Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

PENGURANGAN INTENSITAS RADIASI SURYA DAN
PENGARUHNYA PADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)

OLEH :
AHMAD MUSAWIR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

PENGURANGAN INTENSITAS RADIASI SURYA DAN
PENGARUHNYA PADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)

OLEH :
AHMAD MUSAWIR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada

Program Studi Agroklimatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

ABSTRAK
AHMAD MUSAWIR. Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.). Dibimbing
oleh YONNY KOESMARYONO dan TANIA JUNE.
Radiasi surya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kentang. Di
samping itu, intensitas yang optimum diperlukan agar pertumbuhan tanaman kentang
dapat tumbuh dengan baik. Pada penelitian ini dipelajari pengurangan intensitas
radiasi surya dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kentang
pada berbagai periode pertumbuhan. Pengurangan dan periode pengurangan intensitas
dianalisis dengan menggunakan analisis ragam pada taraf 5% kemudian dilanjutkan
dengan uji Tukey.
Pengurangan intensitas radiasi tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata
pada indeks luas daun (ILD). Namun ada kecenderungan bahwa pengurangan
intensitas akan meningkatkan nilai ILD. Perlakuan periode pengurangan intensitas

memberikan perbedaan yang nyata pada nilai ILD terutama pada pengurangan selama
pertumbuhan.
Dengan semakin menurunnya tingkat intensitas radiasi surya nilai luas daun
spesifik (LDS) semakin besar. Pada pengamatan 70 hst nilai LDS mempunyai nilai
yang lebih besar pada pengurangan intensitas selama fase pertumbuhan dibandingkan
pengurangan pada fase awal pertumbuhan.
CGR menurun sejalan dengan pengurangan intensitas radiasi surya seperti
ditunjukkan pada pengamatan 55 dan 70 hst, demikian pula pada perlakuan
pengurangan intensitas selama fase pertumbuhan. Pola yang hampir sama dengan
CGR terjadi pada NAR, dimana hasilnya akan turun bila intensitas yang diterima
dikurangi.
Berat umbi per tanaman pada percobaan menunjukkan, penerimaan intensitas
75% tidak menurunkan berat umbi total per tanaman, sedangkan pada intensitas 55%
selama pertumbuhan dan intensitas 25% pada fase awal, fase akhir maupun selama
pertumbuhan akan menurunkan berat umbi total per tanaman.
Terdapat hubungan linier antara berat kering tanaman dengan berat
kering umbi pada intensitas 100%, 75%, 55%, dan 25% berturut-turut mengikuti
persamaan y = -5,350 + 0,927x ; y = 0,803 + 0,824x ;
y = 9,207 + 0,673x ;
y = 7,616 + 0,646x, dengan nilai EPU masing-masing sebesar 0,927;

0,824; 0,673; 0,646.

ABSTRACT
AHMAD MUSAWIR. The Reduce of Sun Radiation Intensity and It's Effect on
Potato (Solanum tuberosum L.) Growth and Production. Under Direction YONNY
KOESMARYONO and TANIA JUNE
The sun radiation is effecting the growth and production of potato plant. Beside
that, optimum value of sun radiation intensity is needed for a good growth of potato
plan. This research is studying the reduce of sun radiation intensity and it's effect on
potato plan growth and production in different periode. The reduce of sun radiation
intensity and the periode of reduced intensity in analyzed with analysis of variance (P
0.05) and then continued by Tukey test.
The reduce of sun radiation intensity is not significantly different in the leaf
area index (LAI). But there are tendency that the reduce of sun radiation intensity will
increasing LAI value. Periode treatment resulting significantly difference on LAI
value especially the reducing in the early phase of potato plan grow.
As the decreasing of sun radiation intensity level, the value of spesific leaf area
(SLA) is increasing. At 70 day post planning (dpp), the SLA value is bigger than the
early phase of potato grow.
CGR is decreasing as the sun radiation intensity decreased, showed in

observation 55 and 70 dpp. That trend is also happened on reduced intensity
treatment in plan growing phase. The similar pattern in CGR is happened in NAR,
where the result is will decreased if the intensity is reduced.
Corm weight per plan obtained from researh indicating, 75% intensity
acceptance is not decreasing the total weight, meanwhile 55% intensity in growing
phase and 25% in early grow phase is decreasing the total weight.
There are linier relation between plan dry weight with corm dry weight in
100%, 75%, 50% and 25% intensity follow as concecutively y = -5,350 + 0,927x; y =
0,803 + 0,824x ; y = 9,207 + 0,673x ; y = 7,616 + 0,646x, with ESRP value each
0,927; 0,824; 0,673; 0,646.

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul
Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan hasil karya
saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Semua data dan informasi yang digunakan secara jelas dapat diperiksa
kebenarannya. Tesis ini belum pernah dipublikasikan atau diajukan untuk
memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.


Bogor, April 2005

Ahmad Musawir

Judul Tesis

Nama
NRP
Program Studi

: Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang
(Solanum tuberosum L.)
: Ahmad Musawir
: P 12500004
: Agroklimatologi

Menyetujui :


1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
Ketua

Dr. Ir. Tania June, M.Sc
Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Agroklimatologi

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Ahmad Bey, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

Tanggal Sidang : 19 April 2005


Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis
ini berhasil diselesaikan. Judul tesis yang dipilih dalam penelitian ini adalah
Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir Tania June, M.Sc sebagai anggota
komisi pembimbing, yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan. Disamping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Hias
Cipanas beserta staf yang telah membantu selama penelitian di lapangan. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada istri dan anak tercinta Diana Permata, S.Kg
dan Aqilah Salsabila, atas segala pengorbanan dan dukungannya. Kepada ayahanda,
ibunda serta adik-adik, Rahmi, Erza, Safwat, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, April 2005


Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Maret 1974 dari ayah
Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah, SH dan ibu Siti Hafsah. Penulis merupakan anak
pertama dari empat bersaudara.
Pada tahun 1992 melalui jalur UMPTN penulis diterima sebagai mahasiswa di
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Padjadjaran dan lulus pada tahun 1998.
Pada tahun 2000 penulis bekerja di Universitas Djuanda dan pada tahun yang
sama penulis melanjutkan ke program magister pada Program Studi Agroklimatologi
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 1992 penulis diterima sebagai karyawan Badan Perencanaan
Penelitian dan Pengembangan Kota Batam hingga sekarang.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………………..


iii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….

iv

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..

v

PENDAHULUAN……………………………………………………….
Latar Belakang ……………………………….………………….
Tujuan Penelitian………………………………….……………..

