Hubungan Konveksitas Skeletal Dengan Konveksitas Jaringan Lunak Wajah Pada Pasien Usia Remaja Suku Batak Yang Dirawat Di Klinik Ortodonti FKG Usu

(1)

HUBUNGAN KONVEKSITAS SKELETAL DENGAN

KONVEKSITAS JARINGAN LUNAK WAJAH PADA

PASIEN USIA REMAJA SUKU BATAK YANG

DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI FKG USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

Dessy N. Sijabat NIM : 070600079

DEPARTEMEN ORTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonsia Tahun 2011

Dessy N. Sijabat

Hubungan konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien usia remaja suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU

X + 46 halaman

Keberhasilan dalam mengoreksi gigi dan oklusi rahang tidak selalu memberikan perubahan profil jaringan lunak yang menguntungkan. Saat ini bidang ilmu ortodonti mengalami kemajuan begitu pesat sehingga dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja tetapi juga pada estetis profil wajah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui rerata konveksitas skeletal, rerata konveksitas jaringan lunak kelompok Kelas I, II dan III Angle serta mengetahui adanya hubungan antara konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien suku Batak usia remaja (usia 12-14 tahun pada jenis kelamin laki-laki dan 10-12 tahun pada jenis kelamin perempuan) yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU.

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan

crossectional. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metodeporposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi terhadap sefalogram lateral pasien suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU dari tahun 2005-2009. Alat penelitian yang digunakan adalah tracing box, pensil 4H, busur dan penggaris. bahan


(3)

yang digunakan adalah sefalogram lateral (8x10 inci), kertas asetat (8x10 inci; tebal 0,003) dan lem perekat.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan bahwa adanya hubungan antara konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien usia remaja suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU baik pada kelompok Kelas I, II maupun pada Kelas III Angle.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, April 2011

Pembimbing : Tanda Tangan

1. Erliera, drg., Sp.Ort ... NIP : 197210151999032001


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal Maret 2011

TIM PENGUJI

KETUA : Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) ANGGOTA : Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K)


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugerahNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Erliera, drg., Sp.Ort sebagai pembimbing yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) dan Nurhayati Harahap, drg. Sp.Ort (K) sebagai penguji beserta seluruh staf pengajar dan perawat di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada ayahanda tercinta Hamonangan Sijabat, ibunda Rumondang Sirait, drg. atas segala kasih sayang, doa dan dukungan serta bantuan baik berupa moral ataupun materi yang tidak terbalas oleh penulis sampai kapan pun. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada saudara-saudara penulis yang selalu memberi dukungan dan motivasi kepada penulis.


(7)

Selanjutnya, penulis menyampaikan terima kasih kepada Josep, Kristina, Sandra, Merry dan teman-teman seangkatan stambuk 2007 yang telah membantu.

Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan bimbingan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan peningkatan mutu kesehatan gigi masyarakat.

Medan, Maret 2011 Penulis,

( Dessy Sijabat ) NIM : 070600079


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Hipotesa... 3

1.4 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotometri... 5

2.1.1 Pandangan Frontal... 5

2.1.2 Pandangan Lateral... 6

2.2 Sefalometri... 11

2.3 Analisis Jaringan Keras dan Jaringan Lunak Wajah dengan Sefalogram Lateral... 12

2.4 Analisis Konveksitas Skeletal... 15

2.4.1 Analisis Downs... 16

2.4.2 Analisis Ricketts... 17

2.4.3 Analisis Holdaway... 17

2.5 Analisis Konveksitas Jaringan Lunak... 18

2.5.1 Garis-S (Steiner)... 18


(9)

2.5.3 Sudut-Z Merrifield... 20

2.5.4 Sudut-H (Holdaway)... 20

2.6 Suku Batak... 22

BAB 3 Metodologi Penelitian 3.1 Jenis Peneltian... 24

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 24

3.3 Populasi dan Sampel Peneliti... 24

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi... 24

3.5 Variabel Penelitian... 25

3.6 Defenisi Operasional... 25

3.7 Alat dan Bahan Penelitian... 26

3.8 Cara Penelitian... 26

3.9 Analisis Data Penelitian... 27

BAB 4 Hasil Penelitian 4.1 Sebaran dan Rerata Nilai Konveksitas Skeletal Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU... 29

4.2 Sebaran dan Rerata Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Wajah Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU... 31

4.3 Hubungan Antara Konveksitas Skeletal dengan Konveksitas Jaringan Lunak Wajah pada Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU... 32

BAB 5 Pembahasan 5.1 Rerata Konveksitas Skeletal Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU... 36

5.2 Rerata Konveksitas Jaringan Lunak Wajah Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU... 37

5.3 Hubungan Antara Konveksitas Skeletal dengan Konveksitas Jaringan Lunak Wajah pada Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU... 38

BAB 6 Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan... 42

6.2 Saran... 43

Daftar Pustaka... 44 Lampiran


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rerata nilai konveksitas skeletal wajah pada pasien suku

Batak usia remaja yang dirawat di klinik Ortodonti FKG USU.. 30 2. Rerata nilai konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien suku

Batak usia remaja yang dirawat di klinik Ortodonti FKG USU.. 31 3. AnalisisPearsonkonveksitas skeletal dan konveksitas jaringan

lunak Kelas I Angle... 32 4. AnalisisPearsonkonveksitas skletal dan konveksitas jaringan

lunak Kelas II Angle... 33 5. AnalisisPearsonkonveksitas skletal dan konveksitas jaringan


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

1. Proporsi wajah secara frontal... 8

2. Garis simetri wajah... 8

3. Bentuk wajah . 9 4. Proporsi wajah secara lateral... 9

5. Sudut yang menganalisis hidung... 10

6. Konveksitas wajah dengan metode fotometri... 10

7. Sefalogram. (a) sefalogram frontal, (b) sefalogram lateral... 12

8. Titik-titik dalam analisis jaringan keras... 13

9. Titik-titik dalam analisis jaringan lunak... 15

10. Konveksitas skeletal menurut Downs 16 11. Konveksitas skeletal menurut Ricketts .. 17

12. Garis-S atau garis Steiner .. 19

13. Garis-E ... 20

14. Sudut-Z Merrifield . 20 15. Garis H .. 22

16. Alat yang digunakan. (a) tracing box, (b) busur dan penggaris 28 17. Bahan yang digunakan. (a) sefalogram, (b) kertas asetat... 28


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kerangka Teori 2. Kerangka Konsep

3. Sebaran Nilai Sudut Konveksitas Skeletal Wajah pada Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU

4. Sebaran Nilai Sudut Konveksitas Jaringan Lunak Wajah Wajah pada Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU

5. Hasil Uji Statistik Anova terhadap Perbedaan Konveksitas Skeletal pada Kelompok Kelas I, II, III Angle

6. Hasil Uji Statistik Anova Terhadap Perbedaan Konveksitas Skeletal pada Kelompok Kelas I, II, III Angle

7. Hasil Uji Statistik Kolmogorov-SmirnovTerhadap Distribusi Nilai Konveksita Skeletal dan Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Kelas I, II, III Angle

8. Hasil Uji Statistik PearsonTerhadap Korelasi Nilai Konveksita Skeletal dan Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Kelas I, II, III Angle


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya perawatan ortodonti bertujuan untuk mencapai fungsional, keseimbangan struktural dan keselarasan estetik yang efisien oleh Riedel disebut sebagai tiga serangkai yaitu Utility , Stability dan Beauty .1-3 Keberhasilan

dalam mengoreksi gigi dan oklusi rahang tidak selalu memberikan perubahan profil jaringan lunak yang menguntungkan.4-7 Saat ini bidang ilmu ortodonti mengalami

kemajuan begitu pesat sehingga dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja tetapi juga pada estetis jaringan lunak.1,4,5,7,8

Dari literatur yang ditulis oleh Sahin Saglam dan Umit Gazilerli, analisis profil jaringan keras dan jaringan lunak sebagai standarisasi dalam prosedur perencanaan perawatan ortodonti telah diteliti oleh ahli-ahli ortodonti seperti Neger, Ricketts, Merrifield, Peck and Peck, Burstone, Merrifield & Iwasawa dkk. menyatakan bahwa masih belum jelas hubungan perawatan ortodonti dengan perubahan profil jaringan lunak.6

Holdaway menyatakan bahwa jika melakukan koreksi maloklusi, biasanya diikuti dengan perubahan profil wajah yang menguntungkan. Tetapi kenyataanya, kebanyakan ortodontis kecewa melihat perubahan beberapa profil wajah pasien yang justru lebih baik sebelum dilakukan perawatan ortodonti.4-6,9 Dalam mengoreksi

hubungan rahang, para ortodontis justru kadang-kadang mendapatkan kondisi aktivitas otot menurun. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya perhatian dan


