Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU Chapter III VI

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas

skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu
FKG dan FT USU, serta untuk memperoleh nilai rerata konveksitas skeletal dan
jaringan lunak suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara yang bertempat di Jl. Alumni No.2 Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 – April 2014.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan
FT USU yang berusia ≥ 18 tahun.
3.4 Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan metode
purposive sampling yang berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel berupa


foto sefalometri lateral yang merupakan data sekunder dari penelitian Hanes tahun
2012. Sampel tersebut diambil dari mahasiswa suku Proto Melayu Fakultas
Kedokteran Gigi dan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah
memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

3.4.1 Besar Sampel
Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan rumus:

[

[

]

]

Keterangan:

n

= Jumlah sampel minimum
= Confidence Level, untuk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96
= Confidence Level, untuk β = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282
= Korelasi konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak =
0,575 (penelitian terdahulu)

sehingga,

[

[

]

]

n = 28,18 → 29 orang
Jumlah sampel minimum yang dibutuhkan adalah 29.


Jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah 40 sampel (20 sampel
wanita dan 20 sampel pria).

3.4.2 Kriteria Inklusi

 Pasien belum pernah mendapat perawatan ortodonti
 Pasien yang berusia ≥ 18 tahun

 Semua gigi permanen lengkap (kecuali molar tiga)
 Oklusi normal

Universitas Sumatera Utara

 Posisi bibir pada gambaran radiografi sefalometri rileks

 Tidak ada cacat di kepala dan wajah yang dapat mempengaruhi hasil
sefalogram

 Mahasiswa suku Proto Melayu Universitas Sumatera Utara ( 2 keturunan

diatas)

3.4.3 Kriteria Eksklusi

 Sefalogram yang tidak jelas atau kabur
 Adanya gigi fraktur atau atrisi
 Adanya maloklusi

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional
3.5.1 Variabel Bebas

 Konveksitas skeletal secara sefalometri lateral berdasarkan analisis
Holdaway (A-N-Pog).

3.5.2 Variabel Tergantung

 Konveksitas jaringan lunak wajah secara sefalometri lateral berdasarkan
analisis Holdaway (perpotongan garis-H {garis dari Pog’- Ls dengan garis dari N’Pog’})
3.5.3 Variabel Terkendali


 Mahasiswa suku Proto Melayu
 Usia ≥18 tahun

 Belum pernah mendapat perawatan ortodonti
 Jenis dan alat yang digunakan
3.5.4 Defenisi Operasional
a. Titik A adalah titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan
prosthion, dekat apeks akar gigi insisivus sentralis.

Universitas Sumatera Utara

b. Nasion skeletal (N) adalah titik perpotongan sutura frontonasalis.
c. Pogonion (Pog) adalah titik paling anterior dari tulang dagu.
d. Nasion kulit (N’) adalah titik paling cekung pada kulit di pertengahan dahi
dan hidung.
e. Pogonion kulit (Pog’) adalah titik paling anterior dari jaringan lunak dagu.
f. Labial superior (Ls) adalah titik perbatasan mukokutaneous dari bibir
atas.
g. Konveksitas skeletal adalah jarak dari titik A tegak lurus terhadap garis
yang ditarik dari titik Nasion ke titik Pogonion.

h. Skeletal normal adalah jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion -3 mm
sampai +4 mm.
i. Skeletal cembung adalah jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion lebih
besar dari +4 mm.
j. Skeletal cekung adalah jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion lebih
kecil dari -3 mm.
k. Konveksitas jaringan lunak wajah adalah sudut yang dibentuk oleh
perpotongan garis-H (garis dari titik Pogonion kulit ke titik Labial superior ) dengan
garis yang ditarik dari titik Nasion kulit ke titik Pogonion kulit.
l. Jaringan lunak normal adalah sudut-H sebesar 7o sampai 15o.
m. Jaringan lunak cembung adalah sudut-H yang lebih besar dari 15o.
n. Jaringan lunak cekung adalah sudut H yang lebih kecil dari 7o.
o. Oklusi normal adalah oklusi dengan hubungan tonjol mesiobukal molar
pertama permanen rahang atas berada pada groove bukal molar permanen rahang
bawah.
p. Usia adalah satuan waktu umur seseorang yang dihitung dari tahun lahir
sampai waktu dilakukan pengambilan foto sefalometri lateral.
q. Suku Proto Melayu adalah penduduk Indonesia yang terdiri dari suku
Batak di Sumatera Utara dan termasuk suku asli 2 keturunan diatasnya.


