Aspek Hukum Penolakan Rakyat China Terhadap Keputusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Laut Cina Selatan Chapter III V

BAB III
KEWENANGAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM
MENYELESAIKAN SENGKETA WILAYAH DALAM
HUKUM INTERNASIONAL
A. Sejarah dan Pengertian Arbitrase Internasional
1.

Sejarah Arbitrase Internasional
Perkembangan sejarah arbitrase, sesungguhnya badan arbitrase telah lama dipraktekkan.

Menurut M. Domke, bangsa- bangsa telah menggunakan cara penyelesaian sengketa melalui
arbitrase sejak zaman Yunani kuno. Praktek ini berlangsung pula pada zaman keemasan Romawi
dan Yahudi (biblical times) serta terus berkembang terutama di negara- negara dagang di Eropa,
seperti Inggris dan Belanda. Arbitrase internasional, sejarah terbentuknya, bagi masing- masing
negara memiliki perbedaan yang terlihat dalam bentuk masing- masing jenis lembaga arbitrase
internasional itu sendiri. 36
Berdasarkan Konvensi The Haque 1899, disusul konvensi yang sama 1907 didirikan
lembaga Arbitrasi yang dinamakan Permanent Court of Arbitration dan berkedudukan di Den
Haag. Sebenarnya lembaga Arbitrasi ini didirikan secara tetap, namun ternyata secara praktis lebih
bersifat ad hoc sebagaimana yang dikenal sebelumnya. Hanya susunan anggota yang ditunjuk
sebagai arbitrator (yang menjadi anggota panel permanent court of arbitration) yang bersifat tetap.

Sedang mahkamah arbitrasi yang menangani kasus berakhir setelah adanya putusan arbitrasi.
Mahkamah Arbitrasi ditetapkan lagi bilamana terdapat kasus yang menjadi yurisdiksinya. Jadi
Mahkamah Arbitrasi dibentuk secara ad hoc kasus demi kasus. Ketua dan anggota Mahkamah
Arbitrasi yang dibentuk untuk menangani satu kasus dipilih dari anggota panel Permanent Court
of Arbitration.
Permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa (selanjutnya disebut LBB) mendorong
masyarakat internasional untuk membentuk suatu badan peradilan yang bersifat permanent, yaitu
mulai dari komposisi, organisasi, wewenang dan tata kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas
dari kehendak negara-negara yang bersengketa. Pasal 14 LBB menugaskan Dewan untuk

36

http://fadlyknight.blogspot.co.id/2012/04/sejarah-arbitrase.html, diakses tanggal 1
Desember 2016.

27
Universitas Sumatera Utara

28


menyiapkan sebuah institusi Mahkamah Permanen Internasional. Namun, walaupun didirikan oleh
LBB, Mahkamah Permanen Internasional, bukanlah organ dari Organisasi Internasional tersebut.
Hingga pada tahun 1945, setelah berakhirnya Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia
mengadakan konferensi di San Fransisco untuk membentuk Mahkamah Internasional yang baru.
Di San Fransisco inilah, kemudian dirumuskan Piagam PBB dan Statuta Mahkamah
Internasional. 37
Menurut Pasal 92 Piagam PBB disebutkan bahwa Mahkamah Internasional merupakan
organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun sesungguhnya, pendirian
Mahkamah Internasional yang baru ini, pada dasarnya hanyalah merupakan kelanjutan dari
Mahkamah Internasional yang lama, karena banyak nomor-nomor dan pasal-pasal yang tidak
mengalami perubahan secara signifikan.
Pengangkatan arbitrasi dilakukan oleh negara peserta dan penandatanganan konvensi Den
Haag dengan cara masing-masing mengusulkan empat orang yang diakui kemampuannya di
bidang hukum international untuk menjadi anggota panel PCA. Jika para pihak bersengketa setuju
menyerahkan penyelesaian dengan cara ini, maka para pihak masing-masing boleh memilih dua
arbitrator

dari

anggota


panel

diatas

satu

diantara

dua

pilihannya

itu

dibolehkan

berkewarganegaraan negaranya. Kemudian keempat arbitrator pilihan para pihak bersengketa
memilih seorang arbitrator kelima sebagai wasit.
Yurisdiksi Mahkamah tetap arbitrasi bersifat sukarela yaitu meliputi semua kasus yang

diserahkan kepadanya oleh negara yang bersengketa, baik melalui perjanjian sebelumnya maupun
cara lain yang ditentukan sendiri oleh mereka. Selain "panel arbitrasi" yang bersifat tetap, juga
dibuat sebuah Code of Rules of Prosedures yang bersifat tetap untuk dipakai bilamana para pihak
gagal memberlakukan peraturan yang telah mereka perjanjikan sebelumnya. Oleh karena
Konvensi The Haque 1899 tahun 1907 merupakan konvensi yang menghindari penggunaan perang
dalam penyelesaian sengketa maka cara penyelesaian melalui Permanent Court of Arbitration
merupakan salah satu cara penyelesaian secara damai tanpa kekerasan.

37

https://padmimonang.wordpress.com/2012/10/23/makalah-sejarah-hukuminternasional/diakses tanggal 1 November 2016

Universitas Sumatera Utara

29

Hal serupa dikemukakan juga oleh Brierly, bahwa Mahkamah Tetap Arbitrasi diciptakan
oleh Konvensi Den Haag untuk penyelesaian perselisihan antar negara secara damai, yang dibuat
dalam tahun 1899, dan diubah di tahun 1907. Arbitrasi memiliki garis sejarah yang panjang.38
Dikenal sejak zaman Yunani kuno. Akan tetapi Aritrasi modern sebagaimana yang dikenal

sekarang ini dimulai sejak adanya Jay Treaty tahun 1794 yang dibuat oleh Inggris dan Amerika
Serikat. Sejak saat itu dikenal tiga tipe arbitrasi ad hoc, yaitu:

2.

a.

Arbitor Tunggal,

b.

Komisi Bersama,

c.

Komisi Campuran. 39

Pengertian Arbitrase Internasional
Kata arbitrase berasal dari kata arbitrare (Latin), arbitrage (Belanda), arbitration


(Inggris), schiedspruch (Jerman), dan arbitrage (Perancis), yang berarti kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit. 40
Menuurt Priyatna Abdulrrasyid mengatakan
Arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang merupakan
bentuk tindakan hukum yang diakui oleh undang-undang di mana satu pihak atau lebih
menyerahkan sengketannya, ketidaksepahamannya, ketidakkesepakatannya dengan salah
satu pihak lain atau lebih kepada satu orang (Arbiter) atau lebih (arbiter-arbiter
majlis)ahli yang profesional, yang akan bertindak sebagai hakim atau peradilan swasta
yang akan menerapkantata cara hukum perdamaian yang telah disrpakati bersama oleh
para pihak tersebut untuk sampai pada putusan yang final dan mengikat. 41
B. Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan
sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak, yang memberi
keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase
adalah merupakan suatu cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas

38

Brierly,JL. Hukum Bangsa Bangsa suatu pengantara hukum internasional. Bhatara,
Jakarta, 1996, hal, 229.

