Korps HMI-Wati (Kohati) Cabang Medan (1966 – 1998)

BAB II
LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA KORPS HMI-WATI (KOHATI)
CABANG MEDAN

2.1 Pemikiran dan Pergerakan Perempuan Indonesia
Sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, pemikiran serta
pergerakan dari kaum perempuan sudah mulai tampak di permukaan dengan turut
aktif dalam melawan penjajahan bangsa kolonial. Hal itulah menjadi dorongan kuat
bagi para perempuan secara hati nurani melawan penindasan terhadap perempuan
yang dianggap kaum lemah. Gerakan perempuan di Indonesia secara nasional
ditandai dengan adanya Kongres Perempuan pertama yang diselenggarakan pada
tanggal 22 Desember 1928 di Jakarta dengan dipelopori oleh Soejatin, Nyi Hajar
Dewantoro, Siti Sundari, dan lain-lain. 19 Hal ini menjadi tonggak sejarah bagi
pergerakan perempuan Indonesia. Bahkan hari ulang tahun kongres tersebut
dirayakan sebagai Hari Ibu dan sampai saat ini diakui sebagai lahirnya gerakan
perempuan. 20
Strategi perjuangan pergerakan Indonesia pada periode penjajahan saat itu
adalah meningkatkan kedudukan perempuan Indonesia dan mencapai kemerdekaan

19


Gagasan untuk mengadakan Hari Ibu diusulkan dan diterima pada Kongres Perempuan tahun
1938. Hari Ibu menjadi hari besar nasional, sesudah Republik Indonesia terkonsolidasikan tahun 1950.
20
Susan Blackburn, Kongres Perempuan Pertama: Tinjauan Ulang, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2007, hlm. xviii.

14

Universitas Sumatera Utara

Indonesia. Beberapa organisasi perempuan mengadakan musyawarah untuk
mempersatukan kekuatan dengan mendirikan satu wadah yang diberi nama
KOWANI 21 (Kongres Wanita Indonesia) sebagai wadah pemersatu dengan tujuan
“Persatuan, Kebangsaan, dan Kemerdekaan”. 22 Salah satu organisasi pelopor
KOWANI adalah Aisyiyah 23 merupakan organisasi tertua di Indonesia. Perjuangan
perempuan Indonesia pada umumnya meliputi dua hal yang sangat utama, yaitu
berjuang bersama laki-laki menuju cita-cita kemerdekaan dan meningkatkan
kedudukan perempuan dalam bidang pendidikan, sosial dan kebudayaan.
Sebelum terbentuknya beberapa organisasi perempuan, telah muncul beberapa
tokoh perempuan yang mempunyai aspirasi serupa terutama memajukan perempuan

melalui pendidikan, seperti Kartini dan Dewi Sartika. Mereka sadar bahwa
pendidikan sangat dibutuhkan agar dapat menjadi ibu dan istri yang baik. Untuk
menjadi ibu memahami bahwa mereka memikul tanggung jawab yang besar dalam
mendidik calon generasi masa depan. 24 Sedangkan untuk menjadi istri yang baik,

21

KOWANI sebelumnya bernama Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI),
yang kemudian pada tahun 1929 berganti nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia
(PPII) dan pada tahun 1935 berganti nama menjadi Kongres Perempoean Indonesia, dan terakhir pada
tahun 1946 berganti nama menjadi Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Badan ini lahir setelah
diselenggrakan Kongres Perempuan Pertama Indonesia di Yogyakarta untuk menggalang persatuan
organisasi-organisasi perempuan di Indonesia.
22
Ismah Salman, Op. Cit. hlm. 86.
23
Organisasi Aisyiyah merupakan sayap dari organisasi Muhammadiyah yang didirikan oleh Siti
Walidah istri dari K. H. Ahmad Dahlan pada tahun 1917. Aisyiyah lahir pada situasi masyarakat Islam
dan politik Indonesia dalam keadaan degradasi dalam bidang ilmu pengetahuan umum dan agama,
sehingga banyak terjadi penyimpangan ajaran Islam dan perbuatan musyrik.

24
Cora Vreede-De Stuers, Sejarah Perempuan Indonesia: Gerakan dan Pencapaian, Jakarta:
Komunitas Bambu, 2008, hlm. 83. (pengantar dari Ruth India Rahayu)

15

Universitas Sumatera Utara

harus pintar dalam berbagai hal, seperti memasak, menjahit dan membuat
keterampilan lainnya. Pada pendidikan, berupaya untuk mengenal huruf dan
mempersiapkan perempuan sebagai calon ibu yang terampil. Artinya telah timbul
pemikiran-pemikiran dalam diri mereka sebelum melakukan sebuah pergerakan
sebagai bentuk aktualisasi. Berbeda dengan Cut Nyak Dien, bentuk pergerakan lebih
menunjukkan kesetaraan dalam perjuangan fisik tanpa batasan gender. Dalam
melakukan perjuangan untuk menggapai kemerdekaan Indonesia, perempuan asal
Aceh ini rela berkorban melawan bangsa Belanda dengan ikut melakukan perang
bersama pasukan laki-laki. Oleh karena itu, mereka menjadi motivator bagi pejuangpejuang perempuan selanjutnya sehingga dapat dikatakan peletak dasar perjuang
perempuan kini.
Selanjutnya dalam mempertahankan serta mengisi kekosongan pasca
Indonesia merdeka, perempuan turut andil ditandai dengan dibentuknya beberapa

organisasi perempuan lainnya yang pada umumnya mengutamakan usaha-usaha
perjuangan, baik di garis belakang dan depan. Ketika terjadi masa revolusi Indonesia,
perempuan berjuang dengan mengadakan dapur umum dan Pos Palang Merah yang
tergabung dengan organisasi-organisasi lain. Kemudian timbul laskar-laskar
perempuan, dengan tugas di medan pertempuran melakukan kegiatan intel, menjadi
kurir, menyediakan dan mengirimkan makanan ke garis depan.

16

Universitas Sumatera Utara

Secara umum pergerakan perempuan Indonesia sampai tahun 1950, sebagai
kelanjutan dari pergerakan sebelumnya. Akan tetapi dalam hal wawasan dan lingkup
perhatian organisasi perempuan telah meluas tidak hanya pada masalah dan isu
perempuan saja, tetapi juga pada bidang-bidang lain seperti politik dan pemerintahan.
Kemudian, muncul beberapa organisasi-organisasi sejenis yang berafiliasi pada partai
politik dan berazaskan agama. Selain itu, muncul pula organisasi khusus ada
kelompok sosial tertentu seperti di kalangan Istri Angkatan Bersenjata, dan organisasi
profesi.
Sesudah tahun 1950, pergerakan perempuan dihadapkan pada persoalan

politik, seperti masalah penyusunan kekuatan partai-partai politik dikarenakan
pemilihan umum pertama yang diselenggarakan pada tahun 1955. Sehingga
organisasi perempuan yang berafiliasi pada partai politik, sibuk dengan membantu
partai induknya dalam mempersiapkan diri menghadapi pemilu. Hal ini tentunya
mendorong pada kesadaran politik bagi perempuan.
Ketika terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965, perempuan juga
menunjukkan gerakan dengan turut dalam pengerahan massa dalam Kesatuan Aksi
Pengganyangan (KAP) GESTAPU/PKI, seperti para perempuan yang tercimpung
dalam organisasi HMI. Meskipun bukan wadah utama bagi perempuan, akan tetapi
kader HMI-Wati tetap konsekuen dalam melakukan pergerakan sesuai dengan arahan
organisasi induknya. Bahkan tercetus gagasan memperluas kesatuan aksi di semua
17

