Kajian Hukum Kedudukan Lembaga Mediasi Perbankan Dalam Pemberian Perlindungan Bagi Nasabah

17

BAB II
BENTUK PELAKSANAAN PERLINDUNGAN NASABAH BANK DI
INDONESIA

A. Tinjauan Umum Bank
Apabila kita menulusuri sejarah dari terminologi “bank”, kita temukan
bahwa kata bank berasal dari bahasa Itali “banca”, yang berarti bence, yaitu suatu
bangku tempat duduk. 45 Sebab, pada zaman pertengahan, pihak banker Itali yang
memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di
bangku-bangku di halaman pasar. 46
Dalam perkembangan dewasa ini, isitilah bank di maksudkan sebagai
suatu jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup
beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi pinjaman, mengedarkan mata uang,
mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat
penyimpanan untuk benda-benda berharga, dan membiayai usaha-usaha
perusahaan. 47
Dalam suatu kamus, kata “bank” diartikan sebagai: 48
1. Menerima deposito uang, custod, menerbitakan uang, untuk
memberikan pinjaman dan diskonto, memudahkan penukaran funfundtertentu dengan cek, notes, dan lain-lain, dan juga bank


45

Fuady, Munir. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Buku kesatu.(Bandung:PT Citra Aditya
Bakti,1996.)
46
Ibid.
47
Abdurrahman,A. Ensiklopedia Ekonomi Kuangan Perdagangan. (Jakarta: Pradnya
Paramita,1993.)
48
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

18

memperoleh keuntungan dengan meminjamkan uangnya dengan
memungut bunga.
2. Perusahaan yang melaksanakan bisnis bank tersebut.

3. Gedung atau kantor tempat dilakukanya transaksi bank atau tempat
beroperasinya perusahaan perbankan.
Menurut UUP 49 yang dimaksud dengan bank adalah “badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam
rangka meninkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut dengan hukum
perbankan (Banking Law). Hukum ini merupakan seperangkat kaidah hukum
dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lainlain.

50

Sumber hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai

lembaga, dan aspek kegiatanya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi
oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung
jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan oleh bank eksitensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan
dengan dunia perbankan tersebut. 51
Adapun yang merupakan ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan

adalah sebagai berikut: 52

49

Indonesia (Perbankan )Undang-Undang Tentang Perbankan.UU No. 7 Tahun 1992. Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3790.
50
Ibid.hal. 26
51
Ibid.
52
Djumhana,Muhamad, op.cit hal 6.

Universitas Sumatera Utara

19

1.

Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, kefektifan, kesehatan

bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan
lembaga perbankan, hubungan, hak, dan kewajiban bank;

2. Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi,
dan karyawan, maupum pihak terafilasi. Mengenai bentuk badan
hukum pengelola, seperti PT Persero, Perusahaan Daerah, koperasi
atau perseroan terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan, seperti
milik pemerintah, swasta, patungan dengan asing, atau bank asing.
3. Kaidah-kaidah perbankan yang khusus diperuntukan untuk
mengatur

perlindungan

kepentingan

umum

dari

tindakan


perbankan, sperti pencegahan persaingan yang tidak sehat,
antitrust, perlindungan nasabah, dan lain-lain.
4. Yang menyangkut dengan struktur organisasi yang berhubungan
dengan bidnag perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter,
Bank Sentral, dan lain-lain.
5. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak
dicapai oleh bisnis bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi,
insentif, pengawasan, prudent banking, dan lain-lain.
Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis
perbankan yang diatur dalam UUP. Jika kita melihat jenis perbankan sebelum
keluar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dengan sebelumnya, yaitu
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Bank Umum, maka terdapat
beberapa perbedaan. Namun, kegiatan utama atau pokok bank sebagai lembaga

Universitas Sumatera Utara

20

keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tidak

berbeda satu sama lain. 53
Adapun jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari berbagai segi antara
lain:
a. Berdasarkan jenisnya:
1. Bank Sentral
2. Bank Umum
3. Bank Pembangunan
4. Bank Tabungan
5. Bank Sekunder (Bank Perkreditan Rakyat)
b. Berdasarkan kepemilikanya:
1. Bank milik Pemerintah
2. Bank milik Pemerintah Daerah
3. Bank milik Swasta Nasional
4. Bank milik Koperasi
5. Bank Asing/Campuran
c. Berdasarkan bentuk hukumanya:
1. Bank berbentuk hukum Khusus (dibentuk berdasarkan UndangUndang)
2. Bank berbentuk hukum Perusahaan Daerah
3. Bank berbentuk hukum Perusahaan Terbatas (PT)
4. Bank berbentuk hukum koperasi


53

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

21

d. Berdasarkan kegiatan usahanya:
1. Bank Devisa
2. Bank Bukan Devisa

B. Dasar Hukum Pengaturan Perbankan di Indonesia
Pembicaraan menyangkut sumber hukum mengenai bidang hukum
perbankan Indonesia maksudnya menyangkut sumber hukum, baik dalam arti
formal maupun sumber hukum materil. 54 Sumber hukum dalam arti materiil
adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri yang terdiri atas
jenis-jenisnya sehingga bergantung dari sudut mana dilakukan peninjauannya,
apakah dari sudut pandang ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan sebagainya. 55

Seorang ahli perbankan umpamanya akan cenderung menyatakan bahwa
kebutuhan-kebutuhan terhadap lembaga perbankan dalam suatu masyarakat itulah
yang menimbulkan isi hukum yang bersangkutan. 56
Bagi kalangan di bidang hukum, hal yang terpenting dalam pelaksanaan
kehidupan hukum adalah sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam
arti materiil baru diperhatikan jika dianggap perlu untuk diketahui asal-usul
kaidah hukum tersebut. 57
Sumber hukum formal dalam hukum perbankan Indonesia tidak hanya
terbatas pada sumber hukum tertulis, dimungkinkan adanya sumber hukum yang
tidak tertulis. Berbicara tentang sumber hukum formal di Indonesia maka kita
54

Muhamad Djumhana, Sumber Hukum Perbankan Indonesia,Buku Kelima. (Bandung PT Citra
Aditya Bakti,2006) Hal 5.
55
Ibid.
56
Ibid hal. 6.
57
Ibid.


