Otonomi Daerah Kajian Teoritis

commit to user 49 besar dengan daerah yang memang miskin sumber daya alam. Karenanya pemerintah pusat masih tetap meberikan bantuan berupa Dana Alokasi Umum DAU yang besarnya sekurang-kurangnya 25 dari Penerimaan Dalam Negeri yang ditetapkan dalam APBN. Kesenjangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah vertical imbalances seperti masa pemerintahan Orde Baru juga hendak dihilangkan melalui mekanisme alokasi Dana Bagi Hasil Non Sumber Daya Alam dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang besarnya telah ditetapkan oleh UU. Kebutuhan khusus yang tidak dapat dicukupi dengan DAU misalnya bencana alam, dana darurat maka pemerintah pusat masih memberikan bantuan berupa Dana Alokasi Khusus DAK. Desentralisasi selain mengandung banyak manfaat ternyata juga menyimpan banyak permasalahan terutama yang terkait dengan pemisahan suatu daerah untuk menjadi daerah baru sehingga dimensi spasial menjadi makin kecil. Desentralisasi juga dapat menghasilkan suatu dampak berupa eksternalitas yang makin besar sehingga berkesan penyediaan barang publik yang under provided.

2.1.2. Otonomi Daerah

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- commit to user 50 undangan. Tujuan otonomi daerah menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 pada dasarnya adalah sama yaitu otonomi diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat serta peningkatan potensi pembangunan daerah secara optimal dan terpadu secara nyata, dinamis dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal. Konsekwensi dari pelaksanaan kedua Undang-undang tersebut adalah bahwa daerah harus mampu mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan tanggung jawab dalam rangka pemberberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, dan lembaga sosial masyarakat, serta seluruh potensi masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah daerah dalam mengelola administrasi keuangan pendapatan dan belanja daerah yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada dasarnya melaksanakan beberapa fungsi antara lain: fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi Mangkoesoebroto, 1999. Penerapan ketiga fungsi tersebut dapat memotivasi potensi ekonomi daerah, peningkatan taraf hidup maupun sektor-sektor kegiatan pembangunan lainnya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD juga merupakan rincian lebih lanjut dari Rencana Kerja Pemerintah commit to user 51 Daerah RKPD, Kebijakan Umum Anggaran KUA dan Prioritas Plafon Anggaran PPA, yang merupakan dokumen perencanaan tahunan daerah. Bila dikaitkan dengan peranan pemerintah daerah, maka APBD harus mencerminkan strategi pengeluaran yang rasional, baik dilihat dari aspek kualitatif maupun aspek kuantitatif, sehingga akan terlihat : a. Pertanggungjawaban pemungutan sumber-sumber pendapatan daerah oleh pemerintah daerah; b. Hubungan yang erat antara fasilitas penggunaan dana dan pemasukannya; c. Pola pengeluaran pemerintah yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan pola penerimaan yang pada akhirnya menjamin tingkat distribusi penghasilan dan alokasi sumber daya ekonomi daerah dalam kondisi pareto optimum.

2.1.3. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah