Pe.pdfngembangan padi gogo indica toleran kekeringan melalui transformasi genetik gen regulator HD Zip Oshox6 dan seleksi populasi padi yang mengandung marka genetik QTL 12.1

PENGEMBANGAN PADI GOGO INDICA TOLERAN
KEKERINGAN MELALUI TRANSFORMASI
GENETIK GEN REGULATOR HD-ZIP OSHOX6 DAN
SELEKSI POPULASI PADI MENGANDUNG MARKA
GENETIK QTL 12.1.

ENUNG SRI MULYANINGSIH

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Padi Gogo
Indica Toleran Kekeringan melalui Transformasi Genetik Gen Regulator HD-Zip
Oshox6 dan Seleksi Populasi Padi yang Mengandung Marka Genetik QTL 12.1
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2011
Enung Sri Mulyaningsih
NIM A161060061

ABSTRACT
ENUNG SRI MULYANINGSIH. Development of Drought Tolerance Upland
Indica Rice by Genetic Transformation of HD-Zip oshox6 Regulator Gene and
Through Selection on Rice Population Harboring Genetic Marker QTL 12.1.
Under direction of HAJRIAL ASWIDINNOOR, DIDY SOPANDIE, INEZ H.
SLAMET-LOEDIN, and PIETER B.F. OUWERKERK
Drought is the main factor affecting rice productivity in sub-optimal dryland.
Therefore, a drought tolerance upland rice cultivar is needed for extensification
purposes. Two approaches to generate drought tolerance rice plants have been
carried out in this research. First is a genetic transformation and the second is
selection for drought tolerance on rice population harboring genetic marker qtl
12.1 in the field. In the first approach, a regulator gene of HD-Zip Oshox6 under a
drought inducible OsLEA promotor, has been transformed into Batutegi and

Kasalath cultivars. A number of 12 independent lines of each cultivar having one
to four copy numbers have been produced. The inserted gene has been observed
to follow Mendelian segregation (3:1). Based on the evaluation results of drought
stress in the greenhouse, transpiration rate of Batutegi and Kasalath cultivars
began to drop in FTSW value of 0.2 and 0.3 respectively, which indicates severe
stress. Integration of oshox-6 gene in Batutegi cultivar had no significant effects
on the Ψd, RWC and praline content between transgenic and non-transgenic
plants. Effects of oshox-6 gene integration are more evident in the Kasalath
cultivar at the end of drought period. Character selection to obtain tolerance lines
of transgenic plants were: scoring of leaves performance under drought, NTR, Ψd,
and RWC, while the proline content was excluded. The transgenic lines of
Batutegi (tolerant) and Kasalath (moderate) have self-defense responses most
probably through avoidance. Yield of transgenic plants after drought in a pot test
is an early indication of plants normality. Futher evaluation needs to be done in
the rain-free screen house facility or field. Results of selection in the field in 2008
from F7 rice population harboring genetic marker qtl 12.1 and without marker qtl.
12.1, 21 lines have been selected (13 lines with qtl and 8 lines without qtl). In
2009, 12 moderate genotypes and one tolerant genotype from severe stress were
obtained. These lines have high adaptability to the environment. Selection of
drought tolerant genotype based on qtl 12.1 marker was not effective. The

presence or absence of qtl 12.1 was not restricted with drought tolerance in the
lines selected. The reference genotypes, Qtl 71(+) and Qtl 98(+), that were tested
in the greenhouse had a defense response most probably through avoidance (by
keeping the Ψd and RWC). The FTSW drought test method could differentiate
different level of drought stress and drought tolerance of plants. There was
drought tolerance correlation in the field and in the greenhouse based on data from
selected genotypes of Qtl 71(+) and Qtl 98(+). The FTSW drought evaluation
method in the greenhouse can represent the real drought stress condition in the
field.
Keywords: upland rice, marker selection, FTSW,(cv. Batutegi, cv.Kasalath),
transgenic

RINGKASAN
ENUNG SRI MULYANINGSIH. Pengembangan Padi Gogo Indica Toleran
Kekeringan melalui Transformasi Genetik Gen Regulator HD-Zip Oshox6 dan
Seleksi Populasi Padi yang Mengandung Marka Genetik QTL 12.1. Dibimbing
oleh HAJRIAL ASWIDINNOOR, DIDY SOPANDIE, INEZ H. SLAMETLOEDIN, dan PIETER B.F. OUWERKERK.
Pada tahun 2009, konsumsi beras Indonesia mencapai 139 kg per orang per
tahun melebihi rata-rata dunia (60 kg per orang per tahun). Dengan laju
pertumbuhan penduduk rata-rata 1,4% per tahun, kebutuhan beras Indonesia pada

tahun 2030 mencapai 44 juta ton. Kebutuhan yang demikian besar tanpa
diimbangi oleh produksi dikhawatirkan akan menyebabkan kerawanan pangan.
Tuntutan produksi yang besar tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang
menyebabkan produktivitas padi menurun. Permasalahan tersebut antara lain
penyempitan areal lahan sawah, sumber air berkurang, dan perubahan iklim
ekstrim akibat pemanasan global. Fenomena perubahan iklim ekstrim antara lain
kemarau panjang yang menyebabkan cekaman kekeringan.
Disisi lain Indonesia memiliki lahan kering yang mencapai 51 juta ha dan
belum dimanfaatkan maksimal. Oleh karena itu, ekstensifikasi ke lahan kering
merupakan pilihan potensial sebagai upaya memenuhi kebutuhan beras. Kultivar
padi yang tepat diaplikasikan pada lahan tersebut ialah padi gogo. Namun
demikian, cekaman kekeringan menjadi salah satu kendala di lahan padi gogo.
Anomali iklim yang lebih sering terjadi dan tidak dapat diprediksi menyebabkan
periode kekeringan lebih lama. Oleh karena itu perlu dikembangkan kultivar padi
gogo toleran kekeringan untuk mengantisipasi perubahan iklim agar bisa
dimanfaatkan maksimal di lahan gogo. Selain itu, galur yang dihasilkan juga dapat
digunakan untuk bahan persilangan dengan padi sawah guna mengantisipasi
cekaman kekeringan yang terjadi di lahan sawah atau lahan tadah hujan.
Padi toleran kekeringan dapat diperoleh melalui persilangan dengan seleksi
menggunakan marka molekuler dan transformasi genetik. Transformasi gen