Universitas Sumatera Utara

3.6 Alat dan Bahan Penelitian
3.6.1 Alat Penelitian
a. Tracing box
b. Pensil 4H
c. Pensil mekanik
d. Pulpen
e. Penghapus
f. Busur
g. Penggaris
h. Kalkulator

Gambar 16. Tracing Box

Universitas Sumatera Utara

Gambar 17. Alat-alat penelitian : (a) Pensil mekanik (b) Pensil
(c) Pulpen (d) Busur (e) Kalkulator (f) Penggaris


3.6.2 Bahan Penelitian
a. Sefalogram lateral (8x10 inci)
b. Kertas asetat (8x10 inci; tebal 0,003 inci)
c. Lem perekat

Gambar 18. Sefalogram

Universitas Sumatera Utara

Gambar 19. (a) Kertas asetat (b) Lem perekat

3.7 Metode Pengumpulan Data
a. Pengumpulan foto sefalometri lateral diperoleh dari penelitian sebelumnya
di Departemen Ortodonsia Universitas Sumatera Utara yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.
b. Sefalogram di-tracing dengan kertas asetat dan pensil 4H di atas
pencahayaan tracing box. Pengukuran konveksitas skeletal dan konveksitas jaringan
lunak dilakukan dengan menggunakan metode Holdaway.
c. Penentuan titik–titik referensi pada foto sefalometri lateral, yaitu titik A,
Nasion (N) dan Pogonion (Pog) untuk pengukuran konveksitas skeletal. Titik Nasion


kulit (N’), Pogonion kulit (Pog’) dan Labial superior (Ls) untuk pengukuran
konveksitas jaringan lunak.
d. Titik N dan Pog dihubungkan, kemudian titik A diproyeksikan tegak lurus
terhadap garis N-Pog. Konveksitas skeletal adalah jarak titik A terhadap garis N-Pog
dalam satuan millimeter (mm) yang diukur dengan menggunakan penggaris
(Gambar 20).
e. Titik N’ dihubungkan dengan titik Pog’, kemudian titik Pog’ dihubungkan
ke titik Ls. Konveksitas jaringan lunak adalah sudut yang dibentuk oleh kedua garis
tersebut (N’-Pog’ dan Pog’-Ls) dalam satuan derajat (xo) yang diukur dengan
menggunakan busur (Gambar 20).

Universitas Sumatera Utara

f. Sebelum melakukan pengukuran, peneliti melakukan uji intraoperator
untuk mengetahui ketelitian peneliti dalam melakukan pengukuran. Hal ini
disebabkan karena setiap pengulangan pengukuran belum tentu mendapatkan hasil
yang sama dengan pengukuran pertama. Uji intraoperator dilakukan dengan
mengambil masing-masing 5 sampel secara acak dari pengukuran pertama dan
pengukuran kedua kemudian dicari standar deviasi dari selisih kedua pengukuran

tersebut. Jika standar deviasi yang didapat menunjukkan angka antara 0-1 berarti
ketelitian pada pengukuran tersebut masih dapat diterima dan operator layak untuk
melakukan penelitian.
g. Hasil uji operator menunjukkan penyimpangan pengukuran tidak terdapat
perbedaan yang bermakna yakni 0,1147 untuk konveksitas skeletal dan 0,4014 untuk
konveksitas jaringan lunak, maka operator layak melakukan pengukuran tersebut.
h. Dalam satu hari, pengukuran sefalometri dilakukan pada 5 (lima)
sefalogram untuk menghindari kelelahan mata peneliti sehingga data yang diperoleh
lebih akurat.
g. Hasil pengukuran yang diperoleh dicatat, diolah dan dianalisis datanya.

Gambar 20. Garis yang diukur dalam penelitian

Universitas Sumatera Utara

3.8 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer. Analisis
data yang digunakan adalah analisis Pearson yang merupakan korelasi antara sudut
konveksitas skeletal dengan sudut konveksitas jaringan lunak wajah.
a. Dihitung rerata konveksitas skeletal (A-N-Pog)

b. Dihitung rerata konveksitas jaringan lunak (N’-Pog’-Ls)
c. Dianalisa perbedaan rerata konveksitas skeletal antara laki-laki dan
perempuan.
d. Dianalisa perbedaan rerata konveksitas jaringan lunak antara laki-laki dan
perempuan.
e. Dianalisa hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak.
f. Dianalisa hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak
wajah pada laki-laki dan perempuan.

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
HASIL PENELITIAN

Sampel penelitian berjumlah 40 orang yang terdiri dari 20 orang laki-laki dan
20 orang perempuan yang merupakan mahasiswa suku Proto Melayu Fakultas
Kedokteran Gigi dan Fakutas Teknik Universitas Sumatera Utara yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan (metode purposive sampling). Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan mengetahui rerata konveksitas skeletal, rerata konveksitas jaringan
lunak wajah, mengetahui perbedaan rerata konveksitas skeletal dan jaringan lunak
wajah antara laki-laki dan perempuan serta untuk mengetahui hubungan konveksitas
skeletal dengan jaringan lunak wajah. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan
pada sefalogram, selanjutnya dilakukan uji statistik pada data-data hasil pengukuran.

4.1 Rerata Nilai Konveksitas Skeletal Mahasiswa Suku Proto Melayu
FKG dan FT USU
Hasil pengukuran terhadap konveksitas skeletal (A-N-Pog) diperoleh nilai
terendah -2,5 mm dan nilai tertinggi 8,5 mm. Nilai rerata konveksitas skeletal pada
mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rerata nilai konveksitas skeletal pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG
dan FT USU

Konveksitas Skeletal

N

Rerata

Standar Deviasi

p

40

3,26 mm

2,86

0,760

Tabel 1 yang merupakan hasil pengukuran terhadap konveksitas skeletal
diperoleh nilai rerata 3,26 mm. Pengukuran pada 40 sampel penelitian yang telah
ditetapkan memiliki distribusi normal dimana (p > 0,05).

Universitas Sumatera Utara

4.2

Perbedaan Rerata Konveksitas Skeletal antara Laki-laki dan
Perempuan

Tabel 2. Perbedaan rerata konveksitas skeletal mahasiswa laki-laki dan perempuan
suku Proto Melayu FKG dan FT USU
Jenis kelamin

N

Rerata

Standar Deviasi

Konveksitas

Laki-laki

20

2,67 mm

3,06

Skeletal

Perempuan

20

3,85 mm

2,58

p
0,197

Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa
perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU lebih besar daripada rerata
konveksitas skeletal pada mahasiswa laki-laki. Namun, perbedaan ini secara statistik
tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu
0,197 dimana (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa laki-laki
dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

4.3

Rerata Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Wajah Mahasiswa Suku
Proto Melayu FKG dan FT USU

Hasil pengukuran terhadap sudut konveksitas jaringan lunak wajah (N’-Pog’Ls) diperoleh nilai terendah 7,5o dan nilai tertinggi 23o. Nilai rerata konveksitas
jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU ini dapat
dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rerata nilai konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto
Melayu FKG dan FT USU

Konveksitas Jaringan Lunak

N

Rerata

Standar Deviasi

p

40

14,97o

3,51

0,210

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3 yang merupakan hasil pengukuran terhadap konveksitas jaringan
lunak diperoleh nilai rerata 14,97o. Pengukuran pada 40 sampel penelitian yang telah
ditetapkan memiliki distribusi normal dimana (p > 0,05).

