Fenomenajukunen Rikon ( Perceraian Di Usia Tua) Dalam Masyarakat Jepang Dewasa Ini

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan sesamanya dengan menghasilkan apa yang di sebut dengan peradaban. Semenjak terciptanya peradaban dan seiring dengan terus berkembangnya peradaban tersebut, melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan.

Ienaga Saburo dalam Situmorang (2009:2) menjelaskan kebudayaan dalam arti luas.Ienaga menjelaskan bahwa kebudayaan ialah keseluruh hal yang bukan alamiah.Misalnya ikan adalah suatu benda alamiah, tetapi dalam suatu masyarakat ikan tersebut dibakar atau ikan pepes atau shashimi tersebut adalah kebudayaan.

Sedangkan dalam arti sempit kebudayaan adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni.Oleh karena itu Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas ialah segala sesuatu yang bersifat konkrit yang di olah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit adalah sama dengan pengertian budaya yang diuraikan di atas, yaitu budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat semiotik.

Koentjraningrat (1976:28) mengatakan bahwa kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus di biasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekertinya.Dan konsep tentang kebudayaan itu adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam


(2)

Sehingga dapat di tarik suatu pengertian yaitu kebudayaan adalah segala hasil karya cipta dan gagasan manusia yang mengalami suatu proses adaptasi sehingga menciptakan suatu sistem dalam masyarakat, baik itu berupa ilmu pengetahuan, nilai, norma dan juga sistem kepercayaan di dalam kehidupan masyarakat.

Dalam Kamus Kanji Sonomama Rakubiki Jiten (Kumagai 2006:123), Rikon memiliki makna sebagai perihal pembatalan hubungan pernikahan suami-istri secara hukum.Perceraian di Jepang telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di tengah peningkatan angka perceraian pada masyarakat Jepang saat ini, terjadi sebuah fenomena perceraian yang terjadi di kalangan pasangan tua yang dikenal dengan istilah Jukunen Rikon yang merupakan perceraian yang terjadi pada usia pernikahan yang lebih dari 20 tahun. Mengacu pada data yang dipublikasikan pemerintah melalui laman resmi Kementrian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Rakyat Jepang, fenomena ini meningkat sejak pertengahan tahun 1990-an.

Fenomena Jukunen Rikon di Jepang banyak terjadi ketika sang suami memasuki masa pensiun sehingga dikenal juga dengan istilah 定年離婚 Teinen Rikon. Dalam perceraian seperti ini, biasanya istri yang mengajukan perceraian kepada suami.Di Jepang, fenomena perceraian usia tua juga membuat munculnya sebuah drama yang berjudul Middle Aged Divorce dengan judul asli 熟年離婚 Jukunen Rikon (perceraian usia tua). Menurut hasil J-Dorama Weekly Rating, drama ini sangat diminati dan dianggap mengalahkan drama Jepang lainnya di season pada saat itu sekitar November 2005dengan rating rata-rata 19,2%.


(3)

Dalam situs di internet yang bernama Smart Marriage, seorang konselor pernikahan bernama Hiromi Ikeuchi mengatakan bahwa dalam sebuah kasus dimana perceraian usia tua terjadi diakibatkan karena pada saat masa produktif sang suami mencari nafkah dan sang istri tinggal dirumah sehingga sedikit sekali percakapan yang terjadi antara pasangan tersebut. Kemudian, pada saat mendekati usia pensiun, waktu luang sang suami bertambah dan mengakibatkan sang suami lebih lama di rumah. Terbiasanya sang istri yang dulunya lebih sering ditinggal sang suami pergi bekerja, menghabiskan waktu bersama dimasa pensiun sang suami menjadi tekanan dan beban bagi sang istri.

