Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada saat ini perawatan ortodonti tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan
relasi rahang saja tetapi juga pada estetika wajah.1,4 Pemeriksaan wajah merupakan
suatu hal yang sangat perlu diperhatikan untuk menghindari potensi penurunan
proporsi wajah dan untuk meningkatkan diagnosis, rencana perawatan dan kualitas
hasil yang diperoleh. Pasien diperiksa dalam posisi kepala yang alami, hubungan
rahang posisi relasi sentris, dan postur bibir yang rileks untuk mendapatkan ciri-ciri
skeletal wajah yang jelas.5
Para seniman dan ahli kesehatan sampai saat ini terus berusaha untuk
mendefinisikan proporsi wajah yang ideal. Mereka mengakui keindahan, namun
masih sulit menentukan standar yang objektif. Dengan munculnya radiografi
sefalometri, berbagai analisis dapat dikembangkan dalam upaya untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitatif estetika profil wajah.3,5 Terdapat dua metode pengukuran yang
dapat digunakan untuk menganalisis wajah yaitu fotometri dan sefalometri.10,19
2.1 Fotometri
Bidang ilmu kedokteran gigi khususnya ortodonti, banyak menggunakan
metode fotometri untuk mengevaluasi konfigurasi fasial, baik dalam arah frontal
maupun lateral.20,21 Penggunaan fotometri dapat menganalisis proporsi wajah, simetri
wajah, konveksitas jaringan lunak wajah, serta bentuk wajah.11
Fotometri merupakan salah satu metode penting yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis, rencana perawatan serta untuk dokumentasi. Manfaat
fotografi di bidang ortodonti yaitu sebagai media untuk memonitor perkembangan
perawatan dan melihat kemajuan perawatan.22
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Fotometri Frontal
Fotometri frontal digunakan untuk menganalisis proporsi dan simetri wajah
terhadap bidang vertikal dan horizontal serta menentukan morfologi tipe wajah.23
Proporsi wajah secara frontal dapat dianalisis dengan menggunakan bidang vertikal
dan horizontal. Penggunaan bidang horizontal, wajah dapat dibagi menjadi tiga
bagian, bagian atas dari batas garis rambut (trichion) ke titik glabella , bagian tengah
dari titik glabella ke titik subnasal dan bagian bawah dari titik subnasal ke titik
menton. Untuk mengevaluasi lebar dari wajah dapat dilakukan dengan cara membagi
wajah menjadi lima bagian yang sama secara vertikal (Gambar 1).23
Simetri wajah dapat dianalisis dengan cara membagi wajah menjadi dua
bagian yang sama dengan menggunakan garis simetri wajah yang melalui titik
glabella , puncak hidung (pronasale), titik tengah bibir atas (labrale superius) dan
titik tengah dagu (gnathion) (Gambar 2).11
(a)
(b)
Gambar 1. Proporsi wajah secara frontal. (a) Pembagian wajah berdasarkan
bidang horizontal (b) Pembagian wajah berdasarkan bidang
vertikal.23
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Garis Simetri Wajah23
Bentuk wajah dapat dievaluasi berdasarkan indeks morfologi wajah yaitu
facial index, upper facial index, lower facial index dan chin index. Bentuk morfologi
wajah
terdiri
dari
beberapa
jenis
yaitu
brachicephali/euryprosopic,
mesocephali/mesoprosopic, dan dolichocephali/leptoprosopic (Gambar 3).21,22
Gambar 3. Bentuk morfologi wajah manusia22
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Fotometri Lateral
Fotometri lateral dalam bidang ortodonti digunakan untuk menganalisis profil
wajah (konveksitas), proporsi wajah serta analisis hidung.21 Analisis konveksitas
wajah pada metode fotometri ini menggunakan dua garis penuntun, yaitu garis yang
menghubungkan antara dahi dengan perbatasan septum nasal dengan bibir atas
(Subnasale) dan garis yang menghubungkan antara dagu (Pogonion) dengan
perbatasan septum nasal dengan bibir atas (Subnasale) (Gambar 4).21,24
Proporsi wajah secara lateral dapat dianalisis menjadi tiga bagian, yaitu
sepertiga atas (trichion - glabella ), sepertiga tengah (glabella - subnasal) dan
sepertiga bawah (subnasal – menton) (gambar 5).23,25
Gambar 4. Konveksitas wajah dengan metode fotometri24
Gambar 5. Proporsi wajah secara lateral23,25
Universitas Sumatera Utara
Analisis hidung secara sefalometri lateral dapat dilakukan dengan
menggunakan sudut nasofrontal dan sudut nasofacial. Sudut nasofrontal digunakan
untuk menganalisis hubungan hidung dan dahi
(sekitar 120o) sedangkan sudut
nasofacial digunakan untuk mengevaluasi derajat proyeksi hidung secara tidak
langsung (sekitar 36o) (Gambar 6).19,25
(a)
(b)
Gambar 6. Analisis hidung secara fotometri lateral. (a) Sudut nasofrontal (b) Sudut
nasofacial.25
Fotometri tidak dapat digunakan untuk melihat hubungan antara gigi-gigi,
tulang rahang dan struktur kraniofasial lainnya. Berdasarkan pengetahuan
antropometrik dan gnatostatik, maka para ahli antropologi menemukan suatu alat
yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan gigi-gigi dan struktur tulang
muka secara ekstrakranial dan intrakranial yang disebut sefalometri radiografi.14
2.2 Sefalometri
Radiografi sefalometri merupakan sarana penting dalam bidang kedokteran
gigi. Radiografi sefalometri ini merupakan sarana penunjang dalam mendiagnosis,
menentukan
rencana
perawatan,
menganalisis
kelainan
mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.