1
1
5

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………...

Intensitas Radiasi Surya…………………………….……………
Budidaya Tanaman Kentang………….…………..……………...

6
6
11

BAHAN DAN METODE………………………………………………..
Tempat dan Waktu Penelitian……………………………..…….
Bahan dan Alat……………………………………………..……
Metode………………………………………………….……….

17
17
17
17

HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………….
Hasil……………………………………………………….…….
Iklim Makro…………………………………………………

Pengurangan Intensitas Radiasi Surya…………………..…
Periode Pengurangan Intensitas……………………………..
Efisiensi Pembentukan Umbi ……………………………….
Pembahasan………………………………………………………

26
26
26
26
29
31
34

KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….…
Kesimpulan………………………………………………………
Saran……………………………………………………………..

38
38
39

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………

40

LAMPIRAN……………………………………………………………..

44

DAFTAR TABEL

Halaman
1.

ILD, LDS dan Berat Kering Tanaman pada Berbagai Tingkat
Intensitas Radiasi Surya…………………………………………...

27

2.

CGR dan NAR pada Berbagai Tingkat Intensitas Radiasi Surya…

28

3.

ILD, LDS dan Berat Kering Tanaman pada Berbagai Periode
Pengurangan Intensitas……………………………………………

30

4.

CGR dan NAR pada Berbagai Periode Pengurangan Intensitas …

31

5.

Berat Umbi pada Berbagai Tingkat dan Periode Pengurangan
Intensitas ………………………………………………………….

33

PENGURANGAN INTENSITAS RADIASI SURYA DAN
PENGARUHNYA PADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)

OLEH :
AHMAD MUSAWIR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

PENGURANGAN INTENSITAS RADIASI SURYA DAN
PENGARUHNYA PADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)

OLEH :
AHMAD MUSAWIR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agroklimatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

ABSTRAK
AHMAD MUSAWIR. Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.). Dibimbing
oleh YONNY KOESMARYONO dan TANIA JUNE.
Radiasi surya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kentang. Di
samping itu, intensitas yang optimum diperlukan agar pertumbuhan tanaman kentang
dapat tumbuh dengan baik. Pada penelitian ini dipelajari pengurangan intensitas
radiasi surya dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kentang
pada berbagai periode pertumbuhan. Pengurangan dan periode pengurangan intensitas
dianalisis dengan menggunakan analisis ragam pada taraf 5% kemudian dilanjutkan
dengan uji Tukey.
Pengurangan intensitas radiasi tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata
pada indeks luas daun (ILD). Namun ada kecenderungan bahwa pengurangan
intensitas akan meningkatkan nilai ILD. Perlakuan periode pengurangan intensitas
memberikan perbedaan yang nyata pada nilai ILD terutama pada pengurangan selama
pertumbuhan.
Dengan semakin menurunnya tingkat intensitas radiasi surya nilai luas daun
spesifik (LDS) semakin besar. Pada pengamatan 70 hst nilai LDS mempunyai nilai
yang lebih besar pada pengurangan intensitas selama fase pertumbuhan dibandingkan
pengurangan pada fase awal pertumbuhan.
CGR menurun sejalan dengan pengurangan intensitas radiasi surya seperti
ditunjukkan pada pengamatan 55 dan 70 hst, demikian pula pada perlakuan
pengurangan intensitas selama fase pertumbuhan. Pola yang hampir sama dengan
CGR terjadi pada NAR, dimana hasilnya akan turun bila intensitas yang diterima
dikurangi.
Berat umbi per tanaman pada percobaan menunjukkan, penerimaan intensitas
75% tidak menurunkan berat umbi total per tanaman, sedangkan pada intensitas 55%
selama pertumbuhan dan intensitas 25% pada fase awal, fase akhir maupun selama
pertumbuhan akan menurunkan berat umbi total per tanaman.
Terdapat hubungan linier antara berat kering tanaman dengan berat
kering umbi pada intensitas 100%, 75%, 55%, dan 25% berturut-turut mengikuti
persamaan y = -5,350 + 0,927x ; y = 0,803 + 0,824x ;
y = 9,207 + 0,673x ;
y = 7,616 + 0,646x, dengan nilai EPU masing-masing sebesar 0,927;
0,824; 0,673; 0,646.

ABSTRACT
AHMAD MUSAWIR. The Reduce of Sun Radiation Intensity and It's Effect on
Potato (Solanum tuberosum L.) Growth and Production. Under Direction YONNY
KOESMARYONO and TANIA JUNE
The sun radiation is effecting the growth and production of potato plant. Beside
that, optimum value of sun radiation intensity is needed for a good growth of potato
plan. This research is studying the reduce of sun radiation intensity and it's effect on
potato plan growth and production in different periode. The reduce of sun radiation
intensity and the periode of reduced intensity in analyzed with analysis of variance (P
0.05) and then continued by Tukey test.
The reduce of sun radiation intensity is not significantly different in the leaf
area index (LAI). But there are tendency that the reduce of sun radiation intensity will
increasing LAI value. Periode treatment resulting significantly difference on LAI
value especially the reducing in the early phase of potato plan grow.
As the decreasing of sun radiation intensity level, the value of spesific leaf area
(SLA) is increasing. At 70 day post planning (dpp), the SLA value is bigger than the
early phase of potato grow.
CGR is decreasing as the sun radiation intensity decreased, showed in
observation 55 and 70 dpp. That trend is also happened on reduced intensity
treatment in plan growing phase. The similar pattern in CGR is happened in NAR,
where the result is will decreased if the intensity is reduced.
Corm weight per plan obtained from researh indicating, 75% intensity
acceptance is not decreasing the total weight, meanwhile 55% intensity in growing
phase and 25% in early grow phase is decreasing the total weight.
There are linier relation between plan dry weight with corm dry weight in
100%, 75%, 50% and 25% intensity follow as concecutively y = -5,350 + 0,927x; y =
0,803 + 0,824x ; y = 9,207 + 0,673x ; y = 7,616 + 0,646x, with ESRP value each
0,927; 0,824; 0,673; 0,646.