39
Bowett,D.W. Hukum Organisasi Internasional. Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hal 327
40
Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional, Grasindo, Jakarta, 2002, hal 1
41
Zaini Asyhadie, Hukum Bisni Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, edisi revisi,
Cet ke 6, Raja Grafindo Presada, Jakarta, 2012, hal 326

Universitas Sumatera Utara

30

yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang penting dalam
arbitrase adalah :
1.

Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan

2.


Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. 42
Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya persetujuan para

pihaklah yang mengatur pengadilan arbitrase. Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi
bersama antar anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang
terdiri dari orang-orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih dengan
cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas
dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan
arbitrase tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:
1.

Persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;

2.

Metode pemilihan panel arbitrase;

3.


Waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);

4.

Batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;

5.

Prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu
kesepakatan. 43
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral

serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan arbitrase dewasa ini sudah
semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketasengketa
internasional.
Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu
compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir; atau melalui
pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (clause

42


Burhantsani, Muhammad, Hukum dan Hubungan Internasional, Liberty, Yogyakarta,
1990, hal 211
43
Ibid, 124

Universitas Sumatera Utara

31

compromissoire). Orang yang dipilih melakukan arbitrase disebut arbitrator atau arbiter
(Indonesia).
Pemilihan arbitrator sepenuhnya berada pada kesepakatan para pihak. Biasanya arbitrator
yang dipilih adalah mereka yang telah ahli mengenai pokok sengketa serta disyaratkan netral. Ia
tidak selalu harus ahli hukum. Bisa saja ia menguasai bidang-bidang lainnya. Ia bisa insinyur,
pimpinan perusahaan (manajer), ahli asuransi, ahli perbankan.
Setelah arbitrator ditunjuk, selanjutnya arbitrator menetapkan terms of reference atau
'aturan permainan' (hukum acara) yang menjadi patokan kerja mereka. Biasanya dokumen ini
memuat pokok masalah yang akan diselesaikan, kewenangan jurisdiks arbitrator dan aturan-aturan
(acara) sidang arbitrase sudah tentu muatan terms ofreference tersebut harus disepakati oleh para

pihak.
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin meningkat. Dari
sejarahnya, cara ini sudah tercatat sejak jaman Yunani kuno. Namun penggunaannya dalam arti
modern dikenal pada waktu dikeluarkannya the Hague Convention for the Pacific Settlement of
International Disputes tahun 1989 dan 1907. Konvensi ini melahirkan suatu badan arbitrase
internasional yaitu PCA.

C. Kewenangan Arbitrase Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Wilayah
Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa secara damai. Proses ini dilakukan dengan
cara menyerahkan penyelesaian sengketa kepada orang-orang tertentu, yaitu arbitrator. Mereka
dipilih secara bebas oleh para pihak yang bersengketa. Mereka itulah yang memutuskan
penyelesaian sengketa, tanpa terlalu terikat pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Pengadilanpengadilan arbitrase semestinya berkewajiban untuk menerapkan hukum internasional. Namun,
pengalaman di lapangan hukum internasional menunjukkan adanya kecenderungan yang berbeda.
Beberapa sengketa yang menyangkut masalah hukum seringkali diputuskan berdasarkan kepatutan
dan keadilan (ex aequo et bono). 44

44

http://www.edukasippkn.com/2015/10/penyelesaian-sengketa-internasional.html,
diakses tanggal 11 Januari 2017

Universitas Sumatera Utara

32

Proses arbitrase ada prosedur tertentu yang harus ditempuh. Bila terjadi sengketa antara
dua negara dan mereka menghendaki penyelesaian melalui PCA, maka mereka harus mengikuti
prosedur tertentu. Prosedur tersebut harus ditaati dan dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah
hukum internasional. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
1.

Masing-masing negara yang bersengketa tersebut menunjuk dua arbritator. Salah seorang di
antaranya boleh warga negara mereka sendiri,

atau dipilih dari orang-orang yang

dinominasikan oleh negara itu sebagai anggota penel mahkamah arbitrasi.
2.

Para arbritator tersebut kemudian memilih seorang wasit yang bertindak sebagai ketua dari
pengadilan arbritasi tersebut.

3.

Putusan diberikan melalui suara terbanyak. Dengan demikian, arbritase pada hakikatnya
merupakan suatu konsensus atau kesepakatan bersama di antara para pihak yang bersengketa.
Suatu negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa ke muka pengadilan arbritase, kecuali jika
mereka setuju untuk melakukan hal tersebut. 45
Jurisdiksi atau kewenangan hukum adalah isu yang penting di dalam arbitrase. Isu inilah

yang pertama-tama akan lembaga arbitrase, mahkamah arbitrase atau majelis arbitrase angkat
sebelum memeriksa dan memutus suatu sengketa. Suatu badan arbitrase yang memutuskan bahwa
ia memiliki jurisdiksi, akan menentukan kelanjutan dari sesuatu sengketa. Sebaliknya, ketika
badan arbitrase memutuskan bahwa ia tidak memiliki kewenangan, ia akan segera menolak untuk
memeriksa sengketa. 46
Secara umum, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk:
1.

Melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang
didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa;

2.

Memberikan

“Advisory

Opinion”,

yaitu

pendapat

mahkamah

yang

bersifat

nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta, namun

45

Ibid.
Huala Adolf. Dasar-Dasar, Prinsip, dan Filosofi Arbitrase, Cetakan ke-1, Keni Media,
Bandung, 2014, hal 139
46

Universitas Sumatera Utara

33

biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang
mempunyai kuasa persuasive kuat. 47
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum
internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1.

Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum,
maupun khusus;

2.

Kebiasaan internasional (international custom);

3.

Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negaranegara beradab;

4.

Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.

Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex aequo et bono,
yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan berdasarkan hukum, namun hal ini bisa
dilakukan jika ada kesepakatan antar negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah
Internasional sifatnya final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga
diambil atas dasar suara mayoritas.
Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke
Mahkamah Internasional. Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu pihak secara
unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan,
maka perkara akan di hapus dari daftar Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional
tidak akan memutus perkara secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak).