kraniofasial
serta
20
Universitas Sumatera Utara
Sefalometri dapat menghasilkan pengukuran-pengukuran yang bersifat
kuantitatif terhadap bagian-bagian tertentu dari kepala untuk mendapatkan informasi
tentang pola kraniofasial. Analisis pada radiografi sefalometri dilakukan dengan cara
menetapkan lokasi titik-titik referensi pada bagian-bagian skeletal dan jaringan lunak
kraniofasial yang akan menghasilkan garis, bidang dan sudut.21
Menurut analisisnya, sefalometri terbagi menjadi dua tipe yaitu (Gambar 7):1
a. Sefalogram frontal adalah gambaran frontal atau anteroposterior dari tengkorak
kepala (Gambar 7a).
b. Sefalogram lateral adalah gambaran lateral dari tengkorak kepala (Gambar 7b).
Sefalogram lateral dapat digunakan untuk menganalisis profil jaringan lunak
aspek lateral, yaitu analisis profil jaringan lunak wajah.
(a)
(b)
Gambar 7. Sefalogram (a) frontal, (b) lateral11
Sefalometri mempunyai berbagai fungsi dan kegunaan, yaitu:1
1. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.
Universitas Sumatera Utara
Dengan membandingkan sefalogram-sefalogram yang diambil dalam interval
waktu yang berbeda, untuk mengetahui arah pertumbuhan dan perkembangan
kraniofasial.
2. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial.
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab maloklusi (seperti ketidakseimbangan
struktur tulang muka).
3. Mempelajari tipe fasial.
Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial.
Ada 2 hal penting yaitu : posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap
kranium dan relasi mandibula terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi
bentuk profil : cembung, lurus atau cekung.
4. Merencanakan perawatan ortodonti.
Analisis
dan
diagnosis
yang
didasarkan
pada
perhitungan-perhitungan
sefalometrik dapat diprakirakan hasil perawatan ortodontik yang dilakukan.
5. Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat.
Dengan membandingkan sefalogram yang diambil sebelum, sewaktu dan sesudah
perawatan ortodonti.
6. Analisis fungsional.
Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi
kondilus pada sefalogram yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan posisi
istirahat.
7. Sebagai sarana untuk penelitian.
2.3 Analisis Jaringan Keras dan Jaringan Lunak dengan Sefalogram
Lateral
Analisis terhadap jaringan keras dan lunak wajah dapat dilakukan pada
sefalogram lateral. Titik-titik yang digunakan dalam analisis jaringan keras
(Gambar 8):2,11,19
Sella (S) : titik ditengah-tengah fossa pituitary (sella turcica )
Nasion (N/Na) : titik perpotongan sutura frontonasalis
Universitas Sumatera Utara
Orbitale (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbita
Sub-spina (A) : titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan prosthion
Supra-mental (B) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonion
Pogonion (Pog) : titik paling depan dari tulang dagu
Gnathion (Gn) : titik di antara pogonion dan menton
Menton (Me) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu
Articulare (Ar) : titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranium dan
permukaan posterior kondilus mandibula.
Gonion (Go) : titik bagi yang dibentuk oleh garis dari sudut yang dibentuk oleh
bidang mandibula dan ramus mandibula
Porion (Po) : titik paling superior dari porus accusticus externus
Pterygomaxilary Fissure (PTM) : Bayangan radiolusen yang menyerupai tetes air
mata,bagian anterior dari bayangan tersebut adalah permukaan posterior dari
tuber maksilaris.
Spina Nasalis Posterior (PNS) : Titik paling posterior dari palatum durum.
Gambar 8. Titik-titik dalam analisis jaringan keras11
Universitas Sumatera Utara
Titik-titik yang digunakan dalam jaringan lunak (Gambar 9): 2,11,19,26
Glabella (G) : titik paling anterior dari dahi pada dataran midsagital.
Nasion kulit (N’) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung.
Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung.
Subnasale (Sn) : titik dimana septum nasal berbatasan dengan bibir atas.
Labrale superius (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas.
Superior labial sulkus (SLS) : titik tercekung di antara Sn dan Ls.
Stomion superius (Stms) : titik paling bawah dari vermilion bibir atas.
Stomion inferius (Stmi) : titik paling atas dari vermilion bibir bawah.
Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah.
Inferior labial sulkus (ILS) : titik paling cekung di antara Li dan Pog’.
Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior jaringan lunak dagu.
Menton kulit (Me’) : titik paling inferior dari jaringan lunak dagu.
