Kehidupan Sosial Ekonomi Nelayan Desa Percut (Dusun Bagan) Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Nelayan merupakan suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya
tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan
ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah
lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Imron dalam
(Mulyadi, 2005:7)
Secara geografis, masyarakat nelayan hidup, tumbuh dan berkembang di
kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara darat dan laut (Kusnadi,
2009). Potensi sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat besar
dapat dikatakan yang terbesar di dunia, sangatlah kontradiktif dengan realitas yang
terjadi saat ini dimana 98,7 % nelayan Indonesia termasuk kategori nelayan kecil
dan 25,14 % penduduk miskin Indonesia adalah nelayan (Ono, 2015:27).
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia mempunyai
panjang pantai 81.000 km dan memiliki 17.508 buah pulau serta dua pertiga dari
luar wilayahnya berupa perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk
dan selat yang luasnya 3,1 juta km2 (Dendi, 2005:1). Indonesia memiliki potensi
perikanan yang besar serta mempunyai hak pengelolaan dan pemanfaatan di Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) sekitar 2,7 juta km2 sehingga luas wilayah laut yang
dapat dimanfaatkan sumberdaya alam hayati dan non hayati di perairan yang
luasnya sekitar 5,8 juta ton per tahun (Nikijuluw, 2002: 15).
1
Universitas Sumatera Utara
Laut dapat berfungsi sebagai sumber kehidupan, penyediaan makanan,
obat-obatan dan bahan-bahan material. Laut juga sebagai media transportasi dan
komunikasi sehingga akan mempunyai kontribusi dalam perdagangan dan
pertumbuhan ekonomi. Ahmad, 1996: Dahuri, dalam (Sugandi, 1996).
Potensi lestari total ikan laut terdapat 7,5 persen (6,4 juta ton/tahun) dari
potensi dunia berada di perairan laut Indonesia. Selain itu, berkisar 24 juta hektar
perairan laut dangkal Indonesia cocok untuk usaha budi daya laut seperti budi
daya ikan kakap, ikan kerapu, teripang, rumput laut, dan biota laut lainnya yang
bernilai ekonomis tinggi, dengan potensi produksi 47 juta ton/tahun. Secara
keseluruhan nilai ekonomi total dari produk perikanan dan produk bioteknologi
perairan Indonesia diperkirakan mencapai 82 miliar dolar AS per tahun.
Berdasarkan potensi ini, masyarakat Indonesia yang kebanyakan hidup di wilayah
pesisir terkhususnya nelayan sewajarnya memiliki tingkat kualitas hidup yang
baik dan sejahtera.
Namun, kekayaan alam Indonesia tidak cukup mampu membuat
masyarakatnya luput dari ancaman kemiskinan. Kemiskinan menjadi agenda
nasional yang terus dikaji secara konsisten oleh pemerintah, menyangkut
kehidupan masyarakat miskin baik di perkotaan, pedesaan hingga ke daerah
pesisir. Sebagai masalah global, kemiskinan sering dihubungkan dengan
kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup.
Suatu ironi bagi negara maritim seperti Indonesia adalah masyarakat
nelayannya merupakan golongan masyarakat paling miskin di Asia bahkan dunia
(Suara Pembaruan, 18 November 2005). Walau data agregatif dan kuantitatif yang
terpercaya tidak mudah diperoleh, pengamatan visual atau langsung ke kampung-
2
Universitas Sumatera Utara
kampung nelayan dapat memberikan gambaran yang jauh lebih gamblang tentang
kemiskinan nelayan ditengah kekayaan laut yang begitu besar. Pemandangan
yang sering dijumpai di perkampungan nelayan adalah lingkungan hidup yang
kumuh serta rumah-rumah yang sangat sederhana. Kalaupun ada beberapa rumah
yang menunjukkan tanda-tanda kemakmuran (misalnya rumah yang megah dan
berantena parabola), rumah-rumah tersebut umumnya dipunyai oleh pemilik
kapal, pemodal, atau rentenir yang jumlahnya tidak signifikan dan sumbangannya
kepada kesejahteraan komunitas sangat tergantung pada individu yang
bersangkutan. (Zainul, 2007: 36)
Nelayan
teridentifikasi sebagai golongan miskin, dimana sedikitnya
14,58 juta jiwa atau sekitar 90% dari 16, 2 juta jumlah nelayan di Indonesia masih
berada di bawah garis kemiskinan. Padahal negara Indonesia adalah negara bahari
yang pulau-pulaunya dikelilingi oleh lautan yang didalamnya terkandung berbagai
potensi ekonomi khususnya di bidang perikanan, namun sampai saat ini
kehidupan nelayan tetap saja masih berada dalam jurang kemiskinan.
(Martadiningrat dalam Antara, 2008:1)
Berdasarkan data Survei Sosial dan Ekonomi Nasional 2013 (Badan
Pusat Statistik) diketahui bahwa 2,2 persen rumah tangga di Indonesia memiliki
kepala rumah tangga berprofesi sebagai nelayan. Jumlahnya sekitar 1,4 juta
kepala rumah tangga nelayan. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga di
Indonesia sekitar empat orang. Maknanya, ada sekitar 5,6 juta penduduk
Indonesia yang kehidupannya bergantung kepada kepala rumah tangga yang
berprofesi sebagai nelayan. Sebagian besar nelayan tinggal tersebar di 3.216 desa
3
Universitas Sumatera Utara
yang terkategori sebagai desa nelayan (mayoritas penduduknya berprofesi sebagai
nelayan).
Masyarakat nelayan dikategorikan sebagai masyarakat miskin dengan
indikasi bahwa tingkat perekonomiannya masih lemah karena tingkat pendapatan
yang rendah, kualitas hidupnya rendah, kesejahteraan sosial rendah, dan hidup
dalam kesulitan. Nelayan terjebak dalam perangkap kemiskinan yang pelik, tidak
memiliki akses yang memadai terhadap pendidikan dan kesehatan. Nelayan juga
kesulitan mendapatkan akses kredit karena sebagian besar bank beranggapan
bahwa pinjaman bagi nelayan berisiko tinggi (survei Lembaga Demografi di
Sulawesi Utara, 2014).
Kemiskinan masyarakat pesisir bersifat multi dimensi dan disebabkan
oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat antara lain kebutuhan akan
pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, infrastruktur (DKP, 2005:10).
Disamping itu kurang kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi
teknologi dan permodalan, budaya dan gaya
hidup yang cenderung boros,
menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang
sama, kebijakan pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir
sebagai salah satu pemangku kepentingan diwilayah pesisir. (Zainul, 2007:37).
Pendapatan nelayan diperkirakan menjadi lebih kecil dengan adanya
krisis ekonomi yang telah melanda bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya biaya operasional dari tahun sebelumnya, sementara depresiasi nilai
rupiah terhadap dollar Amerika tidak dinikmati oleh nelayan kecil karena pangsa
pasar nelayan tradisional ini masih terfokus dalam negeri. Hal berbeda justru
dialami pengusaha perikanan yang berorientasi ekspor, dimana nilai produksi
4
Universitas Sumatera Utara
perikanan mengalami peningkatan karena adanya depresiasi rupiah terhadap
dollar.
Tingkat pendapatan nelayan dapat diketahui dengan melihat proporsi
produksi ikan dengan jumlah nelayan per hari. Indonesia memiliki proporsi
produksi ikan lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti Rusia
(140 kg/nelayan/hari), Jepang (75 kg/nelayan/hari), USA (100 kg/nelayan/hari)
dan Norwegia (98 kg/nelayan/hari) sedangkan Indonesia (5,5 kg/nelayan/hari)
Dahuri, 2005: 18 dalam. Kondisi semakin diperparah lagi dengan kenaikan Bahan
Bakar Minyak (BBM). Hal ini dapat dilihat dari berita berbagai media massa yang
menggambarkan penderitaan para nelayan akibat kenaikan BBM tersebut. Banyak
nelayan yang berhenti melaut sejak pemerintah menaikkan harga BBM. (Zainul,
2007: 38)
Menurut data, jumlah nelayan di Sumatera Utara sekitar 321.000 orang
yang tersebar di 13 kabupaten dan kota, dari jumlah tersebut nelayan tradisional
mencapai 70 persen, nelayan menengah 20 persen dan nelayan skala besar 10
persen. Berarti, nelayan yang termarginalkan adalah sekitar 70 persen dari jumlah
nelayan (sekitar 224 ribu lebih) nelayan masih berada di bawah garis kemiskinan
(BPS Sumut, 2009).
Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu kabupaten di Provinsi
Sumatera Utara menunjukkan jumlah penduduk miskin mulai tahun 2009 - 2010
mengalami penurunan. Dari 94.800 jiwa (5,7%) menjadi 91.440 (5,17%).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2016) Kabupaten Deli Serdang memiliki
luas wilayah 4.339 km2 yang terbagi dalam 33 kecamatan dan 617 desa/kelurahan,
dan dihuni oleh berbagai ragam etnik/suku, agama dan budaya, antara lain suku
5
Universitas Sumatera Utara
karo, Melayu, Tapanuli, dan Simalungun, dll. Mata pencaharian penduduk Deli
Serdang juga beragam seperti nelayan, petani/pekebun, pegawai negri, pengusaha,
buruh dan sebagainya (Badan Pusat Statistik 2016).
