Efektifitas pelatihan SAT (self regulation, assertiveness and time management) untuk meningkatkan kedisiplinan remaja di SMA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertengahan September 2013 dunia dihebohkan dengan berita terbunuhnya
seorang kepala sekolah oleh siswa SMA di Fuzou/China. Pembunuhan ini terjadi
karena sang kepala sekolah menegakkan kedisiplinan pada seorang siswa yang
menggunakan handphone saat pembelajaran. Kepala sekolah melihatnya dan
menyita handphone tersebut. Ternyata siswa yang bersangkutan tidak menerima
dan membalas dengan menghabisi nyawa kepala sekolah (Jae, 2013).
Tak kalah mengiris hati, 6 orang siswa tewas akibat tawuran. Tawuran ini
bersumber dari perselisihan antar siswa yang terjadi pada saat bolos sekolah.
Peristiwa ini dipengaruhi oleh pihak sekolah yang kurang mampu mendisiplinkan
siswanya untuk datang dan pulang sekolah sesuai peraturan (Didi, 2012).
Selanjutnya 4 orang pelajar SMA dan SMP yang tertangkap pesta sex dan miras
(minuman keras). Tindakan ini dilakukan pada jam belajar disalah satu rumah
mereka (Yopi, 2014). Begitupula Syaiful (2014) mempublikasikan hasil razia
kepolisian kota Medan mengenai pelajar yang bolos sekolah di warnet dan cafe.
Jumlah pelajar yang tertangkap mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Menurut pihak sekolah yang terkait, mereka sudah mengingatkan anak didiknya
beberapa kali tetapi masih tetap membolos.


1

Yansen (2004) mengatakan bahwa remaja di kota Medan banyak
menghabiskan waktunya untuk berkumpul bersama temannya di Mall, cafe,
diskotik, warnet dan tempat hiburan lainnya pada jam belajar. Borba (2006) juga
mengatakan bahwa remaja sangat rentan dengan perilaku indisipliner. Ia
mengatakan bahwa perilaku indisipliner pada remaja sangat dipengaruhi oleh cara
berpikir remaja tersebut. Remaja terjebak pada pemikiran tidak nyaman jika
melaksanakan aturan tertentu.
Rector. N. A (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada kaitan
antara pemahaman yang salah terhadap perilaku yang salah. Pemahaman yang
salah menyebabkan perilaku yang salah sulit berubah dan dapat menurunkan
potensi

diri.

Sejalan

dengan


ini

Maurice

(2000)

mengatakan

bahwa

ketidakdisiplinan (indisipliner) dimulai dari pemahaman yang salah tentang
peraturan yang ditetapkan. Perilaku indisipliner ini mempengaruhi perilaku
seseorang saat berada di sekolah, di rumah dan di lingkungannya. Perilaku
tersebut dapat berupa pembangkangan, malam belajar hingga akhirnya gagal
dalam pendidikan dan sulit bersosialisasi. Begitu pula Minutti. R. B, Christner. R
& Freeman. A (2012) menjelaskan bahwa masalah yang muncul pada perilaku
anak di sekolah disebabkan oleh adanya pemahaman yang salah tentang perilaku
yang seharusnya dilakukan. Pemahaman yang salah ini menyebabkan mereka
lebih sering mengekspresikan dirinya dengan menolak semua peraturan dan

memberontak.
Sejalan dengan ini Ferrari (1995) mengatakan bahwa perilaku indisipliner
disebabkan adanya beban pikiran (cognitif load) yang muncul dari pemahaman
2

yang salah tentang perilaku yang seharusnya dilakukan. Begitupula Stallard
(2002) mengatakan bahwa perilaku negatif dipengaruhi oleh pemikiran negatif,
sehingga perilaku yang salah dapat diperbaiki dengan memperbaiki pikiran.
Pemahaman

yang

salah

menyebabkan

seseorang

tidak


mampu

menjalankan rutinitas dengan baik sehingga tidak mendapat dukungan dari
lingkungan sekitar, dikucilkan, dihukum dan dianggap berbeda. Akibatnya
seseorang akan menutup diri dan tidak mengembangkan potensi dirinya
(Christine, 2007). Sejalan dengan pendapat ini, Colvin (2008) juga mengatakan
bahwa produktivitas seseorang dalam melaksanakan aturan ditentukan oleh
pemahaman yang benar tentang pentingnya memperbaiki dan memotivasi diri.
Arum