(14)

pengetahuan akan pentingnya analisis jaringan lunak wajah dalam perawatan ortodonti.4 Holdaway menyatakan perawatan yang didasarkan pada pengukuran

jaringan keras atau hanya berdasarkan garis-garis wajah akan memberikan hasil yang mengecewakan.6 Ortodontis sebaiknya tidak hanya memperhatikan gigi dan skeletal

pasien saja tetapi profil wajah juga penting dianalisis dalam mendiagnosa dan merencanakan perawatan maloklusi yang diderita.4,6,9

Wajah manusia diumpamakan sebuah lukisan yang kompleks dari garis, sudut, bidang, bentuk, tekstur, dan warna. Pengaruh dari elemen-elemen ini menghasilkan banyak variasi wajah mulai dari yang mendekati simetri sempurna sampai ke kelainan proporsi wajah yang ekstrim. Banyak pemeriksaan yang memungkinkan untuk menganalisis wajah dengan menggunakan titik-titik pada jaringan lunak wajah untuk mengidentifikasi serta membandingkannya dengan proporsi wajah yang normal. Dalam membangun konsep estetik dan harmoni wajah, analisis dilakukan melalui pengukuran terhadap garis-garis imajiner yang ditarik melalui titik-titik pada wajah.10 Peck dan Peck menyatakan bahwa tidak ada ukuran

atau alat yang bisa secara pasti menentukan estetika wajah, tetapi setidaknya analisis sefalometri lateral cukup membantu dalam penentuan ideal tidaknya bentuk profil wajah.11

Untuk analisis profil jaringan lunak dengan sefalometri lateral, Holdaway menggunakan garis-Harmoni (garis-H) yang ditarik dari titik Pog ke titik Labial superior (Ls).3,5,6,9,10,12Holdaway melakukan 11 analisis tentang profil jaringan lunak,


(15)

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap pengukuran kraniofasial pada masyarakat Indonesia antara lain oleh Soehardono, Korelasi Biometrik Jaringan Keras dan Lunak Profil Muka Orang Indonesia Keturunan DeutroMelayu ,13

Kusnoto, Studi Morfologi Pertumbuhan Kranio-Fasial Orang Indonesia Kelompok Etnik Deutro Melayu ,14Yusra et al., Evaluasi Jaringan Lunak Fasial Finalis Abang-None Jakarta 2002 ,15Tjut Rostina, Analisa Profil Jaringan Lunak Menurut Metode

Holdaway pada Mahasiswa FKG USU Deutro Melayu .3

Pada saat ini belum diketahui hubungan antara konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada suku Batak usia remaja, oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian ini dilakukan pada pasien suku Batak usia remaja (usia 12-14 tahun pada jenis kelamin laki-laki dan 10-12 tahun pada jenis kelamin perempuan) yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU tahun 2005-2009.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU?

1.3 Hipotesa

Hipotesa penelitian ini adalah adanya hubungan antara konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU.


(16)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui rerata konveksitas skeletal kelompok Kelas I, II dan III Angle pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU.

2. Mengetahui rerata konveksitas jaringan lunak kelompok Kelas I, II dan III Angle pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU.

3. Mengetahui hubungan antara konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Tambahan informasi dalam mendiagnosa dan merencanakan perawatan ortodonti pada akhir masa gigi bercampur.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Saat ini bidang ilmu ortodonti mengalami kemajuan begitu pesat sehingga dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja tetapi juga pada estetis jaringan lunak wajah.1,4,5,7,8 Banyak pemeriksaan yang

memungkinkan untuk menganalisis wajah dengan menggunakan titik-titik, garis, bidang dan sudut pada jaringan lunak wajah. Dalam membangun konsep estetik dan harmoni wajah, analisis dilakukan melalui pengukuran terhadap garis-garis imajiner yang ditarik melalui titik-titik pada wajah.10 Ada dua metode pengukuran yang dapat digunakan untuk menganalisis wajah yaitu fotometri dan sefalometri.16

2.1 Fotometri

Para ahli bedah plastik menyukai metode fotometri dalam menganalisis proporsi jaringan lunak, menentukan perbandingan preoperatif dan hasil postoperatif.16 Dalam bidang ilmu kedokteran gigi, metode fotometri juga sering

digunakan untuk mengevaluasi konfigurasi fasial baik dalam arah frontal dan lateral.8,17 Kita dapat menganalisis proporsi wajah, simetri wajah, konveksivitas

jaringan lunak wajah, bentuk wajah dengan menggunakan metode ini.10,13

2.5.5 Pandangan Frontal

Evaluasi terhadap fotografi frontal adalah penting dalam menganalisis disproporsi dan asimetri wajah terhadap bidang transversal dan vertikal. Sebelum menganalisis, harus ditentukan terlebih dahulu dua titik pada orbital dan garis nasion


(18)

perpendikuler.17 Dari pandangan frontal, dapat dianalisis proporsi wajah secara

frontal, simetri wajah dan bentuk wajah.

Proporsi wajah secara frontal dapat dianalisis dengan menggunakan bidang vertikal dan horizontal (Gambar 1). Dengan menggunakan bidang vertikal, wajah dapat dibagi menjadi tiga bagian, bagian atas dari batas garis rambut ke titikglabella, bagian tengah dari titik glabella ke titik subnasal dan bagian bawah dari titik

subnasalke titikmenton. Cara mengevaluasi lebar dari wajah dapat dilakukan dengan menggunakan garis-garis vertikal yang membagi wajah menjadi lima bagian yang sama.18,19

Simetri wajah dapat dianalisis dengan cara wajah dibagi dua dengan menggunakan garis simetri wajah yang melalui titik glabella, puncak hidung, titik tengah bibir atas dan titik tengah dagu (Gambar 2).10

Bentuk wajah dapat dievaluasi berdasarkan indeks morfologi wajah (Gambar 3). Bentuk morfologi wajah mempunyai hubungan terhadap lengkung gigi geligi, walaupun hubungan secara langsung tidak dapat dipastikan. Titik yang menjadi pedoman adalah nasion, zygoma, dangnathion.17

2.1.2 Pandangan Lateral

Analisis wajah dengan metode fotometri pada pandangan lateral dapat menganalisis profil wajah (konveksitas), proporsi wajah dan analisis hidung. Evaluasi yang dilakukan pada pandangan lateral ini menggunakan bidang HorizontalFrankfurt


(19)

Proporsi wajah secara lateral dapat dianalisis menjadi tiga bagian, yaitu sepertiga atas (trichion - glabella), sepertiga tengah (glabella - subnasal) dan sepertiga bawah (subnasal menton) (Gambar 4).19

Analisis terhadap hidung dapat dilakukan dengan menggunakan sudut

nasofasial dan sudut nasofrontal.4 Sudut nasofasial digunakan untuk mengevaluasi secara tidak langsung derajat proyeksi hidung. Sudut ini berkisar 36o(Gambar 5a).

Dalam menganalisis hubungan hidung dan dahi, sudut yang digunakan adalah sudut

nasofrontal. Sudut ini berkisar 115-130o(Gambar 5b).16

Analisis konveksitas wajah pada metode fotometri ini menggunakan dua garis penuntun, yaitu garis yang menghubungkan antara dahi dan batas terluar bibir atas dan garis yang menghubungkan batas terluar dari bibir atas dengan titik

pogonionjaringan lunak (Gambar 6).17

Tiga profil wajah yang dibedakan berdasarkan hubungan antara kedua garis penuntun tersebut, yaitu profil lurus (kedua garis cenderung membentuk garis lurus), profil konveks (kedua garis membentuk sudut yang cembung, yaitu posisi dagu cenderung ke posterior wajah yang disebut divergen posterior) dan profil konkaf (kedua garis membentuk sudut yang cekung, yaitu posisi dagu cenderung ke anterior wajah yang disebut divergen anterior).17


(20)

Gambar 1. Proporsi wajah secara frontal. (a) Pembagian wajah berdasarkan bidang vertikal, (b) Pembagian wajah berdasarkan bidang horizontal19

Gambar 2. Garis simetri wajah. Wajah dapat dibagi sepanjang bidang sagital dengan menggunakan garis simetri wajah18


(21)

ZY ZY NA

GN

ZY ZY

NA

GN

Gambar 3. Bentuk wajah.


