Analisis Yuridis Terhadap Eksekusi Benda Jaminan yang Dibebani Hak Tanggungan Pada Debitur Pailit

34

BAB II
PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA
JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA
DEBITUR PAILIT
A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan Hak Tanggungan Menurut
UUHT No. 4 Tahun 1996
Dalam kamus Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang
dijadikan jaminan. Jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang
diterima (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:899). Menurut Pasal 1 ayat (1)
UUHT disebutkan pengertian Hak Tanggungan, yang dimaksud dengan Hak
Tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur
lainnya.
Di dalam hukum jaminan hak tanggungan terdapat ketentuan-ketentuan yang
dijadikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan hukum jaminan hak
tanggungan tersebut. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian Hak

Tanggungan adalah:55
1. Hak Jaminan yang dibebankan hak atas tanah yaitu hak penguasaan khusus yang
diberikan kepada kreditur yang memberikan wewenang baginya untuk menjual
55

Habib Adjie, 2006, Hak Tanggungan sebagai Lembaga Jaminan atas Tanah, Mandar Maju,
Bandung, hal 43.

34

Universitas Sumatera Utara

35

lelang tanah yang secara khusus sebagai agunan piutangnya apabila debitur
cedera janji dan mengambil hasil penjualannya baik seluruh atau sebagian
hasilnya untuk pelunasan hutangnya walaupun tanah tersebut telah berpindah
kepada pihak lain (droit de suite) dengan hak mendahului dari kreditur lainnya
(droit de preference).
2. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan suatu

kesatuan dengan tanah itu. Kreditur mempunyai wewenang untuk berbuat sesuatu
mengenai tanah yang dijadikan agunan, tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik
dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur wan prestasi.
3. Untuk pelunasan hutang tertentu yaitu hak tanggungan tersebut dapat
membereskan hutang debitur kepada kreditur.
4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lainnya, lazimnya disebut droit de preference.56
Syarat-syarat tanah dan bangunan yang dapat dijadikan objek jaminan hak
tanggungan harus didasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka tanah dan bangunan
tersebut tidak dapat dibebani dengan jaminan hak tanggungan sesuai ketentuan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan. Syarat-syarat tanah
dan bangunan yang dapat dibebani dengan jaminan hak tanggungan adalah
sebagaimana diuraikan dalam pembahasan di bawah ini.

56

Salim HS, 2011, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal 96-97.


Universitas Sumatera Utara

36

1. Obyek Jaminan Hak Tanggungan
Untuk dapat dibebani hak jaminan atas tanah, obyek hak tanggungan yang
bersangkutan harus memenuhi 4 syarat, yaitu:
a. dapat dinilai dengan uang;
b. termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum karena harus memenuhi syarat
publisitas;
c. mempunyai sifat dapat dipindahtangankan;
d. memerlukan penunjukan oleh undang-undang.57
Adapun obyek dari hak tanggungan adalah hak atas tanah yang dapat dibebani
hak tanggungan yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.


Hak milik;
Hak guna usaha;
Hak guna bangunan;
Hak Pakai, baik hak maupun hak atas Negara
Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau
akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan hak
milik pemegang hak pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan dalam akta
pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.58
Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Umum dari UUHT, dua

unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek tanggungan adalah:59
a.

Hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar
umum, dalam hal ini pada Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan
kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditor pemegang hak
tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai hak

57


Ibid, hal 104.
Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
59
Gatot Suparman, 2010, Azas-azas Hukum Hak Tanggungan, Prenada Media, Jakarta, hal

58

52.

Universitas Sumatera Utara

37

tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang
dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas publisitas), dan;
b.

Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindah tangankan, sehingga apabila
diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang dijamin
pelunasannya.

Dalam Pasal 4 ayat (2) UUHT disebutkan bahwa “selain hak-hak atas tanah

sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) UUHT, Hak Pakai atas tanah Negara
yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan dapat juga dibebani hak tanggungan”.
2. Subyek Jaminan Hak Tanggungan
Dalam perjanjian pemberian hak jaminan atas tanah dengan hak tanggungan,
ada dua pihak yaitu pihak yang memberikan hak tanggungan dan pihak yang
menerima hak tanggungan tersebut.
a. Pemberi Hak Tanggungan
Dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menentukan
bahwa “pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak
tanggungan yang bersangkutan”. Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud di atas harus ada pada
pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan.
Dalam hal pemberi hak tanggungan adalah suatu perseroan terbatas,
pelaksanaannya harus tetap mengacu kepada ketentuan Undang-Undang Nomor 1