Universitas Sumatera Utara

bidang, HMI-Wati juga mendorong lahirnya Kesatuan Aksi Wanita Indonesia
(KAWI). Aisyah Aminy, seorang alumni HMI-Wati terpilih menjadi koordinator aksi
tersebut. Keaktifan kader HMI-Wati di organisasi HMI ditandai sejak awal
didirikannya HMI pada 5 Februari 1947. Bahkan dua orang perempuan merupakan
pendiri organisasi HMI yaitu Maisyarah Hilal dan Siti Zainah. Dalam perkembangan

selanjutnya muncullah Baroroh Baried 25, Tujimah dan Tedjaningsih. 26

2.2

Lahirnya KOHATI Pengurus Besar
Organisasi merupakan wadah bagi orang-orang untuk berproses agar menjadi

lebih baik dari sebelumnya. Pada umumnya, organisasi memiliki beberapa turunan
bidang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing demi tercapainya
tujuan organisasi tersebut. HMI sebagai organisasi mahasiswa juga memiliki
beberapa turunan bidang yang dikatakan sebagai departemen awalnya. Dalam
struktur kepengurusan HMI terdapat Departemen Keputrian, dimana memiliki
peranan dalam mengelola masalah kewanitaan, sebagaimana dengan halnya bidangbidang/kegiatan

lain

dalam

HMI.


Ada

Departemen

Kader,

Departemen

Kemahasiswaan, Departemen Hubungan Luar Negeri, dan lain-lain. Jadi Departemen

25
26

Bararah Baried adalah salah satu murid dari Siti Walidah yakni pendiri organisasi Aisyiyah.
M. Alfan Alfian, Op. Cit., hlm. 131.

18

Universitas Sumatera Utara


Keputrian adalah bagian dari kepengurusan HMI, mulai dari tingkat komisariat
sampai Pengurus Besar. 27
Komposisi pengurus HMI yang didominasi oleh laki-laki, membuat
Departemen Keputrian ingin lebih memberdayakan perempuan untuk meningkatkan
kualitas dan peranan HMI-Wati dalam aspek internal dan eskternal. Dalam internal,
HMI-Wati sangat jarang mengisi posisi penting dalam kepengurusan seperti menjadi
ketua bidang. Padahal tidak ada permasalahan mengenai status, hak, dan wewenang
antara laki-laki dan perempuan karena semuanya sama di dalam Islam. Setelah
ditelaah, yang menjadi akar permasalahan ialah kualitas dari kader HMI-Wati.
Karena apabila kualitas kader HMI-Wati dapat bersaing dengan HMI-Wan akan bisa
mengisi posisi penting di HMI, seperti Bararah Baried dan Tujimah. Sehingga butuh
wadah khusus untuk lebih intensif dalam hal pembinaan kader HMI-Wati dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati sesuai dengan tujuan
HMI.
Pada aspek eksternal, kesulitan HMI-Wati untuk menjalin kerjasama dengan
organisasi perempuan lainnya menjadi terbatas. Departemen Keputrian bukanlah
dipandang sebuah organisasi perempuan, melainkan bagian dari organisasi HMI.
Sehingga tidak bisa menjalin kerjasama dengan organisasi perempuan lainnya, seperti
BKOW dan KOWANI. Sementara itu, syarat-syarat sebuah organisasi ialah memiliki
27


Ida Ismail Nasution, KOHATI: Mengakar ke dalam untuk Meraih Asa, Jakarta: PB HMI
Publishing, 2015, hlm.10.

19

Universitas Sumatera Utara

struktur kepengurusan dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga sebagai
pedoman pokok organisasi. Di sisi lain, para aktivis HMI menyadari sepenuhnya
bahwa perempuan perlu diberdayakan untuk memperluas peranannya. Sehingga
sebenarnya kata pemberdayaan terhadap perempuan sudah lama menjadi pembahasan
di dalam tubuh HMI. Apabila dibentuk badan khusus perempuan, yaitu KOHATI
maka dianggap seolah-olah organisasi perempuan yang bersifat penuh secara otonom
sehingga dapat tercimpung dengan organisasi perempuan lainnya. 28
Keinginan untuk mendirikan wadah khusus bagi perempuan memuncak ketika
keikutsertaan HMI-Wati pada HMI yang bergabung dalam Aksi Pengganyangan PKI
pada bulan Oktober 1965. Sesudah PKI bubar dan rasa percaya diri mahasisa Islam
makin tinggi, maka terlihat meningkatnya minat mahasiswa untuk mendaftarkan
dirinya menjadi anggota HMI, termasuk dengan HMI-Wati. Bahkan tingginya jumlah

anggota HMI-Wan dan HMI-Wati sampai hampir di seluruh Cabang yang ada di
Indonesia. Sehingga dikhawatirkan tidak akan mampu menampung semakin besarnya
jumlah HMI-Wati yang berada di lingkungan HMI, maka direncanakan dibentuk
KOHATI. Seperti Cabang Jakarta pada tahun 1957, jumlah anggota hanya 120 orang
dan meningkat pada tahun 1965 menjadi 2.000 orang. 29 Karena sebelum munculnya
peristiwa Gerakan 30 September 1965, terjadi aksi penggayangan HMI oleh PKI

28

Wawancara dengan Ida Ismail Nasution salah seorang Ketua pada periode pertama KOHATI
PB dan menjadi Ketua Umum pada periode kedua setelah Anniswati Rochlan. Wawancara dilakukan
melalui telepon pada tanggal 13 April 2016, pukul 14.00 WIB.
29
M. Alfan Alfian, Op.Cit., hlm. 132.