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul
Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan hasil karya
saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Semua data dan informasi yang digunakan secara jelas dapat diperiksa
kebenarannya. Tesis ini belum pernah dipublikasikan atau diajukan untuk
memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Bogor, April 2005

Ahmad Musawir

Judul Tesis

Nama
NRP
Program Studi

: Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang
(Solanum tuberosum L.)
: Ahmad Musawir
: P 12500004
: Agroklimatologi

Menyetujui :

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
Ketua

Dr. Ir. Tania June, M.Sc
Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Agroklimatologi

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Ahmad Bey, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

Tanggal Sidang : 19 April 2005

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis
ini berhasil diselesaikan. Judul tesis yang dipilih dalam penelitian ini adalah
Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir Tania June, M.Sc sebagai anggota
komisi pembimbing, yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan. Disamping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Hias
Cipanas beserta staf yang telah membantu selama penelitian di lapangan. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada istri dan anak tercinta Diana Permata, S.Kg
dan Aqilah Salsabila, atas segala pengorbanan dan dukungannya. Kepada ayahanda,
ibunda serta adik-adik, Rahmi, Erza, Safwat, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, April 2005

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Maret 1974 dari ayah
Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah, SH dan ibu Siti Hafsah. Penulis merupakan anak
pertama dari empat bersaudara.
Pada tahun 1992 melalui jalur UMPTN penulis diterima sebagai mahasiswa di
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Padjadjaran dan lulus pada tahun 1998.
Pada tahun 2000 penulis bekerja di Universitas Djuanda dan pada tahun yang
sama penulis melanjutkan ke program magister pada Program Studi Agroklimatologi
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 1992 penulis diterima sebagai karyawan Badan Perencanaan
Penelitian dan Pengembangan Kota Batam hingga sekarang.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………………..

iii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….

iv

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..

v

PENDAHULUAN……………………………………………………….
Latar Belakang ……………………………….………………….
Tujuan Penelitian………………………………….……………..

1
1
5

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………...
Intensitas Radiasi Surya…………………………….……………
Budidaya Tanaman Kentang………….…………..……………...

6
6
11

BAHAN DAN METODE………………………………………………..
Tempat dan Waktu Penelitian……………………………..…….
Bahan dan Alat……………………………………………..……
Metode………………………………………………….……….

17
17
17
17

HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………….
Hasil……………………………………………………….…….
Iklim Makro…………………………………………………
Pengurangan Intensitas Radiasi Surya…………………..…
Periode Pengurangan Intensitas……………………………..
Efisiensi Pembentukan Umbi ……………………………….
Pembahasan………………………………………………………

26
26
26
26
29
31
34

KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….…
Kesimpulan………………………………………………………
Saran……………………………………………………………..

38
38
39

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………

40

LAMPIRAN……………………………………………………………..

44

DAFTAR TABEL

Halaman
1.

ILD, LDS dan Berat Kering Tanaman pada Berbagai Tingkat
Intensitas Radiasi Surya…………………………………………...

27

2.

CGR dan NAR pada Berbagai Tingkat Intensitas Radiasi Surya…

28

3.

ILD, LDS dan Berat Kering Tanaman pada Berbagai Periode
Pengurangan Intensitas……………………………………………

30

4.

CGR dan NAR pada Berbagai Periode Pengurangan Intensitas …

31

5.

Berat Umbi pada Berbagai Tingkat dan Periode Pengurangan
Intensitas ………………………………………………………….

33

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1.

Denah Percobaan ………………………………………………

21

2.

Denah Anak Petak……………………………………………..

22

3.

Beberapa Perlakuan (II I3S1 dan II I3S2) pada Umur 23 hst...

23

4.

Beberapa Perlakuan (II I3S3 dan II I0)

24

5.

Perlakuan II I2S2 pada Umur 23 hst………………………….

pada Umur 23 hst…

25

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1.

Data Iklim Makro Lokasi Penelitian……………………………….

44

2.

Analisis Ragam Indeks Luas Daun pada 55 hst……………………

47

3.

Analisis Ragam Indeks Luas Daun pada 70 hst……………………

47

4.

Analisis Ragam Luas Daun Spesifik pada 55 hst…………………

47

5.

Analisis Ragam Luas Daun Spesifik pada 70 hst…………………

47

6.

Analisis Ragam Berat Kering Tanaman pada 55 hst……………..

48

7.

Analisis Ragam Berat Kering Tanaman pada 70 hst……………..

48

8.

Analisis Ragam Berat Kering Tanaman pada 85 hst……………..

48

9.

Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Tanaman (CGR) pada 55 hst

48

10.

Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Tanaman (CGR) pada 70 hst

49

11.

Analisis Ragam Laju Asimilasi Bersih (NAR) pada 55 hst………

49

12.

Analisis Ragam Laju Asimilasi Bersih (NAR) pada 70 hst………

49

13.

Analisis Ragam Berat Umbi per Tanaman pada 55 hst…………..

49

14.

Analisis Ragam Berat Umbi per Tanaman pada 70 hst…………..

50

15.

Analisis Ragam Berat Umbi per Tanaman pada 85 hst…………..

50

16.

Analisis Ragam Berat Kering Umbi pada 55 hst…………………

50

17.

Analisis Ragam Berat Kering Umbi pada 70 hst…………………

50

18.

Analisis Ragam Berat Kering Umbi pada 85 hst…………………

51

19.

20.

Analisis Regresi Bobot Kering Umbi terhadap Bobot Kering
Tanaman pada Intensitas 100%…………………………………...

51

Analisis Regresi Bobot Kering Umbi terhadap Bobot Kering
Tanaman pada Intensitas 75%……………………………………...

21.

Analisis Regresi Bobot Kering Umbi terhadap Bobot Kering
Tanaman pada Intensitas 55%……………………………………...
52

22.

Analisis Regresi Bobot Kering Umbi terhadap Bobot Kering
Tanaman pada Intensitas 25%……………………………………...
52