(2003)

juga

mengatakan bahwa

dampak ketidakdisiplinan akan

mempengaruhi perilaku siswa dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai
anak, anggota masyarakat dan perkumpulan yang melibatkan dirinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Fallo (2010) menemukan bahwa
kedisiplinan dipengaruhi oleh kemampuan mengatur waktu dan motivasi
berprestasi. Rahayu (2005) juga melakukan penelitian pada siswa SMA
indisipliner. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa siswa yang melanggar

peraturan disebabkan ketidakmampuannya dalam mengontrol diri, mengatur
waktu dan memotivasi diri untuk bersungguh-sungguh menjalankan aturan.
Tindakan yang selama ini diberikan pihak sekolah untuk mengurangi
tingkat ketidakdisiplinan siswa adalah hukuman. Hukuman ini bertujuan untuk
memberikan “efek jera” seperti mencatat dibuku kasus, membersihkan kamar

3

mandi, membersihkan ruangan sekolah hingga memanggil orangtua untuk
dimintai kerjasama. Tindakan ini belum memberikan pengaruh yang cukup baik
untuk mengurangi jumlah siswa yang indisipliner (Maurice, 2000). Begitu juga
pendapat Johnson (2009), ia mengatakan bahwa jika menyebutkan kata disiplin
pada anak-anak, kebanyakan dari mereka dengan segera akan berfikir tentang
hukuman, karena selama ini mereka diajari hanya pada satu sisi dari kata
multidimensional tersebut yaitu hukuman. Teknik-teknik penegakan kedisiplinan

dibuat untuk menghukum, membuat malu, menakuti dan membalas kenakalan
murid. Metode hukuman ini mungkin dapat mengubah perilaku murid sementara
waktu, tetapi tidak mendorong murid untuk bertanggung jawab atas perbuatan
mereka atau memotivasi mereka untuk bekerjasama dengan orang dewasa.
Seringkali hukuman-hukuman kedisiplinan seperti memukul bokong, menyuruh
murid berdiri dipojok kelas dan hukuman lainnya menyebabkan lingkaran
kenakalan semakin memuncak, menyebabkan lebih banyak kerusuhan kelas dan
nilai pelajaran menurun.
Johnson (2009) mengatakan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan
kesadaran diri siswa untuk menjalankan aturan adalah dengan memberikan
pemahaman, pengaruh, manfaat dan cara untuk melaksanakan suatu perilaku.
Kristiyani (2009) juga mengatakan bahwa solusi bagi peningkatan kedisiplinan
siswa dapat dilakukan dengan mengajarkan cara berdisiplin dengan pendekatan
individu dan kelompok. Pendekatan individu dilakukan dengan konseling dan
pendekatan kelompok dengan pelatihan.

4

Perubahan perilaku dapat dibentuk dengan memberikan pelatihan. Tujuan
dari pelatihan ini adalah untuk mengubah perilaku yang salah menjadi perilaku

yang benar (Beiling, 2006). Selain itu, Rogers (2011) mengatakan intervensi
kedisiplinan sekolah dimulai dengan tahap menggambarkan, memetakan,
mengarahkan

hingga

menghasilkan

pertanyaan

tentang

apa

saja

yang

menyebabkan perilaku indisipliner . Tahap ini dilakukan dengan pendekatan
cognitive-behavior. Selanjutnya, Rector (2010) mengatakan bahwa pendekatan