20

Universitas Sumatera Utara

secara bertubi-tubi melalui media massa dan lain-lain dengan tujuan agar Presiden

Soekarno dalam kapasitasnya sebagai Pemimpin Besar Revolusi membubarkan HMI.
Bahkan jalan tengah yang diputuskan oleh Soekarno ialah memecat beberapa kaderkader HMI yang ekstrim, termasuk Usman Pelly dari Sumatera Utara. Namun
kegagalan Gerakan 30 September 1965 serta kemenangan Orde Baru dimana
komponen-komponan masyarakat menyambut baik perkembangan tersebut yang
menandakan bangsa Indonesia memasuki era baru yang penuh dengan pengharapan. 30
Tercetusnya ide pembentukan dan nama KOHATI timbul pertama kali di HMI
Cabang Jakarta, yang dikukuhkan dalam Konferensi HMI Cabang Jakarta pada
Desember 1965. Kata KOHATI secara spontan muncul dari Dahlan Ranuwihardjo.
Ketika itu istilah yang sering digunakan ialah HMI-Wan dan HMI-Wati. Untuk HMIWati Dahlan Ranuwihardjo pernah berkata “ayo-ayo HMI-Wati, mana nih HMIWatinya”, dan akhirnya secara spontan menjadi “ayo Corps HMI-Wati, Cohati !” .
Saat itu sedang hangatnya muncul berbagai “Corp” dalam angkatan bersenjata
sebagai wadah khusus perempuan, seperti Angkatan Laut punya Corp Wanita
Angkatan Laut (COWAL), Angkatan Darat punya Corp Wanita Angkatan Darat
(COWAD), Angkatan Udara punya Corp Wanita Angkatan Udara (COWAU), dan
angkatan kepolisian punya Polisi Wanita (POLWAN). Maka, Dahlan Ranuwiharja

30

Ida Ismail Nasution, Op. Cit., hlm. 12.

21

Universitas Sumatera Utara

mengatakan bahwa HMI memiliki Corps HMI-Wati yang kemudian disingkat dengan
COHATI. 31
Dimana dikatakan apabila “copilot” selalu berada di samping “pilot”, maka
“COHATI” selalu berada di samping hati (HMI-Wan). Sedangkan istilah “korps”
digunakan untuk menghindari digunakannya kata perhimpunan, asosiasi, ataupun
organisasi, karena tidak mungkin ada organsasi di dalam organsasi. Semangat
mendirikan korps ini adalah karena ia memiliki jiwa korps, yakni jiwa kebersamaan
dan persaudaraan. Sifatnya semi otonom karena menjadi bagian dari HMI, organisasi
induknya. 32
Saat HMI PB dipimpin oleh Sulastomo, sebagai hasil dari Kongres ke VII di
Jakarta pada tahun 1963, dalam jajaran kepengurusan terdapat enam orang HMI-Wati
yang duduk sebagai pengurus. Dua diantaranya, yaitu Eka Masni dan Lily Muslichah,
duduk di Departemen Keputrian. Selain itu ada Zulaecha Yasin sebagai Ketua
Departemen Hubungan Luar negeri serta Anniswati Rochlan, Siti Delfina, dan
Rasmidar Aminy, yang menjabat sebagai staf bendahara. Setelah Musyawarah Kerja
Nasional (Mukernas) pada tanggal 3 Januari 1963, PB HMI melakukan reshuffle33

31

Wawancara dengan Ida Ismail Nasution.
M. Alfan Alfian, Op.Cit., hlm. 133.
33
Reshuffle adalah perubahan tatanan kepengurusan di dalam suatu organisasi, dengan tujuan
untuk memaksimalkan kinerja organisasi.
32

22

Universitas Sumatera Utara

dimana kepengurusan disederhanakan menjadi 24 orang. Sejak saat itu, Departemen
Keputrian dipimpin oleh Anniswati Rochlan hingga Kongres ke VIII di Solo. 34
Ketika Mukernas HMI dilaksanakan pada awal tahun 1966, HMI-Wati Panitia
dari KOHATI Cabang Jakarta memakai jaket seragam berwarna biru benhur dan
membuat tanda tanya kepada seluruh peserta Mukernas mengenai hal tersebut.
Peserta Mukernas langsung diberi tahu bahwa sekumpulan perempuan yang
menggunakan jaket biru itu adalah Korps HMI-Wati yang disingkat dengan KOHATI
yang telah dibentuk oleh HMI Cabang Jakarta. Para peserta Mukernas terlebih lagi
para HMI-Watinya terkesan melihat KOHATI. Hal ini menjadi pemicu terbentuknya
KOHATI di beberapa cabang, dengan meniru dan mendirikan KOHATI pada
cabangnya masing-masing. Bahkan di HMI Cabang Makassar telah membentuk hal
yang serupa, hanya saja berbeda nama yakni “Corps Keputrian” yang disingkat
dengan CK. Meskipun tidak diketahui secara jelas kapan dibentuk CK tersebut. 35
Pada 11 Juni 1966, PB HMI mengeluarkan Surat Keputusan dengan No:
2319/A/Se/1966 yang mengintruksikan agar KOHATI juga dibentuk di setiap cabang,
komisariat, dan rayon dengan status semi otonom. Kemudian intruksi disusul pada 6
Juli 1966 yang diperkuat dengan tanda tangan Anniswati Rochlan sebagai Ketua
Departemen Keputrian, agar segera dibentuk KOHATI.

34
35

M. Alfan Alfian, Op.Cit., hlm. 131.
Wawancara dengan Ida Ismail Nasution.

23

Universitas Sumatera Utara

Pada tahapan selanjutnya direncanakan untuk mengadakan Musyawarah
Nasional (MUNAS) I KOHATI pada kongres ke VIII di Solo. Selanjutnya keputusan
dikeluarkan saat diselenggarakan Kongres HMI Pengurus Besar ke VIII di Solo.
Peserta kongres merupakan kader perwakilan dari setiap cabang HMI yang ada di
seluruh Indonesia. Dalam mengambil keputusan mendirikan KOHATI, hampir tidak
ada yang berkeberatan, mengingat peningkatan jumlah HMI-Wati yang signifikan di
cabang-cabang. Hal ini disepakati dan disetujui bersama bahwa HMI butuh korps
bagi perempuan agar lebih terarah dan terfokus. Dalam penamaan wadah HMI-Wati,
sebelumnya muncul perdebatan cukup hangat bagi para peserta. Awalnya, kata
“Corps HMI-Wati” yang disingkat dengan “COHATI” tidak disetujui oleh peserta
kongres dari beberapa cabang di luar Jawa, terutama Cabang Makassar karena
dianggap kurang cocok jika menggunakan kata “Wati”. Mereka mengusulkan untuk
menggunakan kata “Putri”, sehingga menjadi HMI-Putri. 36 Namun melalui
perdebatan yang panjang, akhirnya terpilih dengan nama “Corps HMI-Wati” yang
disingkat dengan COHATI.
KOHATI secara resmi didirikan pada Musyawarah Nasional (MUNAS) I,
bertepatan dengan Kongres VIII HMI di Solo pada tanggal 10 sampai 17 September
1966. 37 Namun disepakati, bahwa tanggal 17 September 1966 menjadi momentum
hari kelahiran KOHATI secara nasional. Ketika itu, HMI Pengurus Besar dipimpin

36
37

Ida Ismail Nasution, Op. Cit., hlm.23.
Ibid., hlm. 135

24

Universitas Sumatera Utara

oleh Nurcholis Madjid sebagai Ketua Umum dan Anniswati Rochlan adalah salah
seorang wakil ketua yang bertugas membawahi KOHATI Pengurus Besar. Dengan
terbentuknya