51

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kentang merupakan salah satu komoditas pertanian khususnya dari sub sektor
tanaman holtikultura. Kentang berasal dari daerah tropika Amarika Selatan kemudian
diintroduksikan ke daerah subtropis di Eropa dan berkembang di sana. Sejak tahun
1794 tanaman kentang sudah diusahakan di Indonesia yaitu di Cisarua Bandung dan
pada tahun 1811 telah tersebar ke daerah lain terutama di daerah pegunungan di
Indonesia.
Secara nutrisi umbi kentang merupakan bahan yang paling seimbang dalam
menyediakan kalori dan protein bagi kebutuhan manusia dibanding bahan pangan
lainnya Kentang menjadi makanan pokok di banyak negara. Melihat kandungan
gizinya, kentang merupakan sumber utama karbohidrat. Zat-zat gizi yang terkandung
dalam 100 gram bahan adalah kalori 347 kal, protein 0,3 gram, lemak 0,1 gram,
karbohidrat 85,6 gram, kalsium (Ca) 20 gram, fosfor (P) 30 mg, besi (Fe) 0,5 mg dan
vitamin B 0,04 mg (Pennington, 2003). Hal tersebut menjadikan kentang sebagai
prioritas alternatif yang mampu mensubstitusi kebutuhan pangan pokok masyarakat.
Bahkan untuk kalangan tertentu (penderita diabetes), kentang merupakan makanan
pokok untuk diet, karena kandungan kadar gulanya yang rendah. Kentang merupakan
komoditas yang penting dan mampu berperan untuk memenuhi gizi masyarakat.
Mengingat pola konsumsi masyarakat terhadap makanan terutama di perkotaan,
menjadikan kentang sebagai menu makanan sehari-hari. Restoran fast food dan

berbagai jenis penganan juga menggunakan kentang sebagai bahan/menu utamanya.
Berbagai kenyataan tersebut semakin menegaskan besarnya kebutuhan masyarakat
terhadap kentang. Prospek penyerapan dan permintaan pasar terhadap komoditas
kentang dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal itu sejalan dengan peningkatan
jumlah penduduk, tingkat pendidikan masyarakat yang lebih memahami peranan dan
nilai-nilai gizi. Peningkatan pendapatan/daya beli masyarakat yang semakin membaik
telah ikut serta mengubah preferensi (kesukaan) masyarakat terhadap kentang.
Perkembangan berbagai industri pengolahan hasil-hasil pertanian, dimana kentang
dapat diolah menjadi makanan kecil juga membuat permintaan terhadap kentang
sebagai bahan baku terus meningkat.
Walaupun tergolong tanaman yang berasal dari daerah sub tropis, kentang
dapat tumbuh dengan baik pada dataran tinggi tropis. Suhu optimal pada tanaman
kentang berkisar antara 18 - 21 °C, sehingga budidaya di Indonesia terbatas pada
dataran tinggi dengan ketinggian ideal 1000 – 1300 m dpl, sedangkan pada beberapa
varietas kentang dapat ditanam di dataran menengah 300 – 700 m dpl.
Pengaruh iklim terhadap tanaman diawali oleh pengaruh langsung cuaca
terutama pengaruh radiasi dan suhu terhadap fotosintesis, respirasi, transpirasi dan
proses-proses metabolisme di dalam sel organ tanaman. Radiasi surya merupakan
unsur iklim yang sangat berperan terhadap pertumbuhan tanaman, penyediaan atau
pembentukan limbung dan sumber. Dalam proses fotosintesis, klorofil daun
menyerap energi radiasi surya pada kisaran panjang gelombang PAR ( Photosynthetic
Active Radiation) antara 0,38 – 0,70 µm.

Radiasi surya yang sampai ke permukaan tanaman tergantung pada intensitas
radiasi surya langsung dan radiasi surya difusi. Jumlah energi radiasi yang berperan
terhadap petumbuhan tanaman ditentukan oleh proporsi radiasi surya yang diserap
oleh tanaman tersebut.
Sampai dengan tahun 2000 perkembangan luas panen tanaman kentang
mencapai 73.068 Ha, dengan total produksi 977.349 ton (BPS, 2000). Terdapat 4
provinsi utama penghasil kentang, yakni Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur
dan Jawa Tengah masing-masing dengan luas panen 27.778 Ha, 15.275 Ha, 7.551 Ha
dan 1.176 Ha, dengan rata-rata produksi 16,7 ton, 14,1 ton, 10,8 ton dan 12,0 ton per
hektar (Suryanto, 2003).
Gambaran karakteristik tanaman yang tumbuh pada intensitas radiasi matahari
rendah nampak subur dan rimbun karena daunnya lebih lebar, namun hasil panennya
cenderung rendah. Fenomena ini tampak jelas pada tanaman padi IR 747B2-6 seperti
dilaporkan oleh Yoshida (1981), bahwa berkurangnya intensitas radiasi sampai 25%
pada fase pertumbuhan reproduksi dan pemasakan, tidak mempengaruhi indeks panen
dan jumlah malai, namun akan menurunkan produksi gabah 40 sampai 50%. June
(1999) mengambil contoh tanaman ketimun, pada intensitas tinggi maka jumlah sel
dan volume sel daun bertambah dua kali yang selanjutnya akan meningkatkan Indeks
Luas Daun (Leaf Area Indeks/LAI). Disamping itu lapisan palisade daun akan
bertambah tebal sehingga meningkatkan ketebalan daun. Daun yang mempunyai
lapisan palisade lebih tebal akan mempunyai kapasitas fotosintesis per cm2 lebih
besar sehingga Laju Asimilasi Bersih (Net Assimilation Rate/NAR) meningkat dan
Laju Pertumbuhan Relatif (Relatif Growth Rate/RGR) secara potensial bisa lebih

tinggi. Ditambahkan oleh Lawlor (1993), peningkatan intensitas radiasi akan diikuti
laju pertukaran CO2, namun peningkatan intensitas selanjutnya justru akan
mengurangi laju pertukaran CO2 sampai tingkat dimana pengambilan CO2 sama
dengan pengeluarannya. Keadaan ini yang umumnya terjadi pada tanaman C3, disebut
tingkat cahaya jenuh yakni kondisi dimana kenaikan intensitas tidak lagi diikuti laju
pertukaran CO2.
Sebaliknya, pada intensitas radiasi matahari yang sangat rendah, misalnya
sepertiga dari intensitas maksimal pada siang hari, maka berat kering total tanaman
akan turun sampai 38% dan berat kering batang, daun serta akar meningkat sampai
57%, dimana keadaan ini dapat menurunkan berat umbi sampai 80% (Burton,1966).
Lebih lanjut Haeder dan Beringer (1983) menyatakan, pada intensitas radiasi dan
suhu yang ideal, potensi hasil tanaman kentang dapat mencapai 100 ton per hektar.
Suryanto (2003) melaporkan, produktivitas 10 varietas kentang pada luas daun
2,650 – 8,253 cm2 atau setara dengan nilai ILD 1,26 – 3,93, berkisar 11 – 27 ton per
hektar. Produksi ini apabila ditinjau dari sisi penangkapan energi matahari,
efisiensinya masih rendah, karena menurut Haeder dan Beringer (1983), pada kisaran
ILD tersebut dapat dihasilkan umbi kentang sekitar 20 – 50 ton per hektar.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa intensitas terbaik bagi suatu tanaman
adalah intensitas yang optimum, yakni tidak melewati batas kejenuhan cahaya dan
tidak terlalu rendah.