47

Ibid, hal 217

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
ASPEK HUKUM PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT CINA TERHADAP
KEPUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM
KASUS LAUT CINA SELATAN

A. Latar Belakang Sengketa Laut Cina Selatan Antara Republik Rakyat Cina dengan
Philipina
Laut Cina Selatan (LCS) merupakan Kawasan lautan yang memiliki luas sekitar 648.000
persegi yang berada diantara kawasan Tiongkok, Philipina, Malaysia, Brunei dan Indonesia. Laut
Cina Selatan (LCS) dalam peta konflik dibedakan menjadi dua yaitu bagian utara dan bagian
selatan. Bagian utara laut cina selatan terdapat pulau pratas yang diklaim oleh Tiongkok dan
Taiwan,

sedangkan

kepulauan

paracel

yang

diklaim

oleh

Tiongkok,

Taiwan

dan

Vietnam.Sebenarnya kepulauan paracel telah diduduki oleh Tiongkok semenjak 1974. Bagian
Selatan yang ditandai dengan kepulauan spartly di diperebutkan oleh enam negara sekaligus yaitu
Tiongkok, Taiwan, Philipina, Brunei, Malaysia dan Vietnam. 48
Klaim atas LCS oleh beberapa negara memiliki dasar hukum yang jelas yaitu UNCLOS
128.UNCLOS menetapkan bahwa kedaulatan teritorial laut adalah 12 mil dari tepi pantai dan ZEE
sejauh 200 mil. Hal ini penting karena negara yang memiliki kedaulatan atas pulau-pulau tersebut
juga berhak memiliki sumber daya alam termasuk gas dan minyak bumi. Karena daerah ke-enam
negara yang sedang bersengkata ini berdekatan sehingga terjadi tumpang tindih daerah batas laut
yang menyebabkan terjadinya konflik.Sementara untuk Tiongkok Klaim diataskan konteks
sejarah. 49 Namun perebutan LCS tidak hanya dilatarbelakangi oleh perebutan daerah kekuasaan
saja. Motivasi dari usaha klaim ini beragam namun faktor yang paling menonjol adalah ekonomi.
Keuntungan yang akan didapatkan dapat berupa minyak, gas, ikan dan sumberdaya mineral.
Cadangan minyak potensial LCS sebanyak 213 milyar barrel dan sumber daya hidro karbon LCS
yang sering dilupakan adalah gas alam. Bahkan gas alam diperkirakan sebagai sumber daya

48

http://iska-aulya07.blogspot.co.id/2014/10/makalah-konflik-klaim-laut-cinaselatan.html, diakses tanggal 1 September 2016.
49
Ibid

36
Universitas Sumatera Utara

37

hidrokarbon yang jumlahnya paling banyak. Menurut estimasi Survei Geologi Amerika Serikat
(USGS) 60% - 70% hidrokarbon di kawasan merupakan gas alam. 50
Di samping itu kebanggan nasional atau national pride kemananan nasional juga menjadi
faktor pendukung dari usaha klaim atas LCS. Seperti contohnya Philipina yang menyatakan usaha
klaim mereka terhadap pulau yang terletak pada LCS merupakan strategi pertahanan negara dan
untuk membantu melindungi nusantara Philipina. Lebih penting, konflik LCS ini berkaitan dengan
kebebasan pelayaran dari pedangan dan lalu lintas militer. Keinginan untuk mendapatkan LCS
sebagai tempat perdagangan yang strategi, juga menjadi salah satu faktor yang mendorong usah
klaim atas wilayah ini. Jalur ini seringkali disebut sebagai maritime superhighway karena
merupakan salah satu jalur pelayaran internasional paling sibuk di dunia. Jumlah supertanker yang
berlayar melewati selat Malaka dan bagian barat daya LCS bahkan lebih dari tiga kali lalu lintas
yang melewati Kanal Suez dan lebih dari lima kali lipatnya kanal Panama. Dan kepentingan
Amerika Serikat dalam konflik ini adalah kebebasan Pelayaran yang tersedia untuk seluruh
bangsa.Hal ini pula yang dapat menjadi titik tolak pertikaian bahkan diluar negara-negara yang
berusaha klaim teritori.

Sumber Photo : www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus

50

Ibid

Universitas Sumatera Utara

38

Sejumlah negara saling berebut wilayah di LCS selama berabad-abad namun ketegangan
baru-baru ini menimbulkan kekhawatiran kawasan ini dapat menjadi pemicu perang dengan
dampak global. 51 Sengketa antara Philipina dan Tiongkok atas klaim yang bertentangan terhadap
Kepulauan Spratly meningkat pada tahun 2011, departemen dan juru bicara pemerintah Philipina
mulai menyebut seluruh kawasan laut tersebut sebagai Laut Philipina Barat. Dalam layanan
Administrasi Atmosferik, Geofisika, dan Astronomik Philipina (PAGASA) bersikukuh bahwa
kawasan tersebut akan selalu disebut sebagai Laut Philipina.
Pulau-pulau kecil yang disengketakan di laut tersebut juga disebut dengan berbagai
nama yang bertentangan, dengan klaim kedaulatan yang bertentangan atas mereka yang sudah
terjadi selama ratusan tahun. Bangsa-bangsa Barat menyebut satu kumpulan pulau sebagai
kepulauan Spratly. Tiongkok menyebutnya Kepulauan Nansha.
Philipina menyebut Karang Scarborough sebagai Beting Panatag, Bajo de Masinlóc atau
Karburo. Cina telah menamakannya sebagai Kepulauan Huangyan sejak tahun 1983. Pada tahun
1947, pemerintah Kuomintang dari Republik Tiongkok menyatakan kedaulatan atas karang
tersebut dan menamakannya Minzhu Jiao atau Karang Demokrasi. Nama Baratnya berasal dari
kapal dagang Scarborough milik Perusahaan Hindia Timur Britania yang tenggelam tanpa ada
yang selamat setelah menabrak karang tersebut pada tahun 1784. Philipina berusaha menyatakan
kedaulatannya atas Karang Scarborough selama setengah abad, dengan membangun sebuah
menara setinggi 27,23 kaki (8,3 meter) di sana pada tahun 1965. 52 Philipina berusaha menyatakan
kedaulatannya atas Karang Scarborough selama setengah abad, dengan membangun sebuah
menara setinggi 27,23 kaki (8,3 meter) di sana pada tahun 1965.
Pada tahun 2012 ini, pemerintah Philipina akan melelang tiga wilayah di LCS untuk
eksplorasi minyak dan gas yang juga diklaim oleh Tiongkok. Philipina sangat ingin mengurangi
ketergantungan impor energi. Bagaimanapun, perairan yang diklaim oleh sejumlah negara ini,

51

http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2011/07/110719_spratlyconflict,
diakses tanggal 1 November 2016.
52
Martin sieff (2012), “Sengketa nama Laut Cina Selatan atas Kepulauan Spartly dan
Paracel ungkap konflik yang lebih dalam”, diakses tanggal
29 Oktober 2012,
diakses
http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/09/13/name-the-sea,
tanggal 1 Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara

39

memiliki sumber energi yang besar. Blok yang akan dilelang berada di dekat Provinsi Palawan
province, dekat Malampaya dan Sampaguita yang mengandung gas alam. Wilayah ini dekat
dengan Reed Bank, yang juga diklaim oleh Tiongkok. Seluruh wilayah yang ditawarkan berada di
200 mil zona ekonomi eksklusif Philipina sesuai dengan UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB).
Upaya Philipina untuk mendapatkan hak kedaulatan ekslusif dan otoritas untuk mengeksplorasi
dan eksploitasi sumber alam di wilayah itu diluar negara lain. Tidak ada keraguan dan sengketa
mengenai hak tersebut. Wilayah LCS yang menjadi sengketa itu mengandung minyak dan gas
yang besar. Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan antara sejumlah negara menajam,
menyusul peningkatan aktivitas maritim Tiongkok di wilayah itu. 53 Konflik terbaru terjadi antara
Philipina dengan Tiongkok di Dangkalan Scarborough. Selain itu, Vietnam dengan Philipina pun
sempat memanas setelah kapal dari tiap kedua negara saling memicu ketegangan.
Demi mempertahankan klaim yang diyakininya tersebut, Tiongkok mempertegas
klaimnya terhadap LCS pada tahun tahun 2009. Klaim tersebut sebagai bentuk respon terhadap
Malaysia, Vietnam dan Philipina ketika melakukan perluasan landas kontinen kepada CLCS sesuai
Pasal 4 dalam lampiran II UNCLOS. Protes Tiongkok terhadap kedaulatan maritim yang disertai
dengan lampiran sebuah peta nine dash line memunculkan suatu permasalahan baru di LCS.
Dukungan peta resmi Tiongkok dalam memperkuat klaimnya tersebut dipandang banyak pihak
sebagai klaim yang ilegal. Sebab klaim dalam peta tersebut menyalahi aturan UNCLOS.
Sebaliknya, pemerintah Tiongkok percaya bahwa klaim tersebut telah berdasar pada hak
historisnya terhadap wilayah ini yang terjamin sepanjang sejarah. Tiongkok dapat dikatakan
sebagai negara terakhir yang melakukan reklamasi di kepulauan Spratly. 54 Maka dalam posisi ini,
pemerintah Tiongkok menganggap dirinya adalah pihak yang paling dirugikan. Karena beberapa
negara lain seperti Vietnam, Philipina dan Taiwan telah lebih dahulu melakukan aktifitas
pembangunan ilegal di wilayah tersebut tanpa sepengetahuan Tiongkok. Pemerintah Tiongkok
menganggap jika aktifitas pembangunan di wilayah tersebut merupakan aktifitas yang ilegal.

53

Hubungan antara Cina dan Filipina menurun menyusul sengketa wilayah di
Scarborough
Shoal,
diakses
tanggal
1
November2016.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/07/120731_southchinasea.shtml
54
Ibid

Universitas Sumatera Utara

40

Berdasarkan bukti rekaman sejarah Tiongkok, Tiongkok telah memiliki kontrol teritorial
terhadap wilayah tersebut sejak lama. Maka, sebelum negaranegara pengklaim di beberapa pulau
di LCS melakukan klaimnya seperti saat ini, Tiongkok lebih dulu memiliki hak atas perairan
tersebut. Sehingga bagi Tiongkok, tidak benar jika banyak negara yang menuduh aktifitasnya di
wilayah tersebut merupakan tindakan yang ilegal. Klaim historis Tiongkok modern terhadap LCS
dapat ditemukan pada tahun 1947 ketika berada dibawah pemerintahan Tiongkok pimpinan
Chiang Kai-Shek. Klaim yang di dukung oleh peta resmi nasionalnya tersebut, memuat 11 garis
putus yang mencakup sebagian besar wilayah LCS. Sedikit berbeda dengan peta yang dikeluarkan
pemerintah Tiongkok pada tahun 2009, dua garis lainnya yang terletak di Teluk Tonkin (Gulf of
Tonkin) telah di hapus sejak pemerintahan Zhou Enlai. Sehingga pada peta modern Tiongkok
diketahui hanya memiliki sembilan garis putus.
Beberapa versi, peta modern Tiongkok sejak 1984 memiliki 10 garis putus. Dimana satu
garis yang lain berada di timur Taiwan.55 Dari segi skup wilayah klaim terhadap LCS, tidak ada
perbedaan yang signifikan antara klaim teritori dalam peta resmi Tiongkok pada tahun 1947
dengan tahun 2009. Dimana hampir keseluruhan pulau-pulau di LCS berada dalam klaim
Tiongkok menurut peta resminya tersebut. Bila mengacu pada peta resmi Tiongkok yang
dikeluarkan pada tahun 2009, sembilan garis putus dalam peta tersebut mencakup sekitar 2 juta
km2 luas maritim di LCS (sekitar 22% dari luas Tiongkok daratan). 56 Ini berarti wilayah klaim
Tiongkok mencakup seluruh pulau-pulau yang berada di area LCS. Seperti Kepulauan Pratas,
Kepulauan Spratly, Kepulauan Paracel, Scarborough Shoal dan pulau-pulau karang lainnya. Klaim
tersebut meliputi hampir 80% luas LCS. Kebenaran klaim tersebut juga diperkuat oleh citra satelit
yang merekam berbagai aktivitas Tiongkok di LCS. Ia melakukan reklamasi yang cukup masif
diperairan tersebut. Selama kurun waktu akhir 2013 hingga 2015, telah ada beberapa titik yang

55

http://www.mackinderforum.org/commentaries/china2019snine-dashed-map-maritimesourceof-geopolitical-tension/china2019s-nine-dashed-map-maritimesource-of-geopoliticaltension
56
Ibid

Universitas Sumatera Utara

41

menjadi basis reklamasinya. Antara lain Fiery Cross Reef, Mischief Reef, Gaven Reef, Subi Reef,
Hughes, Johnson Sout Reef, Eldad Reef dan Cuarteron Reef. 57
Pada 2013, Philipina mengajukan keberatan atas klaim dan aktivitas Tiongkok di LCS
kepada Mahkamah Arbitrase UNCLOS di Den Haag, Belanda. Filipina menuding Cina
mencampuri wilayahnya dengan menangkap ikan dan mereklamasi demi membangun pulau
buatan. Filipina berargumen bahwa klaim Tiongkok di wilayah perairan LCS yang ditandai
dengan ‘sembilan garis putus-putus’ atau ‘nine-dash-line’ bertentangan dengan kedaulatan wilayah
Philipina dan hukum laut internasional. 58
Klaim kontemporer Philipina terhadap perairan ini sebenarnya tidaklah seluas klaim
Tiongkok. Secara yuridis, klaim yang dilakukan oleh Philipina adalah klaim yang cukup rasional.
Sebab secara geografis, klaim yang dilakukan Philipina atas gugusan pulau Spratly didasarkan
oleh kedekatan geografis. Dalam sejarahnya, klaim yang didasarkan kedekatan geografis tersebut
pada tahun 1956 pernah direspon Tiongkok. Tiongkok meyakini jika Spratly merupakan bagian
dari wilayahnya sesuai isi dari Deklarasi Kairo dan Perjanjian Postdam. 59
Klaim Philipina di LCS terbatas pada keseluruhan kepulauan Spratly (kecuali Spratly
Island sendiri, Royal Charlotte Reef, Swallow Reef dan Louis Reef). Klaim tersebut dihasilkan
dari perluasan landas kontinen pulau terluar Philipina yang dilakukan pada tahun 2009. Meskipun
sebagian besar wilayah Philipina didasarkan pada gagasan penemuan yang cukup baru, akan tetapi
prinsip archipelagic state Philipina dinilai telah sesuai dengan syarat-syarat hukum internasional
modern seperti UNCLOS. Dengan demikian, klaim Philipina terbatas pada wilayah yang berada
dalam jangkauan 200 mil dari ZEE negaranya. Terlepas dari adanya selisih luas wilayah yang
diakui dalam Dekrit Presiden 1596 maupun Perjanjian Paris 1898.
Masyarakat Philipina, sebagai warga dari negara yang mengajukan keberatan atas klaim
Tiongkok di LCS, menyambut baik putusan PCA. Sebagian warga menggelar pawai di sejumlah