cognitive-behavioral dapat mengidentifikasi pemikiran yang salah untuk

mengembalikan perilaku yang seharusnya dilakukan.
Penelitian dengan pendekatan cognitive-behavior yang dilakukan Azevedo
& Cromley (2004) menjelaskan bahwa peningkatan kemampuan siswa dalam
menjalankan tugas belajar dipengaruhi self regulation. Zimmerman (1989)
mengatakan bahwa self regulation adalah kemampuan mengontrol diri untuk
menuntun perilaku tertentu yang diharapkan oleh dirinya atau standart tertentu.
Selain itu, penelitian Makhija & Singh (2010) menunjukkan bahwa assertiveness
juga mempengaruhi kemampuan membangun potensi akademik. Kemampuan
mengungkapkan perasaan, ide dan pikiran secara tepat akan membantu remaja
untuk menolak ajakan teman saat melanggar peraturan. Selain itu penilaian guru
akan semakin baik jika remaja yang menjalankan tugas belajar mampu
menjelaskan pelajaran, ide dan gagasannya secara tepat. Williams (2001)
menjelaskan

bahwa

assertiveness


adalah

kemampuan

seseorang

menentukan sikap, pikiran, perkataan dan perilaku yang ingin dicapai.

5

untuk

Penelitian sebelumnya tentang peningkatan kedisiplinan sekolah pernah
dilakukan oleh Fianna, Daharnis dan Ridha (2013). Penelitian ini menemukan
bahwa teknik sanksi yang diberikan pada siswa indisipliner sangat dipengaruhi
oleh konsistensi pemberian sanksi. Hasilnya siswa mengalami peningkatan
kedisiplinan namun terjadi penurunan saat sanksi tidak diberikan. Artinya
kesadaran diri untuk menjalankan kedisiplinan tergantung pada sanksi yang
diberikan. Selanjutya Exellsa (2010) melakukan penelitian dengan memberikan
pelatihan self management untuk meningkatkan kedisiplinan siswa datang tepat

waktu. Hasilnya penelitian ini efektif diberikan secara individu. Asliyanti (2012)
dalam penelitiannya menemukan bahwa pelatihan self regulation dapat
meningkatkan prestasi belajar salah satunya dengan membentuk kedisiplinan
mengerjakan tugas belajar.
Ferrari (1995) mengembangkan metode pelatihan SAT (self regulation,
assertiveness and time management) untuk mengatasi perilaku penundaan

(procartination) yang merupakan salah satu bentuk dari perilaku indisipliner.
Procartination (penundaan) menyebabkan seseorang menumpuk pekerjaan

sehingga

menjadi

terdesak

untuk

diselesaikan.


Procartination

muncul

dikarenakan pemahaman yang salah tentang penggunaan waktu, motivasi diri dan
pengaturan diru. Akibatnya pekerjaan yang seharusnya dapat diselesaikan dengan
baik akan tertunda dan kualitas pekerjaan cenderung menurun. Sikap kerja ini
menimbulkan perilaku indisipliner. Untuk itu dibutuhkan pelatihan untuk
menumbuhkan kemampuan mengatur, motivasi, dan mengatur waktu dalam

6

menyelesaikan pekerjaan ataupun tugas belajar dengan mengubah pemahaman
yang salah tentang perilaku yang seharusnya dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan peneltian tentang
kedisiplinan sekolah. Peneliti menemukan adanya perilaku indisipliner yang
terjadi pada salah satu SMA swasta di kota Medan dengan jumlah siswa kelas X
sebanyak 215 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan
konseling, wali kelas, beberapa guru mata pelajaran dan observasi selama 6 bulan
terakhir, peneliti menemukan bahwa jumlah siswa terlambat sekitar 60 %/bulan,
siswa membolos sekitar 30%/bulan, siswa remedial sekitar 8 orang/mata
pelajaran/bulan, siswa yang tidak patuh pada kerapian 5-8 siswa/upacara hari
senin, penggunaan Handphone tidak pada tempatnya 12 kasus/3 bulan, tidak
sholat berjamaah 3-8 siswa/hari dan perkelahian sebanyak 8 kasus/6 bulan.
Berikut tabel 1 tentang persentasi perilaku indisipliner yang dilakukan siswa SMA
kelas X.
Tabel 1. Permasalahan Kedisiplinan
di SMA Swasta Kelas X Medan
Penyebab Pelanggaran Disiplin Sekolah
Tidak mampu mengatur waktu
Tidak mampu mengontrol diri (komitmen dalam
menyelesaikan tugas sekolah)
Terpengaruh ajakan teman
Tidak sengaja (lupa)