Universitas Sumatera Utara

22

akan selalu menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber
utama.

58

Kita selanjutnya bias mengurut sumber hukum formal mengenai bidang

perbankan tersebut, yaitu sebagai berikut: 59
1. Undang-Undang Dasar 1945 beserta amandemennya.
2. Undang-Undang Pokok di Bidang Perbankan dan Undang-Undang
pendukung sector ekonomi dan sector lainnya yang terkait, sperti:
1) Peraturan pokok, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun1992 tentang
Pebankan beserta perubahanya, yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia beserta
perubahannya, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

2) Peraturan pendukung, yaitu baik Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang maupun Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana serta Undang-Undang lainnya yang berkaitan dan banyak
hubunganya dengan kegiatan perbankan, misalnya:
1.

Undang-Undang yang mengatur badan usaha atau lembaga yang
berkaitan dengan perbankan, seperti Undang-Undang Nomor 49 Tahun

58

Ibid.
Dalam buku cetakan sebelumnya Ketetapan MPR terutama Garis-Garis Besar Haluan Negara,
menjadi sumber hukum terutama berkaitan dengan kebijakan ekonominya. Namun, seiring dengan
terjadinya perubahan lembaga ketatanegaraan karena adanya amandemen Undnag-Undang Dasar
1945 sehingga kedudukan dan tugas MPR berubah dan tidak menetapkan lagi Garis-Garis Besar
Haluan Negara. MPR saat ini hanya mempunyai tugas dan wewenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang dasar; melantik presiden dan wakil presiden; memberhentikan presiden dan/atau
wakil presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu, dalam
cetakan selanjutnya Ketetapan MPR tidak dicantumkan lagi sebagai sumber hukum formal

meskipun diakui bahwa Ketetapan MPR masih menjadi suatu bentuk peraturan perundangundangan dan mengikat apabila diamanatkan oleh undang-undang, sebagaimana diatur dalam
Pasal 7 ayat (4) beserta penjelasanya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
59

Universitas Sumatera Utara

23

1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara; Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah; Undang-Undang Nomor 25
Tahun1992 tentang Perkoperasian; Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas; Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; serta Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
2.

Undang-Undang

pengesahan

yang

berkaitan

dengan

perjanjian

internasional, baik di bidang perbankan maupun bidang ekonomi, seperti
Undnag-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing Trade Organization.
3.

Undang-Undang yang mengatur kegiatan ekonomi lainya, seperti
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, UndangUndang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem
Nilai Tukar; Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang beserta perubahannya, yaitu Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang
Surat Utang Negara.

4.

Undang-Undang yang berkaitan dengan jaminan, seperti

Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah dan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
5.

Dan Undang-Undnag yang lainnya.

Universitas Sumatera Utara

24

3) Peraturan Pemerintah
a.

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Perbankan seperti ;

1.

Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1998 tentang Program
Rekapitulasi Bank Umum.

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1999 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor
Perwakilan dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri.

3.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang PencabutanIzin
Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank.

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi,
dan Akuisisi Bank.

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pembeli Saham Bank
Umum.

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1999 tentang Pencabutan
Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 73 Tahun 1998, Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat, dan Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

7.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 tentang
Modal Awal Lembaga Penjamin Simpanan.

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2005 tentang Penjaminan
Simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.

Universitas Sumatera Utara

25

9. Dan peraturan pemerintah lainnya.
b. Peraturan pemerintah pelaksanaan dari undnag-undang yang berkaitan
dengan kegiatan perbankan termasud dalam angka 5 di atas, seperti;
1. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan
atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank
Indonesia.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan
Perseroan (Persero) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan,
Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terabatas.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2005 tentang Penghitungan Jumlah
Hak Suara Kreditur.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal
Lembaga Penjamin Simpanan.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
7. Dan peraturan pemerintah lainnya.

4) Peraturan Presiden (Perpres) 60, misalnya:
a. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1972 tentang Penerimaan Kredit
Luar Negeri.

60

Istilah peraturan Presiden menggantikan keputusan Presiden sesuai dengan ketentuan Pasal 7
ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan.

Universitas Sumatera Utara

26

b. Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tentang Penertiban Sertifikat
Bank Indonesia.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Pengakhiran
Jaminan Pemerintah terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan
Rakyat.
d. Dan peraturan presiden lainnya.
5) Keputusan Menteri Keuangan.
6) Peraturan Bank Indonesia.
7) Peraturan lainnya yang dikeluarkan oleh institusi pemerintah yang tidak
lansung mengurus perbankan, tetapi peraturanya memuat ketentuan yang
erat dengan kegiatan perbankan atau secara lansung mengatur kegiatan
perbankan, misalnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur
Perbankan Milik Pemerintah Daerah dan Keputusan Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal, contoh peraturan tentang Persetujuan Bank Umum sebagai
Kustodian.
Urutan sumber hukum di atas tidak menunjukkan seluruhnya pada
hierarkiperundang-undangan yang sebenarnya, tetapi untuk memudahkan
pengurutannya semata. 61
Tentang berlakunya perundang-undangan, maka kita kenal adanya
beberapa asas. Asas-asas itu bermaksud agar perundangan-undangan mempunyai

61

Ibid hal. 10.