KOHATI,

Departemen

Keputrian

dihapuskan

dari

susunan

kepengurusan HMI. Anniswati Rochlan terpilih sebagai formateur pada MUNAS I
KOHATI dengan dua orang mede formatur yaitu Ida Ismail dan Yulia Mulyati.
Anniswati Ketua KOHATI Pengurus Besar pertama, kemudian menyusun KOHATI
Pengurus Besar yang terdiri dari 18 orang HMI-Wati, dimana Ida Ismail Nasution
menjadi salah seorang Wakil Ketua dan Yulia Mulyati sebagai Sekretaris Umum
KOHATI Pengurus Besar. Karena bagus atau tidaknya suatu wadah atau organisasi
tergantung dengan sikap dan tindakan dari seorang pemimpin. 38
Di dalam MUNAS KOHATI I, memutuskan nama “COHATI”, Peraturan
Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) COHATI (sekarang bernama
Pedoman Dasar KOHATI atau disingkat dengan PDK), Program Kerja dan
Rekomendasi MUNAS KOHATI. Pada mukaddimah PD/PRT COHATI pada awal
pendirian tanggal 17 September 1966 mengutip hadits Nabi Muhammad SAW yang
artinya, “Wanita adalah tiang negara, apabila baik wanitanya, baiklah negaranya,
bila rusak wanitanya, rusaklah negara”. Hal inilah yang menjadi landasan utama
mengapa kualitas peranan HMI-Wati harus ditingkatkan di dalam HMI. Terkait
dengan peningkatan Departemen Keputrian (Pemberdayaan Perempuan) menjadi
korps yang berstatus semi-otonom, maka dalam melaksanakan kegiatannya keluar
38

Ibid., hlm. 137.

25

Universitas Sumatera Utara

HMI, KOHATI seolah-olah sebuah organisasi yang mewakili HMI pada kegiatankegiatan eksternal, khususnya pada forum organisasi wanita. Formulasi lengkap dari
tujuan KOHATI pada saat pendiriannya adalah “Meningkatkan kualitas dan peranan
HMI-Wati dalam usaha untuk mencapai tujuan HMI pada umumnya dan bidang
kewanitaannya pada khususnya”. 39 Hasil dari kongres inilah, membuat HMI yang
tersebar luas di seluruh Indonesia, mulai dari Badan Koordinasi (BADKO) sampai ke
tingkat komisariat membentuk KOHATI secara nasional.

2.2.1

Pengertian KOHATI

KOHATI merupakan singkatan dari Korps HMI-Wati. Awalnya, ejaan nama
KOHATI ialah “Corps HMI-Wati atau disingkat dengan COHATI”. Perubahan kata
dari Corps hingga menjadi Korps dikarenakan penyerapan atau peminjaman bahasa
asing menjadi bahasa Indonesia. Peralihan kata dari “COHATI” menjadi “KOHATI”
terjadi pada tahun 1973, saat HMI Pengurus besar memutuskan untuk mengubah
struktur dalam COHATI Pengurus Besar HMI menjadi Koordinator Nasional
(KORNAS) KOHATI. 40 Pada selanjutnya, kata KOHATI tetap digunakan hingga
sekarang.

39

Ibid., hlm. 135-136.
Agussalim Sitompul, Korps HMI-Wati dalam Sejarah 1966-1994, Jakarta: Misaka Galiza,
2008, hlm.23.
40

26

Universitas Sumatera Utara

KOHATI merupakan sub-organisasi dari HMI dan menjadi bagian integral
yang tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan Pedoman Dasar Kohati (PDK) 41, KOHATI
merupakan badan khusus HMI yang bertugas membina, mengembangkan dan
meningkatkan potensi HMI-Wati dalam wacana dan dinamika gerakan perempuan
secara akademis. Secara struktual, KOHATI sebagai sebuah badan khusus HMI yang
bersifat semi otonom. KOHATI merupakan wadah untuk mengakomodir potensi dan
menampung aspirasi para HMI-Wati. Sehingga para HMI-Wati yang ingin berkarya
akan dibina untuk dikembangkan.
Sesudah Kongres terlaksana, di dalam kepengurusan HMI, KOHATI berada
pada Departemen Keputrian (sekarang Bidang Pemberdayaan Perempuan). Ketika
terjadi pemilihan ketua KOHATI setingkat, maka secara otomatis akan menjadi
Ketua Departemen Keputrian. Istilah ini disebut dengan ex officio (jabatan seseorang
pada lembaga tertentu).

2.2.2

Tafsir Tujuan, Status dan Sifat

Tafsir yang dimaksud dalam hal ini adalah menjelaskan alasan atau rumusan
untuk sebuah tujuan, status maupun sifat yang telah dibuat. Ketiga tafsir ini
dituangkan dalam lampiran Peraturan Dasar COHATI (sekarang Pedoman Dasar

41

Pedoman Dasar KOHATI (PDK) merupakan pedoman wajib yang menjadi referensi
operasional KOHATI yang tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga HMI.

27

Universitas Sumatera Utara

KOHATI). Pada awal terbentuknya, tujuan KOHATI adalah “Untuk meningkatkan
kualitas dan peranan HMI-Wati dalam perjuangan untuk mencapai tujuan HMI pada
umumnya dan bidang kewanitaan pada khususnya”. Namun seiring dengan
perkembangan zaman dan menyesuaikan dengan HMI, tujuan KOHATI berubah
menjadi “Terbinanya Muslimah (HMI-Wati) berkualitas insan cita”.
Untuk status KOHATI pada awalnya merupakan semi otonom dalam HMI
dialihkan pada tambahan sifat KOHATI, sehingga KOHATI bersifat semi otonom.
Sedangkan untuk statusnya KOHATI merupakan salah satu badan khusus HMI dan
secara struktural, pengurus KOHATI berstatus ex-offcio pimpinan HMI, diwakili oleh
Ketua Umum, Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan Ketua Bidang”.

2.2.2.1 Tafsir Tujuan
Setiap manusia yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama,
menciptakan sebuah wadah atau badan dimana mereka saling berusaha untuk
mewujudkan tujuan tersebut. Dan hal ini yang menjadi sebab adanya tujuan dari
sebuah organisasi ataupun perkumpulan.
Tujuan yang jelas diperlukan dalam sebuah organisasi, sehingga setiap usaha
yang dilakukan oleh organisasi tersebut dapat dilaksanakan dengan teratur dan
terarah. Tujuan organisasi dipengaruhi oleh motivasi dasar pembentukan, status dan
fungsinya dalam totalitas dimana dia berada. Dalam totalitas pengkaderan HMI,
28