Gambar 9. Titik-titik dalam analisis jaringan lunak12,27
Universitas Sumatera Utara
Titik-titik di atas dapat digunakan untuk berbagai analisis terhadap jaringan
keras dan jaringan lunak wajah. 2,11,19,26 Yang tergolong dalam analisis jaringan lunak
secara lateral antara lain 1/3 tengah-bawah wajah, perbandingan tinggi bibir atas dan
bibir bawah, penilaian terhadap hidung, sudut nasomental, sudut nasolabial, prognasi
maksila dan mandibula, tebal bibir atas dan bibir bawah, celah antara bibir atas dan
bibir bawah, tebal dagu, kontur dagu-leher, sudut konveksitas wajah, bidang Estetis
(Garis-E), garis-S dan sudut-Z Merrifield.11,27
2.4 Analisis Konveksitas Wajah
Konveksitas skeletal merupakan salah satu sudut yang dapat dianalisis dari
profil wajah pada pandangan anteroposterior yang juga menyatakan relasi skeletal
rahang atas dan rahang bawah yang lebih spesifiknya dianalisis melalui sefalometri
lateral. Analisis konveksitas skeletal yang ideal telah dilakukan oleh ahli ortodonti
dan telah diterapkan pada analisis-analisis perawatan ortodonti, antara lain analisis
yang dikemukakan oleh Downs, Ricketts dan Holdaway. Analisis terhadap
konveksitas skeletal diperoleh dari titik A dan bidang fasial (N-Pog).11,14,27
2.4.1 Analisis Downs
Menurut Downs, konveksitas skeletal diperoleh dari sudut yang dibentuk oleh
garis Nasion-A ke garis A-Pogonion. Jika garis A-Pogonion berada di anterior garis
Nasion- A, sudut ini bernilai positif yaitu maksila berada di anterior mandibula. Dan
sebaliknya, sudut ini bernilai negatif yaitu mandibula berada di anterior maksila. Nilai
interval dari sudut N-A-Pog ini adalah -8,5o - +10o, dengan nilai ideal 0o jika kedua
garis berimpit (Gambar 10).11,28
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10. Konveksitas skeletal menurut Downs. Diperoleh
dari sudut yang dibentuk oleh garis N-A ke garis
A-Pog.11,29
2.4.2 Analisis Ricketts
Analisis Ricketts terhadap konveksitas skeletal diperoleh dari jarak titik A
terhadap bidang fasial (N-Pog) dalam mm. Nilai ideal jarak titik A terhadap bidang
fasial (N-Pog) adalah 2 ± 2 mm. Jika nilainya positif dan lebih besar dari 2 mm, maka
diperoleh relasi Kelas II skeletal dan jika bernilai negatif, maka diperoleh relasi
Kelas III skeletal. Nilai ideal yang dinyatakan Ricketts adalah 2 mm
(Gambar 11).11,29,30
Universitas Sumatera Utara
Gambar 11. Konveksitas skeletal menurut Ricketts. Diperoleh dari jarak titik A
terhadap bidang fasial (N-Pog).11,30
2.4.3 Analisis Holdaway
Menurut Holdaway, konveksitas skeletal diukur jarak dari titik A ke garis
Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog). Analisis ini sangat berguna dalam penentuan
konveksitas wajah skeletal dalam hubungannya dengan konveksitas jaringan lunak
(sudut-H). Konveksitas skeletal wajah ideal jika jarak antara garis N-Pog ke
titik A -3mm sampai +4 mm (Gambar 15).11
2.5 Analisis Konveksitas Jaringan Lunak
Analisis konveksitas jaringan lunak wajah dengan posisi bibir yang ideal telah
dilakukan penelitian oleh ahli-ahli ortodonti antara lain Steiner, Ricketts, Merrifeld
dan Holdaway yang merupakan penentuan bentuk profil jaringan lunak cembung,
lurus atau cekung. Masing-masing ahli menggunakan referensi yang bervariasi dalam
menganalisis profil jaringan lunak wajah. Steiner menggunakan garis S, Ricketts
garis estetis (garis E), Merrifeld menggunakan sudut Z dan Holdaway menggunakan
garis Harmoni (garis-H).11,14,27-29
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Analisis Menurut Steiner (Garis S)
Garis S merupakan garis yang ditarik dari titik Pog’ ke pertengahan kurva S
yang terletak diantara Pronasal (Pr) ke titik Subnasales (Sn) (Gambar 12). Menurut
Steiner, dalam keadaan normal titik Labrale superior (Ls) dan Labrale inferior (Li)
berada pada garis S. Jika bibir berada di belakang garis S dinyatakan profil wajahnya
cekung. Sedangkan jika berada di depan garis S, profil wajahnya terlalu tebal atau
cembung.14,17,29,31
Gambar 12. Analisis jaringan lunak wajah menurut
Steiner (Garis S).11,31
2.5.2 Analisis Menurut Ricketts (Garis E)
Menurut Ricketts, analisis konveksitas jaringan lunak wajah seseorang