Universitas Sumatera Utara

27

akibat

yang

positif

apabila

benar-benar

dijadikan

penganggan

dalam

penerapannya. Beberapa asas yang lazim dikenal adalah sebagai berikut: 62
1. Undang-undang tidak berlaku surut;
2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi pula. Hal ini mempunyai akibat sebagai
berikut:
a. Peraturan yang lebih tinggi tidak dapat diubah atau dihapuskan
oleh pertauran yang lebih rendah, tetapi proses sebaliknya
mungkin.
b. Hal-hal yang wajib diatur oleh peraturan yang lebih tinggi tidak
mungkin diatur oleh peraturan yang lebih rendah, sedangkan
sebaliknya mungkin.
c. Isi peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan isi
peraturan yang lebih tingi, keadaan sebalinya mungkin terjadi,dan
kalau hal itu terjadi, peraturan yang lebih rendah menjadi batal.
d. Peraturan

yang

lebih

rendah

dapat

merupakan

peraturan

pelaksanaan dari peraturan yang lebih tinggi dan kondisi
sebaliknya tidak dapat.
3. Undang-undang yang bersifat khusus mengensampingkan undang-undang
yang bersifat umum jika pembuatnya sama;
4. Undang-undang yang berlaku belakangnya membatalkan undang-undang
yang berlaku terdahulu. Artinya, bahwa undang-undang lain yang lebih

62

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

28

dahulu beralku, yang mengatur suatu hal tertentu, tidak berlaku lagi jika
undang-undang baru (yang beralku belakangan) mengatur pula hal tertentu
tersebut, tetapi makna dan tujuannya berlainan atau berlawanan dengan
undang-undang lama tersebut;
5. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat;
6. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin mencapai
kesejahteraan spiritual dan materiil, baik bagi masyarakat maupun
pribadi. 63

C. Tinjauan Umum Perlindungan Nasabah
Perbankan merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk
perkreditan bagi masyarakat, perorangan, atau badan usaha untuk memenuhi
kebutuhan konsumsinya atau untuk meningkatkan produksinya. 64Kebutuhan yang
menyangkut kebutuhan positif misalnya untuk meningkatkan dan memperluas
kegiatan usahanya. 65
Kepentingan yang bersifat konsumtif misalnya untuk membeli rumah
sehingga masyarakat dapat memanfaatkan pendanaan dari bank yang dikenal
dengan Kredit Pembelian Rumah (KPR). 66 Sedangkan kebutuhan yang bersifat
produktif

misalnya

meningkatkan

atau

memperluas

kegiatan

bisnisnya,

63

Ibid hal 12
Ibid.
65
Ibid.
66
Ibid hal 13.
64

Universitas Sumatera Utara

29

dagangannya, atau usaha lain apapun, contohnya membeli mesin-mesin pabrik,
membangun pabrik dan lain-lain. 67
Perbankan

sebagai

lembaga

intermediasi

keuangan

(financial

intermediary institution) memegang peranan penting dalam proses pembangunan
nasional. 68 Kegiatan usaha utama bank berupa menarik dana langsung dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau pembiayaan membuatnya sarat akan
pengaturan baik melalui peraturan perundang-undangan di bidang perbankan
sendiri maupun perundang-undangan lain yang terkait seperti UUPK. 69 (Antara
lain dengan adanya perjanjian kredit atau pembiayaan bank yang merupakan
perjanjian standar (standard contract). 70
Adapun

ratio

diundangkannya

UUPK

adalah

dalam

rangka

menyeimbangkan daya tawar konsumen terhadap perilaku usaha dan mendorong
pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan
kegiatannya. 71UUPK mengacu pada filosofi pembangunan nasional, yakni bahwa
pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum memberikan perlindungan
terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia
seutuhnya berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar
negara Pancasila dan Konstitusi negara UUD 1945. 72

67

Ibid.
Ibid.
69
Ibid.
70
Ibid.
71
Ibid.
72
Djumhana, Mohammad, .Hukum Perbankan di Indonesia. (Bandung : Citra Aditya Bakti..2000)
hal.21
68

Universitas Sumatera Utara

30

Konsumen jasa perbankan dikenal dengan sebutan nasabah.Nasabah dalam
kontek UUP dibedakan menjadi dua macam, yaitu nasabah penyimpan dan
nasabah debitur.Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya
di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan. 73 Dalam praktik perbankan nasabah dibedakan menjadi tiga yaitu
:pertama, nasabah deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu
bank, misalnya dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. 74Kedua, nasabah yang
memanfaatkan fasilitas kredit atau pembiayaan perbankan, misalnya kredit
kepemilikan rumah, pembiayaan murabahah, dan sebagainya. 75 Ketiga, nasabah
yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank (walk in customer),
misalnya transaksi antara importir sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri
dengan menggunakan fasilitas letter of credit (L/C). 76

73

Ibid.
Ibid.
75
Ibid.
76
Ibid hal 23
74

Universitas Sumatera Utara

31

Menarik dari kacamata hukum perbankan mengenai penyelesaian bank
bermasalah. 77 Mekanisme exit policy tidak melalui proses pencabutan ijin usaha
terlebih dahulu tetapi diserahkan Bank Indonesia kepada Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) untuk disehatkan. 78Apabila penyehatan mengalami
kegagalan, BPPN membekukan kegiatan usaha bank tersebut, membayar
kewajiban bak dan mengambil alih aset bank. 79Setelah semua Hak dan Kewajiban
diselesaikan barulah dilakukan pencabutan ijin usaha dan likuidasi. Sedangkan
mekanisme exit yang dilakukan untuk Bank bermasalah mengikuti ketentuan
likuidasi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor25 Tahun 1999 tetang Pencabutan
Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank 80. Menurut Peraturan Pemerintah ini
bank sudah tidak dapat diselamatkan dicabut ijin usahanya dan kemudian
memerintahkan direksi mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
untuk membentuk Tim Likuidasi dan membubarkan badan hukum bank paling
lambat 60 hari sejak pencabutan ijin usaha. 81Tim Likuidasi bertanggung jawab
melakukan pengurusan seluruh harta kekayaan bank. Selanjutnya hasil pencarian
digunakan membayar kewajiban bank kepada kreditur dengan urutan : gaji
pegawai terutang; biaya perkara dipengadilan; biaya lelang yang terutang; pajak
terutang berupa pajak bank dan pajak yang dipungut bank dan biaya kantor. 82

77

Ibid.
Ibid.
79
Ibid hal 387
80
Repunlik Indoneisa,Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1999 tentang tetang Pencabutan Izin
Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank.
81
Ibid.
82
Miru, Ahmadi, .Hukum Perlindungan Konsumen. : ( Jakarta,Raja Grafindo Persada,.2004).

78

Universitas Sumatera Utara

32

Apabila masih ada dana tersisa barulah dilakukan pembayaran kepada nasabah
penyimpan dana. Kelemahan aturan perlindungan nasabah penyimpanan dan
tersebut, pada waktu itu sesungguhnya dapat ditutupi oleh Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, yang kini tidak berlaku lagi. Karena
dalam undang-undang kita diberi kemungkinan untuk membentuk semacam
lembaga penyangga dana untuk kepentingan nasabah menyimpan dana bila suatu
bank terlikudasi. Kita dapat membacanya pada penjelasan Pasal 30 UndangUndang tersebut yang menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan perbankan,
maka jika keadaannya telah memungkinkan, untuk lebih menjamin uang pihak
ketiga yang dipercayakan kepada bank-bank, dapat diadakan suatu asuransi
deposito

dengan

tujuan

menjamin

kepercayaan

masyarakat

terhadap

masyarakat.UUP, mewajibkan kepada setiap bank yang bersangkutan membentuk
lembaga penjamin simpanan. Melalui ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan (“UU LPS”) pada Pasal 8
mewajibkan seluruh bank yang melakukan usaha diwilayah Republik Indonesia
menjadi anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 83

83

Sjahdeni Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para
Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. (Jakarta : Institut Bankir Indonesia.2000).

Universitas Sumatera Utara

33

Membicarakan perlindungan hukum terhadap nasabah kita tidak dapat
memisahkan diri dengan UUPK 84, karena pada dasarnya UU inilah yang dijadikan
bagi perlindungan konsumen termasuk halnya nasabah secara umum.UUPK
bukan tidak ada membicarakan tentang nasabahnya di dalamnya, tetapi karena
UUPK hanya bersifat memberitahukan kepada nasabah semata tidak memberikan
akibat kepada perbankan itu sendiri sehingga dirasakan kurang memberikan
perlindungan kepada nasabahnya. 85Tetapi secara administrasi UUPK memberikan
perlindungan kepada nasabahnya. Tetapi secara administrasi UUPK memberikan
konsekuensi diambilnya tindakan oleh BI terhadap bank menyalahi ketentuan
UUPK sedangkan nasabah tidak diberikan kesempatan melakukan aksi dari
ketentuan UUPK. Aksi tersebut hanya dapat dilakukan dengan dasar
UUPK. 86 Perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen mempunyai hak
untuk melakukan pengaduan nasabah, serta menggunakan forum mediasi
perbankan untuk mendapatkan penyelesaian sengketa di bidang perbankan secara
sederhana, murah, cepat. Apabila hak dan kewajiban bank terlikuidasi sudah
sejalan dengan UUPK maka akan dapat menjalankan aktivitas perbankan di dalam
bank tersebut. 87 Diantaranya adalah hak mendapatkan keamanan, hak untuk
memilih produk, hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat dan hak
untuk diperlakukan secara benar dan jujur.Dan kewajibannya adalah mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur yang dijalankan bank tersebut.Di dalam UUPK
disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) “Perlindungan konsumen adalah segala upaya

84

Ibid.
Ibid.
86
Ibid.
87
Ibid.
85

Universitas Sumatera Utara

34

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen”. 88 Dalam ayat (2) pasal yang sama dinyatakan “konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan”. Terbitnya istilah perlindungan konsumen ini
adalah disebabkan adanya aktivitas-aktivitas perekonomian.

89

Kesenjangan

ekonomi merugikan berbagai pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi.
Masyarakat Indonesialah yang tidak lain sebagai konsumen yang paling
dirugikan. Hendaknya diluruskan anggapan keliru yang menyatakan bahwa para
pelaku ekonomi hanyalah terdiri dari pemerintah. 90
Terminologi ”konsumen” terlanjur dikenal masyarakat sebagai antonim
dari ”produsen”. Istilah konsumen juga dipakai luas sebagai sebutan untuk semua
subjek yang berhadapan dengan pelaku usaha, termasuk pelaku usaha dalam
sektor perbankan.Sejak era Pemerintahan Presiden B.J. Habibie, Indonesia telah
memiliki UUPK.Kelahiran undang-undang ini cukup fenomenal karena dibidani
oleh DPR melalui hak inisiatifnya; sesuatu yang sangat langka pada era Orde
Baru.Undang-undang hasil hak inisiatif DPR ini baru diberlakukan satu tahun
sejak diundangkan, yakni pada tanggal 20 April 2000. 91

Dalam ilmu hukum dikenal satu asas penting bahwa undang-undang
khusus dapat mengenyampingkan undang-undang umum (lex specialis derogat

88

Ibid.
Ibid.
90
Ibid.
91
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Grasindo.2006).
89

Universitas Sumatera Utara

35

legi generali). Jadi, sebenarnya Undang-Undang Perbankan atau Undang-Undang
Lembaga Penjamin Simpanan dapat saja mencantumkan secara eksplisit aturan
yang mengecualikan keberlakukan UUPK untuk jenis-jenis simpanan yang tidak
terkait dengan kepentingan konsumen akhir. 92
Akan tetapi upaya demikian sangat menguras energi mengingat perubahan
atas suatu undang-undang bukan pekerjaan mudah di negeri ini.Solusi yang lebih
baik adalah dengan menerbitkan suatu klausula dalam perjanjian-perjanjian
standar di lingkungan perbankan, yang di dalamnya dinyatakan bahwa nasabah
penyimpan adalah konsumen sepanjang yang bersangkutan merupakan konsumen
pemakai akhir jasa perbankan menurut ketentuan UUPK. 93
Pernyataan dalam klausula ini tidak dimaksudkan agar bank atau LPS
mengelak dari tanggung jawabnya melindungi nasabah penyimpan, tetapi lebih
untuk meluruskan kriteria konsumen yang terlanjur dipahami secara salah kaprah
dalam masyarakat, termasuk di lingkungan aparat penegak hukum sendiri. 94

92

Ibid.
Ibid.
94
Ibid.

93

Universitas Sumatera Utara

36

Dengan kata lain, penyedia jasa sektor perbankan dan LPS harus tetap
menghormati hak-hak konsumennya, dan UUPK pun tetap dapat menyentuh
sektor perbankan, tetapi tidak semua nasabah penyimpan layak menyebut dirinya
sebagai konsumen akhir yang tunduk pada UUPK. 95 Perlindungan hukum bagi
nasabah selaku konsumen di bidang perbankan menjadi urgent, karena secara
faktual kedudukan antara para pihak seringkali tak seimbang. 96 Perjanjian kredit
atau pembiayaan dan perjanjian pembukaan rekening bank yang seharusnya
dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak karena alasan efisiensi diubah menjadi
perjanjian yang sudah dibuat oleh pihak yang mempunyai posisi tawar dalam hal
ini adalah pihak bank. Nasabah tidak mempunyai pilihan lain, kecuali menerima
atau menolak perjanjian yang disodorkan oleh pihak bank. 97Jika memperhatikan
penjelasan pasal 18 ayat (1) UUPK dapat diketahui bahwa yang mendasari
pembuat Undang-undang adalah upaya pemberdayaan konsumen dari kedudukan
sebagai pihak yang lemah di dalam kontrak dengan pelaku usaha. 98Pasal 18 ayat
(1) huruf g UUPK juga sebagai upaya yang bertujuan untuk mengarahkan
kegiatan perbankan secara lebih professional dalam manajemen usaha (memenuhi
fungsi hukum sebagai a tool of social engineering) sehingga lebih mampu
bersaing terutama menghadapi jasa perbankan asing di era globalisasi yang
dengan sendirinya juga untuk kepentiugan pemerintah dalam pembangunan secara
berencana. 99

95

Ibid.
Ibid.
97
Ibid.
98
Ibid.
99
Badrulzaman, Mariam Darus. Perjanjian Baku (Standar) Perkembangannya di Indonesia.
(Bandung : Bina Cipta.1986).
96

Universitas Sumatera Utara

37

Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana membawa
konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku
usaha dengan nasabah sebagai kousumen pengguna jasa perbankan. 100Pada satu
sisi, UUPK tersebut diberlakukan pada saat Bank Indonesia sedang berupaya
keras untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada sistem perbankan, termasuk
didalamnya rekapitalisasi perbankan dan penyempurnaan berbagai ketentuan yang
menyangkut aspek kehati-hatian.Sementara itu pada sisi lainnya Bank Indonesia
sejak awal tahun 2002 mulai menyusun cetak biru sistem perbankan nasional yang
salah

satu

aspek

didalamnya

tercakup

upaya

untuk

melindungi

dan

memberdayakan nasabah. 101

D.Aspek Perlindungan Hukum Nasabah Bank
Kehadiran hukum dalam masyarakat di antarannya adalah untuk
mengintegrasikan dan mengoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bias
bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan itu, hukum harus mampu
mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan
sekecil-kecilnya.

102

Pengorganisasian kepentingan-kepentingan itu dilakukan

dengan membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut. Memang,
dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan-

100

Ibid.
Siamat, Dahlan, Manajemen Bank Umum. :(Jakarta , Intermedia..1993).
102
Ibid.

101

Universitas Sumatera Utara

38

kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan
lain pihak. 103
Menurut Prof.Dr.Satjipto, SH., bahwa hukum melindungi kepentingan
seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk
bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini
dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya.
Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut sebagai hak, melainkan hanya
kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. 104
Bahwa antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang erat. Yang satu
mencerminkan adanya yanglain. Misalnya, kita mengatakan bahwa Bank X
mempunyai kewajiban untuk melakukan sesuatu, apabila perbuatan Bank X
ditujukan kepada seorang tertentu, yaitu si Badu sebagai nasabahnya. Dengan
melakukan bungansuatu perbuatan yang ditujukan kepada si Badu itu, maka Bank
X menjalankan kewajibannya. 105
Hak ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan
kepentingan, melainkan juga kehendak. Misalnya, apabila X memiliki tabungan di
sebuah bank, maka hukum memberikan hak kepada X saja, melainkan juga
terhadap kehendak saya mengenai tabungan itu. X biasa melakukan penarikan
atau memberi kuasa kepada orang lain untuk melakukan penarikan dana dari
tabungan tersebut juga merupakan hak saya. Oleh karena itu, menurut hukum

103

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional, (Bandung,PT. Citra Adytia ,2000) hal 21
Ibid.
105
Bambang Sunggono,Pengantar Hukum perbankan, (Bandung, CV Mandar Maju. 1995).