Universitas Sumatera Utara

KOHATI merupakan bagian intern yang tidak dapat dipisahkan dalam tujuan HMI
yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh
Allah SWT.
KOHATI sebagai badan khusus HMI yang ide dasar pembentukannya
dilandaskan pada kebutuhan akan pengembangan misi HMI secara luas, serta
kebutuhan akan adanya pembinaan untuk HMI-Wati yang lebih inspiratif,
memandang penting bahwa kualitas dan peranan HMI-Wati perlu terus dipacu dan
ditingkatkan.
Dalam rangka itu KOHATI merumuskan tujuannya sebagai berikut:
Membina muslimah (HMI-Wati) berkualitas insan cita dengan meningkatkan kualitas
dan peranan HMI-Wati pada umumnya dan bidang keperempuanan pada khususnya.
Dengan rumusan tujuan tersebut KOHATI memposisikan dirinya sebagai bagian
yang ingin mencapai tujuan HMI, tetapi berspelialisasi pada pembinaan anggota
HMI-Wati untuk meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati pada umumnya dan
bidang keperempuan pada khususnya.
Eksistensi KOHATI menjadi sangat penting, karena menjadi “laboratorium
hidup” menghasilkan HMI-Wati yang berkualitas menghadapi masa depan, kualitas
terbaik sebagai seorang putri bagi kedua orang tuanya, istri bagi suaminya, ibu bagi
anaknya kelak, serta kualitas terbaik sebagai anggota masyarakat.
29

Universitas Sumatera Utara

Sesuai dengan ide dasar pembentukannya, maka proses pembinaan di
KOHATI ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan peranannya sebagai bagian dari
HMI. Ini dimaksudkan bahwa aktifitas HMI-Wati tidak saja di KOHATI dan HMI,
tetapi juga dalam dunia mahasiswa, juga masyarakat luas, terutama dalam merespon
dan mengantisipasi masalah keperempuanan. Dengan demikian, maka jelas bahwa
tugas KOHATI adalah melakukan akselerasi pada pencapaian tujuan HMI.
Untuk dapat menjalankan peranannya dengan baik maka KOHATI harus
membekali dirinya dengan meningkatkan kualitasnya karena anggota KOHATI
adalah HMI-Wati yang memiliki watak dan kepribadian yang teguh, kemampuan
intelektual, kemampuan profesional serta mandiri. 42
Dari tafsir yang sudah dijelaskan sebelumnya, merupakan pemaparan alasan
secara nyata dari tujuan KOHATI. Kemudian, KOHATI Pengurus Besar (PB)
membuat sebuah skema mengenai analisis tujuan KOHATI agar lebih mendalam
terhadap pembahasan tujuan KOHATI.
Maka dari itu, adapun skema yang dapat dibuat berdasarkan penjelasan tafsir
tujuan diatas ialah sebagai berikut:

42

Tertera dalam Pedoman Dasar KOHATI, pada BAB III mengenai Tujuan, Status dan Sifat.

30

Universitas Sumatera Utara

SKEMA ANALISIS TUJUAN KOHATI
Analisa Tujuan KOHATI
Meningkatkan

Kualitas dan

- Agama
- Kepemimpinan
Pembinaan
keluarga
bahagia
- Kesehatan

Peranan

1) PUTRI
2) ISTRI

HMI-Wati

Dalam perjuangan
untuk mencapai
tujuan HMI pada
umumnya

Dan bidang
kewanitaannya
khususnya

3) IBU
Insan akademis,
pencipta dan
pengabdi yang
bernafaskan Islam

4) ANGGOTA
MASYARAKAT

Masyarakat
adil makmur
ayng diridhoi
Allah SWT

Mengenai analisa, KOHATI PB produk Munas I menyusun Analisa Tujuan
KOHATI untuk lebih memahami dalam upaya pencapaian tujuan HMI dalam
kerangka tatanan HMI yang sudah semakin besar. Dengan seperti itu sangat
memudahkan untuk memahami peta secara menyeluruh sehingga setiap pendukung
organisasi dapat mengembangkan kreatifitasnya untuk mengisi kegiatan masingmasing wadah, tanpa ada perbenturan.
Dari bagian di atas langsung dapat terbaca, bahwa peran ke empat adalah peran
yang pembinaan dan peningkatan kualitasnya ada di lingkup kegiatan HMI untuk
menjadi professional dalam bidang studinya, dalam usaha mencapai tujuannya.
31

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan tiga peran pertama adalah peran yang mengarah pada masalah yang sesuai
dengan fitrahnya sebagai perempuan. 43

2.2.2.2 Tafsir Status
Status sebuah lembaga merupakan pengakuan dan petunjuk tentang eksistensi
lembaga tersebut. Lahirnya sebuah status didasarkan pada kebutuhan akan
pengembangan organisasi dan mempermudah pencapaian tujuan organisasi. Status
juga merupakan petunjuk dimana sebuah lembaga berspesialiasi. Korps-HMI-Wati
(KOHATI) adalah badan khusus HMI yang bergerak dalam wacana dan dinamika
gerakan keperempuanan.
Rumusan ini menjelaskan bahwa status KOHATI adalah badan khusus HMI
dengan spesialisasi membina anggota HMI-Wati untuk menjadi muslimah yang
berkualitas insan cita. Spesialisasi di bidang keperempuanan menunjukkan bahwa
perkembangan permasalahan keperempuanan di masyarakat perlu di respon HMI.
Respon ini menempatkan kaum perempuan pada posisi periferal dan defensif.
Sebagai organisasi kader, HMI bertanggung jawab untuk menciptakan iklim yang
kondusif dan harmonis dalam upaya pemberdayaan kaum perempuan, melalui proses
perkaderannya. Dalam perkaderan HMI, KOHATI ditempatkan sebagai ujung

43

Tertera dalam lampiran Pedoman Dasar KOHATI (PDK). Pada awalnya, Analisa Tujuan
bukan terdapat pada lampiran PDK, tapi SK Kohati PB tahun 1967.

32

Universitas Sumatera Utara

tombak untuk mengantisipasi dan mempelopori terjawabnya persoalan-persoalan
tersebut.
Dalam kerangka tersebut, maka yang menjadi sasaran pemberdayaan
KOHATI adalah anggotanya yakni HMI-Wati, dengan diselenggarakannnya berbagai
aktivitas maupun pelatihan khusus bagi HMI-Wati. Aktivitas ini tentunya tidak
terlepas dari rangkaian aktivitas perkaderan HMI. Adapun wujud dan aktivitas
tersebut dibicarakan tersendiri dalam pedoman pembinaan KOHATI.
Ex-officio menjelaskan bahwa karena jabatannya, pengurus KOHATI yaitu
Ketua Umum, Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan Ketua Bidang merupakan
pengurus HMI setingkat yang menempati posisi Ketua Bidang, Wakil Sekretaris,
Wakil Bendahara dan Departemen. Sehingga ketua KOHATI yang terpilih pada rapat
tertinggi HMI setingkat, maka secara otomatis akan mengisi posisi salah seorang
Ketua HMI, yaitu sebagai Wakil Ketua yang membidangi Pemberdayaan
Perempuan. 44

2.2.2.3 Tafsir Sifat
Sifat dalam sebuah organisasi menunjukkan watak atau karateristik. Hal ini
mengandung makna bahwa sifat adalah pembeda antar lembaga. Perbedaan ini
dimaksudkan sebagai salah satu strategi dan taktik dalam perjuangan sebuah
44

Ibid.