Beberapa wanita Jepang melihat suami sebagai sebuah penghambat untuk menikmati hari tua, setelah pensiun sang suami mulai menguasai setiap aspek dalam kehidupan seperti banyak menghabiskan waktu luang di rumah. Kebanyakan suami di Jepang yang pensiun cenderung untuk bergantung kepada istri, lalu menghabiskan waktu-waktu mereka di rumah sehingga membuat istri merasa tidak bebas. Istri ingin bebas dari pekerjaan rumah tangga dan juga kewajibannya terhadap sang suami, selain itu istri juga menginginkan agar dirinya juga dapat memiliki kebebasan secara keuangan agar dapat mempergunakan uang tersebut untuk keperluan dirinya sendiri (Reynolds, Isabel. Middle Aged Divorce: Japan Baby Boomer Face Late-Life Divorce Risk. Harudanji, 3 Januari 2006).

Sejak dahulu para suami di Jepang tidak diharapkan untuk membantu istri mereka memasak, mencuci, atau membersihkan rumah. Sebuah gaya lama yaitu, tiga kata dari suami untuk istri setelah pulang ke rumah dari bekerja 飯 meshi (makanan),風呂furo (mandi) dan お茶ocha (teh), yang berarti ketiga hal tersebut


(4)

20 atau 30 tahun sudah cukup untuk suami istri hidup bersama, dan pada saat mereka tidak memiliki kecocokan lagi, alternatif yang dipilih adalah bercerai (Osedo, Hirosi. Wives Retiring From Marriage. The Courier Mail, Japan: 24 Februari 2006).

Karena meningkatnya keinginan wanita untuk bercerai membuat pemerintah berencana untuk mengubah sistem pensuin di Jepang yaitu undang-undang perceraian pada tahun 2007 yang mendorong ledakan perceraian. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa istri akan mendapat 50% dari uang pensiun suaminya setelah bercerai. Sehingga meskipun para wanita tidak memiliki pekerjaan penuh, mereka tidak mengkhawatirkan tentang biaya hidup sendiri.

Jumlah pasangan yang bercerai memiliki angka yang tertinggi setiap tahunnya.Menurut Internal Affairs and Communications Ministry pada tahun 2002, jumlah perceraian mencapai puncaknya yaitu sekitar 290.000 pasangan. Sedangkan pada tahun 2003 berjumlah 284.000 pasangan, dan pada tahun 2004 berjumlah 271.000 pasangan. Jumlah perceraian tersebut menurun karena banyak wanita menunggu dikeluarkannya undang-undang pensiun yang baru pada bulan April 2007.

Cerita di dalam drama 熟年離婚 Jukunen Rikon ini mirip dengan kasus-kasus perceraian usia tua di Jepang yang terjadi saat ini. Suami yang menghabiskan sebagian besar waktunya selama puluhan tahun hanya untuk pekerjaannya, anak-anak yang mulai tumbuh dewasa dan istri yang mengisi waktunya di luar rumah.Saat suami memasuki masa pensiun, istri meminta sebuah perceraian.

Karena latar belakang tersebut, maka penulis memilih menganalisis Jukunen Rikon (perceraian usia tua). Penulis menuangkannya dalam penulisan skripsi yang


(5)

diberi judul “FENOMENAJUKUNEN RIKON(PERCERAIAN USIA TUA) DALAM MASYARAKAT JEPANG DEWASA INI”

1.2 Rumusan Masalah

Dalam Jepang dewasa ini masalah sebagai suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara 2 faktor atau lebih yang menghasilkan situasi lain yang menyeret mereka dalam hubungan yang rumit yang mereka sendiri sulit memahaminya.

Jukunen Rikon adalah perceraian yang pernikahannya menginjak lebih dari 20 tahun. Tinggi angka perceraian usia tua di Jepang merupakan salah satu masalah yang kini melanda Jepang. Selain itu, dinamika yang terjadi pada angka Jukunen Rikon di Jepang tampaknya merupakan salah satu dampak lain dari masalah tersebut.

Berdasarkan pengurairan di atas, maka penulis mengangkat permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana realitas Jukunen Rikon?