Tujuan Penelitian

Menganalisis pengurangan intensitas radiasi surya dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman kentang pada berbagai periode pertumbuhan.

TINJAUAN PUSTAKA

Intensitas Radiasi Surya
Matahari sebagai pusat pergerakan planet bumi, memancarkan radiasinya
dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi matahari ini merupakan sumber
tenaga atau sumber energi bagi gerak kehidupan planet bumi, diantaranya membentuk
perilaku iklim dan memberikan kehangatan bagi organismenya. Radiasi matahari
setelah diterima atmosfir bumi selanjutnya masuk dalam biosfir, di mana pada daerah
ini terdapat tumbuhan, satu-satunya organisme bumi yang mampu mengubahnya
menjadi energi kimia sehingga menjadi bermanfaat bagi organisme lainnya.
Intensitas radiasi matahari pada batas atmosfir bumi teratas, besarnya sekitar
1.370 W m-2 atau sekitar 2 kal m-2 menit-1. Jones (1992) menjelaskan radiasi ini
dikenal sebagai tetapan radiasi matahari (solar constant). Pengamatan dengan
pyrheliometer pada satelit Nimbus 7 menunjukkan tetapan radiasi matahari berkisar
1.369-1.375 W m-2 atau rata-rata 1.373 W m-2 dengan kecenderungan penurunan
sekitar 0,02% per tahunnya. Dari radiasi tersebut, hanya sebagian saja yang sampai di
permukaan bumi, lainnya dipantulkan kembali ke angkasa sebagai akibat pembelokan
lapisan atas atmosfir dan sebagian diserap oleh berbagai partikel yang ada di udara
(Monteith, 1990). Lebih lanjut disebutkan pula bahwa sekitar 60-75% radiasi
gelombang pendek yang diamati di Observatorium Kew (51,5 °LU), hilang di
atmosfir akibat pemantulan dan penyerapan berbagai partikel, seperti uap air, awan,
debu dan asap. Intensitas radiasi matahari yang jatuh dipermukaan bumi dipengaruhi

oleh musim, yakni terendah 2,2 MJ m-2 hari-1 pada musim dingin (25%) dan tertinggi
16,2 MJ m-2 hari-1 pada musim panas (40%). Besarnya intensitas radiasi di permukaan
bumi tergantung dari lintang tempat, ketebalan awan, topografi dan musim. Adanya
awan di atmosfir menyebabkan penerimaan radiasi matahari di permukaan bumi
bervariasi, dari 40% di daerah basah dengan banyak awan sampai 80% di daerah
gurun yang kering (Larcher, 1980).
Sugito (1999) menjelaskan, dalam hubungannya dengan tanaman, radiasi
matahari digolongkan menjadi tiga, yakni intensitas, kualitas dan fotoperiodisitas.
Dari ketiganya, aspek intensitas yang banyak berperan dalam konversi energi
matahari dibandingkan dengan dua aspek radiasi matahari lainnya. Jones (1992)
menambahkan, radiasi matahari sampai pada permukaan daun tanaman dapat secara
langsung atau tidak, dapat berupa gelombang pendek dan gelombang panjang yang
diterima melalui penerusan atmosfir, pemantulan awan dan pemantulan dari
permukaan tanah.
Intensitas radiasi matahari adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu
tanaman per satuan luas dan per satuan waktu. Adanya satuan waktu berarti dalam
pengukuran ini termasuk pula lama penyinaran atau atau lama matahari bersinar
dalam satu hari (Sugito, 1999). Selanjutnya Lawlor (1993) mengatakan, untuk
mengukur energi digunakan satuan J m-2 detik-1 dimana 1 J detik-1 = 1 watt (W)
ekivalen dengan W m-2. Jones (1992) menambahkan, dalam The International System
of Units (SI), untuk mengukur intensitas digunakan satuan W m-2.
Di Indonesia yang beriklim tropis, intensitas radiasi matahari dipengaruhi oleh
musim, letak geografis dan ketinggian tempat. Pada musim hujan, dimana terdapat

banyak awan, penerimaan intensitas radasi matahari hanya berkisar 47%, namun pada
musim kemarau di mana pembentukan awan relatif berkurang radiasi bisa mencapai
70% (Lawlor, 1993). Pada siang hari terik dan langit bersih di musim kemarau
intensitas radiasi matahari dapat mendekati 10.000 fc (foot candle) atau sekitar 1,5
kal cm-2 menit-1 setara dengan 1.045,5 W m-2 (Nasir, 1999).
Larcher (1980) mengatakan bahwa banyaknya gunung di daerah tropis
mempengaruhi penerimaan intensitas radiasi matahari. Pada dataran tinggi, karena
rendahnya derajat kekeruhan atau polusi udara, maka penerimaan intensitas radiasi
matahari akan lebih besar bila dibandingkan dengan dataran rendah. Dijelaskan pula,
intensitas radasi matahari mempengaruhi perkembangan morfologi dan fisiologi
tanaman, yakni ciri struktural, kimia dan fungsional tanaman.
Dezfouli dan Herbert (1992) menjelaskan bahwa pada bagian morfologi
tanaman, intensitas radiasi tinggi akan menghasilkan luas daun yang lebih kecil
dengan tinggi tanaman atau ruas batang yang lebih pendek, sedangkan pada
fisiologinya akan meningkatkan jumlah dan ukuran sel, khloroplas, stomata, nisbah
khlorofil a dan b, C dan N, kandungan antosianin, energi dari bahan kering dan berat
kering tanaman. Pada ciri fungsional, intensitas radiasi tinggi akan meningkatkan laju
fotosintesis, fotorespirasi dan transpirasi tanaman. Sebaliknya, kurangnya intensitas
dari kebutuhan tanaman akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat karena
proses fotosintesisnya terganggu.
Peningkatan intensitas radiasi matahari ternyata tidak bersifat linier dengan
laju fotosintesis. Peningkatan intensitas radiasi hasil pantulan mulsa tidak
meningkatkan laju fotosintesis secara proporsional pada tanaman kentang (Matheny,

et al,1992). Chang (1974) menambahkan, pada siang hari yang terik di musim
kemarau dimana intensitas radiasi matahari dapat mencapai 1.071,9 W m-2, tanaman
hanya memanfaatkan cahaya 25 - 60% sesuai dengan tingkat kejenuhan cahaya
masing-masing tanaman.
Energi matahari dipancarkan melalui radiasi matahari berupa gelombang
elektromagnetik. Tanaman pertanian mengkonversi energi matahari yang jatuh di atas
permukaan

daunnya,

menjadi

energi

kimia

dalam

proses

fotosintesis.