Universitas Sumatera Utara


38

Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Menurut ketentuan Pasal 88 ayat (1) UU No.
1 Tahun 1995 Direksi wajib meminta persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan hutang seluruh atas sebagian
besar kekayaan perseroan. Selanjutnya menurut Pasal 88 ayat (4) UU tersebut, bahwa
untuk melakukan perbuatan hukum mengalihkan atau menjadikan jaminan hutang
seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan itu diumumkan dalam 2 (dua) surat
kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak perbuatan hukum itu
dilakukan.60
b. Pemegang Hak Tanggungan
Menurut Pasal 9 UUHT, pemegang hak tanggungan adalah “orang
perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang”.
Dengan demikian yang dapat menjadi pemegang hak tanggungan adalah siapapun
juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk memberi uang, baik orang
perseorangan warga negara Indonesia maupun orang asing.

61


3. Proses Pembebanan Hak Tanggungan
Mengingat Hak Tanggungan bersifat accesoir pada suatu hubungan hutang
piutang tertentu, maka proses Pembebanan Hak Tanggungan didahului dengan
diadakannya perjanjian hutang piutang antara debitur dan kreditur, yang merupakan
perjanjian pokoknya, seperti perjanjian kredit atau perjanjian pinjam uang atau

60

Sutan Remy Sjahdeini, 2009, Hak Tanggungan Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok dan
Masalah-Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, Airlangga University Press, Surabaya, 2005, hal
75.
61
Ibid., hal 79.

Universitas Sumatera Utara

39

perjanjian lainnya yang menimbulkan hubungan pinjam meminjam uang antara
kreditur dengan debitur.62

Menurut Pasal 10 ayat (1) UUHT, janji tersebut wajib dituangkan dan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian utang piutang. Proses
pembebanan hak tanggungan dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap
pembebanan hak tanggungan dan tahap pendaftaran hak tanggungan, yaitu sebagai
berikut:
a. Tahap Pembebanan Hak Tanggungan
Menurut Pasal 10 Ayat (2) Undang-Undang Hak tanggungan,” pemberian hak
tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh
PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta
pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah,
sebagai bukti perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah
kerjanya masing-masing.63
b. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan
Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberian Hak
Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pasal 13 ayat (2) menyatakan
selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah penanda tanganan APHT, PPAT wajib
62
Arie S. Hutagalung, 2002, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan ekonomi, Suatu
Kumpulan Karangan, Cetakan Kedua, Badan Penerbit Fakultas Hukum Uniersitas Indonesia, Depok,

hal 220.
63
Sutardja Sudrajat, 2010, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertifikatnya,
Mandar Maju, Bandung, hal 54.

Universitas Sumatera Utara

40

mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada
Kantor Pertanahan. Warkah yang dimaksud meliputi surat-surat bukti yang berkaitan
dengan obyek hak tanggungan dan identitas pihak-pihak yang bersangkutan,
termasuk di dalamnya sertipikat hak atas tanah dan/atau surat-surat keterangan
mengenai obyek hak tanggungan. PPAT wajib melaksanakan hal tersebut karena
jabatannya dan sanksi atas pelanggaran hal tersebut akan ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan PPAT.
Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) ke Kantor Pertanahan
setempat sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 13 ayat (1) UUHT menegaskan
pembebanan hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) UUHT dijelaskan bagaimana caranya

pendaftaran Hak Tanggungan itu dilakukan. Tata cara pelaksanaannya adalah sebagai
berikut:
1) Setelah penandatanganan APHT yang dibuat oleh PPAT dilakukan oleh para
pihak, PPAT mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang
diperlukan oleh Kantor Pertanahan. Pengiriman tersebut wajib dilakukan oleh
PPAT yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
penandatanganan APHT itu;
2) Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh kantor pertanahan dengan
membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak
atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut
pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
3) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah
penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan
jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi
tanggal hari kerja berikutnya.64

64

Sutarno, 2009, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, hal 169.