2. Bagaimana usaha-usaha mengatasi Jukunen Rikon di Jepang

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penulis menganggap perlunya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan selanjutnya.Hal ini bertujuan agar penelitian ini tidak menjadi luas dan tetap terfokus pada masalah yang ingin diteliti.


(6)

Dalam analisis ini, penulis hanya fokus pada realitas Jukunen Rikon di Jepang, usaha setelah bercerai dalam mengatasi Jukunen Rikon.Penulis menganalisis penelitian ini dengan menggunakan pendekatan fenomenologi ekstensial sebagai acuan.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merangkum tujuan dari penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui realitas Jukunen Rikon di Jepang.

2. Untuk mengetahui usaha-usaha mengatasi Jukunen Rikon di Jepang.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini :

1. Bagi peneliti dan pembaca, dapat menambah wawasan mengenai realitas dan usaha penyelesaian terjadinya Jukunen Rikon di Jepang. 2. Bagi pembaca, dapat menambah bahan bacaan dan sumber penelitian

untuk Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya.

1.5 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.5.1 Tinjauan Pustaka

Keluarga adalah sebuah lembaga sosial yang berkembang di masyarakat.Keluarga memiliki sebutan yang berbeda untuk setiap budaya.Tetapi, semua kehidupan dimulai dari keluarga.Di masyarakat manapun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang umum dan menjadi pusat terpenting dari


(7)

kegiatan dalam kehidupan individu.Keluarga dapat digolongkan ke dalam kelompok penting, selain karena para anggotanya saling mengadakan kontak langsung juga karena adanya keintiman dari para anggotanya.

Dalam membentuk keluarga harus ada pernikahan.Di Jepang ada 2 pernikahan yang dijodohkan (miai-kekkon) dan pernikahan cinta (renai-kekkon).Pernikahan yang diatur antar keluarga dan berfungsi untuk memperkuat ikatan antar keluarga maupun untuk mendapat tambahan tenaga kerja yang baik dan kuat.Pernikahan merupakan urusan keluarga dan bukan urusan pribadi.Sehingga wanita tidak bisa menolak untuk dijodohkan. Bagi wanita, pernikahan dianggap tujuan utama dan suatu keharusan karena pernikahan merupakan sumber kekuatan ekonomi selain untuk meneruskan hubungan kekeluargaan (Iwao 1993:23) sehingga dalam pernikahan, wanita harus tunduk dan patuh pada ayah mertua (kacho) dan tunduk pada suaminya. Dalam hal perceraian, hanya dari pihak laki-laki yang bisa memutuskan, baik itu ayah mertua (kacho) maupun suami.Namun adakalanya ibu mertua yang menceraikan istri anaknya.

Ada beberapa dasar dalam menceraikan istri, yaitu tidak mematuhi ayah dan ibu mertua dan tidak memiliki keturunan.Dasar inilah yang menjadi alasan suami untuk menceraikan istrinya.Namun, pada beberapa tahun belakangan ini, istri yang meminta cerai dari suaminya karena mulai berpikir tentang kebahagian dirinya sendiri.

Para istri yang mengajukan cerai setelah menikah lebih dari 20 tahun dengan pasangan hidupnya dipicu oleh dikeluarkannya undang-undang pensiun yang mengatur separuh pensiun suami akan diterima setelah bercerai. Selain itu


(8)

persamaan derajat antara pria dan wanita yang semakin terlihat juga mendukung perceraian tersebut.

1.5.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan teori sosiologis dalam keluarga.Keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga menjadi terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahakan diri (Soelaeman, 1994:5-10).