Hampir 80 - 90% bahan kering tanaman adalah hasil fotosintesis. Namun demikian,
penangkapan energi matahari oleh tanaman pertanian, efesiensinya sangatlah rendah.
Bila dihitung dari besarnya energi matahari yang jatuh pada daun dan bahan kering
yang dihasilkan tanaman, maka efesiensi konversi energi pada berbagai tanaman
hanya berkisar 1 – 2% saja. Rendahnya efisiensi konversi energi ini disebabkan oleh
berbagai sebab, yakni adanya pemantulan dan penerusan energi matahari yang jatuh
pada tajuk tanaman, penggunaan sebagian energi matahari untuk transpirasi serta
pembongkaran kembali hasil fotosintesisi dalam proses respirasi (Jones, 1992).
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) sebagai salah satu tanaman C3
yang berasal dari daerah sub tropis dibudidayakan hampir di seluruh belahan dunia.
Di daerah sub tropis produksinya sekitar 40 ton per ha dan bila semua unsur
pertumbuhan tanaman dalam keadaan optimal, potensi produksinya cukup tinggi,
yakni sekitar 100 ton per ha (Tanaka, 1983). Di Indonesia yang beriklim tropis,
tanaman kentang dibudidayakan di dataran tinggi untuk mendapatkan lingkungan
ideal bagi pertumbuhannya.

Pertumbuhan tanaman pada dasarnya menggunakan hasil transformasi energi
matahari menjadi energi kimia. Sinclair dan Muchow (1999) menyebutkan bahwa
transformasi energi ini terdiri atas tiga tahap, yakni penangkapan intensitas radiasi
matahari oleh kanopi tanaman, konversi energi radiasi matahari menjadi energi kimia
dalam bentuk ATP dan NADPH yang selanjutnya digunakan sebagai sumber energi
untuk mengubah karbondioksida menjadi gula dan pati dalam reaksi gelap, serta
pembagian fotosintat ke bagian tanaman yang bernilai ekonomis.
Jones (1992) menambahkan, penambahan berat kering tanaman pada saat fase
vegetatif, merupakan fungsi linier dari radiasi matahari yang diserap tanaman.
Lebih lanjut dijelaskan pula oleh Sinclair dan Muchow (1999) bahwa
peningkatan intensitas radiasi matahari tidak selalu proporsional dengan hasil bersih
fotosintesis, hubungan kedua parameter tersebut umumnya bersifat hiperbola.
Dalam hubungannya dengan produksi bahan kering, terdapat faktor fisik dan
biologi yang menentukan laju pertumbuhan tanaman, seperti fraksi radiasi matahari
yang dapat ditangkap kanopi tanaman, intensitas radiasi pada individu daun,
ketahanan difusi stomata daun dan perilaku sistem fotokimia (Monteith, 1972, dalam
Sinclair dan Muchow, 1999).
Jones (1992) menjelaskan, peningkatan berat kering tanaman terutama selama
saat fase vegetatif merupakan fungsi linier dari intensitas radiasi yang ditangkap
tanaman.
Dijelaskan pula bahwa absorpsi terbesar dari spektrum cahaya terletak pada
bagian PAR sedangkan yang terendah pada bagian dekat infra merah (Jones, 1992).

Larcher (1980) menambahkan sekitar 70% PAR yang masuk ke mesofil diserap oleh
kloroplas, yakni di klorofil dan karotenoid.

Budidaya Tanaman Kentang
Sejak ditemukan berabad tahun yang lalu di Pegunungan Andes, Amerika
Selatan, tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) banyak dibudidayakan manusia
untuk bahan pangan, terutama di benua Eropa. Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan
beragam pangan, tanaman kentang dibudidayakan hampir di seluruh belahan dunia,
tidak hanya di benua Eropa, Amerika atau Australia, namun juga pada beberapa
negara berkembang di Asia dan Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Produksi
kentang di Asia menyumbang 30% produksi kentang dunia yang berkisar 274 juta ton
(Schmiediche dan Braun, 1997).
Dalam

dunia

tumbuhan,

kentang

diklasifikasikan

ke

dalam

divisi

Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, famili Solanaceae,
genus Solanum dan spesies Solanum tuberosum L.
Kentang termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek dan
berbentuk perdu/semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali
berproduksi sedangkan umur tanaman kentang bervariasi antara 85 - 180 hari.
Tanaman ini daunnya berwarna hijau dan kelabu yang tumbuh berselangseling. Daun berbentuk lonjong dengan ujungnya meruncing. Batang tanaman
berbentuk segiempat, memiliki sifat agak keras tetapi tidak begitu kuat. Tanaman
umumnya berbunga dan memiliki warna kuning, putih atau ungu. Bunga memiliki
benang sari lima buah dan tangkai putiknya panjang.

Tinggi Tanaman kentang sekitar 50 – 100 cm dan diameter kanopi sekitar 50
cm. Batang utama tumbuh langsung dari umbi bibit sedangkan batang sekunder dan
tersier tumbuh dari batang di bawah permukaan tanah. Pada umbi bibit yang
berkualitas bagus, dari satu umbi dapat tumbuh sampai 10 batang utama. Daun
berbentuk majemuk, terdiri atas petiole, daun terminal dan lateral, daun sekunder dan
kadang-kadang terbentuk daun keempat (Lovatt, 1997). Stolon sudah tumbuh pada
awal pertumbuhan tanaman, yaitu sekitar 7-10 hari setelah tanaman/tunas bibit
muncul di permukaan tanah. Umbi akan terbentuk kira-kira pada akhir dari
terbentuknya

kuncup

bunga

(Sutater,

1986).