Jumlah Responden (dalam %)
95 %
87 %
79 %
13 %

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar remaja
memiliki pemahaman yang salah tentang pengaturan waktu, mereka menganggap
bahwa waktu belajar sangat membosankan sehingga waktunya lebih banyak
dihabiskan dengan bermain. Atas dasar inilah terdapat 95% siswa tidak mampu
mengatur waktu (time management). Selanjutnya mereka salah memahami

7

tentang pentingnya mengatur dan meotivasi diri sendiri. Mereka menganggap
bahwa mereka sekolah hanya karena dipaksa orangtua, sehingga orangtualah yang
bertanggung jawab untuk mengatur, memotivasi dan menyelesaikan masalahnya
disekolah. Untuk itu terdapat 87% remaja yang melanggar peraturan sekolah
disebabkan ketidakmampuan mengontrol dan memotivasi diri. Begitupula
pemahaman mereka yang salah tentang berinteraksi dengan teman sebaya, mereka
menganggap bermain dengan teman lebih penting dibandingkan belajar. Terutama
jika temannya sedang mengajaknya cabut, maka keinginan untuk sekolah akan
menurun sehingga mereka lebih memilih tidak sekolah. Atas dasar inilah 79%
perilaku indisipliner disebabkan ajakan teman. Sedangkan 13% remaja
mengatakan bahwa pelanggaran kedisiplinan dilakukan karena ketidaksengajaan
(lupa).
Temuan dan uraian ini menarik peneliti untuk melakukan penelitian yang
dapat meningkatkan kedisiplinan sekolah dengan memberikan pelatihan SAT ( Self
Regulation, Assertiveness & Time Management) pada remaja. Pelatihan ini

berdasarkan pada pandangan Ferarri (1995) tentang pentingnya kemampuan
mengatur, memotivasi dan mengatur waktu untuk menyelesaikan pekerjaan dan
tugas yang diberikan tanpa penundaan (procartination).

Pelatihan SAT

ini

sebelumnya pernah dilakukan oleh Ermida & Apsari (2008) untuk menurunkan
prokasinasi (perilaku menunda pekerjaan) pada siswa SMA. Hasilnya
menunjukkan adanya pengaruh positif pelatihan SAT untuk menurunkan
prokartinasi pada siswa SMA.

8

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pelatihan SAT
efektif meningkatkan kedisiplinan remaja di SMA ?.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pelatihan
SAT dalam meningkatkan kedisiplinan remaja di SMA.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai sumbangan pengetahuan
bidang Psikologi Klinis Anak dan Pendidikan, mengenai kajian dan penerapan
pelatihan SAT dalam pembentukan perilaku kedisiplinan pada siswa SMA.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk guru dan professional yang
bekerja di lembaga pendidikan setingkat SMA dalam meningkatkan kedisiplinan
remaja melalui pelatihan SAT.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini terdisi dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

9

BAB II

LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari variabel penelitian.

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Bab ini membahas tentang variabel penelitian, defenisi operasional variabel
penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, prosedur penelitian dan
metode analisis data.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil pelaksanaan penelitian,

intervensi

pelatihan dan pembahasan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas tentang kesimpulan penelitian, saran untuk penelitian
selanjutnya serta saran praktis untuk subjek penelitian

10