33

Universitas Sumatera Utara

organisasi. Sebagai badan khusus HMI, KOHATI bersifat semi-otonom. Dengan sifat
ini menunjukkan keberadaan KOHATI sebagai sub-sistem dalam perjuangan HMI
yang ke dalam HMI dia adalah berfungsi sebagai sebuah Bidang, tetapi ke luar
organisasi HMI, KOHATI adalah sebuah organisasi.
Adapun latar belakang munculnya sifat ini, karena pada dasarnya anggota
HMI mengakui adanya kesamaan kemampuan dan kesempatan antara anggota, baik
laki-laki maupun perempuan. Namun suprastruktur masyarakat kita nampaknya
masih menempatkan organisasi sebagai alat yang efektif untuk menyahuti berbagai
persoalan dalam upaya pencapaian tujuannya. Dalam operasionalisasi mekanisme
organisasi, sifat semi-otonom ini mengandung arti bahwa KOHATI memiliki
keleluasaan dan kewenangan dalam beraktivitas dan berkreativitas di dalam (intern)
HMI, terutama dalam pembinaan potensi HMI di dalam wacana keperempuanan
dalam mengembangkan kualitas kader HMI-Wati, baik dalam pengembangan
wawasan maupun keterampilan yang sesuai dengan konstitusi HMI dan KOHATI
yaitu AD dan ART HMI maupun Pedoman Dasar KOHATI serta kebijaksanaan
umum HMI lainnya. Adapun dalam melakukan kegiatan yang bersifat luar (ekstern)
HMI, KOHATI merupakan perpanjangan tangan HMI di semua tingkatan.
Dengan kata lain kehadiran KOHATI pada aktivitas eksternal HMI
merupakan pembawa misi perjuangan HMI. Oleh karenanya KOHATI harus
senantiasa mengadakan koordinasi dengan HMI. Hal tersebut secara keseluruhan
34

Universitas Sumatera Utara

diekspresikan dalam struktur organisasi HMI, dimana KOHATI diwakili oleh
presidium KOHATI yang menjadi bagian dari kepengurusan HMI ditingkatannya.
Inilah yang dinamakan pengurus KOHATI ex officio pengurus HMI. Konsekuensi
struktur tersebut, menjadikan keberadaan KOHATI sangat jelas sebagai badan khusus
HMI. Karena setiap pengambilan keputusan maupun kebijaksanaan HMI dan
KOHATI diputuskan secara bersama dalam mekanisme HMI.
Otonomisasi KOHATI di bidang intern hanya pada bentuk aktivitas
pengembangan kualitas kader HMI-Wati. Oleh karena itu dengan sifat semiotonom
ini, menunjukkan bahwa kebesaran KOHATI memiliki saling ketergantungan pada
sejauh mana interaksi, koordinasi dan komunikasi antara seluruh jajaran
kepengurusan HMI di semua tingkatan. Dengan sifatnya ini KOHATI dapat
memasuki dan berinteraksi dengan organisasi-organisasi perempuan yang ada baik
secara lokal, regional, nasional maupun internasional. 45

2.2.3

Tafsir Fungsi, Usaha dan Peran

Penafsiran juga dilakukan pada fungsi, usaha dan peran KOHATI dengan
tujuan mengetahui secara detail mengenai rumusan ataupun penjabaran. Ketiga tafsir
ini juga terdapat dalam lampiran Pedoman Dasar KOHATI (PDK). Di dalam
Pedoman Dasar KOHATI, dijelaskan bahwa fungsi KOHATI sebagai Bidang
45

Ibid.

35

Universitas Sumatera Utara

Pemberdayaan Perempuan dan sebagai organisasi mahasiswi. Sementara itu adapun
usaha-usaha yang dilakukan KOHATI ialah untuk membina, mengembangkan dan
meningkatkan potensi HMI-Wati dalam wacana gerakan keperempuanan, berperan
aktif dalam dunia kemahasiswaan dan kemasyarakatan, dan usaha-usaha lain yang
tidak bertentangan sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peran KOHATI guna mencapai
tujuan HMI”. Sedangkan mengenai peran KOHATI ialah sebagai pembina dan
pendidik HMI-Wati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-Islaman
dan ke-Indonesiaan.

2.2.3.1 Tafsir Fungsi
Berdirinya suatu organisasi atau wadah, memiliki fungsinya masing-masing.
Sehingga alasan tersebut menjadi alasan agar tetap utuh dan pastinya berguna baik di
dalam maupun di luar. Korps-HMI-Wati (KOHATI) sebagai badan khusus HMI,
mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mengkoordinir potensi HMI dalam
melakukan akselerasi tercapainya tujuan HMI dalam mengembangkan wacana
keperempuanan. Adapun fungsi KOHATI adalah sebagai wadah peningkatan dan
pengembangan potensi kader HMI di dalam wacana keperempuanan.
Dunia keperempuanan yang menjadi lahan kerja KOHATI adalah sebagai
pembinaan anggota HMI, yaitu HMI-Wati. Pembinaan tersebut diarahkan pada
pembinaan akhlak, intelektual, ketrampilan, kepemimpinan, keorganisasian, keluarga
yang sejahtera serta beberapa kualitas lain yang menjadi kebutuhan anggotanya.
36

Universitas Sumatera Utara

Maksud pembinaan tersebut adalah mempersiapkan kader HMI agar mampu
berperan secara optimal sebagai pencetak muslimah yang memperjuangkan nilai-nilai
ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. Oleh karena itu, KOHATI berfungsi sebagai
akselerator perkaderan bagi HMI-Wati. Sebagai wadah tentunya KOHATI hanya
merupakan alat pencapaian tujuan HMI. Oleh karenanya keberhasilan KOHATI
sangat ditentukan oleh anggotnya, dengan didukung perangkat dan mekanisme
organisasi HMI. Oleh karena itu sebagai strategi perjuangan HMI, KOHATI
berfungsi sebagai organisasi perempuan. Sebagai fasilitator, KOHATI memiliki
perangkat-perangkat

pembinaan

berupa

pedoman

dan

jaringan

informasi.

Pemanfaatan perangkat-perangkat tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas aparat
pengurusnya.
Atas dasar itu, maka KOHATI mempunyai tanggung jawab moral yang besar
dalam menjabarkan dan menyahuti komitmen HMI di bidang keperempuanan. Dalam
arti yang luas yaitu menyangkut aspek pengembangan potensi perempuan dalam
konteks sosial kemasyarakatan seperti potensi intelektual, potensi kepemimpinan,
potensi moral dan potensi lainnya. Operasionalisasi dan fungsi tersebut diwujudkan
dalam dua aspek pembagian kerja KOHATI yaitu:
1. Aspek Internal
Dalam hal ini KOHATI menjadi wadah/media latihan bagi para HMI-Wati
untuk membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi serta kualitasnya dalam
37

