Tanggung Jawab Nazhir Terhadap Tanah Wakaf yang Beralih Fungsi Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentangwakaf (Studi di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanah adalah tempat di mana semua makhluk hidup tinggal, termasuk juga
manusia. Tanah merupakan tempat yang paling penting bagi manusia dan makhluk
hidup lainnya. Tanah merupakan modal yang utama, dan sebagai bagian terbesar dari
bangsa, serta merupakan modal satu-satunya.1Tanah merupakan benda yang memiliki
peranan penting dalam kehidupan manusia, oleh karena itu sangat pentingnya peranan
tanah tersebut dari manusia, hewan dan tumbuhan yang hidup semuanya sangat
memerlukannya, hingga pada akhir hayatnya akan dimakamkan ke tanah.2
Tanah memiliki nilai yang berarti bagi manusia dari segi materil sehingga
orang enggan memberikannya kepada orang lain. Hal ini berbeda dengan ajaran
syari’ah, di mana wakaf merupakan amalan yang membutuhkan pengorbanan dan
juga keikhlasan dalam menjalaninya. Sehingga mendapatkan pahala besar karena
amalan wakaf merupakan sedekah jariyah di mana pahalanya akan terus mengalir
diterima si wakif walaupun ia telah meninggal dunia.3 Wakaf sudah menjadi tradisi
umat dan juga telah menjadi penunjang perkembangan masyarakat. Salah satu bentuk

1


Khairil Anwar, Konsepsi Dan Pelaksanaan Wakaf Dalam Masyarakat Menurut UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, (Mataram: Universitas Mataram, 2008), halaman. 1
2
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, (Jakarta: Intermasa,
1986), halaman. 7
3
Departemen Agama RI, Ilmu Fiqih 3, (Jakarta: Ditjen Bina Lembaga Islam, 1986), halaman.
210

1

Universitas Sumatera Utara

2

perkembangan itu adalah telah banyak rumah-rumah ibadah yang dibangun di atas
tanah wakaf.4
Tanah wakaf adalah tanah hak milik yang sudah diwakafkan, di mana
perwakafan tanah hak milik merupakan suatu perbuatan hukum yang suci, mulia dan
terpuji yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum, dengan memisahkan
sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya

untuk selama-lamanya menjadi wakaf sosial. Perwakafan merupakan suatu perbuatan
hukum tersendiri yang dipandang dari sudut tertentu yang bersifat rangkap, karena di
satu pihak perbuatan tersebut menyebabkan objeknya memperoleh kedudukan yang
khusus, sedangkan di pihak lain perbuatan tersebut juga menimbulkan suatu badan
hukum dalam kehidupan sebagai subjek hukum.5
Harta benda wakaf wajib dipelihara dan difungsikan untuk kemajuan umat, di
mana pengelolaan harta wakaf atau penerima harta wakaf tersebut ditujukan kepada
badan atau lembaga yaitu kelompok perorangan yang disahkan oleh Kantor Urusan
Agama, dikelola oleh nazhir dan badan hukum baik berbentuk perserikatan,
perkumpulan, yayasan, atau lembaga keagamaan dan sosial.Islam merupakan agama
yang rahmatan lil alamin yang tujuan syariahnya adalah untuk kemaslahatan umat
manusia.6

4

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat Dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1998),
halaman. 79
5
Bahder Johar, Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam (Kompilasi Peradilan Agama Tentang
Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Dan Sadaqah), (Bandung: Mandar Maju, 1997), halaman.

64
6
Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik Dan Kedudukan Tanah Di Negara Kita.
Edisi Revisi Cetakan Ke Empat (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), halaman. 77

Universitas Sumatera Utara

3

Wakaf adalah bentuk lain penyerahan harta seseorang atau sekelompok orang
termasuk lembaga tertentu yang ditujukan untuk kemaslahatan umat. Wakaf dapat
dilakukan oleh siapapun untuk menanggulangi berbagai masalah sosial ekonomi yang
dihadapi oleh umat manusia yang lebih bersifat jangka panjang. Penanggulangan
masalah pendidikan, kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan umat pada umumnya
dapat ditanggulangi secara tepat melalui pengelolaan wakaf yang sesuai dengan
keinginan atau wasiat pemberi wakaf.7
Segala apa yang diperintahkan, apa yang dilarang, dan apa yang ditunjukkan
oleh agama, seluruhnya dimaksudkan untuk kepentingan, kebaikan, dan kemaslahatan
umat manusia. Tidak satupun ajaran agama yang dimaksudkan untuk memberikan
atau menyulitkan dan bahkan menyiksa umat manusia, bisa jadi dalam mengerjakan