dipengaruhi oleh garis E. Garis E merupakan garis yang ditarik dari titik pogonion
kulit (Pog’) ke titik Pronasale (Pr) (Gambar 13). Seseorang mempunyai profil yang
harmonis jika titik Labrale superior (Ls) terletak 2-4 mm di belakang garis E dan titik
Labrale inferior (Li) 1-2 mm di belakang garis E. Apabila letak titik Ls lebih
dari 4 mm di belakang garis E maka profil wajah tampak cekung, juga sebaliknya
profil wajah akan tampak cembung jika Li terletak di depan garis E.11,14,30
Universitas Sumatera Utara
Gambar 13. Analisis jaringan lunak wajah menurut
Rickets (Garis E).14,30
2.5.3 Analisis Menurut Merrifield (Sudut Z)
Menurut Merrifield, garis profil wajah merupakan garis yang ditarik dari titik
Pogonion kulit (Pog’) dengan titik paling depan dari Labrale superior (Ls) dan
Labrale inferior (Li). Sudut Z dibentuk oleh perpotongan antara bidang Frankfurt
horizontal dengan garis profil tersebut. (Gambar 14). Nilai ideal sudut ini
berkisar 80 ± 9o.11,28
Gambar 14. Analisis jaringan lunak wajah menurut
Merrifield (Sudut Z).11
Universitas Sumatera Utara
2.5.4 Analisis Menurut Holdaway (Sudut H)
Holdaway menggunakan garis-H untuk menganalisis keseimbangan dan
keharmonisan profil jaringan lunak. Garis-H ini diperoleh dengan menarik garis dari
titik Pogonion kulit (Pog’) ke titik Labial superior (Ls) (Gambar 15).2,5,27-29
Menurut Jacobson dan Vlachos, analisis Holdaway lebih berani, terperinci,
jelas dan luas dalam pembahasannya mengenai profil jaringan lunak yang seimbang
dan harmonis, yaitu terdiri dari jarak Pronasale (Pr) terhadap garis-H, kedalaman
sulkus Labialis superior (Ls), kedalaman sulkus Labialis inferior (Li), jarak bibir
bawah ke garis-H, tebal bibir atas, kurvatura bibir atas, besar sudut fasial, tebal dagu,
strain bibir atas, besar sudut-H dan konveksitas skeletal. Oleh karena itu penelitian ini
secara khusus akan membahas mengenai konveksitas skeletal dan konveksitas
jaringan lunak wajah berdasarkan sudut-H.11,26,27
Yang dimaksud dengan sudut-H adalah sebuah sudut yang dibentuk oleh
perpotongan garis-H dengan garis N’-Pog’ (Gambar 15). Sudut-H juga digunakan
dalam penentuan konveksitas jaringan lunak adalah cembung, lurus atau cekung.
Besar sudut-H yang harmonis dan seimbang berkisar 7o - 15o. Apabila sudut-H lebih
besar dari 15o maka konveksitas profil wajah menunjukkan cembung sedangkan jika
sudut-H lebih kecil dari 7o menunjukkan bentuk profil konveksitas yang cekung oleh
karena letak Pog’ lebih ke posterior atau letak titik Ls lebih ke anterior.11
Berdasarkan analisis Holdaway, 10o merupakan sudut-H yang paling ideal
dengan nilai konveksitas wajah 0 mm. Profil yang harmoni dapat dilihat jika nilai
konveksitas skeletal dan sudut-H seimbang. Apabila konveksitas skeletal lebih besar
dari besar sudut-H atau tidak sesuai maka kemungkinan yang terjadi adalah
pertumbuhan fasial yang tidak seimbang.2,11
Universitas Sumatera Utara
Gambar 15. Analisis jaringan lunak wajah menurut
Holdaway11,27,28
2.6 Suku Proto Melayu
Suku atau ras adalah sekelompok manusia yang dapat dibedakan dari
kelompok lain dengan ciri-ciri jasmaniah tertentu yang diperoleh dari keturunan,
sesuai dengan hukum genetika.19
Sebagian besar populasi penduduk Indonesia didominasi oleh suku
Paleomongoloid atau disebut juga suku Melayu. Suku Paleomongoloid terdiri atas
suku Proto Melayu (Melayu tua) dan suku Deutro Melayu (Melayu muda). Pada
tahun 2000SM., suku Proto Melayu pertama kalinya datang ke Indonesia kemudian
pada tahun 1500SM, suku Deutro Melayu mulai berdatangan ke Indonesia.19
Suku Proto Melayu terdiri dari suku Batak di Sumatera Utara, Dayak di
Kalimantan Barat dan Toraja di Sulawesi Barat pada awalnya menempati pesisir
pantai. Sedangkan suku Deutro Melayu terdiri dari suku Aceh, Melayu,
Minangkabau, Betawi, Sunda, Jawa, Lampung, Madura, Bali, Makasar, Bugis dan
Manado.18,19
Universitas Sumatera Utara
Suku Proto Melayu yang menempati pulau Sumatera adalah suku Batak. Suku
Batak memiliki beberapa sub suku yang masih memiliki ikatan kuat antara satu
dengan lainnya, yaitu sub suku Toba, Mandailing, Karo, Simalungun, dan Pakpak.