Universitas Sumatera Utara

bidang keperempuanan khususnya menyangkut kodrat kemanusiaannya, dan bidang
sosial kemasyarakatan umumnya melalui pendidikan, penelitian dan pelatihan serta
aktivitas-aktivitas lain dalam kepengurusan HMI.
2. Aspek Eksternal
Dalam hal ini KOHATI merupakan pembawa misi HMI di setiap forumforum keperempuanan. Kehadiran KOHATI dalam forum itu tentunya semakin
mempeluas keberadaan HMI di semua aspek kehidupan. Secara khusus bagi kader
HMI-Wati, keterlibatan pada dunia eksternal merupakan pengembangan dari kualitas
pengabdian masyarakat yang dimilikinya. Dengan kata lain fungsi KOHATI adalah
wadah aktualisasi dan pemacu selutuh potensi perempuan khususnya HMI-Wati,
untuk mengejar kesenjangan yang ada serta mendorong HMI-Wati untuk berinteraksi
secara optimal dalam setiap aktivitas HMI serta menjadikan ruang gerak HMI dalam
masyarakat menjadi lebih luas. 46

2.2.3.2 Tafsir Usaha
Dalam pelaksanaan roda organisasi, KOHATI memiliki usaha untuk para
anggotanya. KOHATI akan melakukan pembinaan pada potensi-potensi terpendam
dari anggotanya, bahkan bisa menular pada anggota lainnya. Tidak hanya pada

46

Maria Ulfah, Peran KOHATI Cabang Ciputat Periode 1970-1980 dan Pengaruhnya Terhadap
Perkembangan Intelektual Mahasiswa IAIN Jakarta, dalam Skripsi S1, belum diterbitkan, Jakarta:
Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, UIN Syarif Hidayatullah, 2011,
hlm. 36-37.

38

Universitas Sumatera Utara

pembinaan saja, potensi yang telah dibina akan dikembangkan melalui kegiatankegiatan kreatifitas untuk menyalurkan potensi. Bahkan potensi yang sudah
dikembangkan akan lebih ditingkatkan lagi pada kegiatan-kegiatan berkelanjutan.
Selain kreatifitas, potensi lainnya dalam bentuk menanggapi isu-isu perempuan juga
dilakukan sehingga pengetahuan akan lebih meluas dan akan segera ditanggapi
dengan cepat.

2.2.3.3 Tafsir Peran
KOHATI berperan sebagai pendidik dan pembina muslimah (HMI-Wati)
untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.
Maka KOHATI mempunyai bias dan tanggung jawab dalam mengkoordinir potensi
HMI-Wati dalam melakukan deklarasi tercapainya tujuan HMI. Sebagai perempuan
yang secara alamiah sering melakukan didikan terhadap orang lain, karena
perempuan memiliki ciri khas sangat lembut dan halus dalam membicarakan sesuatu.
Sehingga kemungkinan sangat efektif dalam melakukan mendidik orang lain,
terutama dalam masalah keluarga, pribadi dan bahkan keperempuanan. Tercipta
sebagai insan yang sangat peka dan sensitif terhadap lingkungan merupakan daya
dukung dalam menanggapi segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Sehingga akan
mudah dalam memberikan solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi, baik
itu dalam ke-Islaman dan keperempuanan. Selain mendidik, perempuan juga akan
secara sistematis melakukan sebuah pembinaa, dengan tujuan agar seputar masalah
39

Universitas Sumatera Utara

cepat diselesaikan. Kemudian juga mengubah pola yang salah agar menjadi yang
lebih baik dari yang sebelumnya. 47

2.2.4

Lambang dan Lagu KOHATI

Lambang KOHATI merupakan tanda identitas diri dari KOHATI yang proses
penciptaan memiliki bentuk dan makna tersendiri. Meskipun KOHATI telah
terbentuk pada tahun 1966, lambang KOHATI baru ada pada tahun 1968, digagas dan
dirancang oleh Ida Ismail Nasution. 48 Bentuk lambang KOHATI hampir sama dengan
lambang HMI dengan beberapa tambahan dan perbedaan nama. Adapun lambang
HMI dan KOHATI ialah tergambar sebagai berikut:

Gambar 1. Lambang HMI dan KOHATI
47
48

Pedoman Dasar KOHATI, Op.Cit.
Wawancara dengan Ida Ismail Nasution

40

Universitas Sumatera Utara

Adapun makna lambang HMI sebagai berikut:
a. Bentuk Alif sebagai huruf hidup berarti lambang optimisme kehidupan HMI.
Huruf alif merupakan angka satu sebagai lambang .
b. Bentuk Perisai berarti lambang kepeloporan HMI.
c. Bentuk Jantung berarti jantung sebagai pusat kehidupan manusia, lambing fungsi
perkaderan.
d. Bentuk Pena melambangkan HMI sebagai organisasi mahasiswa yang selalu haus
akan ilmu pengetahuan.
e. Gambar Bulan Bintang sebagai lambang keimanan dan kemakmuran.
f. Warna Hijau sebagai lambang keimanan dan kemakmuran.
g. Warna Hitam sebagai lambang Ilmu Pengetahuan.
h. Keseimbangan Warna Hitam dan Hijau sebagai lambang keseimbangan esensi
kepribadian HMI.
i. Warna Putih sebagai lambang Kemurnian dan Kesucian.
j. Puncak Tiga berarti:
-

Lambang Iman, Islam dan Ihsan

-

Lambang Iman, Ilmu dan Amal.

k. Tulisan HMI ialah singkatan dari Himpunan Mahasiswa Islam.

41

Universitas Sumatera Utara

Sementara itu, adapun bentuk dan lambang KOHATI sebagai berikut :
Makna lambang KOHATI
a. Bulan bintang, warna hijau, warna hitam, keseimbangan warna hijau dan hitam,
warna putih, puncak tiga. Maknanya sebagaimana yang tercantum dalam lambang
HMI.
b. Melati berarti lambang kasih sayang yang suci dan tulus.
c. Penyangga berarti lambang perempuan sebagai tiang Negara.
d. Buku terbuka berarti lambang Al-Quran sebagai dasar utama.
e. Tiga kelopak bunga berarti lambang tri darma perguruan tinggi.
f. Tulisan KOHATI berarti singkatan Korps HMI-Wati.
Penggunaan Lambang
a. Lambang KOHATI digunakan untuk badge/lencana KOHATI yang pemakaiannya
di baju dengan perbandingan 2:3.
b. Badge KOHATI digunakan pada acara-acara seremonial KOHATI dan acara resmi
organisasi di luar KOHATI.
c. Lambang KOHATI tidak dipergunakan sebagai lambang pada bendera, kop surat
dan stempel KOHATI.
Adapun perbedaan lambang HMI dengan KOHATI ialah terletak pada
penambahan bunga melati, penyangga, buku terbuka, tiga kelopak dan tulisan
KOHATI. Alasan lambang KOHATI tidak dipergunakan sebagai lambang pada
42