perintah atau meninggalkan larangan dirasa berat dan menyulitkan, tetapi bisa
dipastikan hasil yang akan diterima dapat memberikan kemaslahatan dan
kemanfaatan bagi yang bersangkutan.
Wakaf pada dasarnya untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta, yang
berarti wakaf itu tetap tidak menginginkan adanya suatu perubahan peralihan baik
untuk menjual dan menggantikannya, dipindahkan atau dialihkan dan lain-lain
sebagainya. Terkait peralihan dan perubahan fungsi harta benda wakaf juga terdapat
perbedaan diantara para ulama, sehingga muncul pertanyaan bagaimana jika suatu
waktu benda wakaf itu sudah tidak ada manfaatnya atau sudah berkurang manfaatnya,
kecuali dengan ada perubahan pada benda wakaf tersebut seperti merubah bentuk,
7

Ibid., halaman. 34

Universitas Sumatera Utara

4

memindahkan ke tempat lain dan lain sebagainya, bolehkah perubahan itu dilakukan
terhadap benda wakaf tersebut.

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah perubahan benda wakaf tersebut,
sebagian ulama berpendapat bahwa kalau benda wakaf sudah tidak berfungsi lagi atau
kurang berfungsi, maka benda tersebut tidak boleh dijual, tidak boleh diganti atau
ditukar, tidak dipindahkan, tapi benda tersebut dibiarkan tetap dalam keadaannya,
yang mana pendapat ini adalah pendapat para cendekiawan muslim yang
dikemukakan oleh Imam Syafi’i dan Imam Maliki.8
Perubahan status, penggantian benda dan tujuan wakaf, sangat ketat
pengaturannya dalam mazhab Syafi’i, namun demikian berdasarkan keadaan darurat
dan prinsip maslahat, di kalangan para ahli hukum mazhab lain, perubahan itu dapat
dilakukan. Hal ini disandarkan pada pandangan agar manfaat itu tetap terus
berlangsung sebagai shadaqah jariah, tidak mubazir karena rusak, tidak berfungsi
lagi, dan perubahan fungsi benda wakaf itu cukup sampai pada Kantor Urusan
Agama.9
Pada dasarnya pada benda yang telah di wakafkan tidak dapat dilakukan
perubahan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksudkan dalam ikrar wakaf.
Penyimpangan dalam ketentuan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap hal–hal
tertentu setelah lebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kantor Urusan Agama
Kecamatansetempat, dengan alasan karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf
8


Suparman Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, (Jakarta: Darul Ulum Pers, 1999),
halaman. 38-39
9
Ibid., halaman. 40

Universitas Sumatera Utara

5

seperti diikrarkan oleh wakif, danjuga karena kepentingan umum.10 Sebagai contoh,
adanya tanah wakaf madrasah atau sekolah yang tidak produktif, kemudian setelah
dilihat sekolah tersebut kurang peminatnya dan tidak berkembang, disisi lain sangat
diperlukannya sarana rumah ibadah (masjid) bagi warga sekitar, maka nadzir dapat
meminta kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan untuk merubah fungsi
tanah wakaf tersebut dengan dasar kepentingan umum.11
Peranan pemerintah atas tanah wakaf sangat penting bagi pertumbuhan
perwakafan, dalam hal ini pemerintah dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan
benar. Pembangunan dalam pemanfaatan harta wakaf dilaksanakan untuk
kemakmuran rakyat. Pemerintah dalam memecahkan berbagai masalah yang
berkenaan dengan tanah wakaf, dengan menegakkan prinsip-prinsip hukum, akan

tetapi juga memperhatikan kesejahteraan sosial, asas ketertiban, dan azas
kemanusiaan agar permasalahan tanah wakaf tidak menjadi keresahan yang
mengganggu stabilitas masyarakat.
Patumbak merupakan kecamatan yang memiliki beberapa tanah wakafyang
tersebar di beberapa kelurahan, di mana hampir di setiap lingkungan dalamkelurahan
tersebut terdapat tanah wakaf madrasah, mesjid, yayasan, dan perkuburan muslim.
Pada kenyataannya dilapangan tanah wakaf tersebut tidakdimanfaatkan atau
diproduktifkan secara optimal, yang mana terdapat tanah wakaf yang masih berupa
tanahlapang,

dan

ada

pula

yang

berupa


tempat

ibadah

namun

tidak

10

Pasal 225 Ayat 1, Ayat 2 Kompilasi Hukum Islam
Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan
Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 18 November 2016.
11

Universitas Sumatera Utara

6

dipergunakanolehmasyarakat secara maksimal sehingga bangunan tersebut tidak

terurus dan menjadi terabaikan, oleh karena itu sangat diperlukan kebijakan nazhir
untuk meningkatkan produktifitas atas tanah-tanah wakaf yang dikelolanya.12
Berdasarkan data yang didapat di lapangan, terdapat beberapa tanah yang
telah beralih fungsi dari yang tertulis di ikrar wakaf semula, adapun tanah-tanah
wakaf yang sudah beralih fungsi tersebut antara lain sebagai berikut:
Tabel 1. Data Tanah Wakaf Kecamatan Patumbak Sebelum Beralih Fungsi
No

Kelurahan

Luas M2

Penggunaan

Nomor AIW

1.

Desa Marindal I


575

Sosial
Lainnya

BA.032/3/1998

2.

Desa Marindal I

540

Musholla

17 Tahun 2008

3.

Desa Marindal I


199

Musholla

23 Tahun 2008

4.

Desa Lantasan
Lama

300

Sosial
Lainnya

BA.032/61/1998

5.

Desa Lantasan
Lama

319

Sosial
Lainnya

K-180/01/XIII/12/2006

6.

Desa Patumbak I

400

Sosial
Lainnya

BA.032/2/1998

7.

Desa Patumbak
Kampung

442

Musholla

K-180/01/XIII/36/2000

Sumber Data : Data Wakaf Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak 2016

12

Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan
Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 18 November 2016.

Universitas Sumatera Utara

7

Tabel 2. Data Tanah Wakaf Kecamatan Patumbak Sesudah Beralih Fungsi
No

Kelurahan

Luas M2

Penggunaan

Nomor AIW

1.

Desa Marindal I

575

Sekolah

BA.032/3/1998

2.

Desa Marindal I

540

Mesjid

17 Tahun 2008

3.

Desa Marindal I

199

Mesjid

23 Tahun 2008

4.

Desa Lantasan
Lama

300

Musholla

BA.032/61/1998

5.

Desa Lantasan
Lama

319

Sekolah

K-180/01/XIII/12/2006

6.

Desa Patumbak I

400

Mesjid

BA.032/2/1998

7.

Desa Patumbak
Kampung

442

Mesjid

K-180/01/XIII/36/2000

Sumber Data : Data Wakaf Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak 2016
Berdasarkan uraian di atas, saat ini praktik peralihan fungsi tanah wakaf
sering terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh nazhir dan
masyarakat, banyak permasalahan terjadi di masyarakat khususnya di Kecamatan
Patumbak berkaitan dengan perihal wakaf seperti perubahan fungsi tanah wakaf yang
tidak sesuai dengan ikrar wakaf.13 Masyarakat yang mengalami dampak akibat
perubahan fungsi tanah wakaf, bersikap pasif karena masyarakat tidak mengetahui
peruntukan wakaf sesuai dengan akta ikrar wakaf. Perubahan fungsi tanah wakaf ini
sangat berdampak kepada masyarakat di suatu wilayah, oleh karena itu perubahan
13

Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan
Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 18 November 2016.

Universitas Sumatera Utara

8

fungsi tanah wakaf ini menjadi problematika bagi masyarakat seperti adanya sengketa
perwakafan, adanya pembatasan peruntukan dan juga permasalahan hukum dengan
ahli waris pewakif.14Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini diberi judul
“Tanggung Jawab Nazhir Terhadap Tanah Wakaf Yang Beralih Fungsi Menurut
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Di Kecamatan
Patumbak Kabupaten Deli Serdang).”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi
beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1.

Bagaimana ketentuanhukum mengenai tanah wakaf yang beralih fungsi yang
peralihannya tidak sesuai dengan akta ikrar wakaf sebelumnya?

2.

Bagaimana tanggung jawab nazhir terhadap tanah wakaf yang beralih fungsi di
Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang?

3.

Bagaimana peranan Badan Wakaf Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Utara
dalam mengawasi tanah-tanah wakaf yang beralih fungsi khususnya terhadap
tanah-tanah wakaf di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang?

C. Tujuan Penelitian
Tulisan ini dibuat untuk menjawab permasalahan yang menjadi objek
penelitian, maka sesuai permasalahan di atas adapun tujuan penelitian ini adalah:

14

Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan
Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 18 November 2016.

Universitas Sumatera Utara

9

1.

Untuk mengetahui dan menganalisis ketentuan hukum mengenai tanah wakaf
yang beralih fungsi yang peralihannya tidak sesuai dengan akta ikrar wakaf
sebelumnya.

2.

Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab nazhir terhadap tanah
wakaf yang beralih fungsi di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

3.

Untuk mengetahui dan menganalisis peranan Badan Wakaf Indonesia Perwakilan
Provinsi Sumatera Utara dalam mengawasi tanah-tanah wakaf yang beralih
fungsi khususnya terhadap tanah-tanah wakaf di Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang.

D. Manfaat Penelitian
Penelitan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara teoretis
kepada disiplin ilmu hukum yang diterapkan oleh aparat penegak hukum maupun
praktis kepada para praktisi hukum.
1.

Manfaat secara teoretis, di mana hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi bagi perkembangan ilmu hukum serta menambah kajian ilmu hukum
khususnya tentang perubahan, peralihan fungsi tanah wakaf. Hasil penelitian ini
juga diharapkan bermanfaat bagi masyarakat umum, untuk menambah wawasan
dalam bidang ilmu hukum khususnya wakaf. Hasil penelitian ini juga dapat
dijadikan penambah khazanah ilmu pengetahuan untuk penelitian yang
berhubungan dengan wakaf.

Universitas Sumatera Utara

10

2.

Manfaat secara praktis, di mana hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi setiap nazhir tanah wakaf dalam melakukan
perubahan, peralihan fungsi tanah wakaf sesuai dengan ketentuan undang-undang
wakaf dan hukum yang berlaku. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
memberi kontribusi kepada masyarakat umum, agar dapat menggunakan wakaf
sesuai dengan peruntukan fungsi lahan wakaf tersebut. Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadikan masyarakat berperan aktif untuk berkomunikasi
perihal perubahan, peralihan fungsi tanah wakaf.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang berjudul “Tanggung Jawab Nazhir Terhadap Tanah Wakaf
Yang Beralih Fungsi Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf (Studi Di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)” menurut
penelusuran yang dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan
Perpusatakaan Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, belum ada yang
membuat, kalaupun ada seperti beberapa judul penelitian yang diuraikan di bawah ini
dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya berbeda, dan oleh karena itu,
keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah.
Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat telah dilakukan dan
dilewati, namun ada beberapa penelitian yang memiliki kemiripan dengan judul,
yaitu:

Universitas Sumatera Utara

11

1.

Nama

:

Evi Rosita

Nim

:

Nim 107011037

Program

:

Magister Kenotariatan

Judul

:

Tinjauan Yuridis Atas Tanah Wakaf Yang Dikuasai

Oleh Nazhir (Studi Kasus Di Kecamatan Leung Bata Kota Banda Aceh)
Rumusan Masalah

:

a. Bagaimana kedudukan nazhir sebagai pengelola tanah wakaf menurut hukum
fiqih dan undang-undang wakaf?
b. Apakah yang menjadi kendala-kendala nazhir dalam pengelolaan tanah
wakaf?
c. Bagaimanakah efektifitas pengelolaan pengawasan tanah wakaf oleh
pemerintah terkait?

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Landasan teori adalah seperangkat definisi, konsep serta proposisi yang telah

disusun rapi serta sistematis tentang variabel-variabel dalam sebuah penelitian.
Landasan teori ini akan menjadi dasar yang kuat dalam sebuah penelitian yang akan
dilakukan. Pembuatan landasan teori yang baik dan benar dalam sebuah penelitian
menjadi hal yang penting karena landasan teori ini menjadi sebuah pondasi serta
landasan dalam penelitian tersebut.Teori berguna untuk menerangkan atau
menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus

Universitas Sumatera Utara

12

diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan
ketidakbenarannya.
Landasan teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis,
artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka
teorititis relevan yang mampu menerangkan masalah tersebut. Upaya tersebut
ditujukan untuk dapat menjawab atau menerangkan masalah yang telah dirumuskan.15
Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu
sektor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.16 Kemudian mengenai teori dinyatakan
juga bahwa:
“Landasan teori adalah merupakan suatu kerangka pemikiran dan butir-butir
pendapat, teori, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang
dijadikan bahan pertimbangan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui
ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka
berpikir dalam penulisan.17
Bagi seorang peneliti, suatu teori atau kerangka teori mempunyai berbagai
kegunaan, di manakegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal, sebagai
berikut:18
a.
b.

c.

Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan
fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta
membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisidefinisi.
Teori biasanya merupakan ikhtisar dari hal-hal yang telah diketahui serta
diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang hendak diteliti.

15

I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi Dan Tesis, (Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2006), halaman. 23
16
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Medan: Softmedia, 2012), halaman. 30
17
Ibid., halaman. 80
18
Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Ind Hill
Co, 1990), halaman. 67

Universitas Sumatera Utara

13

d.

e.

Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh
karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin
faktor-faktor tersebut akan muncul lagi pada masa-masa mendatang.
Teori memberi petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti.

Teori ilmu hukum dapat diartikan sebagai ilmu atau disiplin hukum yang
dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai
aspek gejala hukum, baik tersendiri maupun dalam pengenjawantahan praktisnya,
dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan
penjelasan sejernih mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dari kegiatan yuridis
dalam kenyataan masyarakat. Objek telaahnya adalah gejala umum dalam tataran
hukum positif yang meliputi analisis bahan hukum, metode dalam hukum dan kritik
ideological terhadap hukum.19
Bertolak dari uraian di atas maka dalam penelitian ini teori hukum yang
digunakan adalah teori utilitarianisme. Teori utilitarianismeadalah teori yang
meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama dari sebuah hukum dan ukuran
kemanfaatan hukum yang tertinggi adalah kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi
semua orang. Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum tergantung apakah
hukum mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak.20Penganut aliran
utilitarianismemempunyai prinsip bahwa manusia akan melakukan tindakan-tindakan
untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan.
Pada hakekatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan
19

Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju,
2009), halaman. 122
20
Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), halaman. 59

Universitas Sumatera Utara

14

kesenangan, kegembiraan atau kebahagiaan yang terbesar dari jumlah orang yang
terbanyak.21
Bentham menerapkan salah satu prinsip dari aliran utilitarianisme ke dalam
lingkungan hukum, yaitu manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan
yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Lebih lanjut disebutkan bahwa
pembentuk undang-undang hendaknya dapat melahirkan undang-undang yang dapat
mencerminkan keadilan bagi semua individu.22 Penganut aliran ini menganggap
tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan yang sebanyakbanyaknya kepada warga masyarakat.23
Hal tersebut didasari oleh adanya falsafah sosial yang mengungkapkan bahwa
setiap warga masyarakat mendambakan kebahagiaan dan hukum merupakan salah
satu alatnya dan Bentham berpendapat bahwa keberadaan negara dan hukum sematamata sebagai alat untuk mencapai manfaat yang hakiki, yaitu kebahagiaan dan
kesenangan mayoritas rakyatnya.24
Prinsip-prinsip dasar dalam ajaran Bentham adalah sebagai berikut:25
a. Tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada
individu-individu baru orang banyak. Prinsip utiliti bentham berbunyi ”the
greatest happiness of the greatest number” (kebahagiaan yang sebesarbesarnya untuk sebanyak-banyaknya orang).

21

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty,
1986), halaman. 60
22
Lili Rasjidi, Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung: Mandar Maju,
2002), halaman. 61
23
Zainuddin Ali, Op. Cit., halaman. 59
24
Ibid.
25
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, Refleksi Kritis Terhadap Hukum, (Jakarta: Rajawali
Press, 2011), halaman. 179

Universitas Sumatera Utara

15

b.
c.

Prinsip itu harus diterapkan secara kuantitatif, karena kualitas kesenangan
selalu sama.
Untuk mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat maka
perundang-undangan harus mencapai empat tujuan:
1) To provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup).
2) To Provide abundance (untuk memberikan nafkah makanan
berlimpah).
3) To provide security (untuk memberikan perlindungan).
4) To attain equity (untuk mencapai persamaan).

Selain Bentham, penganut teori ini juga adalah Bellefroid yang berpendapat
bahwa isi hukum harus ditentukan dengan dua asas yaitu keadilan dan faedah. Tujuan
hukum adalah menambah kesejahteraan umum atau kepentingan umum yaitu
kesejahteraan atau kepentingan dan memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan yang
sebanyak-banyaknya kepada semua anggota masyarakat.26
Fungsi teori utilitarianisme ini adalah untuk mengetahui manfaat dan tujuan
dari tanah wakaf yang beralih fungsi dari akta ikrar wakaf sebelumnya, ketika tanah
wakaf yang beralih fungsi tersebut mendatangkan manfaat bagi masyarakat maka
teori utilitarianisme telah dilaksanakan dengan baik, namun sebaliknya jika tanah
wakaf yang beralih fungsi tersebut sama sekali tidak membawa manfaat kepada
masyarakat, maka perlu dipertimbangkan kembali maksud dan tujuan atas tanah
wakaf yang beralih fungsi tersebut.
Teori kemaslahatan juga digunakan dalam penelitian ini yang berguna untuk
menjawab dan menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini. Teori kemaslahatan
dengan tujuan mengambil manfaat dan menolak kemudaratan sesuai tujuan

26

Liza Erwina, Ilmu Hukum, (Medan: Pustaka Press, 2012), halaman. 34

Universitas Sumatera Utara

16

syari’ah.27 Menerapkan kemaslahatan dimasyarakat mengenai perihal perubahan,
peralihan fungsi tanah wakafharus sesuai tujuan syara’ demi kemaslahatan umat.
Nazhir sebagai pengelola harta benda wakaf diawasi oleh Kementerian Agama atau
Kantor Urusan Agama Kecamatan harus menggunakan harta benda wakaf untuk
kemaslahatan, di mana dengan adanya pengawasan tersebut menjadikan nazhir
bertindak sesuai dengan peruntukan dan pemanfaatan benda wakaf tersebut.Teori
kemaslahatan ini digunakan dengan tujuan wakaf yang pada hakikatnya adalah untuk
kemaslahatan umat yang didasarkan atas undang-undang perwakafan yang wakafnya
diperuntukkan sesuai akta ikrar wakaf serta dapat memberikan manfaat dan
kemaslahatan bagi masyarakat.28
Fungsi teori kemaslahatan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
manfaat dan tujuan dari tanah wakaf yang beralih fungsi dari akta ikrar wakaf
sebelumnya serta menjamin kepastian hukumnya, ketika tanah wakaf yang beralih
fungsi tersebut mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat maka teori tersebut
telah dilaksanakan dengan baik, namun sebaliknya jika tanah wakaf yang beralih
fungsi

tersebut

sama

sekali

tidak

membawa

kemaslahatan,

maka

perlu

dipertimbangkan kembali maksud dan tujuan atas wakaf yang beralih fungsi tersebut.
Teori kepastian hukum juga digunakan dalam penelitian ini, di mana istilah
kepastian hukum dalam tataran teori hukum tidak memiliki pengertian yang tunggal,

27

Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Mustashfa Fi Ilm Al-Ushul, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah,
1983), halaman. 286
28
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
halaman. 179

Universitas Sumatera Utara

17

hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah pendapat yang berusaha menjelaskan arti
dari istilah tersebut dengan argumen dan perspektif tertentu, baik dalam pengertian
yang sempit maupun luas. Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya dapat
dijawab secara normatif, dan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah
ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara
jelas dan logis, di mana jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan dan
logis dalam artian menjadi suatu sistem norma, dengan norma lain sehingga tidak
berbenturan.
Pada konsep ajaran prioritas baku mengemukakan bahwa tiga ide dasar
hukum atau tiga tujuan utama hukum adalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum. Keadilan merupakan hal yang utama dari ketiga hal itu tetapi tidak berarti
dua unsur yang lain dapat dengan serta merta diabaikan. Hukum yang baik adalah
hukum yang mampu mensinergikan ketiga unsur tersebut demi kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat.29 Keadilan yang dimaksudkan adalah keadilan dalam arti
yang sempit yakni kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan.
Kemanfaatan atau finalitas menggambarkan isi hukum karena isi hukum memang
sesuai dengan tujuan yang mau dicapai oleh hukum tersebut. Kepastian hukum
dimaknai dengan kondisi di mana hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang
harus ditaati.30

29

Ali Ahmad Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan, (Jakarta: Kencana, 2009),
halaman. 287-288
30
Ibid., halaman. 162

Universitas Sumatera Utara

18

Kepastian hukum itu berkaitan dengan putusan hakim yang didasarkan pada
prinsip the binding for precedent (stare decisis) dalam sistem common law dan the
persuasive for precedent (yurisprudensi) dalam civil law. Putusan hakim yang
mengandung kepastian hukum adalah putusan yang berisi prediktabilitas dan otoritas.
Kepastian hukum akan terjamin oleh sifat prediktabilitas dan otoritas pada putusanputusan terdahulu.31 Hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum
(rechszekerheid) dalam pergaulan manusia, dimana dalam tugas itu tersimpul dua
tugas lain, yaitu harus menjamin keadilan serta hukum tetap berguna. Dalam kedua
tugas tersebut tersimpul pula tugas ketiga yaitu hukum menjaga agar masyarakat
tidak terjadi main hakim sendiri (eigenrichting). Berdasarkan teori hukum yang ada
maka tujuan hukum yang utama adalah untuk menciptakan keadilan, kemanfaatan,
kepastian hukum, ketertiban dan perdamaian.32
Ahmad Ali memberikan makna yang lebih luas tentang kepastian hukum,
dengan menyatakan kepastian hukum selalu berkaitan dengan hal-hal seperti:33
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Adanya sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, bukan
berdasarkan putusan sesaat untuk hal-hal tertentu.
Peraturan tersebut diumumkan kepada publik.
Peraturan tersebut tidak berlaku surut.
Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum.
Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan.
Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang dapat
dilakukan.
Tidak boleh sering diubah-ubah.
Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.