Universitas Sumatera Utara

41

Selanjutnya Pasal 14 ayat (1) UUHT menentukan bahwa “sebagai tanda bukti
adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dalam Pasal 14 ayat (4)
UUHT ditentukan bahwa “sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan
pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3)
UUHT, dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Namun,
kreditur dapat memperjanjikan lain di dalam APHT, yaitu agar sertipikat hak atas
tanah tersebut diserahkan kepada kreditur”.
Sertipikat Hak Tanggungan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dan
sertipikat hak atas tanah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan, diserahkan
oleh Kantor Pertanahan kepada pemegang Hak Tanggungan. Demikian menurut Pasal
14 ayat (5) UUHT.
4. Eksekusi Benda Jaminan Hak Tanggungan
Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.Yang dapat dieksekusi adalah salinan putusan dan grosse akta
(salinan pertama dari akta autentik). Grosse akta dapat dieksekusi karena memuat
titel eksekutorial, sehingga grosse akta disamakan dengan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.65
Ada empat macam jenis pelaksanaan putusan (eksekusi), yaitu:

65

Salim HS, op.cit., hal 189.

Universitas Sumatera Utara

42

a.

Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar
sejumlah uang. Dalam eksekusi ini prestasi yang diwajibkan adalah membayar
sejumlah uang. Eksekusi ini diatur dalam Pasal 196 HIR atau Pasal 206 Rbg.

b.

Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan.
Eksekusi ini diatur dalam Pasal 225 HIR atau Pasal 259 Rbg. Orang tidak dapat
dipaksa memenuhi prestasi berupa perbuatan,

akan tetapi pihak yang

dimenangkan dapat meminta pada Hakim agar kepentingan yang akan
diperolehnya dinilai dengan uang.66
c.

Eksekusi

riil

yaitu

pelaksanaan

putusan

hakim

yang

memerintahkan

pengosongan benda tetap. Dalam hal orang yang dihukum oleh hakim untuk
mengosongkan benda tetap tidak mau memenuhi perintah tersebut, maka hakim
akan memerintahkan dengan surat kepada juru sita supaya dengan bantuan
panitera Pengadilan dan kalau perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara, agar
barang tetap tersebut dikosongkan oleh orang yang dihukum besrta keluarganya.
Eksekusi ini diatur dalam Pasal 1033 Rv. Sedangkan dalam HIR hanya mengenal
eksekusi riil ini dalam penjualan lelang, termuat dalam Pasal 200 ayat 11
HIR/Pasal 218 Rbg.
d.

Eksekusi Parat (parate executie), yaitu merupakan pelaksanaan perjanjian tanpa
melalui gugatan atau tanpa melalui pengadilan. Parate executie ini terjadi apabila

66

ibid., hal 190.

Universitas Sumatera Utara

43

seorang kreditur menjual barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel
eksekutorial.67
Eksekusi Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 21
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang disebabkan si pemberi hak tanggungan
(debitur) telah melakukan wanprestasi dan diberikan peringatan 3 (tiga) kali berturut
– turut oleh krediturnya. Pelaksanaan Eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan
dengan 2 (dua) cara yaitu:68
a. Pasal 6 UUHT memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan
pertama atas kekuasaan sendiri untuk melakukan penjualan objek hak tanggungan
melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan tersebut, apabila debitur cedera janji. Pemegang Hak Tanggungan
pertama tidak perlu meminta persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan dan tidak
perlu pula meminta penetapan Ketua Pengadilan setempat untuk melakukan
eksekusi. Pemegang Hak Tanggungan tingkat pertama itu cukup mengajukan
permohonan kepada Kepala Kantor Lelang Negara setempat untuk pelaksanaan
pelelangan umum untuk eksekusi objek Hak Tanggungan tersebut.
b. Penjualan dibawah tangan, maksudnya dengan adanya kesepakatan antara
pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat
dilaksanakan di bawah tangan, jka dengan cara itu dapat diperoleh harga tertinggi
yang menguntungkan kedua belah pihak. Pasal 20 ayat (2) UUHT menyatakan

67
68

Ibid., hal 190.
Sutan Remy Sjahdeini,op.cit., hal 164 – 165.

Universitas Sumatera Utara

44

karena penjualan di bawah tangan objek Hak Tanggungan hanya dapat
dilaksanakan bila ada kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan,
kreditur tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek Hak
Tanggungan apabila debitur tidak menyetujuinya.
Di dalam Pasal 21 UUHT No. 4 Tahun 1996 disebutkan bahwa, “Apabila
pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap
berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan undangundang ini”. Hal ini dipertegas lagi oleh Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang menyebutkan bahwa, “Dengan tetap
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, 57 dan Pasal 58
undang-undang ini, setiap kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolaholah tidak terjadi kepailitan”.