(22)

Gambar 5. Sudut yang menganalisis hidung. (a) sudut nasofasial, (b) Sudut nasofrontal16

Gambar 6. Konveksitas wajah dengan metode fotometri20

Metode fotometri ini dalam menganalisis konveksitas jaringan lunak wajah mempunyai kelemahan yang disebabkan posisi tragus kartilago yang terlalu tinggi


(23)

atau rendah pada saat pengambilan gambar sehingga gambaran wajah pasien kurang akurat. Namun secara klinis gambaran fotografi menghasilkan gambaran yang lebih realistis dan lebih nyata dalam membandingkan perubahan konveksitas jaringan lunak wajah sebelum dan sesudah perawatan. Analisis terhadap konveksitas jaringan lunak ini dapat juga dilakukan dengan metode sefalometri yang lebih akurat karena adanya titik-titik pedoman pada jaringan keras dan menggunakan titik meatus auditori eksternalsebagai pedoman saat pengambilan gambaran radiografi sefalometri.17

2.6 Sefalometri

Radiografi sefalometri merupakan sarana penunjang yang penting di dalam bidang ortodonti untuk menganalisis kelainan kraniofasial, menegakkan diagnosa, mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial serta menentukan rencana perawatan.8 Pada radiografi sefalometri, jarak dari sumber sinar-X ke subjek telah

ditentukan dan menghasilkan gambaran yang jelas dari skeletal dan jaringan lunak wajah dengan hasil pembesaran dan distorsi yang sangat minimum. Analisis pada radiografi sefalometri dilakukan dengan menetapkan lokasi titik-titik referensi pada bagian-bagian skeletal dan jaringan lunak kraniofasial yang akan menghasilkan garis, bidang dan sudut.17Sefalometri dibagi menjadi dua menurut analisisnya (Gambar 7):1

1. Sefalogram frontal (gambaran frontal atau antero-posterior dari tengkorak kepala) 2. Sefalogram lateral (gambaran lateral dari tengkorak kepala). Profil jaringan lunak


(24)

G

Gambar 7. Sefalogram. (a) sefalogram frontal, (b) sefalogram lateral10

2.6.1 Analisis Jaringan Keras dan Jaringan Lunak Wajah dengan Sefalogram Lateral

Analisis terhadap jaringan keras dan lunak wajah dapat dilakukan pada sefalogram lateral. Titik-titik yang digunakan dalam analisis jaringan keras (Gambar 8) :3,4,6,10,16

a. Sella (S) : titik ditengah-tengah fossa pituitary (sella turcica) b. Nasion (N/Na) : titik perpotongan sutura frontonasalis

c. Orbitale (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbita

d. Sub-spina (A) : titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan prosthion

e. Supra-mental (B) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonion f. Pogonion (Pog) : titik paling depan dari tulang dagu

g. Gnathion (Gn) : titik di antara pogonion dan menton


(25)

h. Menton (Me) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu

i. Articulare (Ar) : titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranium dan permukaan posterior kondilus mandibula.

j. Gonion (Go) : titik bagi yang dibentuk oleh garis dari sudut yang dibentuk oleh bidang mandibula dan ramus mandibula

k. Porion (Po) : titik paling superior dari porus accusticus externus

l. Pterygomaxilary Fissure (PTM) : Bayangan radiolusen yang menyerupai tetes air mata,bagian anterior dari bayangan tersebut adalah permukaan poterior dari tuber maksilaris

m. Spina Nasalis Posterior (PNS) : Titik paling posterior dari palatum durum.


(26)

Titik-titik yang digunakan dalam analisis jaringan lunak (Gambar 9):3,4,6,10,16

a. Glabella (G) : titik paling anterior dari dahi pada dataran midsagital. b. Nasion kulit (N ) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung. c. Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung.

d. Subnasale (Sn) : titik dimana septum nasal berbatasan dengan bibir atas. e. Labrale superius (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas. f. Superior labial sulkus (SLS) : titik tercekung di antara Sn dan Ls. g. Stomion superius (Stms) : titik paling bawah dari vermilion bibir atas.

h. Stomion inferius (Stmi) : titik paling atas dari vermilion bibir bawah.

i. Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah. j. Inferior labial sulkus (ILS) : titik paling cekung di antara Li dan Pog . k. Pogonion kulit (Pog ) : titik paling anterior jaringan lunak dagu. l. Menton kulit (Me ) : titik paling inferior dari jaringan lunak dagu.

Dengan menggunakan titik-titik diatas, berbagai analisis terhadap jaringan keras dan jaringan lunak wajah dapat dilakukan.3,4,6,10,16 Yang tergolong dalam

analisis jaringan lunak secara lateral antara lain 1/3 tengah-bawah wajah, perbandingan tinggi bibir atas dan bibir bawah, penilaian terhadap hidung, sudut

nasomental, sudut nasolabial, prognasi maksila dan mandibula, tebal bibir atas dan bibir bawah, celah antara bibir atas dan bibir bawah, tebal dagu, kontur dagu-leher, sudut konveksitas wajah, bidang Estetis (Garis-E), garis-S dan sudut-Z Merrifield.4,10


(27)

Gambar 9. Titik-titik dalam analisis jaringan lunak20

2.4 Analisis Konveksitas Skeletal

Analisis konveksitas skeletal yang ideal telah dilakukan oleh ahli ortodonti dan telah diterapkan pada analisis-analisis perawatan ortodonti antara lain analisis yang dikemukakan oleh Downs, Ricketts dan Holdaway. Konveksitas skeletal merupakan salah satu sudut yang dapat dianalisis dari profil wajah pada pandangan anteroposterior dan juga menyatakan relasi skeletal rahang atas dan rahang bawah. Analisis terhadap konveksitas skeletal diperoleh dari titik A dan bidang fasial (N-Pog).10,2


(28)

2.4.1 Analisis Downs

Menurut Downs, konveksitas skeletal diperoleh dari sudut yang dibentuk oleh garis Nasion-A ke garis A-Pogonion (Gambar 10). Jika garis A-Pogonion berada di anterior garis Nasion- A, sudut ini bernilai positif yaitu maksila berada di anterior mandibula. Dan sebaliknya, sudut ini bernilai negatif yaitu mandibula berada di anterior maksila. Nilai interval dari sudut N-A-Pog ini adalah -8,5o - +10o, dengan

nilai ideal 0ojika kedua garis berimpit.10,23

Gambar 10. Konveksitas skeletal. Menurut Downs, diperoleh dari sudut yang dibentuk oleh garisNasion-A ke garis A-Pogonion10,23


(29)

2.4.2 Analisis Ricketts

Analisis Ricketts terhadap konveksitas skeletal diperoleh dari jarak titik A terhadap bidang fasial (N-Pog) dalam mm. Nilai ideal jarak titik A terhadap bidang fasial (N-Pog) adalah 2 ± 2 mm (Gambar 11). Jika nilainya positif dan lebih besar dari 2 mm, maka diperoleh relasi Kelas II skeletal dan jika bernilai negatif, maka diperoleh relasi Kelas III skeletal. Nilai ideal yang dinyatakan Ricketts adalah 2 mm.10,23

Gambar 11. Konveksitas skeletal. Menurut Ricketts, nilai ideal jarak titik A terhadap bidang fasial (N-Pog) adalah 2 ± 2 mm10

2.4.3 Analisis Holdaway

Menurut Holdaway, konveksitas skeletal diukur jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog) (Gambar 15). Analisis ini sangat berguna dalam penentuan konveksitas wajah skeletal dalam hubungannya dengan konveksitas

2±2mm


(30)

jaringan lunak (sudut-H). Konveksitas skeletal wajah ideal jika jarak antara garis N-Pog ke titik A -3 mm sampai +4 mm.10

2.5 Analisis Konveksitas Jaringan Lunak

Analisis konveksitas jaringan lunak wajah dengan posisi bibir yang ideal telah dilakukan penelitian oleh ahli-ahli ortodonti antara lain Steiner, Ricketts, Merrifeld dan Holdaway yang merupakan penentuan bentuk profil jaringan lunak cembung, lurus atau cekung. Untuk analisis konveksitas jaringan lunak Steiner menggunakan garis S, Ricketts garis estetis (garis E), Merrifeld sudut-Z dan Holdaway garis-Harmoni (garis-H).10,23

2.5.1 Garis-S (Steiner)

Garis-S merupakan garis yang ditarik dari titik Pog ke pertengahan kurva S (Pronasal (Pr) ke titikSubnasalis(Sn)) (Gambar 12). Menurut Steiner, idealnya titik

Labrale superior dan Labrale inferior menyinggung garis S. Jika bibir berada dibelakang garis-S dinyatakan profil wajahnya datar. Sedangkan jika berada di depan garis-S, profil wajahnya terlalu tebal atau cembung.10,23