Dengan demikian, pendekatan teori sosiologis dalam keluarga digunakan untuk menafsirkan gejala yang ditemukan dalam Jukunen Rikon pada masyarakat Jepang. Salah satu faktor pencetus Jukunen Rikon ini adalah banyaknya pria generasi pasca perang yang mencapai usia 60 tahun dan pensiun. Artinya sejumlah besar pria akan melepaskan kegiatan kantor dan menghabiskan waktu lebih banyak dengan pasangannya

Generasi tersebut dikenal dengan sebutan generasi baby boom, yaitu orang-orang yang lahir setelah Perang Dunia II.Generasi tersebut memiliki jumlah yang luar biasa banyak, dan merupakan generasi pembangun Jepang dalam bidang industry.Sehingga kesibukan mereka benar-benar menghabiskan waktu kebersamaan mereka dengan keluarga.Sehingga pada pihak istri sangat tertekan dengan pernikahan mereka.Pada saat suami telah pensiun dan anak-anak telah dapat mandiri, para istri yang merasa telah menjalankan kewajiban mereka sebagai seorang istri dan seorang ibu, para istri tersebut menceraikan suami yang telah dinikahi selama 20 tahun lebih.Sehingga terjadi Jukunen Rikon.


(9)

1.6 Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis akan menggunakan beberapa metode, yakni dengan metode kualitatif, kepustakaan, deskriptif analitis dan analisis kasus. Menurut Oxford University Dictionary of Sociology (1998: 312) metode penelitian adalah suatu metode atau pendekatan umum secara empiris dari suatu ilmu, atau sebuah penelitian bebas khusus. Penelitian ini akan dilakukan dengan metode kualitatif yaitu dengan meneliti kasus-kasus perceraian. Dalam melalui studi kepustakaan, penulis mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini menggunakan buku-buku teori yang terdapat di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Japan Fondation yang ada di Medan dan juga mengumpulkan data-data melalui internet.

Selain itu penelitian juga akan menganalisis pada kasus-kasus yang didapat secara deskriptif analitis. Dalam Oxford University Dictionary of Sociology (1998: 415), penelitian kasus atau studi kasus adalah sebuah bentuk penelitian tentang status subjek penelitian yang mengambil contoh dari suatu kasus atau beberapa contoh kejadian sosial seperti komunitas, grup sosial, keluarga, kehidupan sejarah, peran masyarakat, kejadian, atau hubungan masyarakat, kemudian menelitinya dengan menerapkan beberapa metode penelitian.

Pada umumnya, studi kasus adalah bagaimana strategi yang diinginkan menggunakan pertanyaan bagaimana dan mengapa, ketika yang meneliti memiliki sedikit kemampuan untuk mengendalikan kejadian, dan ketika fokus dari fenomena dalam konteks sebenarnya.Data-data dalam bentuk tulisan tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dan saran.


(1)

20 atau 30 tahun sudah cukup untuk suami istri hidup bersama, dan pada saat mereka tidak memiliki kecocokan lagi, alternatif yang dipilih adalah bercerai (Osedo, Hirosi. Wives Retiring From Marriage. The Courier Mail, Japan: 24 Februari 2006).

Karena meningkatnya keinginan wanita untuk bercerai membuat pemerintah berencana untuk mengubah sistem pensuin di Jepang yaitu undang-undang perceraian pada tahun 2007 yang mendorong ledakan perceraian. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa istri akan mendapat 50% dari uang pensiun suaminya setelah bercerai. Sehingga meskipun para wanita tidak memiliki pekerjaan penuh, mereka tidak mengkhawatirkan tentang biaya hidup sendiri.

Jumlah pasangan yang bercerai memiliki angka yang tertinggi setiap tahunnya.Menurut Internal Affairs and Communications Ministry pada tahun 2002, jumlah perceraian mencapai puncaknya yaitu sekitar 290.000 pasangan. Sedangkan pada tahun 2003 berjumlah 284.000 pasangan, dan pada tahun 2004 berjumlah 271.000 pasangan. Jumlah perceraian tersebut menurun karena banyak wanita menunggu dikeluarkannya undang-undang pensiun yang baru pada bulan April 2007.

