19.49 Uji Normalitas Data Diameter Arteriol Uji Beda Rata-rata Diameter Arteriol

commit to user No Tikus K1 K2 K3 SD

71.48 19.49

148.64 Berdasarkan hasil pengukuran diameter arteriol diketahui bahwa setelah 72 jam rata-rata diameter arteriol pada kelompok 1 yang tidak diberi perlakuan apapun adalah 182,2 + 71,48 , sedangkan rata-rata diameter arteriol pada kelompok 2 diberi cecal inoculum 40mgkalihari adalah 139,3 + 19,49 dan kelompok 3 Diberi cecal inoculum 40mgkalihari dan vitamin C 5,1 mgkgkalihari didapatkan nilai rata-rata diameter arteriol sebesar 397 + 149,64 . Gambar 10. Diagram Batang Rerata Diameter Arteriol Berdasarkan gambar 4.2 diatas diketahui bahwa kelompok 1 tanpa perlakuan rata-rata diameter arteriol lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok 2 Diberi cecal inoculum . Sedangkan kelompok 3 Diberi cecal inoculum dan vitamin C nilainya lebih tinggi dari pada kelompok 1 dan kelompok 2. Untuk mengetahui tingkat perbedaan dari ketiga kelompok perlakuan tersebut maka dilakukan uji lanjut.

b. Uji Normalitas Data Diameter Arteriol

Tabel 7. Uji Normalitas Data Diameter Arteriol Diameter Arteriol N P Keterangan Kelompok 1 45 0,001 Tidak Normal Kelompok 2 45 0,447 Normal Kelompok 3 45 0,020 Tidak Normal Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa kelompok 1 varian data berdistribusi tidak normal p= 0,001 ; p 0,05, Untuk kelompok 2 data juga berdistribusi normal p=0,159; p 0,05, dan kelompok 3 varian data berdistribusi tidak normal p=0,020; p0,05. Dikarenakan ada kelompok tidak lulus uji normalitas maka pengujian statistik di uji alternatif dengan Kruskal-Wallis test dan dilanjutkan dengan Mann Whitney Test.