2.5.2 Garis-E (Ricketts)

Menurut Ricketts analisis konveksitas jaringan lunak wajah seseorang, dipengaruhi oleh garis E. Garis E merupakan garis yang ditarik dari titik dagu kulit (Pog ) ke puncak hidung (Pr) (Gambar 13). Seseorang mempunyai profil yang harmonis jika titik Labrale superior (Ls) terletak 2-4 mm di belakang garis-E sedangkan titik Labrale inferior (Li) 1-2 mm di belakang garis-E. Apabila letak titik


(31)

Ls lebih 4 mm di belakang garis E maka profil wajah tampak cekung sebaliknya tampak cembung jika terletak di depan garis E. Namun demikian menurut Ricketts nilai ideal tersebut dapat bervariasi tergantung pada umur dan jenis kelamin.10,23

Gambar 12. Garis-S atau garis Steiner, dibentuk dengan menarik garis dari titik pogonion kulit (Pg ) ke tengah kurva-S21


(32)

2.5.3 Sudut-Z Merrifield

Sebuah garis profil wajah dibentuk oleh garis yang ditarik dari tangensial jaringan lunak dagu (Pog ) dan titik paling depan dari bibir atas dan bibir bawah (Gambar 14). Sudut-Z dibentuk oleh perpotongan antara bidang horizontal Frankfurt

dan garis profil tersebut. Nilai ideal sudut ini berkisar 80 ± 9o.10,23

Gambar 14. Sudut-Z Merrifield, sebuah garis profil wajah yang dibentuk oleh garis yang ditarik dari tangensial jaringan lunak dagu (Pog ) dan titik paling depan dari bibir atas dan bibir bawah21

2.5.4 Sudut-H (Holdaway)

Holdaway menggunakan garis-H untuk analisis keseimbangan dan keharmonisan profil jaringan lunak sebagai singkatan dari garis-Harmoni atau nama keluarganya sendiri yaitu Holdaway. Garis-H ini diperoleh dengan menarik garis dari titikpogonionkulit (Pog ) ke titiklabial superior(Ls) (Gambar 15).3,6,9,10,12


(33)

Menurut Jacobson dan Vlachos, analisis Holdaway lebih berani, terperinci, jelas dan luas dalam pembahasannya tentang profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis, yaitu terdiri dari jarak puncak hidung (Pr) terhadap garis-H, kedalaman sulkus labialis superior, kedalaman sulkus labialis inferior, jarak bibir bawah ke garis-H, tebal bibir atas, kurvatura bibir atas, besar sudut fasial, tebal dagu, strain bibir atas, besar sudut-H dan konveksitas skeletal. Oleh karena itu penelitian ini secara khusus akan membahas mengenai konveksitas skletal dan konveksitas jaringan lunak wajah berdasarkan sudut-H.10,12

Yang dimaksud dengan sudut-H adalah sebuah sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis-H dengan garis N -Pog (Gambar 15). Sudut-H juga digunakan dalam penentuan konveksitas jaringan lunak adalah cembung, lurus atau cekung. Besar sudut-H yang harmonis dan seimbang berkisar 7o- 15o. Apabila sudut-H lebih

besar dari 15o maka konveksitas bentuk profil menunjukkan cembung sedangkan

lebih kecil dari 7omenunjukkan konveksitas bentuk profil yang cekung karena letak

Pog lebih ke posterior atau letak titik Ls lebih ke anterior.10

Berdasarkan analisis Holdaway, 10o merupakan sudut-H yang paling ideal

dengan nilai konveksitas wajah 0 mm. Profil yang harmoni dapat dilihat jika nilai konveksitas skeletal dan sudut-H seimbang. Apabila konveksitas skeletal lebih besar dari besar sudut-H atau tidak sesuai maka kemungkinan yang terjadi adalah pertumbuhan fasial yang tidak seimbang.3,6,10


(34)

Gambar 15. Garis-H. Garis-H ini diperoleh dengan menarik garis dari titik Pogonion kulit (Pog ) ke Labial superior (Ls); sudut-H, dibentuk oleh perpotongan garis-H dengan garis N -Pog 10

2.6 Suku Batak

Analisis wajah dimulai dengan memeriksa faktor individu yang dapat secara signifikan memberi efek pada perawatan ortodonti nantinya.4 Ada 5 komponen

individu yang mempengaruhi analisis wajah, yaitu umur, jenis kelamin, ras (etnis), bentuk tubuh dan kepribadian.16

Penduduk Indonesia terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu Tua) dan Deutro-Melayu (Melayu Muda). Kelompok Proto-Melayu pada 2000 S.M. datang ke Indonesia sedangkan Deutro-Melayu pada 1500 S.M. Pada mulanya kelompok Proto-Melayu menempati pantai-pantai Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat yang kemudian pindah ke pedalaman karena terdesak oleh kelompok Deutro-Melayu.17


(35)

Suku Batak merupakan bagian dari ras Proto-Melayu yang menempati pulau Sumatra. Sifat dominan dari suku ini adalah kebiasaan hidup dalam Splendid isolation di lembah-lembah sungai dan puncak-puncak pegunungan. Dengan bertambahnya penduduk, maka berkurang pula lahan yang digunakan untuk pertanian. Maka perpindahan terpaksa dilakukan. Perpindahan diarahkan ke segala arah, sebagian membuka pemukiman baru di daerah hutan belukar di arah pantai selatan yang kemudian bernama Rao, sekarang di Sumatera Barat. Beberapa kelompok diantaranya turun ke Timur, menetap dan membuka tanah, sekarang dikenal sebagai Tanjung Morawa, daerah di pinggir kota Medan.16

Dari pengamatan yang telah dilakukan di Klinik Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi USU sebelum penelitian dimulai diperoleh data yang diambil secara random bahwa pada tahun 2005 dan 2006 lebih dari 60% penderita yang berobat berasal dari suku Batak. Maka pengambilan sampel dalam penelitian ini, ditujukan pada suku Batak.


(36)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan

crossectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat : Departemen Ortodonti FKG USU Waktu : Desember 2010

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi : Pasien suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU dari tahun 2005-2009. Foto Rontgen sefalogram lateral yang diperoleh adalah sebesar 110 sampel.

Sampel : Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode

porposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Foto Rontgen sefalogram lateral yang diperoleh adalah sebesar 44 sampel.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi kelompok sampel :

 Pasien suku Batak jenis kelamin laki-laki pada usia 12-14 tahun

 Pasien suku Batak jenis kelamin perempuan pada usia 10-12 tahun


(37)

 Belum pernah dirawat ortodonti

 Posisi bibir pada gambaran radiografi sefalometri relaks Kriteria eksklusi kelompok sampel :

 Sefalogram yang tidak jelas atau kabur

Crowdedlebih dari 2 mm

3.5 Variabel Penelitian

 Variabel bebas

- Konveksitas skeletal

 Variabel tergantung

- Konveksitas jaringan lunak wajah

3.6 Defenisi Operasional Penelitian

a. Titik A adalah titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan prosthion, dekat apeks akar gigi insisivus sentralis.

b. Nasion skeletal (N) adalah titik perpotongan sutura frontonasalis. c. Pogonion ( Pog ) adalah titik paling depan dari tulang dagu.

d. Nasion kulit (N ) adalah titik paling cekung pada kulit di pertengahan dahi dan hidung.

e. Pogonion kulit (Pog ) adalah titik paling anterior dari jaringan lunak dagu. f. Labial superior (Ls) adalah titik pada ujung tepi bibir atas.

g. Konveksitas skeletal adalah jarak dari titik A tegak lurus terhadap garis yang ditarik dari titiknasionke titikpogonion.


(38)

h. Konveksitas jaringan lunak wajah adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis-H (garis dari titik pogonion kulit ke titik labial superior) dengan garis yang ditarik dari titiknasionkulit ke titikpogonionkulit.

i. Suku Batak adalah penduduk Indonesia yang berasal dari provinsi Sumatera Utara dan ditandai dengan adanya nama keluarga yang diturunkan dari orang tua (ayah) ditambahkan dibelakang nama berupa marga Batak.

3.7 Alat dan Bahan Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah (Gambar 16): a. Tracing box

b. Pensil 4H

c. Busur dan penggaris d. Kalkulator

Bahan yang digunakan dalam penelitian (Gambar 17): a. Sefalogram lateral (8x10 inci)

b. Kertas asetat (8x10 inci; tebal 0,003) c. Lem perekat

3.8 Cara Penelitian

Adapun prosedur pengumpulan dan pengambilan data yang dilakukan, yaitu : a. Pengumpulan data

Foto sefalogram lateral diperoleh dari data rekam medik pasien Departemen Ortodonti FKG USU dari tahun 2005-2009 yang dikumpulkan dan diambil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel yang diperoleh adalah 44


(39)

sampel dan kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok sampel berdasarkan relasi skeletal rahang yang dilihat dari sefalometri lateral, yaitu 21 sampel Kelas I Angle, 13 sampel Kelas II Angle dan 10 sampel Kelas III Angle.

b. Pengukuran data

Sefalogram ditracing dengan kertas asetat dan pensil 4H di atas pencahayaan

tracing box. Pengukuran konveksitas skeletal dan konveksitas jaringan lunak dilakukan dengan menggunakan metode Holdaway.