Selanjutnya

Lovatt

(1997)

menambahkan, umbi berkembang dari stolon yang tumbuh dari batang utama atau
batang sekunder. Umbi dapat dikatakan sebagai bagian dari batang yang digunakan
untuk penimbunan karbohidrat. Dalam satu rumpun tanaman yang baik dapat
diperoleh 30 umbi. Akar tanaman tanaman tumbuh dari umbi bibit dan terutama dari
batang utama yang terletak di bawah permukaan tanah.
Bibit tanaman kentang dapat berasal dari umbi, perbanyakan melalui stek
batang dan stek tunas daun. Tanaman ini tumbuh subur pada tanah yang berstruktur
remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik dan memiliki
lapisan olah yang dalam. Sifat fisik tanah yang baik akan akan menjamin ketersediaan
oksigen di dalam tanah. Tanah yang memiliki sifat ini adalah tanah andosol yang
terbentuk di pegunungan-pegunungan. Keadaan pH tanah yang sesuai untuk tanaman
kentang bervariasi antara antara 5,0 – 7,0.
Pertumbuhan tanaman kentang dibagi menjadi 4 fase, yakni pertumbuhan
vegetatif, inisiasi, pembesaran dan pemasakan umbi. Fase vegetatif dimulai sejak

muncul tunas sampai inisiasi umbi, biasanya memerlukan waktu 2 sampai 4 minggu
tergantung varietas dan suhu udara. Pada suhu di atas 20 °C tanaman akan
mempunyai pertumbuhan vegetatif

yang baik, namun pertumbuhan umbi akan

terhambat. Sebelum fase vegetatif dimulai, diperlukan waktu 2 – 5 minggu bagi tunas
untuk muncul di permukaan tanah, tergantung kondisi umbi bibit, varietas dan suhu
tanah. Fase inisiasi dan pembesaran umbi, berlangsung selama 7 – 8 minggu, dimulai
dengan pembentukan stolon dan dilanjutkan dengan pembesarannya. Suhu yang ideal
bagi pembentukan umbi adalah 15 – 20 °C, bila terjadi suhu rendah di bawah 15 °C
maka laju pertumbuhan daun dan stolon akan terhambat. Pada beberapa varietas, saat
inisiasi umbi ditandai dengan munculnya kuncup bunga. Fase pemasakan umbi
memerlukan waktu 2 – 3 minggu. Terlihat tiga perubahan penting pada tanaman,
yakni kulit umbi mulai terbentuk, berat kering umbi mencapai maksimum serta
bagian atas tanaman mulai berwarna kekuningan dan mati. Kisaran waktu
pertumbuhan tanaman sejak tanam hingga panen sekitar 13 – 20 minggu. (Lovatt,
1997).
Lovatt (1997) menjelaskan, tanaman kentang yang ditanam pada suhu siang
hari 40 °C dan suhu malam hari 30 °C mempunyai rasio berat kering batang dengan
daun yang tinggi dan rasio berat kering umbi dengan daun dan batang yang rendah.
Dijelaskan pula, pada suhu harian yang tinggi maka alokasi asimilat akan dominan
pada bagian atas tanaman, yakni daun, batang dan cabang, sebaliknya pada suhu yang
rendah alokasi asimilat pada bagian umbi.

Umbi kentang adalah bagian organ penyimpanan yang sangat aktif karena
sejak awal pertumbuhan tanaman, fotosintat telah ditranslokasikan ke bagian umbi
daripada ke batang dan pada akhir fase vegetatif, fotosintat yang berada di batang
juga akan ditranslokasikan ke umbi sebagai bagian sink organ tanaman dalam bentuk
pati. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa konversi fotosintat menjadi karbohiodrat
dalam umbi kentang sangat tinggi, yakni 0,83 g karbohidrat per gram fotosintat. Hal
ini karena pati adalah produk utama dari karbohidrat daripada selulosa. (Tanaka,
1983).
Selanjutnya ditambahkan oleh Manrique dan Bartholomew (1991), bila pada
malam hari suhu udara cukup tinggi maka pertumbuhan vegetatif terpacu tetapi
translokasi fotosintat ke bagian umbi terhambat dan akhirnya akan menurunkan
produksi umbi.
Pada saat ini hampir seluruh areal tanaman kentang di Indonesia didominasi
varietas Granola. Petani menyukai varietas ini karena ketahanan tanaman terhadap
penyakit khususnya Phytopthora infestans, umur tanaman yang pendek, potensi
produksi yang cukup tinggi serta kualitas umbi yang prima dan disukai konsumen.
Disamping aneka varietas dengan berbagai bentuk tajuk (luas daun) dan produktivitas
yang telah ada di Jawa Timur, cukup banyak pula varietas introduksi dengan potensi
hasil tinggi, seperti Morene, Atlantic, Russet Burbank, Riverina Russet, Nadine,
Deleware, Galloway, Sheperdy, Deesire dan lain sebagainya (Diperta, 2002).
Dalam hubungannnya dengan produksi suatu tanaman, agar diupayakan nilai
ILD optimal, yaitu keadaan dimana hasil fotosintesis yang lebih besar dibanding
respirasi dan transpirasi. ILD optimal untuk tanaman padi adalah 5-6 dan ketela

pohon 3 - 3,5 sedangkan pada tanaman kentang nilai ILD 4 – 5 mampu memberikan
hasil umbi sampai 50 ton/ha. (Haeder dan Beringer, 1983).
Nilai ILD suatu tanaman sangat erat hubungannya dengan berat kering
tanaman. Berat kering tanaman akan bertambah dengan meningkatnya ILD, namun
bila ILD terus meningkat maka berat kering akan menurun. Turunnya berat kering ini
disebabkan laju fotosintesis berkurang karena daun saling menaungi. (Tanaka, 1983).
Dari penelitian Wheeler et al. (1991) pada tanaman kentang kultivar Russet
Burbank, Norland, dan Denali, menunjukkan penurunan hasil umbi yang sangat nyata
bila intensitas radiasi turun sampai separuhnya.
Matheny et al. (1992) menjelaskan, produksi fotosintat pada tanaman kentang
sangat dipengaruhi intensitas dan kualitas radiasi matahari yang diserap kanopi
tanaman. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa intensitas radiasi aktif fotosintesis
mempengaruhi laju fotosintesis sedangkan spektrum cahaya lebih mempengaruhi
distribusi fotosintat ke berbagai organ tanaman. Menurut Burton (1989) kisaran
intensitas radiasi surya rata-rata harian yang optimum bagi tanaman kentang berkisar
antara 10 – 25 MJ m-2 hari-1. Dengan intensitas radiasi surya tersebut memungkinkan
dapat tercapai titik kejenuhan cahaya untuk fotosintesis tanaman kentang sebesar
0,2 cal cm-2 menit-1.
Ditambahkan oleh Tanaka (1983) panjangnya periode pertumbuhan dan
lamanya pertumbuhan organ penimbunan fotosintat sangat berpengaruh dalam
peningkatan

hasil

tanaman

umbi-umbian.