Namun, ada juga yang menyebut sebelas, yaitu kelima sub tersebut ditambah dengan
Pasisir, Angkola, Padang Lawas, Melayu, Nias, dan Alas Gayo. Kelompok Proto
Melayu memiliki bentuk kepala yang panjang (dolichocephali) sedangkan kelompok
Deutro Melayu memiliki bentuk kepala yang pendek (brachycephali).19
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Pada saat ini perawatan ortodonti tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan
relasi rahang saja tetapi juga pada estetika wajah.1,4 Pemeriksaan wajah merupakan
suatu hal yang sangat perlu diperhatikan untuk menghindari potensi penurunan
proporsi wajah dan untuk meningkatkan diagnosis, rencana perawatan dan kualitas
hasil yang diperoleh. Pasien diperiksa dalam posisi kepala yang alami, hubungan
rahang posisi relasi sentris, dan postur bibir yang rileks untuk mendapatkan ciri-ciri
skeletal wajah yang jelas.5
Para seniman dan ahli kesehatan sampai saat ini terus berusaha untuk
mendefinisikan proporsi wajah yang ideal. Mereka mengakui keindahan, namun
masih sulit menentukan standar yang objektif. Dengan munculnya radiografi
sefalometri, berbagai analisis dapat dikembangkan dalam upaya untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitatif estetika profil wajah.3,5 Terdapat dua metode pengukuran yang
dapat digunakan untuk menganalisis wajah yaitu fotometri dan sefalometri.10,19
2.1 Fotometri
Bidang ilmu kedokteran gigi khususnya ortodonti, banyak menggunakan
metode fotometri untuk mengevaluasi konfigurasi fasial, baik dalam arah frontal
maupun lateral.20,21 Penggunaan fotometri dapat menganalisis proporsi wajah, simetri
wajah, konveksitas jaringan lunak wajah, serta bentuk wajah.11
Fotometri merupakan salah satu metode penting yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis, rencana perawatan serta untuk dokumentasi. Manfaat
fotografi di bidang ortodonti yaitu sebagai media untuk memonitor perkembangan
perawatan dan melihat kemajuan perawatan.22
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Fotometri Frontal
Fotometri frontal digunakan untuk menganalisis proporsi dan simetri wajah
terhadap bidang vertikal dan horizontal serta menentukan morfologi tipe wajah.23
Proporsi wajah secara frontal dapat dianalisis dengan menggunakan bidang vertikal
dan horizontal. Penggunaan bidang horizontal, wajah dapat dibagi menjadi tiga
bagian, bagian atas dari batas garis rambut (trichion) ke titik glabella , bagian tengah
dari titik glabella ke titik subnasal dan bagian bawah dari titik subnasal ke titik
menton. Untuk mengevaluasi lebar dari wajah dapat dilakukan dengan cara membagi
wajah menjadi lima bagian yang sama secara vertikal (Gambar 1).23
Simetri wajah dapat dianalisis dengan cara membagi wajah menjadi dua
bagian yang sama dengan menggunakan garis simetri wajah yang melalui titik
glabella , puncak hidung (pronasale), titik tengah bibir atas (labrale superius) dan
titik tengah dagu (gnathion) (Gambar 2).11
(a)
(b)
Gambar 1. Proporsi wajah secara frontal. (a) Pembagian wajah berdasarkan
bidang horizontal (b) Pembagian wajah berdasarkan bidang
vertikal.23
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Garis Simetri Wajah23
Bentuk wajah dapat dievaluasi berdasarkan indeks morfologi wajah yaitu
facial index, upper facial index, lower facial index dan chin index. Bentuk morfologi
wajah
terdiri
dari
beberapa
jenis
yaitu
brachicephali/euryprosopic,
mesocephali/mesoprosopic, dan dolichocephali/leptoprosopic (Gambar 3).21,22
Gambar 3. Bentuk morfologi wajah manusia22
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Fotometri Lateral
Fotometri lateral dalam bidang ortodonti digunakan untuk menganalisis profil
wajah (konveksitas), proporsi wajah serta analisis hidung.21 Analisis konveksitas
wajah pada metode fotometri ini menggunakan dua garis penuntun, yaitu garis yang
menghubungkan antara dahi dengan perbatasan septum nasal dengan bibir atas
(Subnasale) dan garis yang menghubungkan antara dagu (Pogonion) dengan
perbatasan septum nasal dengan bibir atas (Subnasale) (Gambar 4).21,24
Proporsi wajah secara lateral dapat dianalisis menjadi tiga bagian, yaitu
sepertiga atas (trichion - glabella ), sepertiga tengah (glabella - subnasal) dan
sepertiga bawah (subnasal – menton) (gambar 5).23,25
Gambar 4. Konveksitas wajah dengan metode fotometri24
Gambar 5. Proporsi wajah secara lateral23,25
Universitas Sumatera Utara
Analisis hidung secara sefalometri lateral dapat dilakukan dengan
menggunakan sudut nasofrontal dan sudut nasofacial. Sudut nasofrontal digunakan
untuk menganalisis hubungan hidung dan dahi
(sekitar 120o) sedangkan sudut
nasofacial digunakan untuk mengevaluasi derajat proyeksi hidung secara tidak
langsung (sekitar 36o) (Gambar 6).19,25
(a)
(b)
Gambar 6. Analisis hidung secara fotometri lateral. (a) Sudut nasofrontal (b) Sudut
nasofacial.25
Fotometri tidak dapat digunakan untuk melihat hubungan antara gigi-gigi,
tulang rahang dan struktur kraniofasial lainnya. Berdasarkan pengetahuan
antropometrik dan gnatostatik, maka para ahli antropologi menemukan suatu alat
yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan gigi-gigi dan struktur tulang
muka secara ekstrakranial dan intrakranial yang disebut sefalometri radiografi.14
2.2 Sefalometri
Radiografi sefalometri merupakan sarana penting dalam bidang kedokteran
gigi. Radiografi sefalometri ini merupakan sarana penunjang dalam mendiagnosis,
menentukan
rencana
perawatan,
menganalisis
kelainan
mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.