Penentuan titik-titik referensi, yaitu titik A, nasion (N) dan pogonion (Pog) untuk pengukuran konveksitas skeletal. Titik nasion kulit (N ), pogonion(Pog ) dan

labial superior(Ls) untuk pengukuran konveksitas jaringan lunak.

Titik N dan Pog dihubungkan, kemudian titik A diproyeksikan tegak lurus terhadap garis N-Pog. Konveksitas skeletal adalah jarak dalam milimeter (mm) titik A terhadap garis N-Pog diukur dengan menggunakan penggaris (Gambar 15).

Titik N dihubungkan dengan titik Pog . Titik Pog dihubungkan dengan titik Ls . Konveksitas jaringan lunak adalah sudut dalam derajat (xo) yang dibentuk oleh

kedua garis tersebut ( N -Pog dan Pog -Ls ) yang diukur dengan menggunakan busur (Gambar 15).

3.9 Analisis Hasil Penelitian

Hasil yang diperoleh diolah secara statistik dengan program SPSS 17.0 (software pengolahan data statistik). Analisis Pearson dilakukan terhadap hubungan sudut konveksitas skeletal dengan sudut konveksitas jaringan lunak wajah jika distribusi kedua kelompok data subjek penelitian normal. Sebaliknya, jika distribusi


(40)

data tidak normal pada salah satu kelompok data atau kedua kelompok data, kita gunakan analisisSpearman.

Gambar 16. Alat yang digunakan. (a) tracing box, (b) busur dan penggaris

Gambar 17. Bahan yang digunakan. (a) sefalogram, (b) kertas asetat

(a) (b)


(41)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini berlangsung di klinik ortodonti FKG USU yang menggunakan data sekunder, diperoleh 110 sampel sefalogram lateral pasien suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU usia remaja (jenis kelamin laki-laki usia 12-14 tahun dan jenis kelamin perempuan usia 10-12 tahun dari tahun 2005-2009) dan diperoleh 44 sampel sefalogram lateral yang memenuhi kriteria inklusi (metode

porposive sampling). Dari 44 sampel tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok sampel berdasarkan relasi rahang yang hanya dilakukan terhadap skeletal rahang dan tidak dilakukan terhadap kedudukan dental, yaitu 21 sampel Kelas I Angle, 13 sampel Kelas II Angle dan 10 sampel Kelas III Angle.

Penggunaan data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik klinik ortodonti FKG USU berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini telah memperoleh persetujuan setelah penjelasan (informed consent) dan telah memenuhi syarat kode etik penelitian (ethical clearance). Data hasil yang diperoleh diolah menggunakan program SPSS versi 17.0 (softwarepengolahan data statistik).

4.1 Sebaran dan Rerata Nilai Konveksitas Skeletal Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU

Hasil pengukuran terhadap konveksitas skeletal (N-A-Pog ) telah dilakukan pada kelompok data Kelas I Angle sejumlah 21 sampel, kelompok data Kelas II


(42)

Angle sejumlah 13 sampel dan kelompok data Kelas III angle sejumlah 10 sampel (lampiran 1).

Sebaran nilai konveksitas skeletal pada kelompok Kelas I Angle memiliki nilai terendah 3 mm dan nilai tertinggi 5 mm. Pada kelompok Kelas II Angle memiliki nilai terendah 6 mm dan nilai tertinggi 10 mm. Pada kelompok Kelas III Angle memiliki nilai terendah -2 mm dan nilai tertinggi 1,5 mm. Terlihat secara keseluruhan, nilai konveksitas skeletal terendah adalah -2 mm pada kelompok Kelas III angle dan nilai konveksitas tertinggi adalah 10 mm pada kelompok Kelas II Angle. Nilai rerata konveksitas skeletal pada setiap kelompok pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. RERATA NILAI KONVEKSITAS SKELETAL WAJAH PADA PASIEN SUKU BATAK USIA REMAJA YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI FKG USU

N Mean Std. Deviation Std. Error

Kelas I Angle 21 3,85 0,82 0,17

Kelas II Angle 13 7,23 1,23 0,34

Kelas III Angle 10 0,25 1,18 0,37

Hasil pengukuran terhadap sudut konveksitas skeletal Kelas I Angle, diperoleh nilai rerata 3,85 mm. Pada kelompok data Kelas II Angle, nilai rerata sudut konveksitas skeletal adalah 7,23 mm. Sedangkan pada kelompok data Kelas III Angle, diperoleh nilai rerata sudut konveksitas skeletal 0,25 mm.


(43)

4.2 Sebaran dan Rerata Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Wajah Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU

Hasil pengukuran terhadap sudut konveksitas jaringan lunak wajah (N -Pog -Ls) yang telah dilakukan pada kelompok data Kelas I Angle sejumlah 21 sampel, kelompok data Kelas II Angle sejumlah 13 sampel dan kelompok data Kelas III angle sejumlah 10 sampel (lampiran 2).

Sebaran nilai konveksitas jaringan lunak pada kelompok Kelas I Angle memiliki nilai terendah 13 mm dan nilai tertinggi 21 mm. Pada kelompok Kelas II Angle memiliki nilai terendah 22 mm dan nilai tertinggi 28 mm. Pada kelompok Kelas III Angle memiliki nilai terendah 8 mm dan nilai tertinggi 13 mm. Terlihat secara keseluruhan, nilai konveksitas jaringan lunak terendah adalah 8 mm pada sampel kelompok Kelas III angle dan nilai konveksitas jaringan lunak tertinggi adalah 28 mm pada sampel kelompok Kelas II Angle.

Nilai rerata konveksitas jaringan lunak pada setiap kelompok pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. RERATA NILAI KONVEKSITAS JARINGAN LUNAK WAJAH PADA PASIEN SUKU BATAK USIA REMAJA YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI FKG USU

N Mean Std. Deviation Std. Error

Kelas I Angle 21 18,09 1,89 0,41

Kelas II Angle 13 24,69 1,75 0,48 Kelas III Angle 10 10,50 1,71 0,54


(44)

Dari Tabel 2 dapat dilihat hasil pengukuran terhadap sudut konveksitas jaringan lunak Kelas I Angle, diperoleh nilai rerata 18,09 mm. Pada kelompok data Kelas II Angle, nilai rerata sudut konveksitas jaringan lunak adalah 24,69 mm. Sedangkan pada kelompok data Kelas III Angle, diperoleh nilai rerata sudut konveksitas jaringan lunak 10,50 mm.

4.3 Hubungan Antara Konveksitas Skeletal dengan Konveksitas Jaringan Lunak Wajah pada Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU

Hubungan antara konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU diuji makna korelasi signifikan pada taraf uji p 0.01 (Sig. 2-tailed) dan menggunakanPearson Correlation (r) untuk menyatakan kekuatan korelasinya.

Tabel 3. ANALISIS PEARSON KONVEKSITAS SKLETAL DAN KONVEKSITAS JARINGAN LUNAK KELAS I ANGLE

Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Nilai Konveksitas

Skeletal Pearson Correlation .575

**

Sig. (2-tailed) .006

N 21

** (r) = 0,40-0,599 Sedang.

Dari Tabel 3 terlihat hasil uji statistik untuk hubungan sudut konveksitas skeletal dengan sudut konveksitas jaringan lunak kelompok Kelas I Angle pada taraf uji p 0.01 memiliki nilai signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,006 , dengan nilai kekuatan korelasi uji Pearson Correlation sebesar 0,575 yang


(45)

menyatakan bahwa korelasi antara kedua variabel (konveksitas skeletal dan konveksitas jaringan lunak) tersebut sedang.

Tabel 4. ANALISIS PEARSON KONVEKSITAS SKLETAL DAN KONVEKSITAS JARINGAN LUNAK KELAS II ANGLE

Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Nilai Konveksitas

Skeletal Pearson Correlation .961

**

Sig. (2-tailed) .000

N 13

**. (r) = 0,80-0,100 sangat kuat.

Dari Tabel 4 terlihat hasil uji statistik untuk hubungan sudut konveksitas skeletal dengan sudut konveksitas jaringan lunak kelompok Kelas II Angle pada taraf uji p 0.01 memiliki nilai signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,000, dengan nilai kekuatan korelasi uji Pearson Correlation sebesar 0,961 yang menyatakan bahwa korelasi antara kedua variabel (konveksitas skeletal dan konveksitas jaringan lunak) tersebut sangat kuat.