57

Arsip online citra satelit yang direklamasi oleh China dapat diakses melalui
http://medium.com/satelite-image-analysis//china-s-new-military-installations-in-thespratlyislands-satellite-image-update-1169bacc07f9#.h10hqgcpp diakses pada tanggal 2 Desember
2016.
58
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/07/160711_dunia_filipina_cina_mahkamah_
preview, diakses tanggal 1 Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara

42

tempat di Manila, membawa poster, dan mengibarkan bendera negeri itu. Salah satu poster
bertuliskan, “Kedaulatan Philipina, tidak bisa ditawar-tawar”. Menteri Luar Negeri (Menlu)
Philipina, Perfecto Rivas Yasay Jr., menyebut putusan Mahkamah Arbitrase itu sebagai keputusan
bersejarah yang memberi kontribusi penting pada upaya pencarian solusi damai atas perselisihan
teritorial antarnegara di perairan. Menlu Philipina juga menegaskan sikap dan komitmen
negaranya untuk mencari penyelesaian secara damai dengan pandangan untuk mempromosikan
dan meningkatkan perdamaian dan stabilitas di kawasan. 60
Berbeda dengan Philipina, Presiden Tiongkok Xi Jinping di Beijing menyatakan,
Tiongkok tidak akan menerima posisi atau aksi apa pun yang didasarkan pada putusan Mahkamah
Arbitrase atas pengajuan keberatan Philipina. Namun, Tiongkok tetap akan menjaga perdamaian
dan stabilitas di kawasan LCS. Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Tiongkok
menyatakan putusan Mahkamah itu hampa dan tidak memiliki kekuatan mengikat. “Kedaulatan
teritorial dan hak-hak maritim serta kepentingan Tiongkok di LCS tidak terpengaruh keputusan
itu. Tiongkok menentang dan tidak akan pernah menerima klaim ataupun aksi yang didasarkan
pada keputusan itu”.
Tanggal 22 Januari 2013, Philipina mengajukan pernyataan kepada Kedubes Tiongkok di
Philipina, mengumumkan bahwa mereka akan menyerahkan isu LCS ke Arbitrase. Pada 19
Pebruari 2013, Kedubes Tiongkok dengan tegas menolak untuk mengambil bagian dalam arbitrase
yang diajukan Philipina. Tiongkok menganggap Philipina telah melanggar beberapa konsensus
diplomatik dan mekanisme negoasiasi yang telah disepakati sebelumnya, jadi Tiongkok tidak bisa
menerimanya. 61 Pada 2013, arbitrase sementara untuk Laut Tiongkok Selatan dibentuk. Lima
angggota arbitrase dikonfirmasi. Dari mereka Philipina mengirim angggota dari Jerman untuk
Hukum Laut (UNCLOS)-Rudiger Walfrum untuk mewaklili Philipina dalam pengadilan arbitrase.
Ilustrasi: Youtube.com Karena Tiongkok tidak menerima dan tidak akan ambil bagian dalam
arbitrase, sisa anggota di tunjuk oleh mantan diplomat pengalaman Shunji Yanai yang kemudian

59

Xu Bu. Op. Cit
Simela Victor Muhamad, Isu Laut China Selatan Pasca-Putusan Mahkamah Arbitrase:
Tantangan Asean, Vol. VIII, No. 13/I/P3DI/Juli/2016.
60

Universitas Sumatera Utara

43

ditunjuk sebagai Presiden ITLOS dan empat anggota hakim lain: Thomas A. Mesh dari Ghana,
Stannishlaw Pawlak dari Polandia, Jean- Pierre Cot dari Prancis, dan Alfred H.A. Soons dari
Belanda. Dokumentasi pribadi Pertama-tama, itu bukan ITLOS (the International Tribunal for the
Law of the Sea).
Kedua, itu bukan PCA di Den Haag, itu hanya pengadilan sementara arbitrase yang
dibentuk dibawah ITCLOS khusus untuk kasus ini. Sikap Tiongkok atas gugatan internasional
Philipina tetap jelas dan pasti tidak menerima atau tidak akan berpartisipasi dalam arbitrase, sikap
ini tidak akan berubah. Pada 7 Desember 2014, Departemen Luar Negeri Tiongkok secara remi
merilis “Paper on Position of the Government of the People’s Republic of China on the Matter of
Jurisdiction in the South China Sea Arbitration Initiated by Republic of the Philippines,”
(Dokumen resmi tentang Posisi Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok Pada Masalah Yuridiksi
Arbitrase di LCS yang diprakarsai oleh Republik Philipina). Secara komprehensif dan sistemik
menggambarkan sikap resmi pemerintah Tiongkok mengenai masalah yurisdiksi arbitrase di LCS.
Bahwa tribunal arbitrase ini tidak memiliki yurisdiksi dalam kasus LCS yang secara sepihak
diajukan oleh Philipina, dan cacat hukum berdasarkan hukum internasional. Dan posisi Tiongkok
untuk tidak menerima atau mengambil bagian dalam arbitrase yang diajukan Philipina mempunyai
dasar hukum yang kuat berdasarkan hukum internasional. Pada 29 Oktober 2015, tribunal arbitrase
LCS membuat keputusan menerima gugatan tersebut, pemerintah Tiongkok dengan segera
mengumumkan bahwa setiap keputusan terkait masalah ini tidak efektif dan mengikat. Pada tahun
2006 berdasarkan UNCLOS pasal 298 mengenai kepemilikan bersejarah perbatasan maritim,
operasi militer, dan operasi penegakan hukum.
Tiongkok membuat pernyataan mengklasifikasikan sebuah kekecualian, bahwa Tiongkok
tidak bisa akan menerima prosedur pemaksaan untuk menyelesaikan masalah apapun tentang batas
matitim. Sifat khusus arbitrase Philipina yang melibatkan kasus teritorial dan perbatasan maritim.
Seperti diketahui mengenai kedaulatan teritorial, dalam UNCLOS tidak tercakup mengenai sektor
dan skala ini. Dan Tiongkok telah menciptakan pengecualian mengenai batas maritim. Isu LCS

