Prevalensi Otitis Media Supuratif Kronis pada Anak di RSUP Haji Adam Malik periode 2012 - 2014

4

BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Anatomi Telinga Tengah
1. Membran timpani
2. kavum timpani
3. prossesus mastoideus
4. tuba eustachius

Gambar 2.1 Anatomi Telinga Tengah
Gambar ini dikutip dari Netter tahun 2007.
2.1.1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertikal
rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya
rata-rata 0,1 mm (Nursiah 2003).

5


Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan
tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut
450 dari dataran sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut,
dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini
dinamakan umbo (Moore, Keith 2007).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum
dan mukosum.
Lamina propria yang terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastis
yaitu:
1. Bagian dalam sirkuler.
2. Bagian luar radier.

Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa
Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang
tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus
pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal (Paulsen,

Waschke 2010).
2. Pars flasida
Letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa dan pars
flasida dibatasi oleh 2 lipatan, yaitu :
a. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
b. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat
sulkus ini dan bagian ini disebut insisura timpanika ( Rivini). Permukaan
luar dari membrana timpani disarafi oleh cabang n. aurikulo temporalis
dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh n.

6

timpani cabang dari nervus glosofaringeal. Aliran darah membrana
timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh
epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabang dari arteri maksilaris
interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh timpani anterior
cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari
arteri aurikula posterior (Menner 2003).


2.1.2

Kavum Timpani
Kavum timpani berbentuk bikonkaf dan berada didalam pars pertosa dari

tulang temporal. Memiliki diameter vertikal 15 mm dan transversal 2-6 mm.
Kavum timpani memiliki 6 dinding, yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral,
dinding medial, dinding anterior dan dinding posterior (Berman 2006).
1. Atap Kavum Timpani
Dibentuk oleh lempengan tulang yang disebut tegmen timpani,
memisahkan telinga tengah dari fosa cranial dan lobus temporalis dari
otak. Bagian ini juga dibentuk oleh pars pertosa tulang temporal dan
sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama (Berman 2006).
2. Lantai Kavum Timpani
Dipisahkan oleh tulang tipis antara lantai kavum timpani dan bulbus
jugularis (Moore, Agur 2007).
3. Dinding Medial
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam (Moore, Agur 2007).


2.1.3 Prossesus Mastoideus
Rongga mastoideus memiliki bentuk seperti bersisi tiga dengan puncak
mengarah ke kaudal. Batas atap mastoid adalah fossa kranii media dan batas
dinding medial adalah dinding lateral fossa kranii posterior. Sinus sigmoid
terletak dibawah duramater pada daerah tersebut (Miura 2005).

7

Pneumatisasi prossesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Prossesus mastoideus kompakta (sklerotik), dimana tidak ditemukan selsel.
2. Prossesus mastoideus spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prossesus mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, yang memiliki selsel yang besar (Loy, Tan & Lu 2002).

2.1.4 Tuba Eustachius
Berbentuk seperti huruf “S” dan disebut juga tuba auditory atau tuba
faringotimpani. Pada dewasa, panjang tuba sekitar 36 mm ke bawah, depan dan
medial dari telinga tengah, sedangkan pada anak dibawah 9 bulan hanya 17,5 mm
(Djaafar, Helmi & Restuti 2007).
Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian :

1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian)
(Djaafar, Helmi & Restuti 2007).

2.2

Fisiologi Pendengaran
Proses pendengaran diawali dari ditangkapnya gelombang bunyi oleh daun

telinga dan dialirkan ke membrane timpani melalui liang telinga, yang membuat
membrane timpani bergetar. Getaran ini diteruskan oleh tulang-tulang
pendengaran yang saling berhubungan. Kemudian menggerakkan foramen ovale
yang juga menggerakan perilimfe yang berada di dalam skala vestibuli. Getaran
ini diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan membrane tektoria
(Ganong 2007).
Rangsangan fisik tersebut berubah karena adanya ion Kalium dan Natrium
menjadi aliran listrik yang dihantarkan ke cabang-cabang nervus VII, yang
meneruskan rangsangan tersebut ke pusat sensorik pendengaran di otak (area 39 –
40) melalui saraf pusat yang berada di lobus temporalis (Soetirio, Hendarmin &

Bashiruddin 2011).