B. Akibat Putusan Pailit Terhadap Benda Jaminan menurut Undang-Undang
No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran (PKPU)
1.

Akibat Putusan Pailit
Kepailitan berasal dari kata dasar “pailit” yang berasal dari bahasa Belanda

yaitu “failliet” yang mempunyai arti ganda sebagai kata benda dan kata sifat yang
berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran. Di negara-negara berbahasa Inggris

Universitas Sumatera Utara

45

pengertian pailit atau kepailitan diwakili dengan kata-kata bankrupt dan
bankruptcy.69
Menurut Radin dalam bukunya the Nature of Bankruptcy, tujuan semua
Undang-Undang Kepailitan (bankruptcy law) adalah untuk memberikan suatu forum
kolektif untuk memilah hak-hak dari berbagai penagih terhadap aset seorang debitur
yang tidak cukup nilainya.
Pasal 21 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 menentukan bahwa “kepailitan
meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta
kepailitan segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”.
Dari ketentuan pasal 21 diatas diketahui bahwa kepailitan merupakan sita
umum. Dengan adanya sita umum ini hendak dihindari adanya sita perorangan.
Pembentuk Undang-Undang memandang perlu untuk memungkinkan adanya
eksekusi masal dengan cara melakukan sitaan umum atas seluruh kekayaan debitur
untuk kepentingan semua kreditur yang bersangkutan yang dijalankan dengan
pengawasan Hakim Pengawas.70
Sita umum dilakukan adalah sita konservatoir yang bertujuan untuk
kepentingan bersama para kreditur. Sesuai dengan pada Pasal 1132 KUH Perdata
bahwa tujuan dari kepailitan adalah untuk membagi seluruh kekayaan pailiit debitur
yang dilakukan oleh Kurator kepada krediturnya dengan memperhatikan hak mereka

69

Zainal Asikin, 2001, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang di Indonesia,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 26-27.
70
Sunarmi, 2009, Hukum Kepailitan, USU Press, Medan, hal 83.

Universitas Sumatera Utara

46

masing – masing. Yang dimaksud kekayaan disini adalah semua barang dan hak atas
kebendaan yang dapat diuangkan (ten gelde kunnen worden gemaakt).
Kepailitan itu juga berlaku terhadap semua harta kekayaan debitur yang
berada di luar negeri. Terhadap harta kekayaan debitur yang berada di luar negeri ini
dapat dilakukan sita umum dengan memperhatikan asas teritorialitas.71
Undang-Undang Kepailitan mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan
kepailitan yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.

atas permohonan debitur sendiri
atas permintaan seorang atau lebih kreditur
oleh kejaksaan atas kepentingan umum
Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga Bank
Oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan Perusahaan
Bursa Efek.72
Sebelum diputuskan pernyataan pailit, debitur mempunyai hak mutlak untuk

mengurus dan menguasai harta kekayaannya. Namun, pada saat telah dijatuhkannya
putusan pailit, maka hak si pailit beralih kepada Kurator untuk mengurus dan
menguasai hartanya yang bertujuan untuk kepentingan para krediturnya dan dipimpin
oleh hakim pengawas yang mengawasi jalannya kepailitan.
Pada dasarnya harta kepailitan itu meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat
pernyataan pailit dilakukan, beserta semua kekayaan diperoleh selama kepailitan.73
Segala perikatan yang dilakukan oleh debitur setelah dijatuhinya putusan
pailit tidak dapat dibayar kecuali jika menguntungkan harta pailit tersebut.74 Ini
71

Sunarmi, ibid., hal 84.
Pasal 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
73
Pasal 21 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penudaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
72

Universitas Sumatera Utara

47

berarti bahwa seluruh harta kekayaan debitur pailit berada dalam penguasaan dan
pengurusan Kurator atau BHP. Namun, ada beberapa barang atau hak atas benda
yang masih dalam penguasaan debitur pailit. Pasal 22 Undang-Undang No. 37 Tahun
2004 secara terperinci menyebutkan:
a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur pailit
sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang
dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang
dipergunakan oleh dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh)
hari bagi debitur dan keluarganya yang terdapat di tempat itu;
b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaanya sendiri sebagai penggajian
dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah pensiun, uang tunggu atau uang
tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas, atau;
c. Uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban
memberikan nafkah menurut Undang-Undang.
Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan
oleh atau terhadap kurator.75
Kepailitan semata-mata mengenai harta kekayaan si debitur bukan pribadi si
debitur, sehingga debitur yang telah dinyatakan pailit masih dapat melangsungkan
pernikahan, mengangkat anak dan sebagainya.76
Dengan demikian, harta warisan yang diperoleh selama kepailitan termasuk
dalam harta kepailitan, tetapi kurator tidak boleh menerima, kecuali dengan hak
istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan.
Hibah yang dilakukan debitur pailit dapat dibatalkan apabila Kurator dapat
membuktikan bahwa pada saat dilakukan penghibahan debitur mengetahui bahwa
74
Pasal 25 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
75
Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
76
Titik Tejaningsih, op.cit., hal 87.

Universitas Sumatera Utara

48

tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Pasal 44 UndangUndang No. 37 Tahun 2004 menyebutkan, “kecuali dapat dibuktikan sebaliknya,
debitur dianggap mengetahui bahwa hibah yang dilakukan dapat merugikan kreditur
apabila tindakan tersebut dilakukan dalam waktu 1 (satu) tahun sejak putusan pailit
dilakukan”.
Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan
perikatan dari harta pailit yang ditujukan kepada debitur pailit hanya dapat diajukan
dengan mendaftarkan untuk dicocokan, dalam arti bahwa segala tuntutan hukum
dengan tujuan memenuhi perikatan harta pailit selama dalam kepailitan walaupun
diajukan kepada debitur pailit sendiri dapat diajukan dengan laporan untuk
pencocokan.77
Akibat terhadap transfer dana, Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang No. 37
Tahun 2004 mengatur bahwa “apabila sebelum putusan pailit diucapkan telah
dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga selain bank pada tanggal
putusan dimaksud, transfer tersebut wajib diteruskan”.78
Jika pada saat putusan pailit diumumkan terdapat:
a

Perjanjian timbal balik yang belum atau sebagian dilaksanakan maka pihak
dengan siapa debitur membuat perjanjian dapat meminta kepastian pada kurator
tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut yang disepakati oleh pihak
kurator dan pihak yang melakukan perjanjian. Jika kesepakatan tercapai maka

77
78

ibid., hal 88.
Man S. Sastrawidjaja,op.cit., hal 108.

Universitas Sumatera Utara

49

hakim pengawas akan menetapkan jangka waktu tersebut. Jika kurator menolak
untuk memenuhi, maka perjanjian tersebut berakhir. Pihak dengan siapa debitur
membuat perjanjian dapat menuntut ganti rugi dan diletakkan sebagai kreditur
konkuren.79
b

Perjanjian dengan memberikan barang di kemudian hari (future trading), yang
waktu penyerahan dilakukan pada saat debitur pailit atau selama dalam masa
kepailitan dengan sendirinya dihapus dan pihak dengan siapa debitur melakukan
perjanjian diperlakukan sebagai kreditur konkuren.80

c

Perjanjian sewa menyewa dengan debitur sebagai penyewa maka pihak yang
menyewa atau kurator dapat menghentikan sewa menyewa sesuai dengan adat
kebiasaan setempat, tetapi menghentikan 90 (sembilan puluh) hari sebelumnya
selalu dianggap cukup. Dalam hal melakukan penghentian harus pula diindahkan
pemberitahuan penghentian menurut perjanjian atau menurut kelaziman dalam
jangka waktu paling singkat 90 (sembilan puluh) hari.81 Sejak tanggal putusan
pailit diucapkan maka uang sewa menjadi hutang harta pailit.82

d

Untuk perjanjian perburuhan, pekerja yang bekerja pada debitur dapat
memutuskan hubungan kerja, dan sebaliknya kurator dapat memberhentikannya
dengan mengindahkan jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan undang79

Pasal 36 ayat 3 Undang-Undang
Kewajiban Pembayaran Utang.
80
Pasal 37 ayat 2 Undang-Undang
Kewajiban Pembayaran Utang.
81
Pasal 38 ayat 2 Undang-Undang
Kewajiban Pembayaran Utang.
82
Pasal 38 ayat 4 Undang-Undang
Kewajiban Pembayaran Utang.

