Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Besitang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

17

TINJAUAN PUSTAKA
Tutupan Lahan dan Penggunaan Lahan
Sumberdaya alam berupa lahan bersifat terbatas dan cenderung akan
mengalami penurunan. Karena sifatnya yang langka dan terbatas ini, maka
pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat perorangan sebagai stakeholder,
akan mengalami kendala dalam mengambil keputusan tentang pemanfaatan lahan
secara optimal. Pengambilan keputusan dalam pemanfaatan penggunaan lahan di
DAS harus dilakukan secara teliti dan hati-hati berdasarkan data yang akurat dan
teknik yang tepat agar pola penggunaan lahan yang dilakukan bersifat optimal dan
efisien (Sulistiyono, 2008).
Perkembangan penggunaan lahan di sejumlah daerah aliran sungai-sungai
di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir telah memberi dampak berupa
peningkatan frekuensi, debit, dan volume banjir yang telah menggenangi wilayah
permukiman dan infrastruktur umum yang mengakibatkan kerusakan dan
kerugian material dan non-material. Dampak nyata dari perubahan penggunaan
lahan

ini adalah


peningkatan

erosi tanah

dan

meluasnya

lahan-lahan

kritis.Penggundulan lahan ini telah berlangsung sejak awal abad 20 dan meningkat
secara luas dalam tiga dasawarsa terakhir ini. Dampak perubahan tutupan lahan
dalam skala luas ini nampak dari perubahan fungsi hidrologi DAS yang berawal
dari penurunan curah hujan wilayah dan diikuti oleh hasil air DAS (Pawitan,
2010).
Penting untuk diketahui bahwa istilah tutupan lahan (land cover)
tidaklah sama dengan penggunaan lahan (land use). Tutupan lahan berhubungan
dengan kondisi biofisik yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan
17
4

Universitas Sumatera Utara

18
5

lahan berhubungan dengan aktivitas manusia pada cakupan lahan tertentu
(Ekadinata et., al., 2008). Istilah penggunaan lahan sering digunakan untuk tujuan
formal tertentu seperti pada bidang pertanian dan perkebunan yang dinyatakan
dalam bentuk luas areal penanaman dan pemanenan (produksi) komoditas
tertentu. Sedangkan dalam bidang kehutanan dikenal istilah kawasan hutan
sebagai bentuk penggunaan lahan, meskipun dalam kenyataannya tidak
seluruhnya merupakan tutupan hutan (berhutan) (Dwiprabowo et., al., 2014).
Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS)
Suatu DAS dibatasi oleh topografi alami berupa punggung-punggung
bukit, dimana presipitasi yang jatuh di atasnya mengalir melalui titik keluar
tertentu yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut.Wilayah DAS terdiri dari
komponen abiotik, biotic, dan lingkungan lainnya yang saling berinteraksi
membentuk satu kesatuan ekosistem (Sulistiyono, 2008).
Daerah Aliran Sungai bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang
dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi,

yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS,
kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan (Effendi, 2008).
Bagian hulu mengatur aliran air yang dimanfaatkan oleh penduduk di bagian
hilir.Erosi yang terjadi di bagian hulu menyebabkan sedimentasi dan banjir di
hilir.
Daerah aliran sungai bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan
air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial
dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,
kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada

18
Universitas Sumatera Utara

19
6
prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau (Effendi,
2008). Daerah aliran sungai tengah merupakan transisi diantara DAS hulu dan
DAS Hilir (Valiant, 2014).
DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang
dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi,

yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan
air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta
pengelolaan air limbah (Effendi, 2008). Daerah Aliran Sungai bagian hilir
memiliki karakteristik sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase rendah,
kemiringan lahan kecil (Valiant, 2014).
Berdasarkan indikator kunci dan indikator lainnya (lahan, sosial ekonomi
dan kelembagaan) yang sudah ditetapkan maka diketahui tingkat kerusakan DAS
yang kemudian perlu ditetapkan prioritas penanganannya.DAS-DAS prioritas I
adalah