Salah satu desa yang berada di Kabupaten Deli Serdang yang
penduduknya mayoritas bermatapencaharian sebagai nelayan adalah dusun Bagan
Percut. Bagan Percut terletak di wilayah kecamatan Percut Sei Tuan yang
mempunyai luas 10.63 km2 yang terdiri dari sembilan belas dusun. Dengan jumlah
penduduk 15.183 jiwa. Jumlah penduduk yang bermatapencaharian sebagai
nelayan tersebar di desa Percut, dusun 16-18 adalah 919 nelayan (Badan Pusat
Statistik, 2016). Jumlah KK dusun 16 terdapat 219 KK, dusun 17 terdapat 169
KK, dan dusun 18 terdapat 236 KK.
Secara teknologi yang digunakan di desa Bagan Percut, nelayan terbagi
atas nelayan tradisional dan nelayan modern. Nelayan yang tergolong tradisional
dilihat dari alat tangkap dan perahu yang digunakan, seperti yang menggunakan
perahu dayung dengan alat tangkap jala, bubu/nama lain untuk nelayan yang
menggunakan perahu dayung untuk menangkap kepiting dengan menggunakan
perangkap/ranjau, dan pencari kerang yang menggunakan tangan. Nelayan yang
menggunakan perahu dayung dengan alat tangkap jala dapat memperoleh bahan
(hasil tangkapan) seperti udang dan ikan karena daya jangkau yang terbatas
mengakibatkan terbatasnya pula bahan (hasil tangkapan) yang diperoleh nelayan.
Nelayan pencari kerang menggunakan tangan untuk menangkap kerang, bahan
yang diperoleh hanya jenis kerang. Waktu melaut nelayan tradisional tergantung
pada pasang air laut. Ketika pasang mati maka nelayan tradisional tidak dapat
melaut karena air laut naik sedangkan pada saat pasang besar/timpas nelayan
6
Universitas Sumatera Utara
tradisonal akan dapat melaut karena air laut mengalami naik dan surut sehingga
aktivitas melaut dapat dilakukan.
Nelayan yang tergolong modern dapat dilihat dari perahu bermesin dan
alat tangkap yang digunakan disesuaikan dengan perahu. Nelayan di Desa Bagan
Percut menggunakan teknologi mesin yaitu mesin Jandong dan Dompeng dengan
ukuran 22,25-30 kaki. Alat tangkap yang digunakan yaitu: pukat layang,
trawel/katrol, jaring, pancing, dll. Perahu dengan mesin memiliki daya jangkau
lebih luas dibandingkan dengan perahu dayung, sehingga melalui alat tangkap
yang disesuaikan dengan perahu maka dapat menghasilkan jenis tangkapan lebih
beragam seperti: ikan, udang, kepiting, cumi-cumi, songket, dll. Jam berangkat
untuk melaut tergantung pasang air laut, biasanya nelayan berangkat pukul 05.0015.00 atau 12.00-08.00. Waktu untuk melaut nelayan dengan perahu bermesin dan
alat tangkap modern tidak tergantung pada pasang air laut. Baik pasang mati atau
pasang besar nelayan dengan perahu bermesin dan lengkap dengan alat tangkap
dapat melaut.
Kehidupan
masyarakat
nelayan
di
Desa
Bagan
Percut
sangat
memprihatinkan terlihat semakin jelas sejak diterapkannya kebijakan modernisasi
perikanan, untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya perikanan laut yaitu:
modernisasi melalui penggunaan motorisasi dan teknologi alat tangkap yang
modern. Sehingga nelayan yang tidak memiliki modal tidak dapat mengikuti
perkembangan seperti pemilikan kapal dengan peralatan modern
maupun
pemilikan alat tangkap yang lebih modern dan keterbatasan penggunaan teknologi.
Para nelayan besar/pemilik modal mampu bersaing sedangkan nelayan kecil
dengan keterbatasan modal dan kemampuan terbatas pula untuk menunjukkan
7
Universitas Sumatera Utara
eksistensinya. Selanjutnya berbagai program pembangunan perikanan juga tidak
berpihak kepada nelayan kecil.