31

Ibid., halaman. 294
Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999),
halaman. 22
33
Ahmad Ali, Op. Cit., halaman. 294
32

Universitas Sumatera Utara

19

Penggunaan teori kepastian hukum ini dimaksudkan untuk menganalisis
kepastian hukum mengenai aturan hukum tentang perubahan, peralihan fungsi tanah
wakaf. Pentingnya mengetahui perubahan, peralihan fungsi tanah wakaf sesuai
dengan akta ikrar wakaf tujuannya untuk memperoleh kepastian hukum terhadap
fungsi tanah wakaf itu sendiri agar dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Hal
inilah yang perlu dilakukan agar tidak terjadi perubahan, peralihan fungsi tanah
wakaf sepihak yang terjadi terhadap tanah wakaf.
2.

Konsepsi
Kerangka konsepsi dijadikan sebagai penjelasan untuk memahami dan

menafsirkan penggunaan istilah dan pengertian dalam suatu penelitian. Kerangka
konsepsi merupakan susunan konstruksi logika yang diatur menerangkan variabel
yang diteliti serta menjelaskan beberapa konsepsi atau pengertian yang dipergunakan
sebagai penelitian hukum. Kerangka ini dirumuskan untuk menjelaskan konstruksi
aliran logika untuk mengkaji secara sistematis kenyataan empirik. Maka dengan ini
dibutuhkan beberapa konsep yang berhubungan dengan judul untuk menghindari
pemahaman yang keliru. Ada beberapa konsep yang dipaparkan dalam penelitian ini,
antara lain:
a.

Wakif adalah orang atau seseorang yang mewakafkan harta benda miliknya
kepada nazhir, di mana wakif antara lain meliputi perseorangan, organisasi dan
badan hukum.34

34

Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Universitas Sumatera Utara

20

b.

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.35

c.

Peralihan fungsi tanah wakaf adalah suatu perbuatan merubah, mengalihkan
fungsi tanah wakaf yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dalam rangka
kemaslahatan umat.

d.

Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola
dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.36

e.

Tanah wakaf adalah tanah yang telah diwakafkan oleh pewakif kepada nazhir
yang selanjutnya agar diurus dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemaslahatan
umat.

f.

Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang
diwakafkan oleh wakif.37

g.

Akta ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan
dan/atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya yang
kemudian dibuatkan kedalam bentuk akta otentik.38

35

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
37
Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
38
Pasal 1 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
36

Universitas Sumatera Utara

21

G. Metode Penelitian
1.

Jenis Dan Sifat Penelitian
Penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya,

jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam
proses penelitian. Penelitian harus dilakukan secara metodologis, sistematis, dan
konsisten terhadap objek yang akan diteliti. Metodologis yang dimaksud berarti
sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan pada suatu
sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu
kerangka tertentu.39 Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode
penelitian hukum normatif dan sosiologis. Penelitian hukum normatif yaitu metode
atau cara meneliti bahan pustaka. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang
ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan
mengadakan penelitian terhadap masalah hukum.40
Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan
norma hukum terhadap masalah hukum yang berkaitan dengan tanggung jawab
nazhir terhadap tanah-tanah wakaf yang telah beralih fungsi khususnya di Kecamatan
Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara.Penelitian ini juga
masuk dalam lingkup penelitian yuridis sosiologisyaitu penelitian yang dilakukan
terhadap keadaan nyata dalam lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan

39

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),
halaman. 42
40
Ibid., halaman. 12

Universitas Sumatera Utara

22

untuk menemukan fakta kemudian identifikasi selanjutnya menuju kepada
penyelesaian masalah.41
Penelitian yuridis sosiologis yang dimaksudkan di sini pendekatan melalui
peraturan atau norma-norma hukum yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan, kemudian dilakukan pendekatan dengan mempelajari peristiwa-peristiwa
sosial yang terjadi di masyarakat perihal perubahan, peralihan fungsi tanah
wakaf.Adapun sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitis dengan menguraikan permasalahan secara sistematis dan kompeherensif.
Tujuan penelitian deskriptif analitis adalah menggambarkan secara tepat, sifat-sifat
individu, suatu gejala, keadaan, peristiwa atau kelompok-kelompok tertentu.42
2.

Sumber Data Penelitian
Dalam penelitian hukum normatif data yang dipergunakan adalah data

sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang
bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi
serta pemikiran konseptual, baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya
ilmiah lainnya.43Dalam penelitian ini terdapat dua jenis macam data yang
dipergunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini
diambil langsung dari tempat dan lokasi penelitian sedangkan data sekunder yang
digunakan dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut:

41

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1982), halaman. 10
Koentjorodiningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka,
1997), halaman. 42
43
Ibid., halaman. 192
42

Universitas Sumatera Utara

23

a.