c. Uji Beda Rata-rata Diameter Arteriol

Uji beda rata-rata diameter arteriol dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan bermakna antara diameter arteriol pada ketiga kelompok penelitian. Uji beda ini dilakukan dengan menggunakan uji statistik Kruskal-Wallis . Tabel 8. Uji Beda Rata-Rata Diameter Arteriol Diameter Arteriol N Rata-rata Kruskal- Wallis p Kelompok 1 45 182,2 80,505 0,000 Kelompok 2 45 139,3 Kelompok 3 45 397,6 Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa nilai p = 0,000 p0,05, yang artinya bahwa ada perbedaan yang nyata diameter arteriol antara kelompok 1 tanpa perlakuan, kelompok 2 diberi cecal inoculum dan kelompok 3 diberi cecal inoculum dan Vitamin C. Untuk mengetahui adanya perbedaan diameter arteriol antar masing- 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 K1 K2 K3 182.2 139.3 397.6 K1 K2 K3 commit to user masing kelompok perlakuan maka dilakukan uji lanjut Mann Whitney . Tabel 9. Perbedaan Diameter Arteriol Antara Masing –Masing Kelompok Perlakuan Diameter Arteriol N Rata-rata Z-Score p Kelompok 1 45 182,2 -3.326 0,001 Kelompok 2 45 139,3 Kelompok 1 45 182,2 -6,718 0,000 Kelompok 3 45 397,6 Kelompok 2 45 139,3 -8,114 0,000 Kelompok 3 45 397,6 Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa diketahui bahwa nilai uji beda antara kelompok 1 dan kelompok 2 mendapatkan nilai p=0,001 p0,05, jadi ada perbedaan yang signifikan diameter arteriol antara kelompok 1 tanpa perlakuan dengan dengan kelompok 2 diberi cecal inoculum dimana rata-rata diameter arteriol tikus kelompok 1 tanpa perlakuan 30,8 lebih lebar dibandingkan dengan tikus kelompok 2 diberi cecal inoculum . Demikian juga antara kelompok 1 tanpa perlakuan dan kelompok 3 diberi cecal inoculum dan Vitamin C mendapatkan hasil nilai p=0,001 p0,05. Jadi ada perbedaan yang signifikan diameter arteriol antara kelompok 1 dan kelompok 3. Dimana kelompok 3 menghasilkan diameter arteriol 118,2 lebih lebar daripada kelompok 1. Uji beda antara kelompok 2 diberi cecal inoculum dan kelompok 3 diberi cecal inoculum dan Vitamin C mendapatkan hasil nilai p=0,000 p0,05. Jadi ada perbedaan yang signifikan diameter arteriol antara kelompok 2 dan kelompok 3. Dimana kelompok 3 menghasilkan diameter arteriol 185,3 lebih lebar daripada kelompok 2. Berdasarkan hasil uji tersebut dapat diketahui bahwa pemberian vitamin C pada tikus sepsis mampu meningkatkan diameter arteriol lebih lebar dibandingkan dengan tikus sehat normal dan tikus sepsis. Pembahasan Sepsis dapat mengaktivasi berbagai macam sel seperti makrofag, netrofil, sel endotel maupun epithelial yang akan melepaskan sejumlah mediator, termasuk diantaranyya cytokines, chemokines, PAF, interferon- γ, komplemen prostanoid, leukotriene dan protease. Kejadian ini akan menyebabkan aktivasi dari sel imun yang disertai pelepasan ROS. Mediator inflamasi ini memiliki peran yang penting dalam membunuh organisme patoogen, namun jika respon yang terjadi terlalu eksesif, makan dapat menyebabkan infeksi sistemik pada orgam dibangian distal dan dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa pemberian vitamin C 5,1 mgkgBBhari i.v pada tikus sepsis mampu meningkatkan diameter arteriol lebih besar dibandingkan dengan tikus sepsis dan tikus yang sehat. Nilai diameter arteriol pada kelompok 1 tanpa perlakuan berbeda signifikan dengan kelompok 2 diberi cecal inoculum dengan nilai p=0,001 p0,05, dimana rata-rata diameter arteriol tikus kelompok 1 tanpa perlakuan 30,8 lebih lebar dibandingkan dengan tikus kelompok 2 diberi cecal inoculum . Demikian juga nilai diameter arteriol kelompok 1 tanpa perlakuan berbeda signifikan dengan kelompok 3 diberi cecal inoculum dan vitamin C dengan nilai p=0,001 p0,05. Dimana kelompok 3 menghasilkan diameter arteriol 118,2 lebih lebar dibandingkan dengan kelompok 1. Nilai dimater arteriol kelompok 2 diberi cecal inoculum juga berbeda signifikan dengan kelompok 3 diberi cecal inoculum dan Vitamin C dengan nilai p=0,000 p0,05. Dimana kelompok 3 menghasilkan diameter arteriol 185,3 lebih lebar daripada kelompok 2. commit to user Vitamin C merupakan golongan antioksidan larut dalam air yang dapat meredam dampak negatif oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat logam. Fungsi antioksidan adalah mencegah terbentuknya radikal hidroksil, memutus rantai reaksi oksidan, mereduksi oksidan menjadi zat lain yang kurang reaktif misalnya H2O dan O2, menghambat peroksidase lipid dan scavenger langsung dari ROS. Oleh sebab itu pemberian vitamin C pada tikus wistar mampu meningkatkan nilai diameter arteriol. Anti oksidan merupakan senyawa- senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan, termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat logam. Fungsi antioksidan adalah mencegah terbentuknya radikal hidroksil, memutus rantai reaksi oksidan, mereduksi oksidan menjadi zat lain yang kurang reaktif misalnya H2O dan O2, menghambat peroksidase lipid dan scavenger langsung dari ROS. Pada sepsis terjadi inflamasi, inflamasi ditandai oleh pelepasan sitokin pro inflamasi seperti TNF- , 1L-1 , dan IL-6 dan mediator inflamasi termasuk NO, PGE2, iNOS dan COX. Asam askorbat adalah reducing agent dan dapat mengurangi dan menetralkan, reaktif oksigen spesies seperti hidrogen peroksida. Oksidan seperti hidroksil radikal mengandung elektron tidak berpasangan dan sangat reaktif dan merusak pada tingkat molekuler. Hal ini disebabkan oleh interaksi ROS dengan asam nukleat, protein, dan lipid. Reaktif oksigen spesies mengoksidasi askorbat menjadi monodehydroascorbate dan kemudian menjadi dehydroascorbate . Reaktif Oksigen Spesies ROS direduksi menjadi air sementara bentuk askorbat teroksidasi relatif stabil, tidak reaktif dan tidak menyebabkan kerusakan sel. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Victor VM et al , 2000dimana Vitamin C Asam AscorbatAA merupakan donor elektron yang kuat, bereaksi baik dengan O 2 - maupun dengan OH - .AA memainkan peran penting dalam mekanisme pertahanan terhadap kerusakan oksidatif terutama yang disebabkan oleh lekosit.Pengaturan utama dari AA pada organisme berhubungan dengan fungsinya sebagai reduktor, namun AA juga ikut berperan dalam memodulasi jalur kompleks biokimia dimana hal ini merupakan bagian penting dalam metabolisme normal dari sel imun. Antioksidan ini menghambat aktivasi dari faktor transkripsi nuclear NF- κB yang dicetuskan oleh adanya endotoksin, dimana hal ini dapat menurunkan produksi TNFα. Penelitian Ex vivo telah menunjukkan pengaruh pemberian vitamin c terhadap regulasi aktivitas seluler, seperti peningkatan adhesi dan produksi O 2 - yang dihasilkan oleh makrofag pada mencit dengan syok endotoksin yang akan berkurang dengan adanya AA. AA juga memperlihatkan kemampuan untuk memodulasi fungsi limfosit pada model yang sama. Wu et al 2003 memperlihatkan dimana AA dapat menghambat ekspresi iNOS dan menurunkan kadar oksidan pada masa otot selama periode sepsis. Hasil ini menimbulkan dugaan dimana pemberian AA pada early sepsis dapat menjadi terapi tambahan yang berharga. Dengan demikian pemberian vitamin C 5,1 mgkgBBhari i.v pada tikus sepsis akan berdampak pada hasil pengukuran diameter arteriol, dimana pada tikus sepsis yang diberi vitamin C nilai dimater arteriol 118,2 lebih lebar dari tikus normal. Dan nilai dimater arteriol pada pada tikus sepsis yang diberi vitamin C 185,3 lebih besar dari tikus sepsis tanpa diberi vitamin C. KESIMPULAN Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 27 ekor commit to user tikus wistar dapat disimpulkan sebagai berikut: Pemberian Vitamin C pada tikus wistar dengan dosis 5.1 mgkgBBkalihari telah berhasil meningkatkan diameter arteriol pada tahap awal sepsis. Nilai dimater arteriol kelompok 2 diberi cecal inoculum berbeda signifikan dengan kelompok 3 diberi cecal inoculum dan Vitamin C dengan nilai p0.01. Dimana kelompok 3 menghasilkan diameter arteriol 185,3 lebih lebar daripada kelompok 2 DAFTAR PUSTAKA Abraham E 2003. Nuclear factor-kB and its role in sepsis-associated organ failure. J Infect Dis , 187: S364-9. Alpha A, Aamer A, Syed, Shelley K, Robin S, Don F, et al . 2014. Phase I safety trial of intravenous ascorbic acid in patients with severe sepsis. Journal of Translational Medicine . Vol:1232: 1-10 Asada, K. 2006. Production and Scavenging of Reactive Oxygen Species in Chloroplasts and Their Functions. ASPB. Vol. 141 2: 391- 396 Backer, D, et al. 2011. Microsirculatory alterations: potential mechanism and implication for therapy. Annal of Intensive Care . 1:27 Baldwin AS. 2001. Series introduction: the transcription factor NF-kB and human disease. J Clin Invest ; 107: 3-6. Barnes PJ. 1997. Nuclear factor kB. Int J Biochem Cell , 29: 867-70. Bateman RM, Sharpe MD, Ellis CG, 2003. Bench-to-bedside review: microvascular dysfunction in sepsis-hemodynamics, oxygen transport, and nitric oxide. Crit Care ; 7: 359- 73. Blackwell TS, Christman JW, 1997. The role of nuclear factor kB in cytokine gene regulation. Am J Respir Cell Mol Biol , 17: 3-9. Blackwell TS, Yull FE, Chen CL, Venkatakrishnan A, Blackwell TR, Hicks DJ et al, 2000. Multiorganic nuclear factor kappa B activation in a transgenic mouse model of systemic inflammation. Am J Respir Crit Care Med , 162: 1095-101. Bolon ML, Peng T, Kidder GM, Tyml K, 2008. Lipopolysaccharide plus hypoxia and reoxygenation synergistically reduce electrical coupling between microvascular endothelial cells by dephosphorylating connexin40 . J Cell Physiol ; 2172: 350 –359 Bone RC, Balk RA, Cerra FB, Dellinger RP, Fein AM, Knaus WA, et al 1992. Definitions for sepsis and organ failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. The ACCPSCCM Consensus Conference Comitte. American College of Chest PhysiciansSociety of Critical Care Medicine. 101: 1644-55. Boveris A, Alvarez S, Navarro A 2002. The role of mitochondrial nitric oxide synthase in inflammation and septic shock. Free Radic Biol Med , 33: 1186-93. Brahmbhatt S, Gupta A, Sharma AC. 2005. Big Endothelin-1 I-21 Fragment during early sepsis modulates tai, p38-MAPK phosphorylation and nitric oxide synthase activation. Molecular and Cellular Biochemistry , 271: pp: 225-237 Brook G, Butel J, Morse A. 2003. Medical Microbiology . Singapore: Mcgraw Hill Company: 854-865 Buras JJ, Holzmann B, Sitkovsky M. 2005. Animal models of sepsis: Setting the stage. Nature reviews Drugs Discovery 4 ; 854-865 commit to user Cepinskas, G Wilson, J. 2008. Respon inflamasi pada endothel Mikrovaskuler Pada Sepsis: Peran Oksidan. J. Clin. Biochem. Nutr.

42: 175-184