Kondisi sanitasi nelayan masih sangat memprihatinkan, masih terdapat
beberapa rumah tangga yang tidak memiliki kamar mandi dan akses air bersih
sangat terbatas. Sehingga kegiatan menyuci pakaian, mandi dan kegiatan lainnya
yang membutuhkan air bersih dilakukan di sungai yang juga kondisi airnya tidak
layak untuk digunakan. Di desa nelayan ini terlihat beberapa rumah yang masih
terbuat dari anyaman bambu dan papan, dengan beralaskan papan dan beberapa
diantaranya rumah bara karena tanah tempat rumah dibangun merupakan rawa.
Beberapa rumah seperti tidak terawat dan dipenuhi dengan barang-barang yang
berantakan, di sekitar rumah nelayan akan tercium bau amis yang berasal dari hasil
tangkapan dari laut yang kurang dibersihkan.
Potensi laut yang dimiliki Indonesia tidak berbanding lurus dengan
kondisi kehidupan masyarakat yang hidup dan bergantung pada hasil laut. Hampir
seluruh daerah nelayan di Indonesia masyarakatnya mengalami kemiskinan dan
merupakan kondisi lebih rendah apabila dibandingkan dengan kehidupan petani.
Tingkat pendidikan yang rendah sangat berpengaruh terhadap kehidupan
sosial ekonomi nelayan seperti rendahnya pendapatan karena faktor pemilikan
kapal maupun modal yang terbatas, sehingga berpengaruh juga terhadap kondisi
permukiman yang kumuh dan rumah yang tidak layak. Beberapa perkampungan
nelayan yang diketahui penulis di daerah Sumatera mengalami kondisi yang tidak
jauh berbeda dengan kondisi tersebut. Kehidupan masyarakat nelayan daerah
Bagan Percut lebih memprihatinkan lagi karena merupakan desa yang dekat
8
Universitas Sumatera Utara
dengan kota Medan dan nelayan desa ini cukup memperoleh perhatian dan
bantuan dari pemerintah.
Gambaran kehidupan sosial ekonomi penduduk nelayan yang buruk
terlihat dengan kasat mata melalui keadaan pemukiman, rumah yang tidak layak
huni, sanitasi yang tidak baik, remaja dan anak-anak yang ikut melaut sehingga
putus sekolah, pernikahan usia remaja, dll. Berdasarkan kondisi tersebut peneliti
tertarik untuk meneliti mengenai “Kehidupan Sosial Ekonomi Nelayan Desa
Percut (Dusun Bagan) Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”.
1.2
Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka masalah penelitian dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimana kehidupan sosial ekonomi nelayan tradisional desa Bagan
Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang?
2.
Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan pada nelayan
tradisional di Desa Bagan Percut?
1.3
Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui Kehidupan sosial ekonomi masyarakat
nelayan di Desa Bagan Percut dan faktor yang menyebabkan kemiskinan nelayan
Desa Bagan Percut.
9
Universitas Sumatera Utara
1.3.2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam
pengembangan :
1.
Secara Akademis, sebagai pengembangan konsep dan teori yang
berkenaan dengan kehidupan sosial ekonomi dan penyebab kemiskinan
nelayan, dan dapat memberikan sumbangan positif terhadap keilmuan di
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan menambah referensi dan
kajian bagi peneliti mendatang.
2.
a.
Secara teoritis,
Menambah pengetahuan, pemahaman serta pengalaman tentang masalah
yang diteliti.
b.
Membentuk pola fikir yang dinamis serta untuk mengetahui kemampuann
peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
c.
3.
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan karya ilmiah.
Secara Praktis dapat digunakan sebagai bahan masukan, pertimbangan
dan sebagai bahan evaluasi khususnya bagi masyarakat nelayan yang
miskin serta bagi Pemerintah maupun pihak-pihak luar secara umum guna
mempertimbangkan pemberian bantuan kepada nelayan.
1.4
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan akan disajikan dalam enam bab sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Pendahuluan
berisikan
perumusanmasalah,
tujuan,
latar
belakang
manfaat
masalah,
penelitian,
dan
sistematika penulisan.
10
Universitas Sumatera Utara
BAB II
: TINJAUAN PUSATAKA
Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan
masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran
beserta
bagannya,
defenisi
konsep
dan
defenisi
operasional.
BAB III
: METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian,
informan penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik
analisis data.
BAB IV
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan uraian tentang gambaran lokasi
penelitian, yaitu Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan,
Kabupaten Deli Serdang.
BAB V
: ANALISIS DATA
Berisi tentang uraian dan analisis data yang diperoleh
dalam penelitian.
BAB VI
: PENUTUP
Bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran yang bermanfaat
sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.
11
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Nelayan merupakan suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya
tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan
ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah
lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Imron dalam
(Mulyadi, 2005:7)
Secara geografis, masyarakat nelayan hidup, tumbuh dan berkembang di
kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara darat dan laut (Kusnadi,
2009). Potensi sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat besar
dapat dikatakan yang terbesar di dunia, sangatlah kontradiktif dengan realitas yang
terjadi saat ini dimana 98,7 % nelayan Indonesia termasuk kategori nelayan kecil
dan 25,14 % penduduk miskin Indonesia adalah nelayan (Ono, 2015:27).
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia mempunyai
panjang pantai 81.000 km dan memiliki 17.508 buah pulau serta dua pertiga dari
luar wilayahnya berupa perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk
dan selat yang luasnya 3,1 juta km2 (Dendi, 2005:1). Indonesia memiliki potensi
perikanan yang besar serta mempunyai hak pengelolaan dan pemanfaatan di Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) sekitar 2,7 juta km2 sehingga luas wilayah laut yang
dapat dimanfaatkan sumberdaya alam hayati dan non hayati di perairan yang
luasnya sekitar 5,8 juta ton per tahun (Nikijuluw, 2002: 15).
1
Universitas Sumatera Utara
Laut dapat berfungsi sebagai sumber kehidupan, penyediaan makanan,
obat-obatan dan bahan-bahan material. Laut juga sebagai media transportasi dan
komunikasi sehingga akan mempunyai kontribusi dalam perdagangan dan
pertumbuhan ekonomi. Ahmad, 1996: Dahuri, dalam (Sugandi, 1996).
Potensi lestari total ikan laut terdapat 7,5 persen (6,4 juta ton/tahun) dari
potensi dunia berada di perairan laut Indonesia. Selain itu, berkisar 24 juta hektar
perairan laut dangkal Indonesia cocok untuk usaha budi daya laut seperti budi
daya ikan kakap, ikan kerapu, teripang, rumput laut, dan biota laut lainnya yang
bernilai ekonomis tinggi, dengan potensi produksi 47 juta ton/tahun. Secara
keseluruhan nilai ekonomi total dari produk perikanan dan produk bioteknologi
perairan Indonesia diperkirakan mencapai 82 miliar dolar AS per tahun.
Berdasarkan potensi ini, masyarakat Indonesia yang kebanyakan hidup di wilayah
pesisir terkhususnya nelayan sewajarnya memiliki tingkat kualitas hidup yang
baik dan sejahtera.
Namun, kekayaan alam Indonesia tidak cukup mampu membuat
masyarakatnya luput dari ancaman kemiskinan. Kemiskinan menjadi agenda
nasional yang terus dikaji secara konsisten oleh pemerintah, menyangkut
kehidupan masyarakat miskin baik di perkotaan, pedesaan hingga ke daerah
pesisir. Sebagai masalah global, kemiskinan sering dihubungkan dengan
kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup.
Suatu ironi bagi negara maritim seperti Indonesia adalah masyarakat
nelayannya merupakan golongan masyarakat paling miskin di Asia bahkan dunia
(Suara Pembaruan, 18 November 2005). Walau data agregatif dan kuantitatif yang
terpercaya tidak mudah diperoleh, pengamatan visual atau langsung ke kampung-
2
Universitas Sumatera Utara
kampung nelayan dapat memberikan gambaran yang jauh lebih gamblang tentang
kemiskinan nelayan ditengah kekayaan laut yang begitu besar. Pemandangan
yang sering dijumpai di perkampungan nelayan adalah lingkungan hidup yang
kumuh serta rumah-rumah yang sangat sederhana. Kalaupun ada beberapa rumah
yang menunjukkan tanda-tanda kemakmuran (misalnya rumah yang megah dan
berantena parabola), rumah-rumah tersebut umumnya dipunyai oleh pemilik
kapal, pemodal, atau rentenir yang jumlahnya tidak signifikan dan sumbangannya
kepada kesejahteraan komunitas sangat tergantung pada individu yang
bersangkutan. (Zainul, 2007: 36)
Nelayan
teridentifikasi sebagai golongan miskin, dimana sedikitnya
14,58 juta jiwa atau sekitar 90% dari 16, 2 juta jumlah nelayan di Indonesia masih
berada di bawah garis kemiskinan. Padahal negara Indonesia adalah negara bahari
yang pulau-pulaunya dikelilingi oleh lautan yang didalamnya terkandung berbagai
potensi ekonomi khususnya di bidang perikanan, namun sampai saat ini
kehidupan nelayan tetap saja masih berada dalam jurang kemiskinan.
(Martadiningrat dalam Antara, 2008:1)
Berdasarkan data Survei Sosial dan Ekonomi Nasional 2013 (Badan
Pusat Statistik) diketahui bahwa 2,2 persen rumah tangga di Indonesia memiliki
kepala rumah tangga berprofesi sebagai nelayan. Jumlahnya sekitar 1,4 juta
kepala rumah tangga nelayan. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga di
Indonesia sekitar empat orang. Maknanya, ada sekitar 5,6 juta penduduk
Indonesia yang kehidupannya bergantung kepada kepala rumah tangga yang
berprofesi sebagai nelayan. Sebagian besar nelayan tinggal tersebar di 3.216 desa
3
Universitas Sumatera Utara
yang terkategori sebagai desa nelayan (mayoritas penduduknya berprofesi sebagai
nelayan).
Masyarakat nelayan dikategorikan sebagai masyarakat miskin dengan
indikasi bahwa tingkat perekonomiannya masih lemah karena tingkat pendapatan
yang rendah, kualitas hidupnya rendah, kesejahteraan sosial rendah, dan hidup
dalam kesulitan. Nelayan terjebak dalam perangkap kemiskinan yang pelik, tidak
memiliki akses yang memadai terhadap pendidikan dan kesehatan. Nelayan juga
kesulitan mendapatkan akses kredit karena sebagian besar bank beranggapan
bahwa pinjaman bagi nelayan berisiko tinggi (survei Lembaga Demografi di
Sulawesi Utara, 2014).
Kemiskinan masyarakat pesisir bersifat multi dimensi dan disebabkan
oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat antara lain kebutuhan akan
pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, infrastruktur (DKP, 2005:10).
Disamping itu kurang kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi
teknologi dan permodalan, budaya dan gaya
hidup yang cenderung boros,
menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang
sama, kebijakan pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir
sebagai salah satu pemangku kepentingan diwilayah pesisir. (Zainul, 2007:37).
Pendapatan nelayan diperkirakan menjadi lebih kecil dengan adanya
krisis ekonomi yang telah melanda bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya biaya operasional dari tahun sebelumnya, sementara depresiasi nilai
rupiah terhadap dollar Amerika tidak dinikmati oleh nelayan kecil karena pangsa
pasar nelayan tradisional ini masih terfokus dalam negeri. Hal berbeda justru
dialami pengusaha perikanan yang berorientasi ekspor, dimana nilai produksi
4
Universitas Sumatera Utara
perikanan mengalami peningkatan karena adanya depresiasi rupiah terhadap
dollar.
Tingkat pendapatan nelayan dapat diketahui dengan melihat proporsi
produksi ikan dengan jumlah nelayan per hari. Indonesia memiliki proporsi
produksi ikan lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti Rusia
(140 kg/nelayan/hari), Jepang (75 kg/nelayan/hari), USA (100 kg/nelayan/hari)
dan Norwegia (98 kg/nelayan/hari) sedangkan Indonesia (5,5 kg/nelayan/hari)
Dahuri, 2005: 18 dalam. Kondisi semakin diperparah lagi dengan kenaikan Bahan
Bakar Minyak (BBM). Hal ini dapat dilihat dari berita berbagai media massa yang
menggambarkan penderitaan para nelayan akibat kenaikan BBM tersebut. Banyak
nelayan yang berhenti melaut sejak pemerintah menaikkan harga BBM. (Zainul,
2007: 38)
Menurut data, jumlah nelayan di Sumatera Utara sekitar 321.000 orang
yang tersebar di 13 kabupaten dan kota, dari jumlah tersebut nelayan tradisional
mencapai 70 persen, nelayan menengah 20 persen dan nelayan skala besar 10
persen. Berarti, nelayan yang termarginalkan adalah sekitar 70 persen dari jumlah
nelayan (sekitar 224 ribu lebih) nelayan masih berada di bawah garis kemiskinan
(BPS Sumut, 2009).
Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu kabupaten di Provinsi
Sumatera Utara menunjukkan jumlah penduduk miskin mulai tahun 2009 - 2010
mengalami penurunan. Dari 94.800 jiwa (5,7%) menjadi 91.440 (5,17%).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2016) Kabupaten Deli Serdang memiliki
luas wilayah 4.339 km2 yang terbagi dalam 33 kecamatan dan 617 desa/kelurahan,
dan dihuni oleh berbagai ragam etnik/suku, agama dan budaya, antara lain suku
5
Universitas Sumatera Utara
karo, Melayu, Tapanuli, dan Simalungun, dll. Mata pencaharian penduduk Deli
Serdang juga beragam seperti nelayan, petani/pekebun, pegawai negri, pengusaha,
buruh dan sebagainya (Badan Pusat Statistik 2016).
