan prioritas utama berkaitan dengan keadaan yang mendesak.

j. Setelah dokumen-dokumen yang diperlukan lengkap diserahkan kepada Kantor lelang Negara, maka Kepala KPP diberitahukan pelaksanaan Lelang.

k. Sebelum dilakukan Pelaksanaan Lelang, terlebih dahulu dilakukan pengumuman lelang sesuai dengan prosedur yang berlaku.

11.

Kendala Dalam Penagihan Pajak.

Tunggakan Pajak semakin hari semakin membesar seiring lajunya tingkat pemeriksaan sedangkan tingkat pencairan masih rendah. Akumulasi tunggakan sejak tahun 1983 dan sebelumnya sampai akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai angka keseluruhannya 41.629.578.000. Pengurangan tunggakan Pajak dapat terjadi karena adanya beberapa :


(58)

a. Sk Pembetulan/ Sk Keberatan/ Putusan Banding

b. Pembayaran Utang Pajak

c. Penghapusan Piutang Pajak

Terhadap Penghapusan piutang Pajak, disebabkan Wajib Pajak meninggal Dunia, tidak meninggalkan harta Warisan, Wajib Pajak tidak dapat ditemukan lagi, Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi serta Daluwarsa Penagihan, ditentukan Syarat-Syarat yang harus dipenuhi serta melalui hasil penelitian setempat dan penelitian Administrasi tentang Daluwarsa Penagihan.

Tindakan Penagihan selalu tidak dapat dilakukan secara tuntas dan konsisten dan sering berhenti pada tingkat Surat Paksa saja. Adapun Kendala-kendala yang dihadapibersifat Eksternal(yang datang dari luar Juru Sita Pajak) maupun bersifat Internal ( yang bersifat dari diri juru Sita Pajak).

1. Kendala Eksternal

a. Masalah Kesadaran Wajib Pajak untuk Membayar Utang Pajak masih Rendah.

Tingkat Kesadaran Wajib Pajak untuk membayar utang Pajak masih rendah, walaupun sistem perpajakan kita telah menganut “self assessment” namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakannya dengan baik dan benar serta membayar hutang pajak tepat waktu masih rendah sekali. Hal ini dapat kita lihat apabila dilakukan pemeriksaan, penelitian maupun pengawasan terhadap pembayaran


(59)

masa atau angsuran bulanan sering ditemukan hal-hal yang tidak benar, seperti tidak menyetor sebagaimana mestinya, menunda pembayaran, memperkecil perhitungan dengan mengurangi omzet, sehingga diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Terhadap hutang pajak tersebut wajib pajak masih juga menunda pembayaran, dengan berbagai alasan seperti sedang mengajukan atau putusan banding belum diterima. Walapun pada saat pemeriksaan telah dilakukan dan wajib pajak menyatakan setuju terdapap hasil pemeriksaan tersebut, namun pada saat pembayaran wajib pajak menghindar dan mencari dalih.

b. Alamat wajib pajak/penanggung pajak tidak dikenal/wajib pajak pindah berdomisili tidak memberitahukan.

Masalah ini merupakan penyebab yang paling menonjol sehingga tidak dapat dilakukannya pencairan tunggakkan. Hal ini sering terjadi disebabkan :

1) Pada saat penetapan dilakukan oleh seksi terkait dari hasil pemeriksaan sedehana Kantor atau dari buku pengawasan pembayaran masa, ternyata datanya tidak up to date. Pada Surat Ketetapan Pajak (SKP) dikeluarkan wajib pajak sudah tidak ada lagi / pindah domisili / tidak dikenal / sudah tidak efektif lagi.

2) Setelah Surat Ketetapan Pajak (SKP) dikeluarkan sebagai hasil pemeriksaan, sedangkan penagihan belum dilakukan atau sering berlarut-larut, sehingga wajib pajak sudah pindah alamat/domisili, tanpa memberitahukan. Petugas tidak bias memantau wajib pajak karena memang tidak punya organ seperti


(60)

kaki, kuping, mata, layaknya seperti petugas luar. Mungkin saat nya perlu memikirkan petugas intelijen atau seksi intelijen sebagai sub direktorat penyelidikan, seperti yang dimiliki ABRI maupun aparat kejaksaan. Hal ini sekaligus untuk mengantisipasi memasuki era perdagangan bebas, dimana semua akan lebih canggih termasuk kejahatan dibidang ekonomi dan perpajakan.

3) Kesulitan mengidentifikasi objek pajak

Untuk melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa sampai tindakan sita dan lelang selalu terbentur pada objek sita, harta kekayaan wajib pajak sudah tidak ditemukan lagi atau sudah dipindah tangankan. Berkenaan dengan hal tersebut untuk memudahkan penagihan pajak dengan surat paksa diharapkan kepada tim pemeriksa untuk melengkapi Lembar Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan kekayaan wajib pajak dengan lengkap dan rinci, kondisi harta tersebut serta dimana keberadaannya (sesuai SE.07/PJ.75.1994, tanggal 11 Mei 1994). 4) Penetapan pajak tidak tepat waktu.

Hal ini sering terjadi dimana pemeriksaan terhadap wajib pajak untuk masa pajak 4 atau 5 tahun kebelakang (saat wajib pajak masih maju) tapi pada saat Surat Ketetapan Pajak (SKP) diterbitkan sudah tidk bias dicairkan, karena kemampuan wajib pajak untuk membayar sudah tidak ada, hal tersebut disebabkan :


(61)

a. Usaha wajib pajak telah mengalami kemunduran dibandingkan dengan kondisi 5 tahun yang lalu.

b. Wajib pajak tutup usaha atau pailit.

c. Wajib pajak orang pribadi telah meninggal dunia.

Penulis teringat saat pertama kali belajar perpajakan dengan filosofi dasar perpajakan yang masih relevan untuk dianut yaitu : TRI DARMA PERPAJAKAN

1. Mencakup semua subjek pajak secara merata dan adil

2. Pengenaan semua objek pajak yang seharusnya

3. Pembayaran dan penagihan dilakukan tepat pada waktunya

5) Adanya intervensi dari pihak ketiga

Hal ini bukan sering tidak terjadi justru terhadap wajib pajak penunggak besar yang disita dan pada saat akan dilakukan lelang muncul pihak ketiga yang terpengaruh untuk meminta menunda waktu pelaksanaan lelang dan sebagainya. Sehingga dalam pelaksanaan lelang sangat signifikan bahwa juru sita pajak perlu mendapat dukungan dari atasan.

2. Kendala Internal


(62)

Keterbatasan sumber daya manusia juru sita pajak yang terbatas sehingga mempengaruhi ibandkualitas maupun kuantitas yang ada. Jumlah petugas juru sita pajak masih belum mencukupi dibandingkan volume kerja dan jumlah wajib pajak. Kinerja juru sita pajak masih bisa dioptimalkan mungkin waktunya untuk memikirkan kembali agar juru sita pajak menjadi jabatan fungsional sehingga lebih tangguh, terampil dan professional sehingga juru sita pajak tidak memikirkan lagi kapan mutasi dan atau kapan dipromosikan.

b. Mobilitas sarana yang masih kurang mendukung

Keterbatasan sarana penunjang dalam melaksanakan tugas penagihan dilapangan karena keterbatasan dana atau perlengkapan yang tersedia. Hal tersebut memang dirasakan perlu untuk dilengkapi dengan mobil dinas juru sita pajak, pakaian seragam juru sita pajak, tujuannya untuk mendorong semangat disiplin yang kuat dan tanggung jawab yang tinggi.

12.

Peranan Penagihan Yang Dilakukan Oleh Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Binjai Terhadap Peningkatan Penerimaan

Negara.

Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu kewaktu menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum


(63)

dapat di imbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian secara umum penerimaan pajak semakin meningkat. Oleh karena itu terhadap penunggak pajak perlu dilaksanakan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hokum yang memaksa.

Di era reformasi sekarang ini dengan pembaharuan di sektor hukum, hal ini merupakan momentum yang sangat baik untuk segera melaksanakan tind kan penagihan pajak sebaik-baiknya, dengan tetap memperhatikan kualitas penagihan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku serta dilandasi dngan integritas yang tinggi. Dengan demikian aplikasi undang-undang penagihan pajak dngan surat paksa diharapkan menjadi semakin luas dalam rangka menunjang pengumpulan dana pembangunan.