Cerita di dalam drama 熟年離婚 Jukunen Rikon ini mirip dengan kasus-kasus perceraian usia tua di Jepang yang terjadi saat ini. Suami yang menghabiskan sebagian besar waktunya selama puluhan tahun hanya untuk pekerjaannya, anak-anak yang mulai tumbuh dewasa dan istri yang mengisi waktunya di luar rumah.Saat suami memasuki masa pensiun, istri meminta sebuah perceraian.

Karena latar belakang tersebut, maka penulis memilih menganalisis Jukunen Rikon (perceraian usia tua). Penulis menuangkannya dalam penulisan skripsi yang


(2)

diberi judul “FENOMENAJUKUNEN RIKON(PERCERAIAN USIA TUA) DALAM MASYARAKAT JEPANG DEWASA INI”

1.2 Rumusan Masalah

Dalam Jepang dewasa ini masalah sebagai suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara 2 faktor atau lebih yang menghasilkan situasi lain yang menyeret mereka dalam hubungan yang rumit yang mereka sendiri sulit memahaminya.

Jukunen Rikon adalah perceraian yang pernikahannya menginjak lebih dari 20 tahun. Tinggi angka perceraian usia tua di Jepang merupakan salah satu masalah yang kini melanda Jepang. Selain itu, dinamika yang terjadi pada angka Jukunen Rikon di Jepang tampaknya merupakan salah satu dampak lain dari masalah tersebut.

Berdasarkan pengurairan di atas, maka penulis mengangkat permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana realitas Jukunen Rikon?

2. Bagaimana usaha-usaha mengatasi Jukunen Rikon di Jepang

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penulis menganggap perlunya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan selanjutnya.Hal ini bertujuan agar penelitian ini tidak menjadi luas dan tetap terfokus pada masalah yang ingin diteliti.


(3)

Dalam analisis ini, penulis hanya fokus pada realitas Jukunen Rikon di Jepang, usaha setelah bercerai dalam mengatasi Jukunen Rikon.Penulis menganalisis penelitian ini dengan menggunakan pendekatan fenomenologi ekstensial sebagai acuan.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merangkum tujuan dari penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui realitas Jukunen Rikon di Jepang.

2. Untuk mengetahui usaha-usaha mengatasi Jukunen Rikon di Jepang.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini :

1. Bagi peneliti dan pembaca, dapat menambah wawasan mengenai realitas dan usaha penyelesaian terjadinya Jukunen Rikon di Jepang. 2. Bagi pembaca, dapat menambah bahan bacaan dan sumber penelitian

untuk Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya.

1.5 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.5.1 Tinjauan Pustaka

Keluarga adalah sebuah lembaga sosial yang berkembang di masyarakat.Keluarga memiliki sebutan yang berbeda untuk setiap budaya.Tetapi, semua kehidupan dimulai dari keluarga.Di masyarakat manapun di dunia, keluarga


(4)

kegiatan dalam kehidupan individu.Keluarga dapat digolongkan ke dalam kelompok penting, selain karena para anggotanya saling mengadakan kontak langsung juga karena adanya keintiman dari para anggotanya.

Dalam membentuk keluarga harus ada pernikahan.Di Jepang ada 2 pernikahan yang dijodohkan (miai-kekkon) dan pernikahan cinta (renai-kekkon).Pernikahan yang diatur antar keluarga dan berfungsi untuk memperkuat ikatan antar keluarga maupun untuk mendapat tambahan tenaga kerja yang baik dan kuat.Pernikahan merupakan urusan keluarga dan bukan urusan pribadi.Sehingga wanita tidak bisa menolak untuk dijodohkan. Bagi wanita, pernikahan dianggap tujuan utama dan suatu keharusan karena pernikahan merupakan sumber kekuatan ekonomi selain untuk meneruskan hubungan kekeluargaan (Iwao 1993:23) sehingga dalam pernikahan, wanita harus tunduk dan patuh pada ayah mertua (kacho) dan tunduk pada suaminya. Dalam hal perceraian, hanya dari pihak laki-laki yang bisa memutuskan, baik itu ayah mertua (kacho) maupun suami.Namun adakalanya ibu mertua yang menceraikan istri anaknya.