regulator faktor transkripsi (FT) berpeluang untuk mendapatkan tanaman padi
toleran kekeringan. FT akan meregulasi sejumlah gen lain yang bertanggung
jawab terhadap toleransi kekeringan. Gen FT yang digunakan dalam penelitian ini
ialah HD-Zip Oshox6 (Homeodomain leucine zipper Oryza sativa homeobox).
Gen ini responsif terhadap cekaman kekeringan. Gen ini dikendalikan oleh
promotor terinduksi kekeringan (OsLEA/ late embryogenesis abundant). Promotor
OsLEA::Oshox6 berada dalam plasmid pC1301H oshox-6 dan ditransformasikan
ke dalam genom tanaman padi cv. Batutegi dan Kasalath. Diperoleh masingmasing 12 galur independen dari cv. Batutegi dan Kasalath, dengan jumlah
salinan gen sisipan antara 1-4. Gen sisipan yang terintegrasi diwariskan secara
Mendel (3:1) berdasarkan hasil PCR dan ekpresi gen hpt pada daun tanaman
transgenik cv. Batutegi dan Kasalath.
Sebanyak 13 galur transgenik, masing-masing 5 galur dari cv. Batutegi
dan 8 galur cv. Kasalath diuji kekeringan di dalam rumah kaca menggunakan
metode FTSW. Hasil percobaan menunjukkan akhir periode cekaman kekeringan
cv. Batutegi lebih lama dibandingkan cv. Kasalath, hal ini sangat ditentukan oleh
latar belakang genetik. Kurva hubungan NTR dan FTSW menunjukkan bahwa

transpirasi cv. Batutegi mulai turun pada nilai FTSW 0,2 dan pada cv. Kasalath
0,3. Kedua nilai FTSW menunjukkan tingkat cekaman berat.
Berdasarkan tingkat skoring kekeringan daun dan nilai NTR serta FTSW

diperoleh 3 galur Batutegi transgenik toleran dan satu galur moderat toleran.
Integrasi gen oshox-6 pada cv. Batutegi secara statistik tidak berbeda nyata untuk
karakter Ψd, RWC dan kandungan prolin diantara transgenik dengan kontrol
(BT-WT). kenaikan nilai pengamatan ke arah karakter toleransi kecil antara BTWT dengan transgenik. Diduga karena cv. Batutegi adalah kultivar unggul dan
moderat toleran terhadap cekaman kekeringan sehingga pengaruh gen sisipan
kecil. Pada cv. Kasalath diperoleh 5 galur toleran kekeringan dan satu moderat
toleran. Pengaruh gen oshox6 terhadap toleransi kekeringan nyata pada cv.
Kasalath di akhir periode kekeringan (30 hsk) di bandingkan pada cv. Batutegi.
Karakter pengamatan yang bisa dijadikan karakter seleksi pada galur-galur
transgenik (cv. Batutegi dan cv. Kasalath) untuk mendapatkan galur toleran ialah
skoring kekeringan daun, nilai NTR, Ψd dan RWC, sementara kandungan prolin
tidak dapat dijadikan karakter seleksi. Galur-galur yang dianggap toleran dan
moderat cenderung tidak menunjukkan peningkatan prolin di akhir periode
kekeringan. Berdasarkan percobaan ini, galur-galur transgenik Batutegi dan
Kasalath toleran dan moderat cenderung memiliki respon pertahanan diri melalui
mekanisme penghindaran, dan untuk mekanisme pertahanan lainnya perlu
dievalusi lebih lanjut.
Nilai produksi tanaman transgenik setelah uji kekeringan dalam pot
merupakan indikasi awal normalitas tanaman. Percobaan pot lebih ditujukan
untuk melihat parameter fisiologis. Seleksi galur unggul perlu dilakukan di

fasilitas rumah kasa bebas hujan atau lapang. Berdasarkan pengamatan terhadap
karakter agronomi, terjadi kenaikan bobot gabah per rumpun, biomassa kering
dan jumlah gabah bernas per malai ketika terjadi kekeringan pada galur T1-BT
II.1A, T1-BT II.2A, T1-BT III.1A, dan T1-Kas. IV.1A, galur-galur ini
merupakan galur potensial unggul.
Galur toleran kekeringan dalam penelitian diperoleh juga melalui seleksi
terhadap populasi hasil persilangan cv. Vandana x Way rarem. Pada generasi F3
diketahui bahwa segregan persilangan ada yang mengandung marka qtl 12.1
(quantitatif trait loci) dan ada yang tidak mengandung marka. Marka ini mampu
mempertahankan hasil ketika terjadi cekaman kekeringan berat pada fase
reproduktif menjelang berbunga. Sebanyak 100 genotipe F7 diuji kekeringan pada
MK 2008 terpilih 21 genotipe untuk di uji kembali pada MK 2009.
Hasil seleksi menunjukkan bahwa karakter jumlah anakan produktif sulit
dijadikan karakter seleksi karena perlakuan cekaman kekeringan dilakukan ketika
jumlah anakan maksimum (menjelang fase generatif). Karakter jumlah anakan
produktif sulit dijadikan karakter seleksi pada populasi hasil persilangan Vandana
x Way rarem. Sementara bobot gabah per umpun, tinggi tanaman, jumlah gabah
bernas per malai, bobot gabah per petak (plot), waktu berbunga, indeks panen,
indeks sensitivitas kekeringan dapat menjadi karakter seleksi dalam memilih
galur-galur potensial toleran dan produktivitas tinggi.

Pada percobaan MK-2009, kekeringan cekaman parah dapat menurunkan
bobot gabah per umpun, tinggi tanaman, jumlah gabah bernas per malai, bobot
gabah per petak, indeks panen dan memperlambat pembungaan. Diperoleh 12
genotipe moderat dan satu toleran pada cekaman berat. Genotipe-genotipe

tersebut memiliki daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan, artinya jika ditanam
pada lokasi tanpa cekaman maka produktivitas tinggi, dan ketika dalam
lingkungan kekeringan, produktivitas tanaman masih cukup tinggi. Galur dengan
daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan akan bermanfaat jika ditanam di
berbagai lokasi lahan kering dan dapat mengantisipasi kemungkinan kekeringan
yang tidak dapat diprediksi.
Berdasarkan MK I dan MK II, seleksi genotipe potensial dan toleran
kekeringan cukup berdasarkan data dari lingkungan normal dan cekaman berat
berat, karena hasil pengamatan lingkungan normal tidak berbeda nyata dengan
lingkungan cekaman sedang. Seleksi genotipe toleran kekeringan kurang efektif
bila hanya berdasarkan kerberadaan marka qtl 12.1, karena genotipe unggul
diperoleh pula dari genotipe yang tidak mengandung marka tersebut. Berdasarkan
karakter-karakter seleksi yang digunakan dalam penelitian ini, sulit membedakan
antara tanaman toleran dari genotipe yang memiliki marka qtl 12.1 dengan
genotipe toleran yang tidak memiliki marka qtl 12.1.