61

http://www.kompasiana.com/makenyok/ini-alasan-tiongkok-menolak-keputusantribual-arbitrase-filipina_5797640a537a61d4168b456a, diakses tanggal 1 Desember 2016

Universitas Sumatera Utara

44

menjadi rumit karena keterlibatan negara utama ekstra-teritorial telah berusaha untuk ikut
intervensi. Pada 18 Juni 2016, kapal induk bertenaga nuklir USS Nimitz-Klas: USS John C. 62
Stennis dan USS Ronald Reagan membentuk group tempur ganda kapal induk. Dua kapal induk
ini melakukan saling lepas landas beberapa jet tempur dan helikopter untuk menampilkan
kekuatan militer dari kelompok tempur ganda. Selain itu, “Kyodo” kantor berita Jepang,
melaporkan bahwa menurut intelijen AL- Amerika Serikat , Angkatan Laut Amerika Serikat akan
mengerahkan tiga kapal induk perusak Klas Arleigh Burke ke LCS, untuk mulai “melakukan
operasi pengamanan dan pengintaian” di LCS. Pada akhir Juni 2016, tiga kapal perusak tiba di
LCS, AS telah menjadi “tangan tak terlihat” dibalik ketegangan di Laut Tiongkok Selatan.
Tanggal 30 Januari 2016 sebuah kapal perang Amerika Serikat memasuki wilayah
perariran Tiongkok Pulau Zhongjian di Kepulauan Xisha. Pada 10 Mei 2016 kapal perusak USS
Williem P. Lawrence memasuki perairan sekitar pulau-pulau tertentu dan terumbu karang di
Kepulauan Nansha tanpa otorisasi Tiongkok. Pada Juni 2016, sebuah detasemen khusus empat dari
AL-AS - EA-18G Growler pesawat serbu elektronik dikerahkan di Pangakalan Udara Clark di
Luzon, Philipina Dari bulan Maret sampai Juni 2016, Kapal Induk Tenaga Nuklir USS John C.
Stennis menghabiskan 78 hari di LTS dan melakukan lebih dari 4,000 kali peluncuran dan
pendaratan di kapal induk ini.
Beberapa tahun terakhir ini, Amerika Serikat bahkan telah melakukan shown-off forces
(unjuk kekuatan) beberapa kali, dan mengirim pasukan militer dan kapal perang berkali-kali ke
LTS dan perairan terdekat untuk menekan Tiongkok, dan mengekspresikan dukungannya kepada
Filipina. Pada 19 April 2016, empat pesawat serbu AU- Amerika Serikat, A-10C dan dua
helikopter “Pave Hawk” secara terbuka melanggar wilayah udara dalam radius 100 km dari Pulau
Huangyan untuk menunjukkan dukungan kepada sekutu Amerika Serikat-Philipina. 63
Beberapa tahun terakhir ini, Amerika Serikat bahkan telah melakukan unjuk kekuatan
(shown-off forces) beberapa kali, dan mengirim pasukan militer dan kapal perang berkali-kali ke
LTS dan perairan terdekat untuk menekan Tiongkok, dan mengekspresikan dukungannya kepada

62
63

Ibid
Ibid

Universitas Sumatera Utara

45

Philipina. Pada 19 April 2016, empat pesawat serbu AU-Amerika Serikat, A-10C dan dua
helikopter “Pave Hawk” secara terbuka melanggar wilayah udara dalam radius 100 km dari Pulau
Huangyan untuk menunjukkan dukungan kepada sekutu Amerika Serikat Philipina. Dokumentasi
pribadi Kemudian, kapal perang dan pesawat Amerika Serikat melakukan operasi “Kebebasan
navigasi” selama beberapa kali waktu sensitif tanapa izin dalam 12 mil laut di pulau tertentu dan
terumbu, lebih-lebih di daerah sengketa di LTS. Amerika Serikat dengan menggunakan alasan
operasi “kebebasan navigasi” yang kenyataannya untuk mempromosikan aturannya sendiri dan
strategi perairan dunia, sehingga Amerika Serikat dapat memperoleh posisi hegemoni maritim.
Demkkian pendapat sebagian analis. Pada awal April, dalam rangka untuk berkoordiansi dengan
Amerika Serikat dan menciptakan insiden di LTS, Jepang mengirimkan kapal selam “Oyashiao”
JMSDF (Pertahanan Bela Diri Maritim Jepang) untuk berkungjung ke Subic Bay di Philipina. Ini
menjadi yang pertama kalinya bagi sebuah kapal selam Jepang berlabuh di teluk Philipina dalam
15 tahun. Pada pertengahan April 2016, Jepang juga ambil bagian dalam Latma militer ASPhilipina “Balikatan” untuk pertama kalinya sebagai “pengamat.” Motivasi Jepang tidak perduli
tentang isu masalah Tiongkok di LTS, yang penting bisa melibatkan diri untuk mengambil
keuntung untuk diri sendiri, dengan melibatkan perselisihan lanjutan di LTS, Jepang berharap
berkesempatan untuk meningkatkan kebutuhan negara-negara ASEAN untuk Jepang. Jika dilihat
kenyataannya, Jepang telah berketetapan hati untuk melihat seberapa manfaat untuk dirinya sendiri
di LTS. Dan hal ini tidak berusaha membantu Philipina keluar dari permasalahannya, bahkan
mengambil kesempatan ini untuk mendapatkan segala sesuatu yang bisa. Pada 2016, Obama
mengatakan pada pertemuan informal antara Amerika Serikat dan pemimpin ASEAN bahwa
Amerika Serikat akan terus “menjadi kuat” dan akan selalu abadi kehadirannya di Asia,” dan
menggunakan kekuatan yang ada untuk “menegakkan ketertiban” di Asia-Pasifik. Media Amerika
Serikat “The New York Times” juga menyuarakan dukungan mereka kepada Philipina, sementara
juga menuntut Tiongkok untuk menerima dan mengambil bagian dalam arbitrase. Dapat
dimengerti bagi Amerika Serikat, bagaimanapun hasil kasus arbitrase tidak penting lagi, karena
Amerika Serikat telah campur tangan dalam masalah LTS dengan mengsensasionilkan kasus
arbitrase, bersamaan dengan hangatnya kasus ini juga menghembuskan “kebebasan navigasi”, dan