Masyarakat harus menyadari, fasilitas yang dinikmati selama ini berasal dari wajib pajak yang selalu membayar pajaknya sesuai dengan keuntungan yang diterimanya. Masyarakat sudah memahaminya, maka akan tumbuh kesadaran untuk menyampaikan laporan pajak tepat pada waktunya. Pajak yang dibayar itu pada akhirnya juga untuk kepentingan bersama, misalnya untuk pembangunan, perbaikan jalan, fasilitas-fasilitas umum (sekolah, kantor-kantor pemerintahan,dan lain-lainnya).

Penerimaan yang diandalkan untuk membantu mengamankan rencana penerimaan yaitu dari tunggakan pajak selama tahun 2009. Tunggakan tersebut dari seluruh penambahan tunggakan yang berasal dari surat tagihan pajak (STP) / surat ketetapan pajak (SKP) yang terbit selama tahun 2010 yaitu sebagai berikut :


(64)

(dalam ribuan rupiah) Saldo awal Penambahan Pencairan Saldo akhir

29,709,906 13,425,611 1,505,939 41,629,578

Adapun juga penagihan selama tahun 2009 tentang surat teguran, surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan lelang, pemblokiran, pencegahan, dan penyanderaan yang rinciannya sebagai berikut :

(dalam ribuan rupiah)

JUMLAH RUPIAH

Surat Teguran 1178 lembar 3,511,600

Surat Paksa 165 lembar 6,000,254

SPMP 10 5,576,399

Lelang 0 -

Pemblokiran 7 WP 4,849,859

Pencegahan 0 -


(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

KESIMPULAN

1. Pelaksanaan Tahapan Penagihan Pajak antara lain :

a. Surat Teguran

b. Surat Paksa

c. Surat Perintah melaksanakan penyitaan (SPMP)

d. Lelang.

Pelaksanaan penagihan pajak diawali dengan surat teguran, setelah 7 hari sejak saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah 21 hari sejak tanggal diterbitkannya surat teguran, apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak surat paksa, maka akan segera diterbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan (SPMP). Apabila hutang pajak yang harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah 14 hari sejak tanggal penyitaan, akan segera dilakukan pengumuman lelang dan segera akan dilakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang.


(66)

2.

Modernisasi Administrasi Perpajakan

Modernisasi adalah reformasi administrasi perpajakan secara berkesinambungan. Inti modernisasi : Perubahan Paradigma.

Eksternal :

a) Penguasa menjadi pelayanan masyarakat

b) Kompleks menjadi sederhana

c) Tertutup menjadi terbuka

d) Sulit (birokratis) menjadi mudah (client oriented)

Internal :

a) Perubahan Budaya dan Nilai Organisasi

b) Perubahan Pola Kerja dan Hidup Pegawai

c) SDM (Sumber Daya Manusia) berbasis Kompetensi dan Kinerja

d) Good Governance : Zero Tolerance For Corruption

3.

Kendala-Kendala Penagihan Pajak

Kendala yang dihadapi dalam hal Penagihan Pajak oleh Juru Sita Pajak: a. Kendala Eksternal (yang datang dari Juru Sita Pajak):


(67)

1. Masalah Kesadaran Wajib Pajak untuk membayar utang Pajak masih rendah. Pada saat Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan oleh Aparat Pajak sering ditemukan hal-hal yang tidak benar, seperti tidak menyetor sebagaimana mestinya, menunda pembayaran, memperkecil perhitungan dengan mengurangi omzet dan pada saat pembayaran Wajib Pajak selalu menghindar dan mencari dalih agar tidak mau membayar Pajak.

2. Alamat Wajib Pajak selalu berpindah-pindah tidak memberitahukan saat pemeriksaan sering seksi Penagihan kewalahan dalam hal pemeriksaan disebabkan karena Wajib Pajak dalam hal Pindah tidak memberitahukannya.

3. Kesulitan Mengidentifikasi Objek Surat Paksa.

Untuk melaksanakan Penagihan Pajak dengan surat Paksa sampai tindakan sita dan lelang selalu terbentur pada Objek sita, harta kekayaan Wajib Pajak sudah tidak ditemukan lagi atau sudah dipindah tangankan.

4. Penetapan pajak tidak tepat waktu

Hal ini yang menjadi tolak ukur wajib pajak karena pada saat wajib pajak setelah mengalami kemunduran, wajib pajak tutup usaha, wajib pajak orang pribadi telah meninggal dunia.