Bahan hukum primer yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan
oleh pihak yang berwenang. Dalam penelitian ini diantaranya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf, Kompilasi Hukum Islam, Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Pendaftaran Tanah Wakaf, Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, serta
peraturan-peraturan lain yang mendukung penelitian ini.

b.

Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang
relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran, karya
tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan materi.

c.

Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep
dan keterangan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, seperti kamus berbagai bahasa, kamus-kamus hukum,
ensklopedia dan sebagainya.

3.

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi lapangan (field

research)dan juga studi kepustakaan (library research). Studi lapangan diperoleh
dengan melakukan wawancara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara
yang telah disusun sedemikian rupa, di mana wawancara dilakukan dengan beberapa
informan yakni:
a.
b.
c.

Masyarakat.
Nazhir.
Wakif.

Universitas Sumatera Utara

24

d.
e.
f.
g.

Camat Kecamatan Patumbak.
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak.
Majelis Ulama Indonesia Kecamatan Patumbak.
Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Alat pengumpulan data dalam pelaksanaan penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode studi dokumen dan juga pedoman wawancara.Wawancara
dengan informan adalah suatu sarana atau alat pengumpulan data di dalam penelitian
dengan menunjukkan adanya suatu hubungan diantara dua pihak yang mengandalkan
diri pada pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bahan yang dikaji. Hasil dari
kegiatan pengkajian di atas kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti
sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk
mencari konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang
berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang dikaji didalam penelitian
ini.44
4.

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap beberapa tanah-tanah wakaf yang telah

beralih fungsi dari apa yang telah diikrarkan pewakif sebelumnya, yang mana
penelitian ini hanya khusus dilakukan di Desa Marindal I, Desa Patumbak Kampung,
Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi
Sumatera Utara. Daerah tersebut dipilih karena terdapat beberapa tanah-tanah wakaf
yang telah beralih fungsi, seperti dari musholla menjadi masjid dan sosial lainnya
(tanah lapang).
44

Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan
Ajar, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), halaman. 24

Universitas Sumatera Utara

25

5.

Analisis Data
Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat

dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategorikategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut.45 Data yang
telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif, yaitu
sebagai berikut:46
a.
b.

c.

d.

Mengumpulkan bahan hukum, berupa inventarisasi peraturan perundangundangan yang terkait peralihan fungsi tanah wakaf.
Memilah-milah bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya
melakukan sistematisasi bahan hukum sesuai dengan permasalahan yang
dikaji di dalam penelitian terkait dengan peralihan fungsi tanah wakaf.
Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk
menemukan kaidah, asas dan konsep yang terkandung di dalam bahan
hukum tersebut terkait dengan peralihan fungsi tanah wakaf.
Menemukan hubungan konsep, asas dan kaidah tersebut dengan
menggunakan teori sebagai pisau analisis terkait dengan peralihan fungsi
tanah wakaf.

Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan
menggunakan logika berfikir deduktif, yang dilakukan dengan cara membaca,
menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas dan kaidah yang
terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang
dirumuskan.47

45

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),
halaman. 225
46
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rosda Karya, 2008), halaman. 48
47
Ibid., halaman. 59

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PELAKSANAAN WAKAF TANAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 Pelaksanaan Wakaf Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 (Studi Kasus di Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali Tahun 2012).

0 0 20

PELAKSANAAN WAKAF TANAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 Pelaksanaan Wakaf Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 (Studi Kasus di Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali Tahun 2012).

0 0 16

JAMINAN TANAH WAKAF OLEH PENGELOLA WAKAF (NAZHIR) DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF.

0 0 1

PENGELOLAAN TERHADAP HARTA TANAH WAKAF OLEH NAZHIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.41 TAHUN 2004 01 KOTAMADYA DENPASAR.

0 0 7

Tanggung Jawab Nazhir Terhadap Tanah Wakaf yang Beralih Fungsi Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentangwakaf (Studi di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 14

Tanggung Jawab Nazhir Terhadap Tanah Wakaf yang Beralih Fungsi Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentangwakaf (Studi di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 2

Tanggung Jawab Nazhir Terhadap Tanah Wakaf yang Beralih Fungsi Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentangwakaf (Studi di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 35

Tanggung Jawab Nazhir Terhadap Tanah Wakaf yang Beralih Fungsi Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentangwakaf (Studi di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang) Chapter III V

0 0 39

Tanggung Jawab Nazhir Terhadap Tanah Wakaf yang Beralih Fungsi Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentangwakaf (Studi di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 0 3

TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

0 0 120