Genotipe-genotipe pembanding QTL 71 (+) dan QTL 98(+) yang diuji
kekeringan bersama dengan tanaman transgenik cenderung memiliki respon
pertahanan diri penghindaran yaitu dengan mempertahankan Ψd dan RWC.
Sementara karakter kandungan prolin tidak dapat dijadikan karakter seleksi.
Genotipe-genotipe toleran kekeringan dari lapang diduga memiliki daya adaptasi
luas, sehingga bisa ditanam diberbagai kondisi dan dapat mengantisipasi cekaman
kekeringan yang tidak dapat diduga kejadiannya.
Hasil uji kekeringan di rumah kaca dengan tujuan memvalidasi metode uji
kekeringan menunjukkan bahwa metode FTSW dapat membedakan tingkat
cekaman dan tingkat toleransi tanaman yang terjadi selama percobaan. Semakin
rendah nilai FTSW semakin berat cekaman yang terjadi. Nilai FTSW yang
rendah mempengaruhi nilai normalisasi transpirasi (NTR), sehingga transpirasi
semakin rendah. Hasil percobaan menujukkan bahwa tingkat cekaman yang
terjadi bersifat berat yang terjadi pada fase reproduktif. Hasil skoring kekeringan
daun dalam menentukan klasifikasi toleransi galur-galur tanaman selaras dengan
nilai NTR dan FTSW.
Ada keselarasan tingkat toleransi kekeringan di lapangan dan di rumah
kaca berdasarkan data dari genotipe terpilih Qtl 71 (+) dan Qtl 98(+)
menunjukkan bahwa metode uji kekeringan FTSW di rumah kaca dapat
representatif menggambarkan kondisi cekaman yang terjadi di lapangan.


Kata kunci : padi gogo, seleksi marka, FTSW, (cv. Batutegi, cv. Kasalath),
transgenik

C Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PENGEMBANGAN PADI GOGO INDICA TOLERAN
KEKERINGAN MELALUI TRANSFORMASI
GENETIK GEN REGULATOR HD-ZIP OSHOX6 DAN
SELEKSI POPULASI PADI YANG MENGANDUNG
MARKA GENETIK QTL 12.1.


ENUNG SRI MULYANINGSIH

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Trikoesoemaningtyas
Dr. Sobir
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Bambang S. Purwoko

Judul Disertasi

Nama
NIM

: Pengembangan Padi Gogo Indica Toleran Kekeringan
melalui Transformasi Genetik Gen Regulator HD-Zip
Oshox6 dan Seleksi Populasi Padi yang Mengandung
Marka Genetik QTL 12.1.
: Enung Sri Mulyaningsih
: A.161060061

Disetujui,
Komisi pembimbing

Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

Ketua

Anggota

Dr. Ir. Inez H. Slamet-Loedin

Pieter B.F. Ouwerkerk. Ph.D

Anggota

Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi
Agronomi,

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi MS

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MSc

Tanggal Ujian : 23 Desember 2010

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karuniaNya hingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penelitian
dilaksanakan mulai Oktober 2007-Mei 2010, di Pusat Penelitian Bioteknologi
LIPI, Puslit Biologi LIPI dan Kebun Percobaan Balai Penelitian Kacang dan
Umbi, Probolinggo. Judul disertasi ialah Pengembangan Padi Gogo Indica
Toleran Kekeringan melalui Transformasi Genetik Gen Regulator HD-Zip
Oshox6 dan Seleksi Populasi Padi yang Mengandung Marka Genetik QTL 12.1.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dr. Ir.
Hajrial Aswidinnoor, MSc, Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr, Dr. Ir. Inez H.
Slamet-Loedin dan Pieter B.F. Ouwerkerk. Ph.D selaku pembimbing atas segala
saran, bimbingan, kritik dan nasehatnya selama penelitian dan penulisan disertasi.
Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Bambang Prasetya (Kepala Pusat Penelitian
Bioteknologi-LIPI), atas kesempatan yang diberikan untuk menempuh pendidikan
dan kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) atas beasiswa yang
penulis terima.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dr. Satya Nugroho dan Dr. Amy
Estiati (Puslit Bioteknologi LIPI) atas bantuan bahan kimia, dan diskusi.
Terimakasih kepada Dr. Paul Naiola dan Dr Nuril Hidayati (Puslit. Biologi LIPI)
atas diskusi dan perkenannya menggunakan lab. Fisiologi cekaman.Terimakasih
kepada Ir. Imam Sutrisno selaku Kepala KP-Balitkabi Probolinggo beserta staf
(Bapak Robert dan Bapak Rohmin) atas segala bantuan selama penelitian lapang
berlangsung. Terima kasih kepada Dr. Wien Kusharyoto (Puslit. Bioteknologi
LIPI), Imam Sanjaya (Mahasiswa Statistik IPB) atas bantuan analisis grafik dan
data. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Oktri Yurika, Bapak Adang dan
Bapak Tohar yang telah membantu penelitian di Lab. dan rumah kaca.
Terimakasih kepada semua teman di kelti padi atas dukungan dan
pengertiannya. Terimakasih kepada teman-teman Agronomi, Biologi dan HPT
IPB 2006 atas persahabatannya. Terimakasih untuk temanku Syamsidah
Rahmawati dan Sri Hartati, serta semua rekan di Puslit. Bioteknologi LIPI yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus
kepada Bapak (Alm), Ibu (Alm), Bapak Mertua (Alm), Mamah mertua, kakakkakak, adik-adik dan keponakan-keponakan di Bogor dan Jakarta atas doa,
dorongan dan pengertiannya.
Dengan segenap kasih sayang, penulis mengucapkan terima kasih kepada
suamiku dan sahabat hatiku Dr. Asrul Muhamad Fuad, MSc, atas doa, kasih
sayang, semangat, kesabaran, kesetiaan, diskusi, dan sarannya. Untuk anakanakku tersayang Kaka Akbar dan Dede Rizky, keberhasilan, canda tawa kalian
akan selalu menjadi semangat Ibu….
Semoga Allah SWT melimpahkan balasan kepada semua pihak yang telah
membantu penelitian dan penulisan disertasi ini. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat untuk dunia ilmu pengetahuan.
Bogor, Januari 2011
Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Agustus 1969 sebagai anak ke
lima dari tujuh bersaudara dari pasangan Soekandi dan Mamah. Penulis menikah
dengan Asrul Muhamad Fuad pada tahun 1997 dan dikaruniai dua orang putra
yaitu Muhamad Akbar Fuad dan Muhamad Rizky Fuad.
Penulis menyelesaikan Diploma III Perbenihan IPB pada tahun 1991 dan
tahun 1996 mendapatkan gelar Sarjana Pertanian dari Universitas Djuanda Bogor.
Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Bioteknologi, Sekolah
Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun 2001 melalui program karyasiswa LIPI.
Melalui program karyasiswa LIPI pula pada tahun 2006, penulis menempuh
pendidikan S3 di program studi Agronomi IPB.
Penulis bekerja di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI sejak tahun 1992
dengan jenjang fungsional Peneliti Madya. Beberapa karya ilmiah yang
merupakan bagian dari disertasi telah diterbitkan pada beberapa jurnal ilmiah
nasional. Makalah tersebut ialah:
1. Perbandingan Tiga Metode Transformasi Agrobacterium untuk Pencarian
Gen-gen Terkait Toleransi Kekeringan Menggunakan Transposon Ac/Ds pada
padi cv. Batutegi di Jurnal Biologi Indonesia. Vol 6(3): 376-382.
2. Transformasi Padi Indica Kultivar Batutegi dan Kasalath dengan Gen
Regulator HD-Zip untuk Perakitan Toleran Kekeringan diterbitkan pada
Jurnal Agronomi Indonesia. Vol 38(1): 1-7.
3. Pewarisan Gen Penanda hpt (hygromycine phosphotransferase) berdasarkan
analisis PCR dan ekspresinya pada populasi padi transforman
mengoverekspresikan gen HD Zip Oshox-6, diterbitkan pada Berita Biologi
Vol 10(1): 59-66.

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

…………………………………………………… xiii

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… xvi
DAFTAR SINGKATAN

……………………………………………

xviii

PENDAHULUAN
Latar Belakang

……………………………………………

Tujuan Penelitian

……………………………………………. 5

Manfaat Penelitian

……………………………………………. 5

Ruang Lingkup Penelitian

1

……………………………………. 6

TINJAUAN PUSTAKA
Pengelompokkan Tanaman Padi ...................................................

7

Lahan Marginal dan Cekaman Kekeringan pada Tanaman .......

8

Gen Regulator Faktor Transkripsi untuk Sifat Toleransi
Kekeringan ....................................................................................
Transformasi Genetik ...................................................................

10
12

Resistensi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan....................

15

Lokus Sifat Kuantitatif (QTL) Cekaman Kekeringan .................

16

Uji Kekeringan ..............................................................................

17

JUDUL 1. Pengujian Tiga Metode Transformasi Agrobacterium untuk
Padi Gogo Indica cv. Batutegi dan Kasalath
Abstrak ........................................................................................... 21
Abstract …………………………………………………………. 22
Pendahuluan ……………………………………………………... 22
Bahan dan Metode ………………………………………………. 24
Hasil dan Pembahasan …………………………………………… 30
Kesimpulan

……………………………………………………. 35

JUDUL 2.

Transformasi Padi Indica Kultivar Batutegi dan Kasalath dengan
Gen Regulator HD-Zip oshox6 untuk Perakitan padi Toleran
Kekeringan

Abstrak ………………………………………………………….

36

Abstract …………………………………………………………

37

Pendahuluan …………………………………………………….

37

Bahan dan Metode ………………………………………………

38

Hasil dan Pembahasan …………………………………………..

41

Kesimpulan

45

……………………………………………………

JUDUL 3. Pewarisan gen penanda hpt (hygromycine phosphotransferase )
berdasarkan analisis PCR dan ekspresinya pada populasi padi
transforman Mengandung gen HD Zip Oshox-6
Abstrak ………………………………………………………….

46

Abstract …………………………………………………………

46

Pendahuluan ……………………………………………………..

47

Bahan dan Metode ………………………………………………

50

Hasil dan Pembahasan …………………………………………..

52

Kesimpulan ……………………………………………………..

55

JUDUL 4. Penapisan Genotipe Padi Gogo Toleran Kekeringan
dari Populasi Mengandung Marka qtl 12.1.
Abstrak …………………………………………………………

56

Abstract ………………………………………………………..

57

Pendahuluan ……………………………………………………

57

Bahan dan Metode ……………………………………………..

59

Hasil dan Pembahasan …………………………………………

63

Kesimpulan ……………………………………………………

74

JUDUL 5. Uji kekeringan galur transgenik cv. Batutegi dan Kasalath mengandung
gen regulator HD Zip Oshox-6 dan galur toleran kekeringan hasil
seleksi di lapang
Abstrak …………………………………………………………

75

Abstract …………………………………………………………

76

Pendahuluan ……………………………………………………

76

Bahan dan Metode …………………………………………….

78

Hasil dan Pembahasan …………………………………………

84

Kesimpulan …………………………………………………….

110

PEMBAHASAN UMUM ……………………………………………..

111

KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………..

117

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………

120

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………

128

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Perbedaan dalam tiga teknik transformasi yang digunakan

28

2.

Transformasi menggunakan metode B (Toki et al., 2006)

30

3.

Efisiensi transformasi menggunakan metode C dengan
plasmid pNU400 (Hiei dan Komari, 2006)

31

4.

Efisiensi transformasi menggunakan metode C dengan
plasmid pUR224 (Hiei dan Komari, 2006)

31

5.

Hasil analisis integrasi gen hpt dan gusA pada cv. Batutegi dan
Kasalath

33

6.

Hasil analisis Southern blot cv. Batutegi dan Kasalath
menggunakan DNA pelacak hpt

34

7.

Transformasi pC1301H oshox-6 pada cv. Batutegi dan Kasalath

42

8.

Integrasi gen sisipan (PLEA + oshox6) pada generasi pertama
(T0) padi cv. Batutegi dan Kasalath menggunakan primer dan
pelacak hpt

45

9.

Analisis pewarisan untuk karakter keberadaan gen hpt dalam
genom dan ekspresi hpt pada populasi tanaman transgenik cv.
Batutegi dan Kasalath generasi kedua (T1).

54

10.

Genotipe terpilih berdasarkan percobaan MK 2008 dan
digunakan dalam percobaan MK 2009.

62

11.

Rangkuman analisis keragaman perlakuan genotipe,
perlakuan kekeringan dan interaksinya pada karakter jumlah
anakan produktif, bobot gabah per plot dan jumlah gabah
bernas per malai genotipe terpilih, Muneng, MK 2008.

63

12.

Hasil uji lanjut faktor lingkungan terhadap karakter anakan
produktif, bobot gabah per plot dan jumlah gabah bernas/
malai genotipe terpilih, Muneng, MK 2008.

64

13.

Hasil genotipe terpilih dan kultivar pembanding untuk
karakter jumlah anakan produktif, jumlah gabah bernas per
malai, bobot gabah per plot, berdasarkan uji Tukey, Muneng,
MK 2008.

65

xiii

14.

Rangkuman nilai analisis keragaman perlakuan genotipe,
perlakuan kekeringan dan interaksinya pada semua karakter
pengamatan dari genotipe terpilih, Muneng, MK 2009.

66

15.

Hasil uji lanjut faktor lingkungan terhadap semua karakter
dari genotipe terpilih, Muneng, MK 2009.

67

16.

Hasil uji lanjut faktor genotipe untuk karakter bobot gabah per
rumpun, tinggi tanaman, waktu berbunga 50%, jumlah anakan
produktif dan jumlah gabah bernas per malai, genotipe
terpilih, Muneng MK 2009.

68

17.

Uji lanjut interaksi bobot gabah per petak genotipe terpilih,
Muneng MK 2009.

71

18.

Rata-rata hasil gabah, nilai indeks kepekaan genotipe,
peringkat hasil dan indeks panen pada kondisi normal dan
tercekam dari genotipe terpilih, Muneng, MK 2009.

73

19.

Nilai skoring kekeringan daun pada galur-galur transgenik
dan kultivar pembanding

85

20.

Nilai NTR dan FTSW pada galur-galur transgenik Batutegi
dan Kasalath terhadap kultivar-kultivar pembanding

86

21.

Rangkuman nilai analisis keragaman perlakuan genotipe,
lingkungan dan interkasinya pada semua peubah fisiologis cv.
Batutegi.

92

22.

Nilai potensial air daun (Ψd) 7 hsk, kandungan air relatif
(RWC) 7 hsk dan 45 hsk pada cv. Batutegi.

93

23.

Rerata Potensial air daun (Ψd), kandungan air relatif (RWC),
dan kandungan prolin pada galur transgenik cv. Batutegi dan
tanaman pembanding.

95

24.

Rangkuman nilai analisis keragaman perlakuan genotipe,
lingkungan dan interkasinya pada semua peubah fisiologis cv.
Kasalath

97

25.

Uji lanjut faktor lingkungan untuk karakter pengamatan
kandungan air relatif (RWC) 7 hsk cv. Kasalath

97

26.

Nilai potensial air daun (Ψd), kandungan air relatif (RWC),
dan kandungan prolin pada beberapa galur transgenik cv.
Kasalath dan tanaman pembanding

99

xiv

27.

Rangkuman nilai analisis keragaman perlakuan genotipe,
lingkungan dan interaksinya pada peubah agronomi cv.
Batutegi

28.

Hasil uji lanjut faktor genotipe, galur transgenik cv. Batutegi
dan genotipe pembanding untuk karakter bobot gabah per
rumpun, jumlah anakan produktif, jumlah gabah bernas per
malai, waktu berbunga, biomasa kering tanaman dan tinggi
tanaman berdasarkan uji Tukey.

100

101

29.

Rangkuman nilai analisis keragaman perlakuan genotipe,
lingkungan
dan interaksinya pada peubah agronomi cv.
Kasalath transforman

104

30.

Hasil uji lanjut faktor genotipe, galur transgenik cv. Kasalath
dan genotipe pembanding untuk karakter bobot gabah per
rumpun, jumlah anakan produktif, jumlah gabah bernas per
malai, biomasa kering tanaman dan tinggi tanaman
berdasarkan uji Tukey.

105

31

Hasil Hasil uji lanjut faktor lingkungan, galur transgenik cv.
Kasalath dan genotipe pembanding untuk karakter waktu
berbunga dan panjang akar

106

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

Struktur gen regulator HD-Zip.

11

2.

Tipe kurva respon tanaman kacang tanah JL24 terhadap
cekaman kekeringan dengan metode uji kekeringan FTSW

20

3.

Daerah T-DNA dalam vektor transformasi
pUR224.

pNU400 dan

25

4.

Ekspresi GFP dari transforman plasmid pNU400 pada cv.
Kasalath dan Batutegi

32

5.

Hasil analisis PCR menggunakan primer hpt dan gusA pada
padi cv. Batutegi dan kasalath

33

6.

Hasil analisis Southern pada cv. Batutegi (A) dan Kasalath
(B) denganDNA pelacak hpt.

35

7.

Skema daerah T-DNA dalam vektor transformasi pC1301H
Oshox-6.

39

8.

Kegiatan transformasi dan regenerasi kultivar Batutegi dan
Kasalath

42

9.

Hasil analisis PCR menggunakan primer hpt pada populasi
Batutegi dan Kasalath hasil transformasi menggunakan
pC1301H oshox-6.

44

10.

Hasil analisis Southern blot menggunakan pelacak hpt pada
populasi Batutegi (a) dan Kasalath (b) hasil transformasi
menggunakan pC1301H oshox-6.

45

11.

Skema daerah T-DNA dalam vektor transformasi pC1301H
Oshox-6.

50

12.

Hasil analisis PCR menggunakan primer hpt pada generasi
kedua (T1) tanaman padi transgenik mengandung pC1301H
oshox-6 pada cv. Batutegi galur T1-BT II 1B (A) dan
Kasalath galur T1-Kas VII 6A (B)

52

13.

Hasil Uji higromisin pada daun tanaman.

54

14.

Hubungan transpirasi harian (NTR) terhadap waktu
perlakuan kekeringan.

88

xvi

15.

Hubungan fraksi transpirasi air tanah (FTSW) terhadap
waktu perlakuan kekeringan

89

16.

Kurva hubungan antara nilai laju transpirasi harian (NTR)
terhadap laju penurunan fraksi traspirasi air tanah (FTSW).

91

17.

Galur-galur transgenik Batutegi
merupakan kandidat galur unggul.

109

xvii

dan

Kasalath

yang

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi ialah pangan utama yang dikonsumsi sebagain besar penduduk di
dunia terutama Asia. Konsumsi beras Indonesia mencapai 139 kg per orang per
tahun (teringgi dunia) jauh di atas rata-rata konsumsi beras dunia sebesar 60 kg
per orang per tahun (FAO 2009). Dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata
1,4% per tahun (BPS 2006), maka kebutuhan beras Indonesia pada tahun 2030
mencapai 44 juta ton. Pada tingkat dunia diperlukan peningkatan produksi padi
sebesar 40% dalam 25 tahun mendatang (Bernier et al. 2008). Kebutuhan yang
demikian besar tanpa diimbangi oleh produksi dikhawatirkan akan menyebabkan
kerawanan pangan.
Tuntutan produksi yang besar tidak lepas dari berbagai permasalahan yang
seringkali menyebabkan turunnya produktivitas padi secara nasional maupun
dunia. Permasalahan tersebut antara lain penyempitan areal lahan sawah akibat
konversi fungsi lahan, berkurangnya sumber air, dan perubahan iklim ekstrim
akibat pemanasan global. Fenomena perubahan iklim ekstrim antara lain kemarau
panjang, sehingga Burke et al. (2006) memprediksi luas lahan kering akan terus
meningkat di masa mendatang dan persentase lahan kering dunia meningkat dua
kali pada periode 1970 hingga awal tahun 2000.
Di Pulau Jawa dan Bali pada periode 1979-2004 menunjukkan penundaan
musim tanam hingga 30 hari akibat gejala alam El Nino, dan penurunan hasil
mencapai 11% (~540 ribu ton). Analisis model iklim memproyeksikan
keterlambatan hujan akan semakin sering terjadi di Jawa dan Bali (Naylor et al.
2007). Kejadian El Nino tahun 1997/1998 menyebabkan volume impor beras
Indonesia mencapai 5,8 juta ton yang setara dengan 20% dari total perdagangan
beras dunia. Musim kemarau panjang tahun 2006 juga menyebabkan sebagian
besar lahan pertanaman padi gagal panen dan membuka kembali impor beras.
Kedaan ini bukan saja melanda Indonesia, yang secara geografis dipengaruhui
oleh iklim makro di sekitar wilayahnya tetapi juga dirasakan secara global.
Disisi lain Indonesia memiliki lahan-lahan sub optimal potensial, salah
satunya lahan kering. Luas lahan kering Indonesia mencapai 51 juta ha (Ar-Riza
2000) yang belum dimanfaatkan maksimal. Oleh karena itu, ekstensifikasi ke

1

lahan kering merupakan pilihan potensial sebagai upaya memenuhi kebutuhan
beras. Kultivar padi yang tepat diaplikasikan pada lahan tersebut ialah padi gogo.
Meskipun secara umum produktivitas padi gogo masih rendah dibandingkan padi
sawah, namun keberadaannya bisa menjadi solusi guna mengoptimalkan lahan
kering sebagai substitusi lahan sawah yang terkonversi. Namun demikian,
cekaman kekeringan menjadi salah satu kendala di lahan padi gogo. Anomali
iklim yang lebih sering terjadi dan tidak dapat diprediksi menyebabkan periode
kekeringan lebih lama. Oleh karena itu perlu dikembangkan kultivar padi gogo
toleran kekeringan untuk mengantisipasi perubahan iklim agar bisa dimanfaatkan
maksimal di lahan gogo.

Selain itu, tingkat pendapatan petani lahan gogo

umumnya lebih rendah dari petani lahan sawah sehingga secara sosial sangat
rentan terhadap kemungkinan gagal panen akibat kekeringan. Galur padi gogo
toleran yang dihasilkan juga dapat digunakan untuk bahan persilangan dengan
padi sawah guna mengantisipasi cekaman kekeringan yang terjadi di lahan sawah
atau lahan tadah hujan.
Padi toleran kekeringan dapat diperoleh melalui persilangan biasa,
persilangan dengan seleksi menggunakan marka molekuler, dan transformasi
genetik. Hal yang penting dalam pengembangan ini ialah memahami mekanisme
toleransi kekeringan karena sifat ini disandikan oleh banyak gen. Shinozaki dan
Yamaguchi (2007) mengelompokkan gen-gen ini dalam dua grup. Pertama ialah
gen-gen terkait dengan perlindungan sel selama kekeringan (menjaga tekanan
osmotik, perbaikan sel, detoksifikasi dan adaptasi struktural) dan kedua terkait
dengan mekanisme regulasi respon terhadap kekeringan (protein kinase, enzimenzim terkait metabolisme phosphoinositide, dan faktor transkripsi (FT)). Gengen tersebut ada yang ekspresinya tergantung ABA (asam absisik) dan ada yang
tidak (Yamaguchi-Shinozaki dan Shinozaki 2005).
Transformasi genetik pada level FT berpeluang untuk mendapatkan
tanaman padi toleran kekeringan, karena FT berperan dalam meregulasi sejumlah
gen lain yang bertanggung jawab terhadap sifat kekeringan. Beberapa gen
regulator FT yang telah dikarakterisasi antara lain DREB (dehydration response
element binding) (Yamaguchi-Shinozaki dan Shinozaki 2001), SNAC 1 (stressresponsive NAC1) (Hu et al. 2006), OsNAC10 (Jeong et al. 2010), AP37 dan

2

AP39 (Oh et al 2009), PeSCL7 (Ma et al. 2010) dan HD-Zip (Homeodomain
leucine zipper) (Meijer et al. 1997; Meijer et al. 2000). Peningkatan ekspresi gengen regulator ini pada berbagai tanaman dapat meningkatkan toleransi cekaman
kekeringan (Scarpella et al. 2005; Hu et al. 2006).
Beberapa bukti menunjukkan bahwa HD-Zip terkait dengan adaptasi
perkembangan tanaman terhadap cekaman lingkungan. Gen HD-Zip oshox (Oryza
sativa homeobox) tanaman padi terdiri dari 33 gen, dikelompokkan dalam famili
I, II, III yang posisinya tersebar dalam 12 kromosom. Dari jumlah tersebut baru
dua gen oshox yang telah diidentifikasi yaitu oshox1 (HD-Zip II) dan oshox4
(HD-Zip I) (Agalou et al. 2008). Gen oshox6 termasuk HD-Zip I yang responsif
kekeringan, regulasinya meningkat ketika ada cekaman kekeringan, namun
karakterisasi fungsi gen ini belum dipelajari (Agalou et al. 2008).
Perakitan tanaman transgenik dengan menggunakan gen regulator FT
untuk cekaman kekeringan umumnya menggunakan promotor konstitutif seperti
35S CaMV (Cauliflower Mosaic Virus). Penggunaan promotor tersebut sering
menyebabkan tanaman menjadi kerdil, steril dan berbunga lambat (Jaglo-Ottosen
et al. 1998; Kasuga et al. 1999; Purwantomo 2007, Pino et al. 2007). Penggunaan
promotor terinduksi kekeringan menjadi dasar pertimbangan karena promotor ini
akan bekerja mengekspresi gen targetnya hanya jika ada induser. Beberapa
promotor terinduksi kekeringan yang telah digunakan antara lain:

HVA22,

RD29A, dan OsLEA (Xiao et al. 2009; Kasuga et al. 2004; Xiao et al. 2007).
Dalam penelitian digunakan promotor terinduksi cekaman kekeringan OsLEA
(late embryogenesis abundant) yang memiliki ekspresi kuat pada kondisi
kekeringan dan rendah pada saat kondisi normal (Xiao et al. 2007). Gen Oshox6
dikendalikan promotor OsLEA dalam plasmid yang dinamankan pC1301H oshox6. Pada daerah T-DNA plasmid tersebut terdapat gen penyeleksi hpt (hygromycin
phosphotransferase) dan penanda gusA yang keduanya dikendalikan promotor
35S CaMV.
Gen sisipan hasil transfornasi pada tanaman generasi pertama akan
terintegrasi di salah satu pasangan kromosom sehingga tetua bersifat hemizygous.
Gen sisipan akan diwariskan pada turunannya. Apabila gen yang terintegrasi

3

bersifat dominan dan terintegrasi pada satu lokus maka pola segregasi akan
mengikuti hukum Mendel dengan rasio 3:1.
Padi indica banyak dibudidayakan di Asia termasuk Indonesia, namun
keberhasilan transformasi genetiknya masih terbatas. Kebanyakan kultivar Indica
digolongkan pada indica grup I, yang sebagian besar merupakan kultivar
rekalsitran untuk kegiatan kultur jaringan dan transformasi (Zhang et al. 1998;
Wunn et al. 1996). Pada padi Indica sering dijumpai kondisi transformasi dan
regenerasi yang optimum untuk suatu genotipe tidak optimum untuk genotipe
lain. Oleh karena itu, sistem transformasi dan regenerasi tanaman yang efisien dan
dapat diulang sangat diperlukan untuk menghasilkan tanaman transgenik.
Kegiatan persilangan tanaman padi telah lama dilakukan dan memberikan
sumbangan besar bagi terciptanya kultivar unggul. Kegiatan persilangan dengan
seleksi menggunakan marka molekuler dapat membantu seleksi lebih akurat.
Salah satu marka terkait sifat toleran kekeringan ialah marka qtl 12.1 (quantitative
trait locus). International Rice Research Institute (IRRI) membuat persilangan
padi gogo kultivar Vandana asal India dan Way rarem asal Indonesia. Pada
generasi F3 dilakukan seleksi menggunakan marka molekuler qtl 12.1.
Keberadaan marka qtl 12.1

mampu mempertahankan hasil ketika terjadi

cekaman kekeringan berat pada fase reproduktif menjelang berbunga. Pada
kondisi tanpa cekaman, qtl 12.1 tidak berdampak nyata pada sejumlah respon
pengamatan (Bernier et al. 2007). Lokasi qtl 12.1 berada pada kromosom 12
antara marka SSR RM28048 dan RM 511 (Mc Couch et al. 2002). Seleksi galurgalur unggul di lapangan dilakukan terhadap generasi silangan Vandana x Way
rarem dengan perlakuan kekeringan menjelang berbunga.
Di Indonesia, tanaman transgenik yang diperoleh tidak dapat diuji langsung
di lapangan. Sesuai Peraturan Pemerintah no. 21 tahun 2005 tentang keamanan
hayati produk rekayasa genetika, maka setiap tanaman transgenik harus diuji pada
setiap tahapnya. Terkait dengan hal tersebut maka pengujian tanaman transgenik
untuk toleransi kekeringan di tahap awal hanya mungkin dilakukan di rumah kaca.
Disadari bahwa kondisi lingkungan kekeringan dipengaruhi oleh banyak
faktor.

Uji kekeringan di rumah kaca selayaknya dapat mewakili kondisi

lingkungan kekeringan di lapang untuk dapat melakukan seleksi awal. Selain

4

pemilihan metode uji kekeringan, hal lain yang mungkin dilakukan adalah
menggunakan tanaman pembanding toleran kekeringan yang teruji dilapangan.
Galur toleran yang digunakan dalam penelitian ini merupakan generasi
persilangan cv. Vandana dan Way rarem yang memiliki marka qtl 12.1 yang telah
terseleksi di lapangan. Dengan menggunakan pembanding tersebut diharapkan
hasil pengujian di rumah kaca dan lapang dapat selaras.
Tanaman toleran kekeringan hasil transformasi genetik dan hasil seleksi
lapangan

dapat dimanfaatkan untuk tujuan ekstensifikasi ke lahan marginal

kering. Lahan-lahan yang demikian sebagian besar berada di luar Pulau Jawa.
Tanaman toleran yang diperoleh juga bermanfaat untuk mengantisipasi terjadinya
musim kering yang tidak dapat diprediksi.

Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan padi gogo transgenik cv. Batutegi dan Kasalath yang
mengandung gen toleran kekeringan Oshox6

dikendalikan

promotor

terinduksi kekeringan OsLEA dan teruji toleran kekeringan.
2. Mendapatkan genotipe toleran kekeringan hasil persilangan cv. Vandana dan
Way rarem mengandung marka qtl 12.1 dan tidak mengandung marka qtl
12.1.
3. Mendapatkan informasi validasi metode uji kekeringan FTSW (fraction
transpiration saol water) untuk seleksi galur toleran kekeringan di tingkat
rumah kaca yang menginterpolasi cekaman kekeringan di lapang.
Manfaat Penelitian
Diperolehnya galur-galur unggul dan toleran kekeringan dari hasil
transformasi genetik menggunakan gen regulator oshox-6 dan seleksi populasi
yang mengandung marka qtl 12.1 dapat bermanfaat untuk :
1. Menunjang program ekstensifikasi padi di lahan sub-optimal kering
2. Memperbaiki kultivar yang sudah dilepas (Batutegi dan Way rarem) sehingga
diharapkan meningkatkan sifat unggul dari kultivar tersebut.
3. Meningkatkan sumbangan produksi beras dari lahan marginal kering.
4. Memperkuat ketahanan pangan nasional.

5

Ruang Lingkup Penelitian
1. Transformasi genetik dengan gen penanda (hpt, gusA dan gfp) pada padi
indica cv. Batutegi dan Kasalath.
2. Transformasi gen HD-Zip oshox6 yang dikendalikan promotor terinduksi
kekeringan (OsLEA) pada cv. Batutegi dan Kasalath.
3. Analisis integrasi dan pewarisan gen sisipan dalam genom generasi kedua.
4. Melakukan seleksi genotipe pada populasi hasil persilangan cv. Vandana x
Way rarem yang mengandung dan tidak mengandung marka qtl 12.1 di
lapangan (MK-1 dan MK-2).
5. Uji kekeringan galur-galur transgenik cv. Batutegi dan Kasalath mengandung
gen HD-Zip oshox6 dan genotipe terpilih toleran kekeringan yang memiliki
marka qtl 12.1 di rumah kaca.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Pengelompokan Tanaman Padi
Padi merupakan tanaman pangan utama yang dikonsumsi sebagian besar
penduduk dunia. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari benua Asia dan Afrika
Barat-Tropis hingga Subtropis. Bukti sejarah secara arkeologi menunjukkan
bahwa padi telah ada pada 8000 tahun sebelum masehi (SM), meskipun waktu
budidayanya masih menjadi perdebatan. Terdapat dua spesies padi yang
dibudibayakan yaitu Oryza sativa di wilayah Asia dan O. glaberrima di Afrika
kedua jenis ini memiliki sejarah budidaya yang unik (Sweeney & McCouch
2007).
Genus Oryza memiliki 21 kelompok padi liar yang dibudidayakan
(Vaughan et al. 2003). Genus ini dibagi kedalam empat kelompok species yaitu
O. sativa, O. officinalis, O. ridelyi dan O. granulata. Semua anggota genus Oryza
memiliki jumlah n = 12 kromosom. Persilangan diantara keempat kelompok ini
memungkinkan terjadi (Vaughan et al. 2003). Kelompok O. sativa memilki dua
species yang dibudidayakan yaitu O. sativa dan O. glaberrima dan enam species
liar yaitu O. rufipogon, O. nivara, O. barthii, O. longistaminata, O. meridionalis
dan O. glumaepatula yang semuanya diploid.

O. rufipogon sebagai species

tanaman tahunan dan O. nivara sebagai tanaman semusim atau dugaan keduanya
sebagai leluhur dari O. sativa hingga saat ini masih menjadi perdebatan (Sweeney
& McCouch 2007). Secara botani tanaman padi diklasifikasikan menjadi: Divisi:
Spermatophyta, Sub Divisi: Angiospermae; Kelas: Monokotiledonae; Ordo:
Gramineales, Famili: Graminiae (Poaceae), Genus: Oryza, Species: Oryza sativa.
Berdasarkan ekologinya Oryza sativa mengalami evolusi yang membentuk
3 ras yaitu (a) indica, (b) japonica/sinica dan (c) javanica dengan sebaran area di
wilayah Selatan, Tenggara dan Timur Asia (Gupta & O’toole 1986). Adapun
ciri-ciri ke-3 ras tersebut menurut Chang dan Bardenas (1976) sebagai berikut:
Japonica/Sinica : daun berukuran sempit-lebar, berwarna hijau muda, gabah
panjang-pendek, berbentuk bulat panjang dan agak pendek, umumnya gabah tidak
berekor, bulu sekam jarang dan pendek, gabah mudah rontok, anakan banyak,