Menyimak

hasil

penelitian

Koesmaryono, et al. (1998) tentang pengaruh tingkat pencahayaan pada tanaman
kedelai, tanaman dengan intensitas pencahayaan sangat rendah (25% dari intensitas

penuh) akan mempunyai kandungan nitrogen daun yang rendah dibanding tanaman
dengan pencahayaan penuh (100%). Tanaman dengan pencahayaan sangat rendah,
juga akan mempunyai daun yang tipis atau nilai LDS yang tinggi, dibanding dengan
tanaman yang mendapat pencahayaan penuh. Dari penelitian ini disimpulkan terdapat
hubungan yang erat antara hasil bersih fotosintesis tanaman dengan pencahayaan.
Laju fotosintesis bersih tanaman akan menurun sejalan dengan berkurangnya
pencahayaan.
Lawlor (1993) menjelaskan, tanaman C3 mampu mencapai fotosintesis
maksimum pada keadaan cahaya rendah, sebaliknya tanaman C4 akan lebih efisien
fotosintesisnya jika cahaya bersinar penuh.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan mulai Bulan Mei sampai Agustus 2004 di
Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas, Jawa Barat.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman kentang
varietas Granola, pupuk organik, pupuk anorganik (Urea/ZA, SP-36, dan KCl) dan
pupuk cair serta paranet dengan persentase naungan 25%, 55% dan 75%.
Alat-alat yang digunakan adalah tube solarimeter, digital volt meter, oven,
ring sample, penggaris, cangkul, timbangan dan alat-alat tulis.

Metode
a.

Rancangan :
Rancangan Petak Terbagi dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan dalam
RPT disusun menurut Rancangan Acak Kelompok, diulang 3 kali.

b.

Perlakuan :
Kontrol (I0) = Tanpa perlakuan tingkat intensitas 100 %
Petak Utama : Tingkat Intensitas
I1 = Intensitas 75%
I2 = Intensitas 55%
I3 = Intensitas 25%
Anak Petak

: Periode Pengurangan Intensitas
S1 = 0 – 85 hst (Selama Pertumbuhan)
S2 = 0 – 40 hst (Awal Pertumbuhan)
S3 = 40 – 85 hst (Akhir Pertumbuhan)

Model linier dari rancangan penelitian adalah :
Yijk = µ + á1 + Ij + δij + Sk + ISjk + εijk

Keterangan simbol :
Yijk = Pengamatan pada kelompok ke-i, intensitas ke-j dan saat naungan
ke-k
µ

= Rataan umum

á1

= Pengaruh kelompok ke-i

Ij

= Pengaruh intensitas taraf ke-j

Sk

= Pengaruh saat naungan ke-k

ISjk = Pengaruh interaksi intensitas taraf ke-j dan saat naungan ke-k
δij

= Pengaruh galat petak utama

εijk = Pengaruh acak dari anak petak

c.

Pelaksanaan :
Percobaan lapang dilakukan dengan menggunakan luas anak petak 15 m2
(5 x 3 m) dan jarak tanam 70 x 30 cm atau dengan populasi tanaman 47.000
tanaman per hektar. Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, penyiangan,
pembubunan, serta pengendalian hama dan penyakit.
Perlakuan tingkat intensitas radiasi matahari dilakukan dengan memberi
naungan buatan (paranet) di atas pertanaman setinggi 1,5 m.

d.

Pengamatan :
Pengamatan tanaman meliputi, jumlah dan luas daun, berat kering daun, berat
tanaman, berat kering tanaman, berat umbi per tanaman dan berat kering umbi
per tanaman. Pengamatan tanaman dilakukan secara destruktif dengan
mengambil 2 contoh tanaman secara acak dimulai sejak 55 hst (hari setelah
tanam) kemudian dilanjutkan setiap 15 hari sekali sampai 85 hst. Pengamatan
berat kering tanaman dengan mengeringkan tanaman dalam oven selama 5 - 7
hari pada suhu 80 °C, sampai didapatkan berat yang konstan.
Dari data pengamatan tanaman dihitung :
1. Indeks Luas Daun (ILD)
LD
ILD = -----------A
dimana : LD = luas daun total tanaman (cm2)
A = luas tanah yang ditutupi daun (cm2)

2. Laju Pertumbuhan Tanaman (Crop Growth Rate = CGR)
(W2 – W1)
1
CGR = -----------------------.------------------- g m-2 hari-1
(t2 – t1)
GA
dimana :

W1 = berat biomassa saat t1
W2 = berat biomassa saat t2
GA = luas area (m2)

3. Laju asimilasi bersih (Net Assimilation Rate = NAR)
(W2 – W1)
1
NAR = --------------------- . ------------------ g m-2 daun hari-1
(t2 – t1)
LD
dimana :

W1 = berat biomassa saat t1
W2 = berat biomassa saat t2
LD = luas daun (m2)

4. Ketebalan daun (Specific Leaf Area) = SLA atau Luas Daun
Spesifik = LDS ) :
LD
LDS = -------------- cm2 g-1
WL
dimana :

LD = luas daun (cm2)
WL = berat kering daun (g)

5. Efisiensi Pembentukan Umbi (EPU) (Effeciency of Storage Root
Production = ESRP)
Koefisien Regesi (nilai b) dari persamaan linier y = a + bx dimana
y = berat kering umbi, x = berat kering tanaman.
U

5M

I3S3

I3S2

I3SI

I2SI

I2S3

I2S2

I0

I1S3

I1S2

I1S1

I1SI

I1S2

I1S3

I0

I2SI

I2S3

I2S2

I3S3

I3S2

I3SI

I2S2

I2S3

I2S1

I1SI

I1S3

I1S2

I3SI

I3S2

I3S3

I0

1M

3M

Gambar 1. Denah Percobaan

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*
1

*

*
3

*

*
2

*

*

*

*

*
P

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

70 CM

3M

30 CM

5M

Keterangan : * = tanaman kentang; 1-3 = pengamatan destruktif; P = panen

Gambar 2. Denah Anak Petak

Gambar 3. Beberapa Perlakuan (II I3S1 dan II I3S2) pada Umur 23 hst

Gambar 4. Beberapa Perlakuan (II I3S3 dan II I0) pada Umur 23 hst

Gambar 5. Perlakuan II I2S2 pada Umur 23 hst

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Iklim Makro
Berdasarkan data iklim makro dari Stasiun Meteorologi Balai Penelitian
Bioteknologi (Balitbio) Pacet Jawa Barat (107° 00’ BT, 6° 44’ LS, 1120-1200
m dpl.), selama penelitian berlang