Universitas Sumatera Utara

46

menggunakan dua alasan ini untuk mendapatkan pijakan di LTS. Maka tidak heran ketika Menlu
Tiongkok—Wang Yi diwanwacarai Al Jazeera di Qatar dia mengatakan, serial baru US beroperasi
di LTS tidak membantu untuk resolusi masalah ini, hal itu bahkan membuat masalah menajdi lebih
rumit, dan membuat siatuasi menjadi tegang. Wang Yi mengatakan: “Saya pikir aksi semacam ini
setidaknya menciptakan unsur ketidakstabilan di LTS dan bahkan telah memicu ketegangan lebih
lanjut. Ini bukan perilaku konstruktif. Seorang kolumnis “The Standard” terbitan Filipina Rod
Kapunan mengatakan jika membicarakan masalah LTS “Philipina yang menarik chestnut AS
keluar dari api.” AS sengaja menggunakan perbedaan Filipina dengan Tiongkok dalam isu-isu
LTS untuk menemukan alasan untuk dirinya sendiri menggelar pasukan di Philipina dan
melaksanakan “patroli maritim secara rutin” di LTS. Sebagian analis berpendapat, jika AS
mengerahkan pasukan di Philipina untuk waktu yang lama, hal itu akan membuat Filipina
membayar harga yang mahal. Yang sudah jelas sikap Tiongkok bagaimanapun tidak akan
menerima rencana paksa dan resolusi sepihak yang dilakukan pihak ketiga.

B. Penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan antara Republik Rakyat Cina dengan
Philipina Oleh Badan Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase mengharuskan adanya persetujuan dari kedua
pihak yang bersengketa untuk membawa sengketanya ke arbitrase. Hal ini harus terpenuhi lebih
dulu sebelum arbitrase dapat menjalankan yurisdiksinya. 64
Secara Geografi LCS dikelilingi sepuluh negara pantai (Tiongkok, Taiwan, Vietnam,
Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam, Philipina). Luas perairan
LCS mencakup Teluk Siam yang dibatasi Vietnam, Kamboja, Thailand dan Malaysia serta Teluk
Tonkin yang dibatasi Vietnam dan Tiongkok. Kawasan LCS merupakan kawasan bernilai
ekonomis, politis dan strategis yang sangat penting. Kondisi geografis posisinya yang strategis
sebagai jalur pelayaran perdagangan (SLOT) dan jalur komunikasi internasional (SLOC) yang
menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Hal ini telah merubah jalur laut

64

Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, .339.

Universitas Sumatera Utara

47

Tiongkok selatan menjadi rute tersibuk di dunia, karena lebih dari setengah perdagangan dunia
berlayar melewati LCS setiap tahun. 65
Kandungan kekayaan Alam yang ada di kawasan LCS telah menyebabkan terjadinya
konflik klaim wilayah antara Tiongkok dan sebagian negara–negara anggota ASEAN yang berada
wilayah LCS. Menurut data Kementerian Geologi dan Sumber Daya Mineral Daya Republik
Rakyat Tiongkok memperkirakan bahwa wilayah Spratly mempunyai cadangan minyak dan gas
alam 17,7 miliar ton (1. 60 × 1010 kg), lebih besar di banding Kuwait, negara yang menempati
ranking ke 4 yang mempunyai cadangan minyak terbesar dunia saat ini dengan jumlah 13 miliar
ton (1,17×1010kg).
Sementara kandungan gas alam di LCS mungkin merupakan sumber hidrokarbon yang
paling melimpah. Sebagian besar hidrokarbon kawasan LCS dieksplorasi oleh Brunei, Indonesia,
Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Philipina. Perkiraan menurut United States Geological Survey
dan sumber lain-lain menunjukkan bahwa sekitar 60% -70% dari hidrokarbon di LCS adalah gas.
Selain itu, penggunaan gas alam di wilayah ini diproyeksikan akan tumbuh sebesar 5% per tahun
selama dua dekade mendatang, diperkirakan bisa mencapai sebanyak 20 triliun kaki kubik (Tcf)
per tahun lebih cepat daripada bahan bakar lainnya. Namun harus diakui bahwa sengketa LCS
adalah persoalan yang tidak mudah serta membutuhkan waktu yang panjang. Bagi Indonesia,
meskipun tidak termasuk Claimant State tetapi juga punya kepentingan di LCS, karena konflik
klaim wilayah secara tidak langsung dengan Tiongkok telah terjadi sekarang, menyangkut wilayah
NKRI yakni Pulau Natuna, Khususnya Natuna Blok A. 66
Secara matematis kekuatan militer Tiongkok jauh diatas baik dari aspek kuantitas dan
kualitas dibandingkan dengan 5 negara (4 Claimant States dan 1 non Claimant State), meskipun
anggaran

pertahanan dan

kekuatan

militer

mereka di

gabung, tetap masih

terjadi

ketidakseimbangan kekuatan. Ini bisa dilihat dari besarnya jumlah anggaran pertahanan, man
power dan kondisi alut sista Tiongkok terkini vs gabungan anggaran pertahanan dan kekuatan
militer 5 negara (4 Claimant States dan 1 non Claimant State). Apabila Tiongkok menggunakan

65

https://cuitcuit7.com/blog/2016/10/20/contoh-paper-hukum-internasional-unnes/,
diakses tanggal 1 Desember 2016

Universitas Sumatera Utara

48

kekuatan militer untuk memaksakan kehendaknya penguasaan sebagian besar wilayah LCS, maka
tidak mustahil akan terjadi konflik militer yang akan melibatkan Amerika Serikat sebagai salah
satu negara Super power yang mempunyai kepentingan strategis secara Ekonomi, Politik dan
Militer di kawasan LCS. Tiongkok tidak akan menggunakan kekuatan militernya karena
kemungkinan Tiongkok sudah mempertimbangkan untung dan ruginya, Tiongkok sangat faham
betul apabila dipaksakan penyelesaian secara militer akan kalah serta membuat posisi Tiongkok
semakin terpojok.
Sengketa LCS sebenarnya murni masalah hukum, mengenai batas laut antara beberapa
negara ASEAN dengan Tiongkok yang menyangkut beberapa wilayah yang berupa gugusan pulau
di wilayah LCS. Namun penyelesaian lewat hukum sulit untuk di capai dalam waktu singkat
sehingga effort ini harus dilakukan terus menerus sebagai upaya permanen jangka panjang.
Sedangkan pendekatan pemecahan permasalahan jangka pendek yang sesuaikan dengan situasi
dilapangan terkini melalui kerangka ASEAN adalah solusi masalah lewat jalur Politik dan
Diplomatik, karena komitmen ASEAN untuk LCS sangat jelas ialah keinginan menghasilkan
pedoman yang mengikat negara yang saling mengklaim wilayah di LCS agar semua masalah bisa
dikelola dengan baik, tidak memunculkan konflik yang tidak dikehendaki.
Sesuai dengan pijakan hukum resmi Claimant States terhadap laut cina selatan khususnya
4 anggota ASEAN, mengacu pada Konvensi PBB tentang hukum laut (United Nation Convention
Law Of the Sea) yang ditujukan untuk memperjelas ketentuan batas laut suatu negara. UNCLOS
ini merupakan konvensi PBB tentang Hukum Laut yang memuat tentang upaya paling
komprehensif PBB untuk menciptakan sebuah peraturan terpadu untuk tata kelola hak-hak negara
di dunia terhadap lautan. Dengan kata lain, adanya hukum internasional ini sebagai tindakan
pencegahan terjadinya perpecahan atau peperangan antar negara yang saling mementingkan
kepentingannya masing-masing.