8

2.3

Otitis Media Supuratif Kronis

2.3.1. Definisi
Otitis Media Supuratif Kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan
perforasi membrane timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea)
lebih dari 2 bulan, baik terus menerus maupun hilang timbul. Sekret mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah (Djaafar, Helmi & Restuti 2007).
Gejala-gejala yang dialami penderita otitis media supuratif kronis ini
diantaranya adalah ottorhea purulen atau mukoid, gangguan pendengaran, otalgia,
tinnitus, vertigo dan rasa penuh di telinga. OMSK dapat menimbulkan gangguan
pendengaran terutama pada anak-anak. Karena dapat mengganggu proses
pendengaran, perkembangan bahasa, psikososial dan perkembangan kognitif,
kemajuan penidikan serta menimbulkan pengaruh jangka panjang pada
komunikasi anak (Djaafar, Helmi & Restuti 2007).


2.3.2. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :
1. Tipe benigna (tipe jinak)
Disebut juga tipe rhinogen/tipe tubotimpani yang ditandai oleh adanya
perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinis yang bervariasi dari luas
dan tingkat keparahan penyakit tersebut. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi keadaan tersebut adalah patensi tuba eustachius, infeksi
saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada
pasien yang memiliki daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu luas
dan derajat mukosa, campuran bakteri aerob dan anaerob, serta migrasi
sekunder dari epitel skuamous. Keluarnya secret mukoid yang kronis
berhubungan dengan hyperplasia sel goblet, metaplasia dari mukosa
telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek (Nursiah
2003).

9

Secara klinis,OMSK tipe benigna dapat dibagi atas:
a. OMSK tipe aktif

OMSK dengan keluarnya secret dari kavum timpani secara aktif.
b. OMSK tipe tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang diterima berupa tuli
konduktif ringan dengan gejala lain seperti tinnitus,vertigo dan rasa
penuh di telinga (Soetirto, Hendarmin & Bashruddin 2011).
2. Tipe maligna (tipe ganas)
Disebut juga tipe atikoantral dan dijumpai adanya kolesteatom. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan memiliki cirri khas
dengan terbentuknya kantong retraksi yang terjadi akibat bertumpuknya
keratin menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf,
konsistensi seperti mentega, berwarnaputih, terdiri atas lapisan sel epitel
bertatah yang telah nekrotik (Djaafar 2007).
Bentuk perforasi maligna antara lain:
a. Perforasi Sentral
Lokasi pada pars tensa, sedangkan diseluruh tepi perforasi masih ada
sisa membran timpani (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin & Restuti
2007).
b. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggiran membrane timpani dengan adanya erosi dari

annulus

fibrosus.

Perforasi

marginal

yang

sangat

besar

digambarkansebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir posterosuperior berhubungan dengan kolesteatom.
c. Perforasi atik
Terjadipada pars flaksida, berhubungan dengan terbentuknya primary
acquired cholesteatoma. Primary acquired cholesteatoma adalah
kolesteatoma yang terbentuk tanpa adanya perforasi membrane
timpani. Kolesteatoma terbentuk dari proses invaginasi membrane

timpani akibat adanya tekanan negative pada telinga tengah karena

10

adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Secondary acquired
cholesteatoma terbentuk setelah terjadi perforasi pada membrane
timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya kulit dari liang telinga
ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia pada
mukosa kavum timpani akibat terjadinya infeksi pada daerah tersebut
(Djaafar 2007).