104

Universitas Sumatera Utara

39

bukan hanya kepentingan X saja yang memperoleh perlindungan, tetapi juga
kehendak X. 106
Hubungan hukum antara nasabah penyimpanan dan bank didasarkan atas
suatu perjanjian. Untuk itu tentu adalah sesuatu yang wajar apabila kepentingan
dari nasabah yang bersangkutan memperoleh perlindungan hukum, sebagaimana
perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada bank. Tidak dapat disangkal
bahwa memang telah ada politicalwill dari pemerintah untuk melindungi
kepentingan nasabah bank, terutama nasabah penyimpanan dana. Ini dibuktikan
dengan dikeluarkannya UUPK, selain yang diatur dalam Undang-Undang No.7
Tahun 1992 jo UU No 10 tahun 1998 107
Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah ini, Marulak
Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai
perlindungan terhadap nasabah penyimpanan dana, dapat dilakukan melalui 2
cara, yaitu: 108
a. Perlindungan

secara

implisit

(Implicit

deposit

protection),

yaitu

perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang
efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank.
Perlindungan ini yang diperoleh melalui: (1) peraturan perundangundangan di bidang perbankan, (2) perlindungan yang dihasilkan oleh
pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank
106

Ibid.
Ibid..
108
Marulak Pardede, Efektivitas Pengawasan Perbankan (Basle Comitte on Banking Supervison)
dalam Perbankan Nasional Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 15, September 2001.

107

Universitas Sumatera Utara

40

Indonesia, (3) upaya menjaga kelansungan usaha bank sebagai sebuah
lembaga pada khusunya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada
umunya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5) melakukan usaha
sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian kredit yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan (7) menyediakan informasi
resiko pada nasabah.
b. Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu
perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin
simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan,
lembaga tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan
lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam
Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap
Kewajiban Bank Umum.
Selanjutnya, dalam membahas mengenai perlindungan hukum bagi nasabah
penyimpanan dana ini, bahwa hakikat dari perlindungan hukum tersebut adalah
melindungi kepentingan dari nasabah penyimpanan dan simpanannya yang
disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu resiko kerugian. Perlindungan
hukum ini juga merupakan upaya untuk mempertahankan dan memelihara
kepercayaan masyarakat khususnya nasabah, maka sudah sepatutnya dunia
perbankan perlu memberikan perlindungan hukum itu. 109

109

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

41

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpanan dana,
membaginya dalam 2 macam, yaitu perlindungan hukum secara tidak lansung dan
perlindungan hukum secara langsung. 110
Perlindungan secara tidak lansung oleh dunia perbankan terhadap
kepetingan nasabah penyimpnan dana adalah suatu perlindungan hukum yang
diberikan kepada nasabah penyimpanan dana terhadap segala resiko kerugian
yang timbul dari suatu kebijakan oleh bank. Hal ini adalah suatu upaya dan
tindakan pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang bersangkutan dengan
melalui hal-hal yang dikemukakan berikut ini. 111
Menurut ketentuan Pasal 2 UUP dikemukakan, bahwa Perbankan
Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan kehati-hatian. Dari ketentuan ini
, menunjukan bahwa prinsip kehati-kehatian adalah salah satu asas terpenting
yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan
usahanya. 112
Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu
berhati-hati dalam menjalankan kegiatan

usahanya, dalam arti harus selalu

konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-perundangan di bidang
perbankan berdasarkan profesionalisme dan iktikad baik. 113

110

Ibid.
Sutan Remy Sjahdeini, Beberapa Pokok Pikiran Mengenai Reformasi Hukum perbankan
Indonesia, makalah disajikan sebagai Bahan Kuliah Umum pada Universitas Diponegoro
Semarang pada tanggal 10 April 1997.
112
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, op.cit.hal 54.
113
Ibid.
111

Universitas Sumatera Utara

42

Berkaitan dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 2 di atas, kita dapat menemukan pasal lain di dalam UUP yang
mempertegaskan kembali mengenai pentingnya prinsip kehatian-hatian itu
diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank, yakni dalam Pasal 29 ayat (2).
Pasal 29 ayat (2) mengemukakan bawa:
“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan
wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (2) di atas, maka pihak bank untuk
harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya
dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Ini mengandung arti, bahwa
segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan
kegiatan

perundang-undangan

yang

berlaku

sehingga

dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum.
Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 29 ayat (3) terkandung arti perlunya
diterapkan prinsip kehati-haian dalam ranglka penyaluran kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah kepada nasabah debitur. Selengkapnya ketentuan
tersebut mengemukakan bahwa:
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara
yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mepercayakan
danannya kepada bank.

Universitas Sumatera Utara

43

Ketentuan Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) diatas berhubungan erat dengan
ketentuan Pasal 29 ayat (4), karena bertujuan untuk melindungi kepentingan
nasabah penyimpanan dan simpanannya. Adapun ketentuan tersebut menyatakan
bahwa:
Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan terjadinya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi
dengan nasabah yang dilakukan melalui bank.
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dan bank terdiri dari 2 (dua)
bentuk, yaitu hubungan kontraktual dan hubungan non kontraktual. Untuk itu
akan ditinjau satu per satu.
1. Hubungan Kontraktual
Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan nasabah adalah
hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hamper terhadap semua nasabah
baik nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah nondebiturnondeposa.
Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan suatu
kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemerbi dana) dan pihak
debitur (peminjam dana).
Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank dan nasabah
debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUH Perdata tentang kontrak (buku
ketiga). Sebab, menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan Undang-Undang bagi
kedua belah pihak.