No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Universitas Sumatera Utara

50

undang yang berlaku. Perjanjian kerja dapat diputuskan dengan pemberitahuan
sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) hari sebelum tanggal pemutusan atau
kurator atau buruh dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan
mengindahkan perjanjian perburuhan atau undang-undang yang berlaku, tetapi 6
(enam) minggu sebelumnya selalu dianggap cukup. Sejak putusan pailit
diucapkan, maka upah buruh menjadi utang harta pailit.83
a.

Actio Pauliana
Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa kreditur dapat meminta

kepada Pengadilan untuk membatalkan perbuatan hukum debitur yang telah
dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum
putusan pernyataan pailit diucapkan. Singkatnya, kemungkinan sebelum dinyatakan
pailit, debitur melakukan perbuatan hukum yang ternyata merugikan krediturnya.
Atas perbuatan hukum tersebut, kreditur mempunyai hak untuk meminta pembatalan
kepada Pengadilan. Dalam UUKPKPU, Actio Pauliana tersebut diatur dalam Pasal
41 sampai dengan Pasal 44 UUKPKPU.
Terdapat 5 (lima) syarat agar dapat dilakukan Actio Pauliana. Persyaratan
dimaksud adalah:84
1)
2)
3)
4)

Debitur telah melakukan suatu perbuatan hukum;
Perbuatan hukum tersebut bukan merupakan perbuatan yang diwajibkan;
Perbuatan hukum tersebut merugikan kreditur;
Debitur mengetahui bahwa perbuatan hukum dimaksud merugikan krediturnya;

83

Pasal 39 ayat 1 dan ayat (2) Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
84
Man S. Sastrawidjaja,op.cit., hal 120.

Universitas Sumatera Utara

51

5) Pihak ketiga dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa
perbuatan debitur tersebut merugikan kreditur.
Sejauhmana debitur dan pihak ketiga dianggap mengetahui bahwa perbuatan
tersebut merugikan krediturnya yang diatur dalam Pasal 42 UUKPKPU, kecuali
dibuktikan sebaliknya, debitur dan pihak ketiga dianggap mengetahui merugikan
apabila perbuatan hukum tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
sebelum putusan pernyataan pailit.
Mengenai Actio Pauliana diatur dalam Pasal 1341 KUH Perdata yang berbunyi:
“Meskipun demikian, tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala
perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh siberutang dengan nama
apapun juga, yang merugikan orang-orang berpiutang asal dibuktikan, ketika
perbuatan dilakukan, baik siberutang maupun orang dengan atau untuk siapa
siberutang berbuat mengetahui bahwa perbuatan itu membawa akibat
merugikan orang-orang berpiutang. Hak-hak yang diperolehnya dengan itikad
baik oleh orang-orang pihak ketiga atas barang-barang yang menjadi pokok
perbuatan yang batal itu dilindungi. Untuk mengajukan hak batalnya
perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan Cuma-Cuma oleh siberutang,
cukuplah si berpiutang membuktikan bahwa siberutang pada waktu
melakukan perbuatan itu tahu, bahwa ia dengan berbuat demikian merugikan
orang-orang yang mengutangkan padanya, tak perduli apakah orang yang
menerima keuntungan juga mengetahui atau tidak”.
Ketentuan Actio Pauliana sesungguhnya dimaksud untuk melindungi
kepentingan kreditur yang dirugikan akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh
debiturnya. Ketentuan Actio Pauliana dalam hukum kepailitan substansinya sama
dengan Actio Pauliana yang diatur dalam KUH Perdata mulai dari Pasal 1841 hingga
Pasal 1845. Hanya bedanya dari segi jangka waktu yaitu Actio Pauliana dalam

Universitas Sumatera Utara

52

kepailitan dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sedangkan Actio Pauliana
dalam KUH Perdata jangka waktunya 4 (empat) bulan.85
Dalam uraian dimuka telah diutarakan bahwa Actio Pauliana adalah hak
kreditur untuk menuntut pembatalan terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh
debitur yang merugikan kreditur. Pembatalannya dilakukan oleh Pengadilan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 47 UUK PKPU menegaskan bahwa tuntutan
Actio Pauliana tersebut yang mengajukan ke Pengadilan adalah Kurator. Di pihak
lain Pasal tersebut menyebutkan bahwa kreditur dengan alasan-alasan seperti
dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 46 UUK PKPU dapat mengajukan
bantahan terhadap tuntutan Kurator tersebut.86
b. Akibat Putusan Pailit Terhadap Benda jaminan
Putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan tidak mempunyai pengaruh
terhadap pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak
agunan atas kebendaan lainnya dan hak retensi (Pasal 55 dan Pasal 61 UndangUndang No.37 Tahum 2004).87
Pemegang hak tanggungan dapat melaksanakan haknya sebagai yang
ditetapkan pada pasal 1178 KUH Perdata, yaitu menjual benda jaminan. Pasal 55
Undang-Undang No.37 Tahun 2004 menetukan dengan tetap memperhatikan
ketentuan Pasal 56 dan Pasal 58 UUK PKPU, setiap kreditur pemegang gadai,
jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lain, dapat
85
86
87