kraniofasial
serta
20
Universitas Sumatera Utara
Sefalometri dapat menghasilkan pengukuran-pengukuran yang bersifat
kuantitatif terhadap bagian-bagian tertentu dari kepala untuk mendapatkan informasi
tentang pola kraniofasial. Analisis pada radiografi sefalometri dilakukan dengan cara
menetapkan lokasi titik-titik referensi pada bagian-bagian skeletal dan jaringan lunak
kraniofasial yang akan menghasilkan garis, bidang dan sudut.21
Menurut analisisnya, sefalometri terbagi menjadi dua tipe yaitu (Gambar 7):1
a. Sefalogram frontal adalah gambaran frontal atau anteroposterior dari tengkorak
kepala (Gambar 7a).
b. Sefalogram lateral adalah gambaran lateral dari tengkorak kepala (Gambar 7b).
Sefalogram lateral dapat digunakan untuk menganalisis profil jaringan lunak
aspek lateral, yaitu analisis profil jaringan lunak wajah.
(a)
(b)
Gambar 7. Sefalogram (a) frontal, (b) lateral11
Sefalometri mempunyai berbagai fungsi dan kegunaan, yaitu:1
1. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.
Universitas Sumatera Utara
Dengan membandingkan sefalogram-sefalogram yang diambil dalam interval
waktu yang berbeda, untuk mengetahui arah pertumbuhan dan perkembangan
kraniofasial.
2. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial.
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab maloklusi (seperti ketidakseimbangan
struktur tulang muka).
3. Mempelajari tipe fasial.
Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial.
Ada 2 hal penting yaitu : posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap
kranium dan relasi mandibula terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi
bentuk profil : cembung, lurus atau cekung.
4. Merencanakan perawatan ortodonti.
Analisis
dan
diagnosis
yang
didasarkan
pada
perhitungan-perhitungan
sefalometrik dapat diprakirakan hasil perawatan ortodontik yang dilakukan.
5. Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat.
Dengan membandingkan sefalogram yang diambil sebelum, sewaktu dan sesudah
perawatan ortodonti.
6. Analisis fungsional.
Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi
kondilus pada sefalogram yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan posisi
istirahat.
7. Sebagai sarana untuk penelitian.
2.3 Analisis Jaringan Keras dan Jaringan Lunak dengan Sefalogram
Lateral
Analisis terhadap jaringan keras dan lunak wajah dapat dilakukan pada
sefalogram lateral. Titik-titik yang digunakan dalam analisis jaringan keras
(Gambar 8):2,11,19
Sella (S) : titik ditengah-tengah fossa pituitary (sella turcica )
Nasion (N/Na) : titik perpotongan sutura frontonasalis
Universitas Sumatera Utara
Orbitale (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbita
Sub-spina (A) : titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan prosthion
Supra-mental (B) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonion
Pogonion (Pog) : titik paling depan dari tulang dagu
Gnathion (Gn) : titik di antara pogonion dan menton
Menton (Me) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu
Articulare (Ar) : titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranium dan
permukaan posterior kondilus mandibula.
Gonion (Go) : titik bagi yang dibentuk oleh garis dari sudut yang dibentuk oleh
bidang mandibula dan ramus mandibula
Porion (Po) : titik paling superior dari porus accusticus externus
Pterygomaxilary Fissure (PTM) : Bayangan radiolusen yang menyerupai tetes air
mata,bagian anterior dari bayangan tersebut adalah permukaan posterior dari
tuber maksilaris.
Spina Nasalis Posterior (PNS) : Titik paling posterior dari palatum durum.
Gambar 8. Titik-titik dalam analisis jaringan keras11
Universitas Sumatera Utara
Titik-titik yang digunakan dalam jaringan lunak (Gambar 9): 2,11,19,26
Glabella (G) : titik paling anterior dari dahi pada dataran midsagital.
Nasion kulit (N’) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung.
Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung.
Subnasale (Sn) : titik dimana septum nasal berbatasan dengan bibir atas.
Labrale superius (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas.
Superior labial sulkus (SLS) : titik tercekung di antara Sn dan Ls.
Stomion superius (Stms) : titik paling bawah dari vermilion bibir atas.
Stomion inferius (Stmi) : titik paling atas dari vermilion bibir bawah.
Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah.
Inferior labial sulkus (ILS) : titik paling cekung di antara Li dan Pog’.
Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior jaringan lunak dagu.
Menton kulit (Me’) : titik paling inferior dari jaringan lunak dagu.