4.4 Perbedaan Rerata Konveksitas Jaringan Lunak Wajah antara Laki
laki dan Perempuan

Tabel 4. Perbedaan rerata konveksitas jaringan lunak wajah mahasiswa laki-laki dan
perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Konveksitas
Jaringan Lunak

Jenis kelamin

N

Rerata

Standar Deviasi

Laki-laki

20

14,52o

4,01

20

o

2,97

Perempuan

15,42

p
0,425

Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada
mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU lebih besar daripada
rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki. Namun, perbedaan
ini secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai
signifikansi (p) yaitu 0,425 (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata konveksitas jaringan lunak
wajah pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT
USU.

4.5

Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah
pada Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada
mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU diuji makna korelasi signifikan
pada taraf uji p ≤ 0,01 (Sig. 2-tailed) dengan menggunakan Pearson Correlation (r)
untuk menyatakan kekuatan korelasinya.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5. Analisis Pearson konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah pada
mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU
Konveksitas Skeletal
Konveksitas

N

p

Uji Korelasi Pearson

Jaringan Lunak

40

0,000

0,748
o 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup
o 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat
o 0,75 – 0,99 : Korelasi sangat
kuat
o 1 : Korelasi sempurna

** P-value/Sig. uji korelasi
(Sarwono 2006):
o 0 : Tidak ada korelasi antara
dua variabel
o 0 – 0,25: Korelasi sangat lemah

Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil uji statistik untuk hubungan konveksitas
skeletal dengan jaringan lunak wajah pada taraf uji p ≤ 0,01 memiliki nilai
signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,000 dengan nilai kekuatan uji korelasi
Pearson sebesar 0,748 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
kuat (r = 0,748) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada
mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

4.6

Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah
pada Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan

Tabel 6. Analisis Pearson konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah pada
mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU
Konveksitas skeletal
Jenis kelamin

N

p

Uji Korelasi Pearson

Konveksitas Jaringan

Laki-laki

20

0,001

0,701

Lunak

Perempuan

20

0,000

0,814

** P-value/Sig. uji korelasi
(Sarwono 2006):
o 0 : Tidak ada korelasi antara
dua variabel
o 0 – 0,25: Korelasi sangat lemah
o 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup
o 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat

o 0,75 – 0,99 : Korelasi sangat
kuat
o 1 : Korelasi sempurna

Universitas Sumatera Utara

Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas
skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu
FKG dan FT USU adalah sebesar 0,701 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang kuat (r = 0,701) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak
wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan FT USU.
Hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak
wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU adalah
sebesar 0,814 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat
(r = 0,814) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa
perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
PEMBAHASAN

Perawatan ortodonti dapat memberikan perubahan bentuk wajah, oleh karena
itu perubahan tersebut seharusnya telah diantisipasi dan diperkirakan sejak awal
dalam membentuk sebuah rencana perawatan yang komprehensif. Jaringan lunak
mempunyai peranan yang besar dalam keseluruhan estetika wajah seorang individu.2
Para ortodontis telah menyadari bahwa jaringan keras dan lunak harus
dipertimbangkan dalam membangun estetika wajah yang harmonis dan oklusi yang
fungsional.2,5-9 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai rerata konveksitas
skeletal, nilai rerata konveksitas jaringan lunak wajah, mengetahui perbedaan rerata
konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah antara laki-laki dan perempuan. Selain
itu juga akan dilihat adanya hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan
lunak wajah sehingga diketahui korelasi antar kedua variabel tersebut pada
mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.
Analisa wajah dimulai dengan memeriksa faktor individu, yaitu usia, jenis
kelamin dan ras (etnis).19 Menurut Holdaway, konveksitas skeletal diukur
berdasarkan jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog).
Konveksitas skeletal wajah ras Kaukasoid yang ideal jika jarak antara garis N-Pog ke
titik A -3 mm sampai +4 mm.11 Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata nilai konveksitas
skeletal pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU adalah
sebesar 3,26 mm dan memiliki distribusi normal dimana nilai signifikansi
sebesar 0,760 (p> 0,05).
Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa
perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU sebesar 3,85 mm sedangkan rerata
konveksitas skeletal pada mahasiswa laki-laki sebesar 2,67 mm. Namun, perbedaan
ini secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai
signifikansi (p) yaitu 0,197 yang mana (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata konveksitas