Tabel 5. ANALISIS PEARSON KONVEKSITAS SKLETAL DAN KONVEKSITAS JARINGAN LUNAK KELAS III ANGLE

Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Nilai Konveksitas

Skeletal Pearson Correlation .643

**

Sig. (2-tailed) .000

N 10

**. (r) = 0,60-0,799 kuat.

Dari Tabel 5 terlihat hasil uji statistik untuk hubungan sudut konveksitas skeletal dengan sudut konveksitas jaringan lunak kelompok Kelas III Angle pada


(46)

taraf uji p 0.01 memiliki nilai signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,000, dengan nilai kekuatan korelasi uji Pearson Correlation sebesar 0,643 yang menyatakan bahwa korelasi antara kedua variabel (konveksitas skeletal dan konveksitas jaringan lunak) tersebut kuat.


(47)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui nilai rerata konveksitas skeletal dan nilai rerata konveksitas jaringan lunak. Selain itu juga akan dilihat adanya hubungan antara konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah sehingga diketahui korelasi antar kedua variabel tersebut pada pasien usia remaja suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU.

Analisis wajah dimulai dengan memeriksa faktor individu, yaitu usia, jenis kelamin dan ras (etnis).16 Subjek penelitian yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU adalah usia remaja. Kusnoto (1988) dalam penelitiannya terhadap anak-anak usia 6-18 tahun menyatakan norma ukuran sefalometri suatu kelompok etnik dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Dalam penelitiannya tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara hasil yang diperoleh antar jenis kelamin. Disimpulkan bahwa tidak semua parameter sefalometri dipengaruhi oleh jenis kelamin.13 Pada penelitian Aynur dan Ümit (2001) menemukan bahwa konveksitas

skeletal pada usia 9-12 tahun ras Kaukasoid pada laki-laki lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan dan semakin datar diikuti dengan bertambahnya usia. Penelitian oleh Mauchamp dan Sassouni (1973) menemukan profil wajah pada usia 20-25 tahun ras Kaukasoid perempuan lebih datar dibandingkan laki-laki.6

Penelitian ini tidak membandingkan antar jenis kelamin.

Dalam hal penentuan usia, subjek penelitian diseleksi berdasarkan umur subjek pada periode yang sama yaitu periode yang mengalami growth spurt. Jenis


(48)

kelamin laki-laki diseleksi yang berumur 12-14 tahun dan untuk jenis kelamin perempuan yang berumur 10-12 tahun. Pada usia tersebut pertumbuhan dan perkembangan tubuh secara keseluruhan termasuk kraniofasial mengalami percepatan pertumbuhan mencapai 80% baik pada laki-laki maupun perempuan dan masih terjadi perubahan pada oklusi.23 Usia yang mengalami growth spurt didapati pada masa remaja.

Dari pengamatan yang telah dilakukan di Klinik Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi USU sebelum penelitian dimulai diperoleh data yang diambil secara random bahwa pada tahun 2005 dan 2006 lebih dari 60% penderita yang berobat berasal dari suku Batak. Dalam penentuan ras, suku Batak dipilih sebagai subjek penelitian karena termasuk pasien yang mendominasi.

Proses pengelompokan subjek penelitian ini dilakukan berdasarkan relasi rahang yang hanya dilakukan terhadap skeletal rahang dan tidak dilakukan terhadap kedudukan dental. Subjek penelitian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu Kelas I, II dan III Angle.

5.1 Rerata Konveksitas Skeletal Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU

Menurut Holdaway, konveksitas skeletal diukur berdasarkan jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog). Konveksitas skeletal wajah ras Kaukasoid yang ideal jika jarak antara garis N-Pog ke titik A -3 mm sampai +4 mm.10

Hasil analisis statitistik uji Anova pada hasil penelitian ini terhadap nilai rerata konveksitas skeletal kelompok Kelas I Angle (3,85 mm), kelompok Kelas II Angle


(49)

(7,23 mm) dan Kelas III Angle (0,25 mm) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara ketiga kelompok tersebut (p = 0,000). Hal ini membuktikan bahwa relasi rahang memberikan pengaruh yang berarti terhadap nilai konveksitas skeletal. Dari hasil Sebagai contoh kasus skeletal Kelas II Angle, letak titik Pog lebih ke distal menyebabkan garis N-Pog lebih ke distal menjauhi titik A sehingga jarak A terhadap garis N-Pog lebih besar. Sebaliknya pada kasus Kelas III Angle, letak titik Pog lebih ke mesial sehingga jarak titik A terhadap garis N-Pog lebih kecil.

5.2 Rerata Konveksitas Jaringan Lunak Wajah Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU

Analisis profil jaringan lunak Holdaway tidak menggunakan tinggi hidung sebagai titik penentu dalam analisisnya.10 Hidung bangsa Indonesia yang memiliki

rerata lebih rendah daripada ras Kaukasoid menjadi alasan analisis jaringan lunak oleh Holdaway sesuai digunakan dalam penelitian ini dan pada populasi pasien suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU. Holdaway mempergunakan garis-H untuk analisis keseimbangan dan keharmonisan profil jaringan lunak yang diperoleh dengan menarik garis dari titik pogonion kulit (Pog ) ke titik labial superior (Ls). Garis-H ini berhubungan erat dengan besar sudut-H. Yang dimaksud dengan sudut-H adalah sebuah sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis-H dengan garis N -Pog . Sudut-H digunakan dalam penentuan konveksitas jaringan lunak adalah cembung, lurus atau cekung. Besar sudut-H yang harmonis dan seimbang pada ras Kaukasoid berkisar 7o - 15o.10 Hasil analisis statistik uji Anova terhadap nilai


(50)

II Angle (24,69o) dan kelompok Kelas III Angle (10,50o) menunjukkan adanya

perbedaan yang bermakna antara ketiga kelompok tersebut (p = 0,000). Hal ini membuktikan bahwa relasi rahang memberikan pengaruh yang berarti terhadap nilai konveksitas jaringan lunak.

Penelitian Tjut Rostina (2009) terhadap 196 orang dengan usia 20-25 tahun pada mahasiswa FKG USU Deutro Melayu memperoleh rerata sudut-H sebesar 16,55o (SD = 3,31o) dan rerata konveksitas skeletal 3,15 mm (SD= 2,29 mm). Pada

usia 20 tahun pertumbuhan dan perkembangan tubuh secara keseluruhan termasuk kraniofasial, sudah berhenti baik pada laki-laki maupun perempuan. Oleh karena pada usia 20-25 tahun pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial sudah berhenti, tidak terjadi perubahan pada oklusi dan pada masa usia perkuliahan.3 Sedangkan pada

penelitian ini dilakukan pada usia remaja suku Batak (Proto Melayu) yang mengalami percepatan pertumbuhan sehingga hasil penelitian tidak bisa dibandingkan.

5.3 Hubungan Antara Konveksitas Skeletal dengan Konveksitas Jaringan Lunak Wajah pada Pasien Suku Batak Usia Remaja yang Dirawat di Klinik Ortodonti FKG USU

Riedel cit. Soehardono (1983) berpendapat bahwa ada hubungan erat antara profil jaringan lunak wajah dengan susunan gigi dan tulang yang membentuk profil skeletal wajah.14 Koesoemahardja (1993) menilai tidak semua pertumbuhan jaringan

lunak fasial berkorelasi dengan jaringan kerasnya, tetapi ada yang tumbuh mandiri.8


(51)

relasi rahang, konveksitas skeletal dan inklinasi insisivus.10 Pada penelitian ini akan

dilihat faktor skeletal konveksitas skeletal terhadap konveksitas jaringan lunak wajah. Holdaway mempergunakan garis-H untuk analisis keseimbangan dan keharmonisan profil jaringan lunak. Garis-H ini berhubungan erat dengan besar sudut-H. Sudut-H juga digunakan dalam penentuan konveksitas jaringan lunak adalah cembung, lurus atau cekung. Berdasarkan analisis Holdaway, 10omerupakan sudut-H

yang paling ideal dengan nilai konveksitas wajah 0 mm.