DAS-DAS

yang prioritas

pengelolaannya

paling tinggi

karena


menunjukkan kondisi dan permasalahan biofisik dan sosek DAS paling kritis atau
tidak sehat.Prioritas II adalah DAS-DAS yang prioritas pengelolaannya sedang,
sedangkan DAS prioritas III dianggap kurang prioritas untuk ditangani karena
kondisi biofisik dan soseknya masih relative baik (tidak kritis) atau DAS tersebut
dianggap masih sehat (Dephut, 2009).
Perubahan Lahan
Luasan hutan di Indonesia menurun dari 128,72 juta hektar di tahun 1990
menjadi 99,6 juta hektar di tahun 2005. Peta tutupan lahan tahun 2005
menunjukkan bahwa 40% (38,5 juta hektar) hutan yang ada adalah hutan
terganggu/bekas tebangan, hal ini menunjukkan tingginya tingkat kerusakan hutan

19
Universitas Sumatera Utara

20
7
akibat penebangan dan pengambilan kayu. Jenis tutupan lahan dominan yang
menggantikan hutan pada periode 1990–2000 berbeda dengan periode 2000–
2005.Di periode 1990-2000, sebagian besar areal hutan berubah menjadi lahan
semak. Pada periode 2000-2005, hutan dikonversi menjadi lahan perkebunan atau

pertanian, dan penyebab utamanya adalah adanya upaya pemenuhan kebutuhan
akan produk dan komoditi ekspor pertanian (Ekadinata et al, 2012).
Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu DAS merupakan suatu
proses mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu objek atau fenomena yang
diamati pada waktu yang berbeda di DAS tersebut. Indentifikasi perubahan
penggunaan lahan memerlukan suatu data spasial temporal.Data-data spasial
tersebut bersumber dari hasil analisis citra maupun dari instansi-instansi
pemerintah seperti Bakosurtanal (As-Syakur et al., 2008).
Identifikasi penutupan lahan dilakukan dengan melakukan interpretasi citra
satelit.Melalui

sensor

yang

dimilikinya,

menggunakan

gelombang


elektromagnetik, citra satelit merekam fenomena permukaan bumi secara
berkala.Perekaman

ini

memanfatkan

perbedaan

selang

spektral

yang

dipantulkan.Beragam citra satelit yang tersedia saat ini; optik maupun radar,
dengan berbagai tingkatan resolusi spasial (Suryadi, 2012).
Pemanfaatan Pengindraan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis
Penginderaan jauh adalah ilmu dalam mendapatkan dan mengumpulkan

informasi mengenai suatu objek tanpa menyentuh atau berkontak fisik langsung
dengan obyek tersebut. Dalam Sistem Informasi Geografis, data penginderaan
jauh sangat berperan penting dalam menyediakan informasi spasial. Pemetaan
ekstra-terestris dengan memanfaatkan data penginderaan jauh memiliki banyak

20
Universitas Sumatera Utara

21
8
kelebihan dibandingkan pemetaan terrestrial dengan alat ukur seperti theodolith
dan GPS Geodetik diantaranya waktu pengerjaan pemetaan untuk cakupan area
yang luas lebih singkat dan mampu mengidentifikasi area yang sulit untuk
dijangkau (Ardiansyah, 2015).
Data penginderaan jarak jauh (PJJ) amat lazim digunakan dalam kegiatankegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam (natural
resources management).Hal ini dikarenakan data PJJ memuat kondisi fisik
dari permukaan bumi yang dapat dikuantifikasi/dianalisa sehingga menghasilkan
informasi factual tentang sumber daya yang ada dalam skala luas dan
dilakukan berulang kali untuk keperluan pemantauan. Informasi yang paling
umum dihasilkan dari data PJJ untuk aplikasi sumber daya alam adalah