Gambar 9. Titik-titik dalam analisis jaringan lunak12,27
Universitas Sumatera Utara
Titik-titik di atas dapat digunakan untuk berbagai analisis terhadap jaringan
keras dan jaringan lunak wajah. 2,11,19,26 Yang tergolong dalam analisis jaringan lunak
secara lateral antara lain 1/3 tengah-bawah wajah, perbandingan tinggi bibir atas dan
bibir bawah, penilaian terhadap hidung, sudut nasomental, sudut nasolabial, prognasi
maksila dan mandibula, tebal bibir atas dan bibir bawah, celah antara bibir atas dan
bibir bawah, tebal dagu, kontur dagu-leher, sudut konveksitas wajah, bidang Estetis
(Garis-E), garis-S dan sudut-Z Merrifield.11,27
2.4 Analisis Konveksitas Wajah
Konveksitas skeletal merupakan salah satu sudut yang dapat dianalisis dari
profil wajah pada pandangan anteroposterior yang juga menyatakan relasi skeletal
rahang atas dan rahang bawah yang lebih spesifiknya dianalisis melalui sefalometri
lateral. Analisis konveksitas skeletal yang ideal telah dilakukan oleh ahli ortodonti
dan telah diterapkan pada analisis-analisis perawatan ortodonti, antara lain analisis
yang dikemukakan oleh Downs, Ricketts dan Holdaway. Analisis terhadap
konveksitas skeletal diperoleh dari titik A dan bidang fasial (N-Pog).11,14,27
2.4.1 Analisis Downs
Menurut Downs, konveksitas skeletal diperoleh dari sudut yang dibentuk oleh
garis Nasion-A ke garis A-Pogonion. Jika garis A-Pogonion berada di anterior garis
Nasion- A, sudut ini bernilai positif yaitu maksila berada di anterior mandibula. Dan
sebaliknya, sudut ini bernilai negatif yaitu mandibula berada di anterior maksila. Nilai
interval dari sudut N-A-Pog ini adalah -8,5o - +10o, dengan nilai ideal 0o jika kedua
garis berimpit (Gambar 10).11,28
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10. Konveksitas skeletal menurut Downs. Diperoleh
dari sudut yang dibentuk oleh garis N-A ke garis
A-Pog.11,29
2.4.2 Analisis Ricketts
Analisis Ricketts terhadap konveksitas skeletal diperoleh dari jarak titik A
terhadap bidang fasial (N-Pog) dalam mm. Nilai ideal jarak titik A terhadap bidang
fasial (N-Pog) adalah 2 ± 2 mm. Jika nilainya positif dan lebih besar dari 2 mm, maka
diperoleh relasi Kelas II skeletal dan jika bernilai negatif, maka diperoleh relasi
Kelas III skeletal. Nilai ideal yang dinyatakan Ricketts adalah 2 mm
(Gambar 11).11,29,30
Universitas Sumatera Utara
Gambar 11. Konveksitas skeletal menurut Ricketts. Diperoleh dari jarak titik A
terhadap bidang fasial (N-Pog).11,30
2.4.3 Analisis Holdaway
Menurut Holdaway, konveksitas skeletal diukur jarak dari titik A ke garis
Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog). Analisis ini sangat berguna dalam penentuan
konveksitas wajah skeletal dalam hubungannya dengan konveksitas jaringan lunak
(sudut-H). Konveksitas skeletal wajah ideal jika jarak antara garis N-Pog ke
titik A -3mm sampai +4 mm (Gambar 15).11
2.5 Analisis Konveksitas Jaringan Lunak
Analisis konveksitas jaringan lunak wajah dengan posisi bibir yang ideal telah
dilakukan penelitian oleh ahli-ahli ortodonti antara lain Steiner, Ricketts, Merrifeld
dan Holdaway yang merupakan penentuan bentuk profil jaringan lunak cembung,
lurus atau cekung. Masing-masing ahli menggunakan referensi yang bervariasi dalam
menganalisis profil jaringan lunak wajah. Steiner menggunakan garis S, Ricketts
garis estetis (garis E), Merrifeld menggunakan sudut Z dan Holdaway menggunakan
garis Harmoni (garis-H).11,14,27-29
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Analisis Menurut Steiner (Garis S)
Garis S merupakan garis yang ditarik dari titik Pog’ ke pertengahan kurva S
yang terletak diantara Pronasal (Pr) ke titik Subnasales (Sn) (Gambar 12). Menurut
Steiner, dalam keadaan normal titik Labrale superior (Ls) dan Labrale inferior (Li)
berada pada garis S. Jika bibir berada di belakang garis S dinyatakan profil wajahnya
cekung. Sedangkan jika berada di depan garis S, profil wajahnya terlalu tebal atau
cembung.14,17,29,31
Gambar 12. Analisis jaringan lunak wajah menurut
Steiner (Garis S).11,31
2.5.2 Analisis Menurut Ricketts (Garis E)
Menurut Ricketts, analisis konveksitas jaringan lunak wajah seseorang
dipengaruhi oleh garis E. Garis E merupakan garis yang ditarik dari titik pogonion
kulit (Pog’) ke titik Pronasale (Pr) (Gambar 13). Seseorang mempunyai profil yang