Profil yang harmoni dapat dilihat jika nilai konveksitas skeletal dan sudut-H seimbang. Apabila konveksitas skeletal lebih besar dari besar sudut-H yang diharapkan atau tidak sesuai maka kemungkinan yang terjadi adalah pertumbuhan fasial yang tidak seimbang.10 Sebagai contoh pada kasus skeletal Kelas II Angle,

letak titik Pog lebih ke distal dan titik Ls lebih ke mesial menyebabkan sudut-H yang dibentuk oleh garis N -Pog dan Pog -Ls menjadi lebih besar. Sebaliknya pada kasus skeletal Kelas III Angle mempunyai sudut-H yang lebih kecil yang diikuti perubahan profil jaringan lunak terhadap garis-H.3 Sebagai contoh pada subjek penelitian ini

dengan sudut-H minimum (8o) dan sudut-H maksimum (28º). Pada subjek dengan

sudut-H minimum dijumpai nilai konveksitas skeletal (jarak titik A ke garis N-Pog) -1 mm. Sedangkan pada subjek dengan sudut-H maksimum dijumpai nilai konveksitas skeletal 10 mm. Pada kedua subjek penelitian ini mempunyai nilai konveksitas skeletal yang sangat berbeda.

Hipotesa penelitian ini adalah adanya hubungan antara konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU.


(52)

Hasil uji statistik untuk hubungan sudut konveksitas skeletal dengan sudut konveksitas jaringan lunak kelompok Kelas I Angle pada taraf uji p 0,01 memiliki nilai signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,006 , dengan nilai kekuatan korelasi uji Pearson Correlation sebesar 0,575 yang menyatakan bahwa korelasi antara kedua variabel (konveksitas skeletal dan konveksitas jaringan lunak) tersebut sedang.

Hasil uji statistik untuk hubungan sudut konveksitas skeletal dengan sudut konveksitas jaringan lunak kelompok Kelas II Angle pada taraf uji p 0,01 memiliki nilai signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,000 , dengan nilai kekuatan korelasi uji Pearson Correlation sebesar 0,961 yang menyatakan bahwa korelasi antara kedua variabel (konveksitas skeletal dan konveksitas jaringan lunak) tersebut sangat kuat.

Hasil uji statistik untuk hubungan sudut konveksitas skeletal dengan sudut konveksitas jaringan lunak kelompok Kelas III Angle pada taraf uji p 0.01 memiliki nilai signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,000 , dengan nilai kekuatan korelasi uji Pearson Correlation sebesar 0,643 yang menyatakan bahwa korelasi antara kedua variabel (konveksitas skeletal dan konveksitas jaringan lunak) tersebut kuat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besarnya nilai konveksitas skeletal maka akan semakin besar nilai konveksitas jaringan lunak pasien suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU usia remaja baik pada kelompok Kelas I Angle, Kelas II Angle maupun kelompok Kelas III Angle.


(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1.

Relasi rahang memberikan pengaruh yang berarti terhadap nilai konveksitas

skeletal. Nilai rerata konveksitas skeletal kelompok Kelas I Angle 3,85 mm, Kelas II Angle 7,23 mm dan Kelas III Angle 0,25 mm pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU.

2.

Relasi rahang memberikan pengaruh yang berarti terhadap nilai konveksitas jaringan lunak. Nilai rerata konveksitas jaringan lunak kelompok Kelas I Angle 18,09o, kelompok Kelas II Angle 24,69odan kelompok Kelas III Angle

105o pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG

USU.

3.

Adanya hubungan antara konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU pada kelompok Kelas I Angle (p=0,006; r=0,575), kelompok Kelas II (p=0,000; r=0,961) maupun pada kelompok Kelas III Angle (p=0,000; r=0,643). Semakin besarnya nilai konveksitas skeletal maka akan semakin besar nilai konveksitas jaringan lunak pasien suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU usia remaja baik pada kelompok Kelas I Angle, Kelas II Angle maupun kelompok Kelas III Angle.


(54)

6.2 Saran

 Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk mendapatkan suatu nilai norma konveksitas skeletal dan konveksitas jaringan lunak untuk pasien remaja suku Batak dua generasi di atas.

 Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan konveksitas jaringan lunak terhadap inklinasi insisivus.

 Agar penelitian ini dijadikan sebagai suatu masukan analisis sefalometri untuk perawatan ortodonti terhadap pasien usia remaja suku Batak.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bhalajhi SI. Orthodontics: The art and science. 1st ed. New Delhi: Arya Publishing House, 1998: 1-2,15,151-2.

2. Riedel RA.Esthetics and its relation to orthodontics therapy.Am J Orthod 1970; 20: 168-78.

3. Rostina T. Analisa profil jaringan lunak menurut metode Holdaway pada mahasiswa FKG USU suku Deutero Melayu. Tesis. Medan: Bagian Ilmu Ortodonsia FKG USU, 2007: 10-6.

4. Bregman RT. Cephalometric soft tissue facial analysis. Am J Orthod 1999; 116: 373-88.

5. Rakosi T. An atlas and manual of cephalometric radiography. London: Wolfe Medical Publications Ltd, 1982: 7-8,78-89.

6. Sahin AM, Umit G. Analysis of Holdaway soft-tissue measurements in children between 9 and 12 years of age. European Journal of Orthodontics 2001; 23: 287-94.

7. Arnett GW. Facial esthetics orthodontics and orthognatic surgery. PCSO Bulletin 2002: 21-2.

8. Susanto FA.Analisa hubungan kranio-dento-fasial kelompok etnik Proto Melayu usia 12-19 tahun di Medan pada tahun 1989 secara sefalometri radiografi.


(56)

9. Ayhan FB. Determination of Holdaway soft tissue norms in Anatolian Turkish adults.Am J Orthod 2003; 123: 395-400.

10. Jacobson A. Soft tissue evaluation. In: Patricia BW, ed. Radiographic Cephalometry.Hong Kong: Quintessence Publishing Co, Inc, 1995 : 239-54. 11. Peck H, Sheldon P. A concept of facial esthetics. Angle Orthodontics 1970; 40:

284,305,317-8.

12. Holdaway RA. A soft tissue cephalometric analysis and its use in orthodontic treatment planning. Part I.Am J Orthod 1983; 84: 3-13.

13. Kusnoto H. Studi morfologik pertumbuhan kranio-fasial orang Indonesia kelompok etnik Deutro Melayu, umur 6-15 tahun di Jakarta, dengan metode sefalometri radiografi.Disertasi. Jakarta: Universitas Trisakti, 1988.

14. Soehardono D. Korelasi biometrk antara jaringan keras dan lunak profil muka orang Indonesia.Universitas Airlangga, 1983.

15. Yusra Y, Widhayanti D, Sudana W. Evaluasi jaringan lunak fasialis finalis abang-none Yakarta 2002.Majalah Ilmiah Ledokteran Gigi 2005; 59: 5-13. 16. Rio RO. Analisa wajah suku Batak. Tesis. Medan : Bagian Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher FK USU, 2008: 6-24.

17. Rakosi, Jonas I, Graber TM. Orthodontics Diagnosis. New York: Thieme Medical Publisher Inc., 1993 :110-13, 173-80.

18. Bryan M. Facial proportion & analysis. 3 Feb 2010. <http://www. jawaugmentation.com/facial_formula.html>(9Nov 2010).

19. Beeson D.Facial analysis. 2005. <http://www.beeson.com/consultation.html> (9 Nov 2010).


(57)

20. Love L. Facial alloplastic implants, mandibular angle. 2010. <http://www. emedicine.medscape.com/article/1282503-overview.html> (9 Nov 2010).

21. Hwang, HS.Ethnic differences in the soft tissue profile of Korean and European-American adults with normal occlusions and well-balanced faces. Angle Orthodontist 2002;72:72-3.

22. Daldjoeni N.Ras-ras umat manusia.Bandung: PT. Citra Aditya bakti, 1991: 189-93.

23. idlauskas A. , Laura ilinskait , Vilma valkauskien . Mandibular Pubertal Growth Spurt Prediction. Part One: Method Based on the Hand-Wrist Radiographs.Baltic Dental and Maxillofacial Journal 2005; 7:16-20.