informasi penggunaan lahan dan tutupan lahan (land cover and land uses)
(Ekadinata et., al., 2008).
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra
satelit seperti Landsat TM mampu mendeteksi pola penggunaan lahan di muka
bumi.Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat digabungkan
dengan data-data lain yang mendukung ke dalam suatu sistem informasi geografis
(SIG) (Sulistiyono, 2008).
Pemetaan hutan menggunakan teknologi inderaja multitemporal mampu
memberikan data mengenai luasan hutan, kerapatan hutan, dan perubahannya.
Sedangkan Sistem Informasi Geografis dapat menganalisis secara keruangan
aspek-aspek yang berpengaruh terhadap dinamika perubahan hutan diasosiasikan
dengan beberapa feature atau kenampakan lain di permukaan bumi (Yuwono dan
Suprajaka, 2003).

21
Universitas Sumatera Utara

9
22


Identifikasi perubahan tutupan lahan penting dilakukan untuk memantau
terjadinya

perubahan

tutupan

lahan

sehingga

degradasi

lahan

dapat

dihindari.Sistem informasi geografis (SIG) mempunyai peranan yang sangat
penting dalam usaha pemantauan perubahan tutupan lahan. SIG dapat digunakan
untuk pemasukan data, analisis data, pengolahan data dan penyajian dari data

informasi geografis secara optimal (Yulius et., al., 2014).
Interpretasi Citra Satelit
Interpretasi berbasis piksel meliputi klasifikasi terbimbing (supervised
classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (un-supervised classification).
Klasifikasi terbimbing adalah metode klasifikasi berdasarkan sample yang telah
ditentukan olah pengguna, sementara klasifikasi tidak terbimbing akan
memberikan keleluasaan kepada komputer untuk mengklasifikasikan kelas yang
jumlahnya telah pengguna tentukan untuk kemudian hasilnya didefinisikan
selanjutnya berdasarkan atribut kelas yang telah ditentukan.Dalam klasifikasi
terbimbing terdapat beberapa metode yang dapat digunakan:
-

Maximum likelihood mengasumsikan bahwa statistik kelas pada setiap band
terdistribusi secara normal. Kelas piksel ditentukan berdasarkan tingkat
probabilitas tertinggi.

-

Minimum distance menggunakan nilai tengah untuk setiap kelas dan
menghitung jarak Euclidean dari piksel yang tidak diketahui ke nilai tengah
masing-masing kelas. Piksel diklasifkasikan berdasarkan kelas yang terdekat.

-

Mahalanobis distance memiliki kemiripan dengan maximum likelihood,
namun mengasumsikan bahwa semua kovarian kelas adalah setara. Semua
piksel diklasifikasikan kepada data training yang terdekat.

22
Universitas Sumatera Utara

23
10

-

Spectral Angle Mapper (SAM) adalah klasifikasi fisik berbasis spektral yang
menggunakan sudut nD untuk mencocokkan piksel data sample. Teknik ini
relatif

tidak

sensitif

terhadap

efek pencahayaan

dan

Albedo.SAM

membandingkan sudut antara setiap piksel dengan rerata samplenya dalam
ruang nD. Sudut yang lebih kecil merupakan pertanda jarak yang lebih dekat
dengan spektrum sample. Piksel dalam hal ini diklasifikasikan ke dalam kelas
yang memiliki sudut terkecil.
Sebelum dilakukan proses interpretasi, terlebih dahulu dilakukan proses
pemotongan citra (cropping) berdasarkan batas wilayah penelitian. Langkah
selanjutnya interpretasi citra, dilakukan secara visual langsung pada monitor
komputer (on screen interpretation). Proses interpretasi dilakukan dengan
membatasi daerah-daerah yang memiliki karakteristik unsur interpretasi yang
berbeda. Hal ini menunjukkan adanya tipe penggunaan atau penutupan lahan.
Penarikan batas penggunaan atau penutupan lahan dilakukan secara langsung
melalui proses digitasi layar (on screen digitizing). Proses ini menghasilkan peta
penggunaan/penutupan lahan (Lisnawati dan Wibowo, 2007).

23
Universitas Sumatera Utara