Ada beberapa dasar dalam menceraikan istri, yaitu tidak mematuhi ayah dan ibu mertua dan tidak memiliki keturunan.Dasar inilah yang menjadi alasan suami untuk menceraikan istrinya.Namun, pada beberapa tahun belakangan ini, istri yang meminta cerai dari suaminya karena mulai berpikir tentang kebahagian dirinya sendiri.

Para istri yang mengajukan cerai setelah menikah lebih dari 20 tahun dengan pasangan hidupnya dipicu oleh dikeluarkannya undang-undang pensiun yang mengatur separuh pensiun suami akan diterima setelah bercerai. Selain itu


(5)

persamaan derajat antara pria dan wanita yang semakin terlihat juga mendukung perceraian tersebut.

1.5.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan teori sosiologis dalam keluarga.Keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga menjadi terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahakan diri (Soelaeman, 1994:5-10).

Dengan demikian, pendekatan teori sosiologis dalam keluarga digunakan untuk menafsirkan gejala yang ditemukan dalam Jukunen Rikon pada masyarakat Jepang. Salah satu faktor pencetus Jukunen Rikon ini adalah banyaknya pria generasi pasca perang yang mencapai usia 60 tahun dan pensiun. Artinya sejumlah besar pria akan melepaskan kegiatan kantor dan menghabiskan waktu lebih banyak dengan pasangannya

Generasi tersebut dikenal dengan sebutan generasi baby boom, yaitu orang-orang yang lahir setelah Perang Dunia II.Generasi tersebut memiliki jumlah yang luar biasa banyak, dan merupakan generasi pembangun Jepang dalam bidang industry.Sehingga kesibukan mereka benar-benar menghabiskan waktu kebersamaan mereka dengan keluarga.Sehingga pada pihak istri sangat tertekan dengan pernikahan mereka.Pada saat suami telah pensiun dan anak-anak telah dapat mandiri, para istri yang merasa telah menjalankan kewajiban mereka sebagai seorang istri dan seorang ibu, para istri tersebut menceraikan suami yang telah dinikahi selama 20 tahun lebih.Sehingga terjadi Jukunen Rikon.


(6)

1.6 Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis akan menggunakan beberapa metode, yakni dengan metode kualitatif, kepustakaan, deskriptif analitis dan analisis kasus. Menurut Oxford University Dictionary of Sociology (1998: 312) metode penelitian adalah suatu metode atau pendekatan umum secara empiris dari suatu ilmu, atau sebuah penelitian bebas khusus. Penelitian ini akan dilakukan dengan metode kualitatif yaitu dengan meneliti kasus-kasus perceraian. Dalam melalui studi kepustakaan, penulis mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini menggunakan buku-buku teori yang terdapat di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Japan Fondation yang ada di Medan dan juga mengumpulkan data-data melalui internet.

Selain itu penelitian juga akan menganalisis pada kasus-kasus yang didapat secara deskriptif analitis. Dalam Oxford University Dictionary of Sociology (1998: 415), penelitian kasus atau studi kasus adalah sebuah bentuk penelitian tentang status subjek penelitian yang mengambil contoh dari suatu kasus atau beberapa contoh kejadian sosial seperti komunitas, grup sosial, keluarga, kehidupan sejarah, peran masyarakat, kejadian, atau hubungan masyarakat, kemudian menelitinya dengan menerapkan beberapa metode penelitian.

Pada umumnya, studi kasus adalah bagaimana strategi yang diinginkan menggunakan pertanyaan bagaimana dan mengapa, ketika yang meneliti memiliki sedikit kemampuan untuk mengendalikan kejadian, dan ketika fokus dari fenomena dalam konteks sebenarnya.Data-data dalam bentuk tulisan tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dan saran.