(58)

LAMPIRAN 1


(59)

Pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU

Kelas 1 Angle Kelas 2 Angle Kelas III Angle

Variabel bebas : konveksitas skeletal ( sudut N-A-Pog )

Variabel tergantung : Konveksitas jaringan lunak wajah ( sudut N -Pog -Ls ) Analisis Holdaway

LAMPIRAN 2


(60)

LAMPIRAN 3

SEBARAN NILAI SUDUT KONVEKSITAS SKELETAL WAJAH PADA PASIEN SUKU BATAK USIA REMAJA YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI FKG USU

No. Nama Kelas (Angle) Nilai konveksitas skeletal (mm)

1. YC I 3

2. DV I 5

3. AA I 5

4. JS I 4

5. PS I 4

6. ASR I 2

7. LP I 3

8. OS I 2,5

9. DS I 4,5

10. ARP I 5

11. AS I 3

12. FAS I 4

13. RS I 3

14. NB I 3

15. SS I 5

16. MS I 2

17. AAA I 5

18. NS I 4,5

19. MN I 3

20. TG I 2,5

21. CN I 4

22. RS II 6

23. JS II 6

24. AK II 7

25. TA II 10**

26. MS II 7

27. IK II 6

28. KL II 6

29. PF II 8

30. SS II 7

31. NS II 8

32. RS II 7

33. TH II 7

34. TJ II 9

35. FA III -2*


(61)

37. HS III 0

38. DN III 1

39. KM III 1

40. TV III 1

41. CS III -1

42. LJ III 1,5

43. CE III -1

44. SB III 1

*nilai konveksitas skeletal terendah **nilai konveksitas skeletal tertinggi


(62)

LAMPIRAN 4

SEBARAN NILAI SUDUT KONVEKSITAS JARINGAN LUNAK WAJAH WAJAH PADA PASIEN SUKU BATAK USIA REMAJA YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI FKG USU

No. Nama Kelas (Angle) Nilai konveksitas jaringan lunak (o)

1. YC I 18

2. DV I 20

3. AA I 19

4. JS I 20

5. PS I 19

6. ASR I 18

7. LP I 16

8. OS I 17

9. DS I 20

10. ARP I 21

11. AS I 18

12. FAS I 16

13. RS I 18

14. NB I 20

15. SS I 17

16. MS I 13

17. AAA I 18

18. NS I 20

19. MN I 16

20. TG I 17

21. CN I 19

22. RS II 22

23. JS II 23

24. AK II 24

25. TA II 28**

26. MS II 25

27. IK II 23

28. KL II 23

29. PF II 26

30. SS II 25

31. NS II 26

32. RS II 25

33. TH II 24

34. TJ II 27


(63)

36. RS III 11

37. HS III 10

38. DN III 11

39. KM III 12

40. TV III 12

41. CS III 9

42. LJ III 13

43. CE III 8*

44. SB III 11

*nilai konveksitas skeletal terendah **nilai konveksitas skeletal tertinggi


(64)

LAMPIRAN 5

Hasil Uji Statistik Anova Terhadap Perbedaan Konveksitas Skeletal pada Kelompok Kelas I Angle, Kelas II Angle dan Kelas III Angle

Nilai Konveksitas skeletal

(I) Kelas

angle (J) Kelasangle Mean Difference(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Kelas I Kelas II -3.5641* .3997 .000 -4.371 -2.757

Kelas III 3.4167* .4352 .000 2.538 4.296

Kelas II Kelas I 3.5641* .3997 .000 2.757 4.371

Kelas III 6.9808* .4764 .000 6.019 7.943

Kelas III Kelas I -3.4167* .4352 .000 -4.296 -2.538

Kelas II -6.9808* .4764 .000 -7.943 -6.019


(65)

LAMPIRAN 6

Hasil Uji Statistik Anova Terhadap Perbedaan Konveksitas Skeletal pada Kelompok Kelas I Angle, Kelas II Angle dan Kelas III Angle

Nilai Konveksitas Jaringan Lunak (I) Kelas

angle (J) Kelasangle

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Kelas I Kelas II -6.5971* .6406 .000 -7.891 -5.303

Kelas III 7.5952* .6974 .000 6.187 9.004

Kelas II Kelas I 6.5971* .6406 .000 5.303 7.891

Kelas III 14.1923* .7635 .000 12.650 15.734

Kelas III Kelas I -7.5952* .6974 .000 -9.004 -6.187

Kelas II -14.1923* .7635 .000 -15.734 -12.650


(66)

LAMPIRAN 7

Hasil Uji Statistik Kolmogorov-Smirnov Terhadap Distribusi Nilai Konveksita Skeletal dan Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Kelas I Angle, Kelas II Angle dan Kelas III Angle

NPar Tests (Kelas I)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Nilai Konveksitas

skeletal

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak

N 21 21

Normal Parametersa,,b Mean 3.667 18.095

Std. Deviation 1.0408 1.8949

Most Extreme

Differences AbsolutePositive .215.215 .147.110

Negative -.149 -.147

Kolmogorov-Smirnov Z .986 .672

Asymp. Sig. (2-tailed) .285 .757

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(67)

NPar Tests (Kelas II)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Nilai Konveksitas skeletal Nilai Konveksitas Jaringan Lunak

N 13 13

Normal Parametersa,,b Mean 7.231 24.692

Std. Deviation 1.2352 1.7505

Most Extreme

Differences AbsolutePositive .266.266 .141.141

Negative -.160 -.108

Kolmogorov-Smirnov Z .961 .508

Asymp. Sig. (2-tailed) .315 .959

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

NPar Tests (Kelas III)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Nilai Konveksitas skeletal Nilai Konveksitas Jaringan Lunak

N 10 10

Normal Parametersa,,b Mean .250 10.500

Std. Deviation 1.1844 1.7159

Most Extreme

Differences AbsolutePositive .337.163 .215.127

Negative -.337 -.215

Kolmogorov-Smirnov Z 1.065 .679

Asymp. Sig. (2-tailed) .207 .746

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(68)

LAMPIRAN 8

Hasil Uji Statistik Pearson Terhadap Korelasi Nilai Konveksita Skeletal dan Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Kelas I Angle, Kelas II Angle dan Kelas III Angle

Correlations Kelas I Angle

Nilai Konveksitas

skeletal

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak Nilai Konveksitas

skeletal Pearson Correlation 1 .575

**

Sig. (2-tailed) .006

N 21 21

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak Pearson Correlation .575

** 1

Sig. (2-tailed) .006

N 21 21


(69)

Correlations Kelas II Angle

Nilai Konveksitas

skeletal

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak Nilai Konveksitas

skeletal Pearson Correlation 1 .961

**

Sig. (2-tailed) .000

N 13 13

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak Pearson Correlation .961

** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 13 13

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Graph Kelas II Angle


(70)

Correlations Kelas IIIAngle

Nilai Konveksitas

skeletal

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak Nilai Konveksitas

skeletal Pearson Correlation 1 .643

**

Sig. (2-tailed) .000

N 10 10

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak Pearson Correlation .643

** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 10 10


(71)

(1)

LAMPIRAN 7

Hasil Uji Statistik Kolmogorov-Smirnov Terhadap Distribusi Nilai Konveksita Skeletal dan Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Kelas I Angle, Kelas II Angle dan Kelas III Angle

NPar Tests (Kelas I)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Nilai Konveksitas

skeletal

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak

N 21 21

Normal Parametersa,,b Mean 3.667 18.095

Std. Deviation 1.0408 1.8949

Most Extreme

Differences AbsolutePositive .215.215 .147.110

Negative -.149 -.147

Kolmogorov-Smirnov Z .986 .672

Asymp. Sig. (2-tailed) .285 .757

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(2)

NPar Tests (Kelas II)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Nilai Konveksitas skeletal Nilai Konveksitas Jaringan Lunak

N 13 13

Normal Parametersa,,b Mean 7.231 24.692

Std. Deviation 1.2352 1.7505

Most Extreme

Differences AbsolutePositive .266.266 .141.141

Negative -.160 -.108

Kolmogorov-Smirnov Z .961 .508

Asymp. Sig. (2-tailed) .315 .959

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

NPar Tests (Kelas III)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Nilai Konveksitas skeletal Nilai Konveksitas Jaringan Lunak

N 10 10

Normal Parametersa,,b Mean .250 10.500

Std. Deviation 1.1844 1.7159

Most Extreme

Differences AbsolutePositive .337.163 .215.127

Negative -.337 -.215

Kolmogorov-Smirnov Z 1.065 .679

Asymp. Sig. (2-tailed) .207 .746


(3)

LAMPIRAN 8

Hasil Uji Statistik Pearson Terhadap Korelasi Nilai Konveksita Skeletal dan Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Kelas I Angle, Kelas II Angle dan Kelas III Angle

Correlations Kelas I Angle

Nilai Konveksitas

skeletal

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak Nilai Konveksitas

skeletal Pearson Correlation 1 .575

**

Sig. (2-tailed) .006

N 21 21

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak Pearson Correlation .575

** 1

Sig. (2-tailed) .006

N 21 21


(4)

Correlations Kelas II Angle

Nilai Konveksitas

skeletal

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak Nilai Konveksitas

skeletal Pearson Correlation 1 .961

**

Sig. (2-tailed) .000

N 13 13

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak Pearson Correlation .961

** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 13 13

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Graph Kelas II Angle


(5)

Correlations Kelas IIIAngle

Nilai Konveksitas

skeletal

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak Nilai Konveksitas

skeletal Pearson Correlation 1 .643

**

Sig. (2-tailed) .000

N 10 10

Nilai Konveksitas

Jaringan Lunak Pearson Correlation .643

** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 10 10


(6)