2.3.3. Epidemiologi
Prevalensi OMSK pada Negara lain dipengaruhi oleh kondisi sosial,
ekonomi, suku, tingkat kepadatang tempat tinggal, nutrisi dan hygene yang jelek.
Kebanyakan prevalensi OMSK kurang memiliki data yang lengkap, terutama pada
pasien anak yang memiliki kolesteatom.

2.3.4. Etiologi
Awal terjadinya OMSK hampir selalu dimulai karena infeksi otitis media
yang berulang pada anak, dan jarang dimulai pada dewasa. Faktor infeksi

biasanya berasal dari nasofaring yang mencapai telinga tengah melalui tuba
eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal menjadi factor predisposisi
bagi anak yang menderita down syndrome dan cleft palate. Faktor host yang
berikatan dengan insidensi OMSK yang relative tinggi adalah defisiensi imun
sistemik, seperti pada penderita HIV, dapat terjadi juga pada penderita gangguan
humoral (hipogammaglobulinemia) dapat manifest menjadi sekresi telinga kronis
(Nursiah 2003).
Beberapa faktor yang menyebabkan perforasi membrane timpani, antara
lain :
1. Lingkungan
Faktor lingkungan berhubungan erat dengan sosioekonomi, dan faktor
sosioekonomi sangat berperan erat terhadap insidensi OMSK tersebut.
Baik diet, kepadatan lingkungan, dan tingkat hygene sangat berperan
penting dalam hal ini (Nursiah 2003).

11

2. Otitis media sebelumnya
Otitis media kronis sering disebabkan karena otitis media akut yang
sebelumnya sudah pernah diderita pasien, walaupun faktor yang
memnyebabkan hal ini terjadi masih belum diketahui secara pasti (Nursiah
2003).
3. Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi virus pada saluran pernafasan dapat mempengaruhi mukosa telinga
tengah sehingga menurunkan daya tahan tubuh terhadap mikroorganisme
yang merupakan flora normal di telinga tengah, sehingga mempermudah
infeksi terjadi (Nursiah 2003).
4. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh
edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder
masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah
digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya
menyatakan bahwa tuba tidak mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal (Nursiah 2003).

2.3.5. Gejala Klinis
1. Telinga Berair (otorrhea)
Pada OMSK tipe benigna, reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi sering kali menyebabkan cairan
yang keluar bersifat mukopus dan tidak berbau busuk. Sekret yang keluar
bisa bersifat hilang timbul dan tidak dijumpai sekret pada penderita
OMSK inaktif. Sedangkan pada penderita OMSK tipe ganas, unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang bahkan hilang karena lapisan
mukosa yang rusak secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan
dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga yang merupakan tanda
adanya kolesteatom yang mendasarinya (Helmi 2001).

12

2. Gangguan Pendengaran
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. OMSK tipe maligna biasanya dapat menyebabkan tuli konduktif.

3. Otalgia (Nyeeri Telinga)
Drainase pus yang terbendung dapat menyebabkan nyeri pada pasien
OMSK. Nyeri yang dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat ada
hambatan pengaliran sekret, ancaman abses otak, atau terpaparnya
duramater otak dan dinding sinus lateralis.
4. Vertigo
Kolesteatom seringkali dapat menyebabkan vertigo. Vertigo dapat terjadi
perubahan tekanan udara yang mendadak atau dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi komplikasi
serebellum juga dapat menyebabkan vertigo (Breman, 2006).

2.3.6. Komplikasi
Pada umumnya penyakit ini tidak memberikan rasa sakit kecuali bila
terjadi komplikasi. Komplikasi yang didapatkan oleh penderita OMSK tipe
atikoantral seperti Labirinnitis, meningitis dan abses otak yang dapat
menyebabkan kematian. Kadangkala suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang
virulen pada OMSK tipe tubatimpani pun dapat menyebabkan suatu komplikasi
(Nursiah, 2003).

13

2.4. Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori
Sumber : (Levi, O’Reilly 2013).