Universitas Sumatera Utara

44

Namun demikian, selain dari ketentuan umum mengenai kontrak, berlaku untuk
semua jenis kontrak, sebagian sarjana berpendapat bahwa perjanjian kredit bank
diatur

juga

oleh

ketentuan

khusus

mengenai

“pinjam

pakai

habis”

(Verbruiklening) vide Pasal 1754 sampai dengan pasal 1769 KUHPerdata. 114
Berbeda dengan nasabah debitur,maka untuk nasabah deposan atau
nasabah nondebitur-nondeposan, tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur
untuk kontrak jenis ini dalam KUH Perdata. 115Dengan demikian kontrak-kontrak
untuk nasabah seperti itu hanya tunduk pada ketentuan-ketentuan umum KUH
Perdata mengenai kontrak. Di samping itu berbeda dengan kontrak untuk nasabah
debitur, in casu kontrak kredit yang sering kali diatur cukup komprehensif, maka
untuk kontrak, antara bank dan nasabah deposan atau nasabah nondeposannondebitur, lazimnya hanya diatur dalam bentuk kontrak yang sangat simple, itu
pun sama seperti untuk kontrak kredit, diberitahukan kontrak dalam bentuk
kontrak standar (kontrak baku), yang biasanya terdapat ketentuan-ketentuan yang
berat sebelah, di mana pihak bank sering kali lebih diuntungkan. 116
Akan tetapi, sungguhpun dianut prinsip bahwa hubungan nasabah
penyimpanan dana dengan bank adalah hubungan kontraktual, dalam hal ini
hubungan kreditur-debitur, di mana pihak bank berfungsi sebagai debitur,
sedangkan pihak nasabah berfungsi sebagai kreditur, prinsip hubungan seperti ini
juga tidak dapat diberlakukan secara mutlak.

114

Ibid.
Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,(Jakarta,
Kencana Prenada Medai Group,2006).
116
Ibid. hal 1001

115

Universitas Sumatera Utara

45

Karena itu, sebenarnya ada 3 (tiga) tingkatan dari pemberlakuan hubungan
kontraktual pada hubungan antara nasabah penyimpanan dana dan pihak bank,
yaitu sebagai berikut: 117
a.

Sebagai hubungan debitur (bank) dan kreditu (nasabah) ;

b.

Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih lusa dari hanya sekedar
hubungan debitur-kreditur;

c.

Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat.

Misalnya, jika pihak nasabah dapat kapan saja menutup dan mengaktifkan
hubungan dengan bank nahkan tanpa pemberitahuan sama sekali dan tanpa
sepeengetahuan bank seperti penarikan uang seluruhnya lewat mesin ATM, tetapi
pihak bank tidak dapat begitu saja memutuskan hubungan kontrak dengan
nasabahnya. Beberapa kasus di Inggris, seperti kasus Prosperity Ltd. V Lloyds
Bank Ltd/ (tahun 1923), kasus Joaschimson v. Swiss Bank Co. (1901) (Chorley,
Lord 1973,239) menunjukan bahwa sungguhpun pihak nasabah penyimpan dana
dapat kapan saja memutuskan hubungan dengan banknya, tetapi pihak bank tidak
dapat begitu saja memutuskan hubungan dengan pihak nasabah tanpa suatu
pemberitahuan (notice) kepada pihak nasabah dengan jangka waktu yang
reasonable. 118
Karena pada prinsipnya hubungan antara nasabah penyimpanan dana dan bank
adalah hubungan kontraktual tersebut (hubungan kreditur-debitur), tidak

117

Setijoprojo, Bambang. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank. Jakarta; Kerja Sama
dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Republik Indoneisa 1994.
118
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

46

mengherankan jika dalam pratek, dan sering kali pihak nasabah, terutama nasabah
penyimpanan dana tidak mendapat perlindungan yang sewajarnya oleh sektor
hukum.
Selain dari hubungan kontraktual seperti yang telah disebutkan di atas maka
berikut ini akan kita lihat apakah ada hubungan hukum yang lain anatar pihak
bank dan nasabah, terutama antara nasabah deposan dan nasabah nondeposannondebitur.
Ada 6 (enam) jenis hubungan hukum anatara bank dan nasabah selain dari
hubungan kontraktual sebagaimana disebutkan diatas, yaitu; 119
a. Hubungan Fidusia (Fiduciary Relation),
b. Hubungan Konfidensial,
c. Hubungan Bailor-Bailee,
d. Hubungan Mortgagor-Mortgagee,
e. Hubungan Principal-Agent, dan
f. Hubungan Trustee-Beneeficary.
Kewajiban bank untuk menyimpan rahasia bank, yang sebenarnya hal
tersebut tidak pernah diperjanjikan sama sekali, juga mengindifikasikan bahwa
hubungan antara nasabah dan bank tidak sekedar hubungan kontraktual sematamata. Dalam hal ini ada semacam “amanah” yang diemban oleh pihak perbankan
untuk kepentingan nasabahnya. Di Negara-negara yang menganut doktrin Implied
Contract seperti di kebanyakan Negara Common Law, maka umumnya dianggap
119

Perry, Sistem Perbankan Modern, (Yogyakarta: PT Hanindita,1990.)

Universitas Sumatera Utara

47

duty of nondisclosure terhadap hal-hal yang termasuk nasabah bank tersebut
bersumber dari kontrak semua (Implied contract) antara bank dan nasabahnya. 120
Beberapa mekanisme yang dipergunakan dalam rangka perlindungan
nasabah bank adalah sebagai berikut : 121
1.

Pembuatan Peraturan Baru

Lewat pembuatan peraturan baru di bidang perbankan atau revisi peraturan
yang sudah ada merupakan salah satu cara memberikan perlindungan
kepadanasabah suatu bank. Banyak peraturan yang secara lansung maupun tidak
lansung yang bertujuan melindungi nasabah. Akan tetapi, lebih banyak lagi
diperlukan seperti itu dari apa yang terdapat dewasa ini.
2.

Pelaksanaan Peraturan yang ada

Salah satu cara lain untuk memberikan perlindungan kepada nasabah adalah
dengan melaksanakan peraturan yang ada dibidang perbankan secara lebih ketat
oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang bertujuan melindungi
nasabah sehingga dapat dijamin law enforcement yang baik. Peraturan Perbankan
tersebut harus di tegakkan secara objektif tanapa melihat siapa direktur, komisaris,
atau pemegang saham dari bank yang bersangkutan.
3.