harmonis jika titik Labrale superior (Ls) terletak 2-4 mm di belakang garis E dan titik
Labrale inferior (Li) 1-2 mm di belakang garis E. Apabila letak titik Ls lebih
dari 4 mm di belakang garis E maka profil wajah tampak cekung, juga sebaliknya
profil wajah akan tampak cembung jika Li terletak di depan garis E.11,14,30
Universitas Sumatera Utara
Gambar 13. Analisis jaringan lunak wajah menurut
Rickets (Garis E).14,30
2.5.3 Analisis Menurut Merrifield (Sudut Z)
Menurut Merrifield, garis profil wajah merupakan garis yang ditarik dari titik
Pogonion kulit (Pog’) dengan titik paling depan dari Labrale superior (Ls) dan
Labrale inferior (Li). Sudut Z dibentuk oleh perpotongan antara bidang Frankfurt
horizontal dengan garis profil tersebut. (Gambar 14). Nilai ideal sudut ini
berkisar 80 ± 9o.11,28
Gambar 14. Analisis jaringan lunak wajah menurut
Merrifield (Sudut Z).11
Universitas Sumatera Utara
2.5.4 Analisis Menurut Holdaway (Sudut H)
Holdaway menggunakan garis-H untuk menganalisis keseimbangan dan
keharmonisan profil jaringan lunak. Garis-H ini diperoleh dengan menarik garis dari
titik Pogonion kulit (Pog’) ke titik Labial superior (Ls) (Gambar 15).2,5,27-29
Menurut Jacobson dan Vlachos, analisis Holdaway lebih berani, terperinci,
jelas dan luas dalam pembahasannya mengenai profil jaringan lunak yang seimbang
dan harmonis, yaitu terdiri dari jarak Pronasale (Pr) terhadap garis-H, kedalaman
sulkus Labialis superior (Ls), kedalaman sulkus Labialis inferior (Li), jarak bibir
bawah ke garis-H, tebal bibir atas, kurvatura bibir atas, besar sudut fasial, tebal dagu,
strain bibir atas, besar sudut-H dan konveksitas skeletal. Oleh karena itu penelitian ini
secara khusus akan membahas mengenai konveksitas skeletal dan konveksitas
jaringan lunak wajah berdasarkan sudut-H.11,26,27
Yang dimaksud dengan sudut-H adalah sebuah sudut yang dibentuk oleh
perpotongan garis-H dengan garis N’-Pog’ (Gambar 15). Sudut-H juga digunakan
dalam penentuan konveksitas jaringan lunak adalah cembung, lurus atau cekung.
Besar sudut-H yang harmonis dan seimbang berkisar 7o - 15o. Apabila sudut-H lebih
besar dari 15o maka konveksitas profil wajah menunjukkan cembung sedangkan jika
sudut-H lebih kecil dari 7o menunjukkan bentuk profil konveksitas yang cekung oleh
karena letak Pog’ lebih ke posterior atau letak titik Ls lebih ke anterior.11
Berdasarkan analisis Holdaway, 10o merupakan sudut-H yang paling ideal
dengan nilai konveksitas wajah 0 mm. Profil yang harmoni dapat dilihat jika nilai
konveksitas skeletal dan sudut-H seimbang. Apabila konveksitas skeletal lebih besar
dari besar sudut-H atau tidak sesuai maka kemungkinan yang terjadi adalah
pertumbuhan fasial yang tidak seimbang.2,11
Universitas Sumatera Utara
Gambar 15. Analisis jaringan lunak wajah menurut
Holdaway11,27,28
2.6 Suku Proto Melayu
Suku atau ras adalah sekelompok manusia yang dapat dibedakan dari
kelompok lain dengan ciri-ciri jasmaniah tertentu yang diperoleh dari keturunan,
sesuai dengan hukum genetika.19
Sebagian besar populasi penduduk Indonesia didominasi oleh suku
Paleomongoloid atau disebut juga suku Melayu. Suku Paleomongoloid terdiri atas
suku Proto Melayu (Melayu tua) dan suku Deutro Melayu (Melayu muda). Pada
tahun 2000SM., suku Proto Melayu pertama kalinya datang ke Indonesia kemudian
pada tahun 1500SM, suku Deutro Melayu mulai berdatangan ke Indonesia.19
Suku Proto Melayu terdiri dari suku Batak di Sumatera Utara, Dayak di
Kalimantan Barat dan Toraja di Sulawesi Barat pada awalnya menempati pesisir
pantai. Sedangkan suku Deutro Melayu terdiri dari suku Aceh, Melayu,
Minangkabau, Betawi, Sunda, Jawa, Lampung, Madura, Bali, Makasar, Bugis dan
Manado.18,19
Universitas Sumatera Utara
Suku Proto Melayu yang menempati pulau Sumatera adalah suku Batak. Suku
Batak memiliki beberapa sub suku yang masih memiliki ikatan kuat antara satu
dengan lainnya, yaitu sub suku Toba, Mandailing, Karo, Simalungun, dan Pakpak.
Namun, ada juga yang menyebut sebelas, yaitu kelima sub tersebut ditambah dengan
Pasisir, Angkola, Padang Lawas, Melayu, Nias, dan Alas Gayo. Kelompok Proto
Melayu memiliki bentuk kepala yang panjang (dolichocephali) sedangkan kelompok
Deutro Melayu memiliki bentuk kepala yang pendek (brachycephali).19
Universitas Sumatera Utara