Sunarmi, op.cit., hal 169.
Man S. Sastrawidjaja,Ibid., hal 126.
Sunarmi, op.cit., hal 102.

Universitas Sumatera Utara

53

mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Dalam hal penagihan suatu
piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dan Pasal 137 UUKPKPU maka
mereka hanya dapat demikian setelah dicocokkan penagihannya dan hanya untuk
mengambil pelunasan dari jumlah yang diakui dalam penagihan tersebut.88
Namun, .Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU menyebutkan bahwa hak eksekusi
kreditur sebagaimana disebut dalam Pasal 55 ayat (1) UUKPKPU ditangguhkan
selama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit di putuskan.
Penangguhan tersebut tidak berlaku untuk tagihan kreditur yang dijamin dengan uang
tunai dan hak kreditur untuk memperjumpakan hutang (set off).
c.

Penangguhan (Stay) dalam Hukum Kepailitan
Munir Fuady mengatakan bahwa stay adalah cool down period atau legal

moratorium. Penangguhan eksekusi ini terjadi karena hukum tanpa dimintakan
sebelumnya oleh Kurator.89
Tujuan penangguhan tersebut antara lain:
1) untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian; atau
2) untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit atau
3) untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal.90
Selama jangka waktu penangguhan sebagaimana dimaksud pada Pasal 56 ayat
(1) UUKPKPU, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu

88

ibid., hal 102.
Muni Fuady, op.cit, hal 103.
90
Penjelasan Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
89

Universitas Sumatera Utara

54

piutang tidak dapat diajukan dalam sidang Peradilan. Baik kreditor maupun pihak
ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas barang yang
menjadi agunan. Kurator dapat menggunakan harta pailit, baik benda bergerak
maupun benda tidak bergerak dan kurator dapat menjual harta pailit yang terbatas
pada barang persediaan (inventory) dan atau barang bergerak (current asset), untuk
kelangsungan usaha debitur, dalam hal ini telah diberikan perlindungan yang wajar
bagi kepentingan kreditur atau pihak ketiga.
Penjelasan Pasal 56 ayat (3) UUKPKPU “perlindungan” yang dimaksud dapat
berupa:
1) ganti kerugian atas terjadinya penurunan nilai pailit;
2) hasil penjualan bersih;
3) hak kebendaan pengganti;
4) imbalan yang wajar dan adil serta pembayaran tunai (utang yang dijamin)
lainnya.91
Stay diberlakukan kepada semua kreditur separatis kecuali terhadap kreditur
yang haknya timbul dari perjumpaan hutang (set-off) serta terhadap kreditur yang
piutangnya dijamin dengan uang tunai. Menurut Pasal 57 (ayat 2), kreditur dapat
memohon agar stay diangkat dimana permohonan tersebut disampaikan kepada
Kurator.92 Jika kurator menolak penangguhan tersebut debitur atau pihak ketiga dapat
mengajukan permohonan tersebut kepada hakim pengawas. Hakim pengawas dalam
91

Man S Sastrawisjaja, opcit., hal 132.
Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
92

Universitas Sumatera Utara

55

waktu paling lambat 1 (satu) hari setelah permohonan dimaksud diterima wajib
memerintahkan Kurator untuk segera memanggil dengan surat tercatat atau melalui
kurir kreditur dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud untuk didengar pada sidang
pemeriksaan atas permohonan tersebut. Hakim pengawas wajib memberikan
penetapan atas permohonan tersebut dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari
setelah permohonan sebagaimana dimaksud diajukan kepada hakim pengawas. 93
Dalam