7

batang sedang-tinggi, jaringan lunak, kepekaan terhadap panjang hari bervariasi,
kandungan amilosa 23-31% dan suhu membukanya lema dan palea bervariasi.
Indica : daun berukuran sempit berwarna hijau tua, gabah pendek dan agak bulat
panjang, gabah tidak berekor kalaupun ada berbentuk panjang, bulu sekam lebat
dan panjang, gabah sedikit rontok, anakan sedang, batang sedang-pendek,
jaringan keras, tidak peka terhadap panjang hari atau agak peka, kandungan
amilosa 10-24% dan suhu membukanya lema dan palea rendah.
Javanica : daun berukuran lebar, kaku dan berwarna hijau muda, gabah panjang
lebar dan tebal, berbentuk bulat panjang dan agak pendek, gabah berekor panjang
atau tidak ada, bulu sekam panjang, gabah sedikit rontok, anakan sedikit, batang
tinggi, jaringan keras, agak peka terhadap panjang hari, kandungan amilosa 2025% dan suhu membukanya lema dan palea rendah.
Berdasarkan habitatnya padi dikelompokkan menjadi padi gogo, padi
sawah dan padi kumbang (rawa). Padi gogo tumbuh di lahan kering, padi sawah
di lahan tergenang, dan padi rawa di daerah rawa yang dalam. Hampir semua padi
unggul yang ditanam di Indonesia tergolong padi cere (indica) (Harahap et al.
1977).

Budidaya padi sawah di Indonesia lebih populer dari padi gogo, jumlah

kultivar padi sawah lebih banyak dari padi gogo, begitu pula produktivitas padi
sawah lebih tinggi dari padi gogo. Produktivitas padi secara nasional hingga saat
ini masih didominasi padi sawah.
Lahan Marginal dan Cekaman Kekeringan pada Tanaman
Salah satu upaya peningkatan produktivitas pangan di Indonesia adalah
dengan ekstensifikasi pada lahan sub-optimal seperti lahan kering. Luas lahan
kering potensial mencapai 51 juta ha, 48 juta ha diantaranya berada di luar Jawa
(Ar-Riza 2002) dan baru 10,3% yang telah dimanfaatkan

(BPS 2006).

Ekstensifikasi di lahan marginal tidak terlepas dari cekaman kekeringan terlebih
dengan sering terjadinya perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi.
Lahan kering adalah hamparan lahan yang didayagunakan tanpa
penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air
berupa hujan atau air irigasi (Suwardji 2003). Topologi lahan ini dapat dijumpai
dari dataran rendah (0-700 m dpl) hingga dataran tinggi (> 700m dpl). Dari

8

pengertian diatas, maka jenis penggunaan lahan yang termasuk dalam kelompok
lahan kering mencakup: lahan tadah hujan, tegalan, kebun campuran, perkebunan,
hutan, semak, padang rumput, dan padang alang-alang (As-syakur 2007).
Menurut Sopandie (2006) peningkatan produksi di lahan marginal dapat
dicapai melalui berbagai perbaikan yaitu: (1) perbaikan potensi hasil dari galurgalur beradaptasi luas (2) memperbaiki tingkat adaptasi tanaman terhadap
cekaman abiotik dan resistensi terhadap cekaman biotik, dengan membuat
genotipe tanaman yang lebih sesuai dengan lingkungan tumbuh (3) perbaikan
teknik budidaya yang berbasis pengetahuan fisiologis dan ekofisiologis tanaman.
Faktor-faktor tersebut harus sinergis agar peningkatan hasil dapat tercapai.
Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman
mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungan tumbuhnya
yaitu media tanam. Menurut Levitt (1980) cekaman kekeringan (drought stress)
pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu (1) kekurangan air di daerah
perakaran dan (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju
evapotranspirasi melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air tanah tersedia
cukup. Pada lahan kering, cekaman kekeringan pada tanaman terjadi karena
suplai air yang tidak mencukupi.
Air ialah komponen utama bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Ketiadaan atau kekurangan air bagi tanaman dapat menyebabkan terhambatnya
perkembangan tanaman dan menurunkan produktivitas.

Cekaman kekeringan

adalah salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman di lahan kering,
akibat pertumbuhan terhambat dan tingginya sterilitas gabah. Penurunan hasil
akibat kekeringan sangat ditentukan oleh derajat kekeringan, periode kekurangan
air dan fase pertumbuhan tanaman (Jongdee et al. 2002). Kekeringan pada fase
vegetatif seringkali tidak berakibat menurunkan hasil secara nyata (Boonjung &
Fukai 1996; Jongdee et al. 2006). Kekeringan yang terjadi ketika pertumbuhan
anakan maksimum hingga periode pembungaan dapat menurunkan hasil secara
nyata. Kekeringan yang terjadi selama pembungaan berakibat pada rendahnya
fertilitas gabah (Boonjung & Fukai 1996; Jongdee et al. 2006; Liu et al. 2006).

9

Gen Regulator Faktor Transkripsi untuk Toleransi Kekeringan
Sifat toleran kekeringan merupakan sifat yang kompleks dan dikontrol oleh
banyak gen. Gen-gen ini terbagi dalam dua grup, pertama ialah gen-gen terkait
dengan perlindungan sel selama kekeringan dan kedua gen-gen yang terkait
mekanisme regulasi untuk respon terhadap kekeringan (Shinozaki & YamaguchiShinozaki. 2007). Grup pertama termasuk gen-gen yang menyandikan protein
untuk menjaga tekanan osmotik, perlindungan sel terhadap kerusakan, perbaikan
sel dan adaptasi struktural. Kelompok gen yang kedua merupakan protein signal
transduksi seperti protein kinase dan faktor transkripsi (FT).
Faktor transkripsi ialah urutan khusus asam amino yang mampu berikatan
dengan DNA untuk mengontrol proses penempelan RNA polimerase sehingga
transkripsi terjadi (de Sauza et al. 2003). Identifikasi FT didasarkan pada domain
khusus dan daerah yang berperan pada DNA binding atau oligomerisasi (Liu et al.
1999). Rekayasa genetika pada level faktor transkripsi berpeluang untuk
mendapatkan tanaman padi toleran kekeringan, karena faktor transkripsi berperan
dalam meregulasi ekspresi sejumlah gen lain yang terkait toleransi kekeringan.
Beberapa kelas faktor transkripsi yang termasuk dalam respon tanaman
terhadap cekaman ialah MYC, MYB, bZIP, AP2, zinc finger protein dan
homeodomain-leucin zipper protein (HD-Zip). HD-Zip mempunyai fungsi luas
yang terkait dalam perkembangan dan adaptasi tanaman terhadap cekaman. Gen
HD-Zip termasuk dalam grup homeobox (HB), hanya dijumpai pada tanaman dan
tidak ditemukan pada eukariot lain (Agalou et al. 2008). Kelompok lain homeobox
(HB) antara lain: knox (kotted1 like homeobox), HD-Bell, PHD-finger (plant
homeodomain-finger), PALE (penta aminoacid loop extension) da