Salah satu desa yang berada di Kabupaten Deli Serdang yang
penduduknya mayoritas bermatapencaharian sebagai nelayan adalah dusun Bagan
Percut. Bagan Percut terletak di wilayah kecamatan Percut Sei Tuan yang
mempunyai luas 10.63 km2 yang terdiri dari sembilan belas dusun. Dengan jumlah
penduduk 15.183 jiwa. Jumlah penduduk yang bermatapencaharian sebagai
nelayan tersebar di desa Percut, dusun 16-18 adalah 919 nelayan (Badan Pusat
Statistik, 2016). Jumlah KK dusun 16 terdapat 219 KK, dusun 17 terdapat 169
KK, dan dusun 18 terdapat 236 KK.
Secara teknologi yang digunakan di desa Bagan Percut, nelayan terbagi
atas nelayan tradisional dan nelayan modern. Nelayan yang tergolong tradisional
dilihat dari alat tangkap dan perahu yang digunakan, seperti yang menggunakan
perahu dayung dengan alat tangkap jala, bubu/nama lain untuk nelayan yang
menggunakan perahu dayung untuk menangkap kepiting dengan menggunakan
perangkap/ranjau, dan pencari kerang yang menggunakan tangan. Nelayan yang
menggunakan perahu dayung dengan alat tangkap jala dapat memperoleh bahan
(hasil tangkapan) seperti udang dan ikan karena daya jangkau yang terbatas
mengakibatkan terbatasnya pula bahan (hasil tangkapan) yang diperoleh nelayan.
Nelayan pencari kerang menggunakan tangan untuk menangkap kerang, bahan
yang diperoleh hanya jenis kerang. Waktu melaut nelayan tradisional tergantung
pada pasang air laut. Ketika pasang mati maka nelayan tradisional tidak dapat
melaut karena air laut naik sedangkan pada saat pasang besar/timpas nelayan
6
Universitas Sumatera Utara
tradisonal akan dapat melaut karena air laut mengalami naik dan surut sehingga
aktivitas melaut dapat dilakukan.
Nelayan yang tergolong modern dapat dilihat dari perahu bermesin dan
alat tangkap yang digunakan disesuaikan dengan perahu. Nelayan di Desa Bagan
Percut menggunakan teknologi mesin yaitu mesin Jandong dan Dompeng dengan
ukuran 22,25-30 kaki. Alat tangkap yang digunakan yaitu: pukat layang,
trawel/katrol, jaring, pancing, dll. Perahu dengan mesin memiliki daya jangkau
lebih luas dibandingkan dengan perahu dayung, sehingga melalui alat tangkap
yang disesuaikan dengan perahu maka dapat menghasilkan jenis tangkapan lebih
beragam seperti: ikan, udang, kepiting, cumi-cumi, songket, dll. Jam berangkat
untuk melaut tergantung pasang air laut, biasanya nelayan berangkat pukul 05.0015.00 atau 12.00-08.00. Waktu untuk melaut nelayan dengan perahu bermesin dan
alat tangkap modern tidak tergantung pada pasang air laut. Baik pasang mati atau
pasang besar nelayan dengan perahu bermesin dan lengkap dengan alat tangkap
dapat melaut.
Kehidupan
masyarakat
nelayan
di
Desa
Bagan
Percut
sangat
memprihatinkan terlihat semakin jelas sejak diterapkannya kebijakan modernisasi
perikanan, untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya perikanan laut yaitu:
modernisasi melalui penggunaan motorisasi dan teknologi alat tangkap yang
modern. Sehingga nelayan yang tidak memiliki modal tidak dapat mengikuti
perkembangan seperti pemilikan kapal dengan peralatan modern
maupun
pemilikan alat tangkap yang lebih modern dan keterbatasan penggunaan teknologi.
Para nelayan besar/pemilik modal mampu bersaing sedangkan nelayan kecil
dengan keterbatasan modal dan kemampuan terbatas pula untuk menunjukkan
7
Universitas Sumatera Utara
eksistensinya. Selanjutnya berbagai program pembangunan perikanan juga tidak
berpihak kepada nelayan kecil.