memutuskan

permohonan

tersebut

hakim

pengawas

mempertimbangkan:
1) Lamanya jangka waktu penangguhan yang sudah berlangsung
2) Perlindungan kepentingan kreditur dan pihak ketiga dimaksud
3) Kemungkinan terjadinya perdamaian
4) Dampak penangguhan tersebut atas kelangsungan usaha dan manajemen usaha
debitur serta pemberesan harta pailit.
Putusan dari hakim pengawas dapat berupa diangkatnya penangguhan untuk
satu atau lebih kreditur, atau menetapkan persyaratan tentang lamanya waktu
penangguhan (stay), atau tentang satu atau beberapa agunan yang dapat dieksekusi
oleh kreditur.
Akibat hukum penangguhan (stay) adalah sebagai berikut:.94
1) Selama penagguhan (stay) berlangsung, debitur tidak dapat dituntut ke Pengadilan
untuk melunasi hutangnya.

93

Titik Tejaningsih, op.cit., hal 96.
Freddy Simanjuntak, 2008, Penangguhan Eksekusi (Stay) Benda Agunan Dalam
Kepailitan, USU e-Repository, hal 83.
94

Universitas Sumatera Utara

56

2) Pihak kreditur separatis maupun pihak ketiga yang berkepentingan dengan harta
debitur tidak dibenarkan mengeksekusi atau memohon sita atas barang jaminan
tersebut.
3) Kurator dapat menggunakan atau menjual harta pailit yang termasuk sebagai
barang persediaan (inventory) atau barang-barang bergerak (current asset)
meskipun harta tersebut dibebani hak tanggungan.
Jika hakim pengawas menolak untuk mengangkat atau mengubah persyaratan
penangguhan (stay) tersebut maka hakim pengawas wajib memerintahkan agar
Kurator memberikan perlindungan yang dianggap wajar untuk melindungi
kepentingan pemohon. Kreditur atau pihak ketiga dapat mengajukan perlawanan yang
ditujukan kepada Pengadilan terhadap penetapan Hakim Pengawas dalam jangka
waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah putusan diucapkan, dan pengadilan wajib
memutuskan perlawanan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh)
hari

setelah

permohonan

tersebut

diterima.

Terhadap

putusan

Pengadilan

sebagaimana dimaksud tidak dapat diajukan upaya hukum termasuk upaya hukum
peninjauan kembali.
Jangka waktu penangguhan (stay) berakhir demi hukum pada saat kepailitan
diakhiri lebih cepat atau pada saat dimulainya masa insolvensi. Kreditur atau pihak
ketiga yang haknya ditangguhkan dapat mengajukan permohonan kepada Kurator
untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat penangguhan. 95
Yang dimaksud dengan “insolvensi” adalah keadaan tidak mampu membayar
(Penjelasan Pasal 57 ayat (1) UUK PKPU).96

95
96

Sunarmi, opcit,.Hal 103.
Ibid., hal 104.

Universitas Sumatera Utara

57

Dengan berakhirnya penangguhan maka hak-hak kreditur pemegang jaminan
harus segera dilaksanakan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
sejak dimulainya masa ini ditegaskan dalam Pasal 59 UUKPKPU yang menentukan:
Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58 kreditur
pemegang hak jaminan harus melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu
paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana
diatur dalam Pasal 178 ayat (1).97
Setelah lewat jangka waktu yang telah ditentukan, maka kurator berhak
meminta kembali benda jaminan yang dijadikan agunan selanjutnya dijual sesuai
dengan tata cara yang diatur dalam Pasal 185 UUKPKPU tanpa mengurangi hak
kreditur pemegang jaminan atas hasil penjualannya.98
Setiap waktu Kurator dapat membebaskan benda yang menjadi agunan
dengan membayar jumlah terkecil antara harga pasar benda agunan dan jumlah utang
yang dijamin dengan benda agunan tersebut kepada kreditur yang bersangkutan.99
Meskipun pada prinsipnya hak kreditur separatis tidak terpengaruh oleh
adanya penangguhan (stay) eksekusi, namun dalam kegiatan ekonomi saat ini yang
bergerak cepat, penangguhan (stay) dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari
dapat memberikan akibat yang tidak menguntungkan. Salah satunya adalah terhadap
nilai investasi atas benda jaminan yang diagunkan menjadi tidak pasti, kecuali jika
terhadap utang debitur itu dijamin dengan nilai benda yang lebih besar nilainya. 100

97

Ibid., hal 105.
Ibid, hal 105.
99
Ibid,.hal 105.
100
Freddy Simanjuntak, op.cit. hal 85.

98

Universitas Sumatera Utara