Analisis Bahan Hukum Metode Penelitian

1.4.3.2 Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum. 11 Adapun yang termasuk dalam bahan-bahan hukum sekunder ini adalah buku-buku teks, laporan penelitian hukum, jurnal hukum yang memuat tulisan-tulisan kritik para ahli dan para akademisi terhadap berbagai produk hukum perundang-undangan dan putusan pengadilan, notulen-notulen seminar hukum, memori-memori yang memuat opini hukum, monograp-monograp, buletin-buletin atau terbitan lain yang memuat debat-debat dan hasil dengar pendapat di parlemen, deklarasi-deklarasi, dan situs-situs internet.

1.4.3.3 Bahan Non Hukum

Sebagai penunjang dari sumber hukum primer dan sekunder, sumber bahan non hukum dapat berupa, internet, ataupun laporan-laporan penelitian non hukum dan jurnal-jurnal non hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penulisan skripsi. 12

1.4.4 Analisis Bahan Hukum

Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif, yaitu suatu metode penelitian berdasarkan konsep atau teori yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain dengan sistematis berdasarkan kumpulan bahan hukum yang diperoleh, ditambahkan pendapat para sarjana yang mempunyai hubungan dengan bahan kajian sebagai bahan komparatif. Langkah-langkah selanjutnya yang dipergunakan dalam melakukan suatu penelitian hukum, yaitu : 11 Ibid, hlm.196 12 Ibid hlm. 164 a Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal- hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan ; b Pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekiranya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan non-hukum ; c Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan d Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum e Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan. 13 Langkah-langkah ini sesuai dengan karakter ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. 14 Hasil analilis dari penelitian hukum dituangkan dalam suatu pembahasan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduksi. Metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor, kemudian diajukan ke-premis minor. Berdasarkan kedua hal tersebut ditarik kesimpulan atau konklusi. 15 Sehingga metode deduksi adalah penyimpulan pembahasan yang berpangkal dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang bersifat khusus dan diharapkan memberikan suatu preskripsi tentang apa yang harus diterapkan berkaitan dengan permasalahan terkait. 13 Ibid, hlm.171 14 Ibid, 15 Ibid, hlm. 47

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kekuasaan kehakiman di Indonesia

2.1.1 Pengertian kekuasaan kehakiman

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. 1 Pengertian kekuasaan kehakiman: 1. Menurut Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 24 : 1 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. 2 Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang. 2. Menurut Amandemen ketiga Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 24: 1 Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdekan untuk menyelenggarakan peradilan yang menegakkan hukum dan keadilan. 2 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 3. Menurut Amandemen keempat Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 24: 3 Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang- undang. 1 Miriam Budiharjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Penerbit Gramedia, Jakarta, 2001. Hlm 24 11 Amandemen Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 1 menjelaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Kekuasaan kehakiman merupakan salah satu bentuk kekuasaan tertinggi di Indonesia prime power. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia 2 Kekuasaan kehakiman di Indonesia diselenggarakan oleh lembaga peradilan tertinggi yaitu Mahkamah Agung yang membawahi empat lingkup peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan AgamaMahkamah Syar‟iyyah, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer dan Mahkamah Konstitusi. Kekuasaan kehakiman, secara global diakui sebagai kekuasaan yang independen merdeka dari berbagai anasir, intervensi, maupun intimidasi dari pihak lain yang dapat mengganggu proses hukum yang sedang berjalan undue process of law. Argumentasi tersebut sejalan dengan Zaenal Fanani yang mengemukakan bahwa pada hakikatnya cita-cita untuk menciptakan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan mandiri merupakan cita-cita universal. Hal tersebut dapat dilihat dalam Basic Principles On Independence of The Judiciary, yang diajukan oleh Majelis Umum PBB Resolusi 4032 tanggal 29 Nopember 1985 dan resolusi 40146 tanggal 13 Desember 1985. Juga dapat dilihat pada Beijing Statement Of 2 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 1 Angka 1. ” Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum R epublik Indonesia”

Dokumen yang terkait

Kesantunan Linguistik Dalam Ranah Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara

1 41 285

Kewenangan komisi yudisial dan dewan perwakilan rakyat dalam pengangkatan hakim agung: analisis putusan MK Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang seleksi calon hakim agung di DPR

0 6 119

Efektifitas Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Komisi Yudisial Dalam Mengawasi Hakim Dan Pengaruhnya Terhadap Kekuasaan Kehakiman

0 8 96

Kewenangan Komisi Yudisial dan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Pengankatan Hakim Agung (Analisis Putusan MK Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim Agung di DPR)

0 5 119

KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PROSES SELEKSI CALON HAKIM AGUNG.

0 0 16

KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PROSES SELEKSI CALON HAKIM AGUNG - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PROSES SELEKSI CALON HAKIM AGUNG - Repositori Universitas Andalas

0 1 1

KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PROSES SELEKSI CALON HAKIM AGUNG - Repositori Universitas Andalas

0 1 14

KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADUAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TAHUN 2014

0 1 22

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PENCALONAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATENKOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM,

0 0 83