Perlindungan

Nasabah

Deposan

Lewat

Lembaga

Asuransi

Deposito

120

Setiawan.Bank dan Nasabah anatara Hukum dan Kepercayaan”.Dalam Majalah varia
PeradilanNo.71 Desember 1992, Jakarta 1992.
121
Hay, Marthainis Abdul. Hukum Perbankan Indoneisa, Buku Pertama ; (JakartaPT Pradnya
Paramita,1997.) hal 42

Universitas Sumatera Utara

48

Perlindungan nasabah khusunya nasabah deposan melalui lembaga asuransi
deposito yang adil dan predictable ternyata dapat juga membawa hasil yang
positif.
4.

Memperketat Perizinan Bank

Memperketat pemberian izin untuk suatu pendirian bank baru adlah salah
satu cara agar bank tersebut kuat dan qualified sehingga dapat memberikan
keamanan bagi nasabahnya. Undang-Undang Perbankan menetapkan persyaratan
yang harus dipenuhi apabila suatu bank akan didirikan berupa persyaratan dalam
hal-hal sebagai berikut:
a.

Susunan organisasi;

b.

Permodalan

c.

Kepemilikan

d.

Keahlian di bidang perbankan; dan

e.

Kelayakan recana kerja.

5.

Memperketat Pengaturan di Bidang Kegiatan Bank

Ketentuan-ketentuan yang menyangkut kegiatan bank banyak juga yang
secara lansung atau tidak langsung bertujuan untuk melindungi pihak nasabah.
Pengaturan-pengaturan tersebut khususnya yang menyangkut kegiatan bank,
mengatur tentang hal-hal sebagai berikut:
a.

Ketentuan mengenai permodalan. Ketentuan ini anatar lain mengenai
kecukupan modal atau yang disebut juga dengan Capital Adequate
Ratio (CAR) yang diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

Universitas Sumatera Utara

49

b.

Ketentuan mengenai manajemen. Yang dalam hal ini merupakan
penilaian

kualitatif

mengenai

manajemen

terhadap

manajemen

permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen likuiditas.
c.

Ketentuan mengenai kualitas aktiva produktif. Yang dalam hal ini
diukur tingkat kemampuan pengembaliannya dnegan kategori lancar,
kurang lancar, diragukan, dan macet.

d.

Ketentuan mengenai likuiditas. Dalam hal ini sering kali dilakukan
pengukuran lewat Cash Ratio atau Minimum Reserve Requirement.
Juga, harus dihindari adanya kesulitan likuiditas yang biasanya terjadi
karena adanya tindakan yang disebut mismatch.

e.

Ketentuan mengenai rentabilitas. Dalam hal ini sering diukur dengan
cara penilaian kuantitatif melalui rasio perbandingan laba selama 12
(dua belas) bulan terakhir terhadap volume usaha dalam periode yang
sama (Return on

Assetsatau RAA), dan rasio biaya operasional

terhadap pendapatan operasional dalam periode 1 (satu) tahun.
f.

Ketentuan mengenai solvabilitas.

g.

Ketentuan mengenai kesehatan bank. Dalam hal ini dipergunakan
sebagai ukuran adalah:

1) Capital, Assets quality, Management quality, Earmings and Liquidity
(CAMEL);
2) Posisi Devisi Netto (Net Open Position) dengan tujuan untuk
mengindari risiko nilai tukar (exchange rate risk);

Universitas Sumatera Utara

50

3) Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK) atau yang sering pula
disebut dengan Legal Lending Limit (3L) atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah. Dalam halini Undang-Undang Perbankan Nomor 10
Tahun 1998 memberikan kewenangan kepada Bank Sentral untuk
menetapkan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) tersebut. Di
samping itu, khusus untuk nasabah tertentu, maka Bank Indonesia dapat
juga menetapkan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
Nasabah-nasabah tertentu tersebut adalah:
-

Pemegang saham 10% (sepeluh persen) atau lebih dari modal setor;

-

Anggota dewan komisaris;

-

Anggota direksi;

-

Keluarga pemegang saham (sampai derajat kedua lurus atau ke
samping), dewan komisaris, dan direksi;

-

Pejabat bank lainnya;

-

Perusahaan di mana di dalamnya ada kepentingan pihak pemegang
saham, komisaris, direksi, pejabat bank lainnya, dan anggota keluarga
dari pemeagng saham, direktur, dan komisaris. 122

6.

Memperketat Pengawasan Bank

Dalam rangka meminimaliskan risiko yang ada dalam bisnis bank, maka
pihak otoritas, khusunya Bank Indonesia (juga dalam hal tertentu Menteri
Keuangan) harus melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap bank-

122

Lihat Pasal 11 ayat (3) UUP

Universitas Sumatera Utara

51

bank yang ada, baik terhadap bank-bank pemerintah maupun terhadap bank
swasta.
Sebagai pengawas, Bank Indonesia tidak dapat mencampuri secara lansung
urusan intern dari bank yang diawasinya,karena pengendalian bank t tetap menjadi
kewenangan pengurus bank tersebut.

KESIMPULAN
a. Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa nasabah
bank sepenuhnya dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, baik di
bidang perbankan,perlindungan konsumen maupun bidang terkait lainnya.
Bentuk perlindungannya antara lainPerlindungan secara implisit (Implicit
deposit protection), yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan
dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya
kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh melalui: (1) peraturan
perundang-undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan yang
dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan
oleh Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelansungan usaha bank sebagai
sebuah lembaga pada khusunya dan perlindungan terhadap sistem
perbankan pada umunya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5)
melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian
kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan (7)
menyediakan informasi resiko pada nasabah.

Universitas Sumatera Utara

52

Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu
perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin
simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan,
lembaga tersebut.Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan
lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam
Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap
Kewajiban Bank Umum.

Universitas Sumatera Utara