(68)

4.

Perananan Penagihan Yang Dilakukan Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Terhadap Penerimaan Pajak.

Penagihan harus teliti dalam hal pembaharuan disektor hukum, hal ini merupakan momentum yang sangat baik untuk segera melaksanakan penagihan dengan baik, dengan tetap memperhatikan kualitas penagihan dari aparat pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencairan tunggakan pajak yang dilakukan penagihan merupakan salah satu indicator keberhasilan pelaksanaan tugas dari aparat pajak dalam rangka penerimaan Negara.

B.

SARAN

1) Fiskus agar meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui upaya penyuluhan-penyuluhan.

Usaha-usaha yang harus dilakukan adalah penyampaian informasi melalui media, yaitu :

a) Media Elektronik (televise, radio),

b) Surat kabar, majalah, buku-buku,

c) Lembaga-lembaga pendidikan,


(69)

e) Mengadakan pameran, dan lain sebagainya.

Hal inilah yang harus dititik beratkan oleh fiskus untuk dilakukan dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat.

2) Perlunya meningkatkan tingkat profesionalisme / etika yang tinggi dari jajaran penagihan khusus.

Sebagai tugas penagihan hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat kualitas pengetahuan tentang penagihan yang harus dipegang oleh aparat pajak. Jajaran penagihan pajak harus ada kode etik dalam melaksanakan tugasnya, jangan asal melaksanakan tugas sedangkan pelayanan publiknya kurang memuaskan.

3) Saat ini perlu dilakukan suatu strategi cara penagihan pajak yang tidak saja dilakukan dengan cara konvensional, akan tetapi perlu juga dilakukan prioritas dengan melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan penanggung pajak berupa surat-surat berharga seperti deposito, tabungan, sertifikat tanah, serta surat-surat berharga lainnya berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.

4) Hal yang penting adalah sebagai masyarakat, kita harus memahami betapa pentingnya pembayaran pajak, yang dimana dari hasil pembayarannya tersebut dapat digunakan untuk kepentingan orang banyak.


(70)

DAFTAR PUSTAKA

Bastari , 2009, Hand out, Penagihan Pajak dan Lelang, Early, Suandy, 2000, Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.

Moeljo, Hadi, 2000, Dasar-dasar Penagihan Pajak Negara, PT. Raja Grafindo. Siahaan, Marihot P, 2004, Utang Pajak, Permohonan Kewajiban dan Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soemitro, Rochmat, 2000, Asas dan Dasar Perpajakan 2, PT. Eresco, Bandung. Waluyo, 2000, Perubahan Perundang-Undangan Perpajakan Era Reformasi,

Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000, tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, tentang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan.

Keputusan Dirjen Pajak Nomor 645/PJ/2002, tentang bentuk, jenis, kode kartu, formulir, surat-surat dan buku yang digubakan dalam pelaksanaan penagihan dengan surat paksa.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

KESIMPULAN

1. Pelaksanaan Tahapan Penagihan Pajak antara lain :

a. Surat Teguran

b. Surat Paksa

c. Surat Perintah melaksanakan penyitaan (SPMP)

d. Lelang.

Pelaksanaan penagihan pajak diawali dengan surat teguran, setelah 7 hari sejak saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah 21 hari sejak tanggal diterbitkannya surat teguran, apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak surat paksa, maka akan segera diterbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan (SPMP). Apabila hutang pajak yang harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah 14 hari sejak tanggal penyitaan, akan segera dilakukan pengumuman lelang dan segera akan dilakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang.


(2)

2.

Modernisasi Administrasi Perpajakan

Modernisasi adalah reformasi administrasi perpajakan secara berkesinambungan. Inti modernisasi : Perubahan Paradigma.

Eksternal :

a) Penguasa menjadi pelayanan masyarakat

b) Kompleks menjadi sederhana

c) Tertutup menjadi terbuka

d) Sulit (birokratis) menjadi mudah (client oriented)

Internal :

a) Perubahan Budaya dan Nilai Organisasi

b) Perubahan Pola Kerja dan Hidup Pegawai

c) SDM (Sumber Daya Manusia) berbasis Kompetensi dan Kinerja

d) Good Governance : Zero Tolerance For Corruption

3.