Universitas Sumatera Utara

skeletal pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT
USU.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susilowati (2009) pada suku
Bugis dan Makassar yang mendapatkan hasil bahwa rerata derajat konveksitas
jaringan keras pada laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan yang
bermakna.17 Begitu pula halnya dengan Kusnoto (1988) dalam penelitiannya terhadap
anak-anak usia 6-15 tahun menyatakan norma ukuran sefalometri suatu kelompok
etnik dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Penelitiannya tidak ditemukan
perbedaan yang bermakna antara hasil yang diperoleh antar jenis kelamin.32
Analisis konveksitas jaringan lunak Holdaway tidak menggunakan tinggi
hidung sebagai titik penentu dalam analisisnya.2,6,26 Hidung bangsa Indonesia yang
memiliki rerata lebih rendah daripada ras Kaukasoid menjadi alasan analisis jaringan
lunak oleh Holdaway sesuai digunakan dalam penelitian ini.
Holdaway

menggunakan

garis-H

untuk

analisis

keseimbangan

dan

keharmonisan profil jaringan lunak yang diperoleh dengan menarik garis dari titik
pogonion kulit (Pog’) ke titik labial superior (Ls). Garis-H ini berhubungan erat

dengan besar sudut-H. Yang dimaksud dengan sudut-H adalah sebuah sudut yang
dibentuk oleh perpotongan garis-H dengan garis N’-Pog’. Sudut-H yang digunakan
dalam penentuan konveksitas jaringan lunak adalah cembung, lurus, atau cekung.
Besar sudut-H yang harmonis dan seimbang pada ras Kaukasoid berkisar 7o – 15o.11
Tabel 3 yang merupakan hasil pengukuran terhadap konveksitas jaringan
lunak diperoleh nilai rerata 14,97o. Pengukuran pada 40 sampel penelitian memiliki
distribusi normal dimana nilai signifikansi sebesar 0,210 (p>0,05).
Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada
mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU sebesar 15,42o
sedangkan rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki
sebesar 14,52o. Namun, perbedaan ini secara statistik tidak bermakna secara
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu 0,425 (p>0,05). Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna

Universitas Sumatera Utara

antara rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki dan
perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Perabuwijaya (2007) terhadap 42
orang dengan usia 20-25 tahun pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu
memperoleh rerata konveksitas jaringan lunak pada laki-laki (mean = 17o) dan
perempuan (mean = 16,53o) yang menyatakan tidak ada perbedaan yang bermakna
antara kedua jenis kelamin tersebut.16
Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil uji statistik untuk hubungan konveksitas
skeletal dengan jaringan lunak wajah pada taraf uji p ≤ 0,01 memiliki nilai
signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,000 dengan nilai kekuatan uji korelasi
Pearson sebesar 0,748 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
kuat (r = 0,748) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada
mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.
Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas
skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu
FKG dan FT USU adalah sebesar 0,701 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang kuat (r = 0,701) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak
wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan FT USU.
Hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak
wajah pada mahasiswa perempuan adalah sebesar 0,814 sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat (r = 0,814) antara konveksitas skeletal
dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG
dan FT USU.
Korelasinya positif berarti perubahan kedua variabel menunjukkan arah yang
sama. Semakin besar nilai konveksitas skeletal maka akan semakin besar nilai
konveksitas jaringan lunak mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susilowati (2009) pada suku
Bugis dan Makassar yang menyatakan adanya korelasi antara derajat konveksitas
jaringan keras dengan jaringan lunak wajah baik pada laki-laki dan perempuan.
Kekuatan korelasi

yang diperoleh pada laki-laki sebesar +0,658 dengan

Universitas Sumatera Utara

probabilitas 0,002 (p