a)

Negosiasi

66

Ibid

Universitas Sumatera Utara

49

Negosiasi. Jasa-jasa baik (Good offices), mediasi (mediations), konsiliasi (Consiliaions)
dan Penyelidikan (Inquiry)
(1) Negosiasi
Negosiasi atau perundingan adalah cara penyelesaian sengketa yang paling penting dan
banyak ditempuh, serta efektif dalam menyelesaikan sengketa internasional. Praktek
negara-negara menunjukkan bahwa mereka lebih cenderung untuk menggunakan sarana
negosiasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan sengketanya. 67 Negosiasi adalah
perundingan yang diadakan secara langsung antara para pihak untuk mencari
penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga. 68
Keuntungan yang diperoleh ketika negara yang bersengketa menggunakan mekanisme
negosiasi antara lain adalah para pihak mengawasi dan memantau secara langsung
prosedur penyelesaiannya. Kemudian para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan
penyelesaian dengan kesepakatan di antara mereka. Para pihak juga dapat menghindari
perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri. Terakhir, para pihak dapat mencari
penyelesaian yang bersifat win-win solution, sehingga dapat diterima dan memuaskan
kedua belah pihak. 69
Kelemahan utama penggunaan cara ini dalam menyelesaikan sengketa adalah pertama,
manakala kedudukan para pihak tidak seimbang. Salah satu pihak kuat, sedang pihak
yang lain lemah. Dalam keadaan ini, pihak yang kuat berada dalam posisi untuk menekan
pihak lainnya. Hal ini sering terjadi ketika dua pihak bernegosiasi untuk menyelesaikan
sengketa antara mereka. Kedua, bahwa proses berlangsungnya negosiasi sering kali
lambat dan memakan waktu lama. Hal ini terutama dikarenakan permasalahan antar
negara yang timbul, khususnya masalah yang berkaitan dengan ekonomi internasional.
Selain itu, jarang sekali adanya persyaratan penetapan batas waktu bagi para pihak untuk
menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi. Ketiga, manakala suatu pihak terlalu keras

67

Huala Adolf, Op. Cit., hal. 19.
Ibid, hal 26
69
Dedi Supriyadi, Hukum Internasional (dari Konsepsi sampai Aplikasi), Pustaka Setia,
Bandung, 2013, hal. 199-200.
68

Universitas Sumatera Utara

50

dengan pendiriannya. Keadaan ini dapat mengakibatkan proses negosiasi menjadi tidak
produktif. 70
(2) Pencarian fakta
Penggunaan pencarian fakta ini biasanya ditempuh manakala cara-cara konsultasi atau
negosiasi telah dilakukan dan tidak menghasilkan suatu penyelesaian. Dengan cara ini,
pihak ketiga akan berupaya melihat suatu permasalahan dari semua sudut guna
memberikan penjelasan mengenai kedudukan masing-masing pihak. Cara ini telah
dikenal dalam praktik kenegaraan. Selain itu, organisasi-organisasi internasional juga
telah memanfaatkan cara penyelesaian sengketa melalui pencarian fakta ini.
Negaranegara juga telah membentuk badan-badan penyelidikan baik yang sifatnya adhoc
ataupun terlembaga. Pasal 50 Statuta Mahkamah Internasional misalnya mengatakan
bahwa Mahkamah dapat “entrust any individual body, bureau, commission or other
organization that it may select, with the task of carrying out an inquiry or giving an
expert opinion.” 71
The Hague Convention for the Pacific Settlement of International Disputes tahun 1907
Pasal 35, dengan tegas mengatakan bahwa laporan komisi (pencarian fakta) sifatnya
terbatas mengungkapkan fakta-faktanya saja dan bukan merupakan suatu keputusan. 72
(3) Jasa-jasa baik
Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui atau dengan bantuan pihak
ketiga. Pihak ketiga disini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan
negosiasi. Jadi, fungsi utama jasa baik ini adalah mempertemukan para pihak sedemikian
rupa sehingga mereka mau bertemu, duduk bersama, dan bernegosiasi. 73
Keikutsertaan pihak ketiga dalam suatu penyelesaian sengketa dapat terjadi dalam dua
cara, yaitu atas permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga itu sendiri yang
menawarkan jasa-jasa baiknya guna menyelesaikan sengketa. Dalam kedua cara tersebut,

70

Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Depok, 2014, hal. 329
Mahkamah Internasional, Statuta Mahkamah Internasional 1945, Pasal 50.
72
The Hague Convention for the Pacific Settlement of International Disputes 1907, Pasal
71

35.

Universitas Sumatera Utara

51

syarat mutlak yang harus ada adalah kesepakatan para pihak. 74 Jasa-jasa baik sudah
dikenal dalam praktik kenegaraan. Dalam perjanjian internasional pun penggunaan cara
ini tidak terlalu asing. Di samping negara sebagai subjek hukum ekonomi internasional,
jasa-jasa baik juga telah dikenal dalam praktik penyelesaian antara pihak-pihak swasta. 75
(4) Mediasi
Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut
disebut dengan mediator. Mediator dapat merupakan negara, organisasi internasional atau
individu. Mediator ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya dengan
kapasitasnya sebagai pihak yang netral berusaha mendamaikan para pihak dengan
memberikan cara penyelesaian sengketa. Jika usulan tersebut tidak diterima, mediator
masih dapat melanjutkan fungsi mediasinya dengan membuat usulan-usulan baru. Karena
itu, salah satu fungsi utama mediator adalah mencari berbagai solusi penyelesaian,
mengidentifikasi hal-hal yang dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan
yang dapat mengakhiri sengketa. 76
(5) Konsiliasi
Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan
intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini adalah negara, tetapi
bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk
para pihak dapat terlembaga atau bersifat adhoc, yang kemudian memberi persyaratan
penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Akan tetapi, keputusan yang diberikan oleh
komisi konsiliasi ini tidak mengikat para pihak. 77
The Hague Convention for the Pacific Settlement of International Dispute of 1899 dan
1907 memuat mekanisme dan aturan pembentukan komisi konsiliasi. Badan seperti ini
dibentuk dengan persetujuan bersama kedua belah pihak. Di samping fungsi, terdapat
kriteria lain yang membedakan badan ini dengan mediasi. Konsiliasi memiliki hukum

73

Dedi Supriyadi, Op.Cit., hal. 201
Huala Adolf, Op.Cit., hal. 21.
75
Ibid.
76
Ibid.
74

Universitas Sumatera Utara

52

acara yang lebih