Kondisi sanitasi nelayan masih sangat memprihatinkan, masih terdapat
beberapa rumah tangga yang tidak memiliki kamar mandi dan akses air bersih
sangat terbatas. Sehingga kegiatan menyuci pakaian, mandi dan kegiatan lainnya
yang membutuhkan air bersih dilakukan di sungai yang juga kondisi airnya tidak
layak untuk digunakan. Di desa nelayan ini terlihat beberapa rumah yang masih
terbuat dari anyaman bambu dan papan, dengan beralaskan papan dan beberapa
diantaranya rumah bara karena tanah tempat rumah dibangun merupakan rawa.
Beberapa rumah seperti tidak terawat dan dipenuhi dengan barang-barang yang
berantakan, di sekitar rumah nelayan akan tercium bau amis yang berasal dari hasil
tangkapan dari laut yang kurang dibersihkan.
Potensi laut yang dimiliki Indonesia tidak berbanding lurus dengan
kondisi kehidupan masyarakat yang hidup dan bergantung pada hasil laut. Hampir
seluruh daerah nelayan di Indonesia masyarakatnya mengalami kemiskinan dan
merupakan kondisi lebih rendah apabila dibandingkan dengan kehidupan petani.
Tingkat pendidikan yang rendah sangat berpengaruh terhadap kehidupan
sosial ekonomi nelayan seperti rendahnya pendapatan karena faktor pemilikan
kapal maupun modal yang terbatas, sehingga berpengaruh juga terhadap kondisi
permukiman yang kumuh dan rumah yang tidak layak. Beberapa perkampungan
nelayan yang diketahui penulis di daerah Sumatera mengalami kondisi yang tidak
jauh berbeda dengan kondisi tersebut. Kehidupan masyarakat nelayan daerah
Bagan Percut lebih memprihatinkan lagi karena merupakan desa yang dekat
8
Universitas Sumatera Utara
dengan kota Medan dan nelayan desa ini cukup memperoleh perhatian dan
bantuan dari pemerintah.
Gambaran kehidupan sosial ekonomi penduduk nelayan yang buruk
terlihat dengan kasat mata melalui keadaan pemukiman, rumah yang tidak layak
huni, sanitasi yang tidak baik, remaja dan anak-anak yang ikut melaut sehingga
putus sekolah, pernikahan usia remaja, dll. Berdasarkan kondisi tersebut peneliti
tertarik untuk meneliti mengenai “Kehidupan Sosial Ekonomi Nelayan Desa
Percut (Dusun Bagan) Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”.
1.2
Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka masalah penelitian dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimana kehidupan sosial ekonomi nelayan tradisional desa Bagan
Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang?
2.
Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan pada nelayan
tradisional di Desa Bagan Percut?
1.3
Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui Kehidupan sosial ekonomi masyarakat
nelayan di Desa Bagan Percut dan faktor yang menyebabkan kemiskinan nelayan
Desa Bagan Percut.
9
Universitas Sumatera Utara
1.3.2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam
pengembangan :
1.
Secara Akademis, sebagai pengembangan konsep dan teori yang
berkenaan dengan kehidupan sosial ekonomi dan penyebab kemiskinan
nelayan, dan dapat memberikan sumbangan positif terhadap keilmuan di
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan menambah referensi dan
kajian bagi peneliti mendatang.
2.
a.
Secara teoritis,
Menambah pengetahuan, pemahaman serta pengalaman tentang masalah
yang diteliti.
b.
Membentuk pola fikir yang dinamis serta untuk mengetahui kemampuann
peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
c.
3.
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan karya ilmiah.
Secara Praktis dapat digunakan sebagai bahan masukan, pertimbangan
dan sebagai bahan evaluasi khususnya bagi masyarakat nelayan yang
miskin serta bagi Pemerintah maupun pihak-pihak luar secara umum guna
mempertimbangkan pemberian bantuan kepada nelayan.
1.4
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan akan disajikan dalam enam bab sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Pendahuluan
berisikan
perumusanmasalah,
tujuan,
latar
belakang
manfaat
masalah,
penelitian,
dan
sistematika penulisan.
10
Universitas Sumatera Utara
BAB II
: TINJAUAN PUSATAKA
Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan
masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran
beserta
bagannya,
defenisi
konsep
dan
defenisi
operasional.
BAB III
: METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian,
informan penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik
analisis data.
BAB IV
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan uraian tentang gambaran lokasi
penelitian, yaitu Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan,
Kabupaten Deli Serdang.
BAB V
: ANALISIS DATA
Berisi tentang uraian dan analisis data yang diperoleh
dalam penelitian.
BAB VI
: PENUTUP
Bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran yang bermanfaat
sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.
11
Universitas Sumatera Utara