Kendala-Kendala Penagihan Pajak

Kendala yang dihadapi dalam hal Penagihan Pajak oleh Juru Sita Pajak: a. Kendala Eksternal (yang datang dari Juru Sita Pajak):


(3)

1. Masalah Kesadaran Wajib Pajak untuk membayar utang Pajak masih rendah. Pada saat Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan oleh Aparat Pajak sering ditemukan hal-hal yang tidak benar, seperti tidak menyetor sebagaimana mestinya, menunda pembayaran, memperkecil perhitungan dengan mengurangi omzet dan pada saat pembayaran Wajib Pajak selalu menghindar dan mencari dalih agar tidak mau membayar Pajak.

2. Alamat Wajib Pajak selalu berpindah-pindah tidak memberitahukan saat pemeriksaan sering seksi Penagihan kewalahan dalam hal pemeriksaan disebabkan karena Wajib Pajak dalam hal Pindah tidak memberitahukannya.

3. Kesulitan Mengidentifikasi Objek Surat Paksa.

Untuk melaksanakan Penagihan Pajak dengan surat Paksa sampai tindakan sita dan lelang selalu terbentur pada Objek sita, harta kekayaan Wajib Pajak sudah tidak ditemukan lagi atau sudah dipindah tangankan.

4. Penetapan pajak tidak tepat waktu

Hal ini yang menjadi tolak ukur wajib pajak karena pada saat wajib pajak setelah mengalami kemunduran, wajib pajak tutup usaha, wajib pajak orang pribadi telah meninggal dunia.


(4)

4.

Perananan Penagihan Yang Dilakukan Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Terhadap Penerimaan Pajak.

Penagihan harus teliti dalam hal pembaharuan disektor hukum, hal ini merupakan momentum yang sangat baik untuk segera melaksanakan penagihan dengan baik, dengan tetap memperhatikan kualitas penagihan dari aparat pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencairan tunggakan pajak yang dilakukan penagihan merupakan salah satu indicator keberhasilan pelaksanaan tugas dari aparat pajak dalam rangka penerimaan Negara.

B.

SARAN

1) Fiskus agar meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui upaya penyuluhan-penyuluhan.

Usaha-usaha yang harus dilakukan adalah penyampaian informasi melalui media, yaitu :

a) Media Elektronik (televise, radio),

b) Surat kabar, majalah, buku-buku,

c) Lembaga-lembaga pendidikan,


(5)

e) Mengadakan pameran, dan lain sebagainya.

Hal inilah yang harus dititik beratkan oleh fiskus untuk dilakukan dalam menyebarkan informasi kepada masyarakat.

2) Perlunya meningkatkan tingkat profesionalisme / etika yang tinggi dari jajaran penagihan khusus.

Sebagai tugas penagihan hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat kualitas pengetahuan tentang penagihan yang harus dipegang oleh aparat pajak. Jajaran penagihan pajak harus ada kode etik dalam melaksanakan tugasnya, jangan asal melaksanakan tugas sedangkan pelayanan publiknya kurang memuaskan.

3) Saat ini perlu dilakukan suatu strategi cara penagihan pajak yang tidak saja dilakukan dengan cara konvensional, akan tetapi perlu juga dilakukan prioritas dengan melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan penanggung pajak berupa surat-surat berharga seperti deposito, tabungan, sertifikat tanah, serta surat-surat berharga lainnya berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.

4) Hal yang penting adalah sebagai masyarakat, kita harus memahami betapa pentingnya pembayaran pajak, yang dimana dari hasil pembayarannya tersebut dapat digunakan untuk kepentingan orang banyak.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bastari , 2009, Hand out, Penagihan Pajak dan Lelang, Early, Suandy, 2000, Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.

Moeljo, Hadi, 2000, Dasar-dasar Penagihan Pajak Negara, PT. Raja Grafindo. Siahaan, Marihot P, 2004, Utang Pajak, Permohonan Kewajiban dan Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soemitro, Rochmat, 2000, Asas dan Dasar Perpajakan 2, PT. Eresco, Bandung. Waluyo, 2000, Perubahan Perundang-Undangan Perpajakan Era Reformasi,

Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000, tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, tentang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan.

Keputusan Dirjen Pajak Nomor 645/PJ/2002, tentang bentuk, jenis, kode kartu, formulir, surat-surat dan buku yang digubakan dalam pelaksanaan penagihan dengan surat paksa.