Universitas Sumatera Utara

bendera, kop surat dan stempel dikarenakan KOHATI merupakan sub-organisasi atau
badan khusus daripada HMI, sehingga segala aktivitas yang dilakukan tetap
merupakan bagian HMI yang tidak dapat terpisahkan.
Sementara itu lagu mars KOHATI, liriknya diciptakan oleh Ida Ismail
Nasution dan lagunya dibuat oleh M. Syafei ATM, penggubah Hymne IPB, ketika
dalam kongres VIII di Solo sedang berlangsung pada tanggal 17 September 1966.49
Lazimnya lagu mars KOHATI dilantunkan pada saat acara formal dan training
KOHATI. Adapun mars KOHATI sebagai berikut:

Wahai HMI-Wati semua
Sadarlah kewajiban mulia
Pembina, pendidik tunas muda
Tiang negara jaya
Himpunkan kekuatan segera
Jiwai semangat pahlawan
Tuntut ilmu serta amalkan
Untuk kemanusiaan
Jayalah KOHATI
Pengawal panji Islam
Derapkan langkah perjuangan
Kuatkan iman
Majulah tabah HMI-Wati
Harapan bangsa
Membina masyarakat Islam Indonesia

49

Wawancara dengan Ida Ismail Nasution

43

Universitas Sumatera Utara

2.3 HMI Cabang Medan
Sebagai organisasi semiotonom, KOHATI Cabang Medan tidak dapat berdiri
tanpa adanya HMI Cabang Medan dikarenakan statusnya merupakan sub-organisasi
dari HMI atau bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dengan HMI. Secara
historis, keberadaan HMI Cabang Medan tidak terlepas dari semangat mahasiswa
Islam yang berasal dari Medan. Tiga orang mahasiswa Islam dari Medan
mendiskusikan bersama teman yang lain terkait pembentukan HMI. Seorang
diantaranya adalah OK Rachmat Bakri yang ketika itu berada di Jakarta untuk
menghubungi teman-temannya yang sudah bersatu dalam wadah HMI dengan Deliar
Noer yang ketika itu merupakan aktivis HMI. Akhirnya OK Rachmat Bakrie menulis
surat kepada teman-teman di Medan, bahwa telah ada wadah menampung semangat
mereka yaitu HMI. Sekembalinya dari Jakarta, suatu pertengahan Mei 1952 dirumah
orang tuanya di Padang Bulan, OK Rachmat (Mahasiswa FH UISU) bersepakat
memproklamirkan HMI di Medan. Setelah beberapa temannya setuju untuk
mendirikan HMI di Medan, maka pada tanggal 10 November 1952 pukul 09.00 WIB
di Aula UISU, Jl. Sisingamangaraja No.2A Medan, dengan minum kopi sambil
makan maka diproklamirkan HMI di Medan. Pertemuan dihadiri sekitar 15 orang
mahasiswa/i UISU, karenanya pula dengan anggota diatas 25 orang baru dapat
dibentuk HMI Komisariat Medan/Sumatera Utara. Ini merupakan aparat HMI
pertama diluar Jawa sekaligus juga titik awal pertumbuhan dan perkembagan HMI di
Medan. Beberapa minggu kemudian tepatnya pada forum konferensi HMI di Jakarta
44

Universitas Sumatera Utara

pada tanggal 26-28 Desember 1952, HMI Komisariat Medan/Sumatera Utara
mengajukan diri untuk menjadi cabang HMI karena telah memungkinkan persyaratan
konstitusinya. Ketika itu, OK Achmad Bakrie terpilih menjadi ketua HMI Cabang
Medan selama satu periode berdasarkan konstitusi HMI. 50 Tahun 1965 sampai 1966,
HMI Cabang Medan dipimpin oleh Zakaria Siregar dari Fakultas Kedokteran USU.
Dalam berbagai kegiatan HMI, para HMI-Wati selalu dilibatkan dan memiliki
loyalitas sama seperti HMI-Wan lainnya. Melihat keaktifan kader Hmi-Wati dalam
mengikuti aktifitas HMI secara rutin dari tingkat komisariat sampai BADKO, para
HMI-Wan mendukung secara penuh pembentukan wadah khusus perempuan, agar
diberikan kewenangan sendiri dalam melakukan pembinaan kader HMI-Wati
khususnya, dengan tujuan meningkatkan kualitas anggota HMI-Wati. Hal tersebut
tergambarkan dari cerita Usman Pelly saat di wawancarai sebagai berikut:
“...Karena aktifitasnya banyak, dan kami melihat dimana-dimana selalu
ikut malamnya juga dan di siang hari, dan itu memang di tempat bahaya,
maka kami berpikir bagaimana mereka sendiri gitu kan, sehingga
pembinaan itu jadi langsung...”. 51

50

Daru Irawadi, Op. Cit. hlm 3.
Wawancara dengan Usman Pelly merupakan Ketua HMI BADKO SUMUT Periode 1965
sampai 1968 dan turut dalam KAPI berasal dari HMI. Beliau masih mengabdikan dirinya sebagai guru
besar di Jurusan Antropologi UNIMED. Wawancara dilakukan pada tanggal 06 April 2016, pukul
17.00 WIB di kediaman beliau (Perumahan Dosen UNIMED, Teladan).
51

45

Universitas Sumatera Utara

2.3.1 Peningkatan Kader HMI-Wati
Secara nasional, salah satu alasan terbentuknya KOHATI ialah untuk
menampung aspirasi anggota HMI-Wati yang secara kuantitas meningkat sangat
signifikan, sehingga Departemen Keputrian sulit mengontrol pasca keikutsertaan
HMI dalam Kesatuan Aksi Penggayangan PKI (KAPI) yang dimulai pada bulan
Oktober 1965. HMI menjadi organisasi mahasiswa Islam yang dipercayakan oleh
masyarakat Islam. Hal tersebut juga terjadi pada HMI Cabang Medan, yaitu
meningkatnya jumlah anggota HMI baik HMI-Wan dan HMI-Wati di berbagai
Institut dan Perguruan Tinggi yang teradapat basis HMI, seperti USU, IKIP, UISU,
dan lainnya. Banyak mahasiswa Islam yang mendaftar menjadi anggota HMI,
termasuk HMI-Wati sehingga tidak dapat menampung seluruh aspirasi kader HMIWati pada Departemen Keputrian HMI Cabang Medan. Mahasiswi yang
mendaftarkan dirinya menjadi anggota HMI-Wati dimulai pada jenjang komisariat
sebagai tingkatan awal berproses di KOHATI. Sebelum peristiwa terjadi, proses
rekruitmen terhadap kader sangat sulit dilakukan, mengingat keapatisan dari
mahasiswi. Secara gender, perempuan yang dianggap tidak perlu ikut dalam kegiatan
organisasi dan hanya melakukan aktivitas di rumah saja. Dalam usaha menampung
aspirasi anggota baru yang merupakan mahasiswa Islam, membutuhkan wadah
khusus agar pembinaan kader lebih intensif dan terkontrol.
Di bawah pimpinan Zakaria Siregar, di dalam kepengurusan HMI terdapat
Departemen Keputrian. Sebelum pembentukan KOHATI Cabang Medan dilakukan,
46

Universitas Sumatera Utara

Ketua Departemen Keputrian bernama Djanius Djamin yang berasal dari HMI
Komisariat Fakultas Hukum USU. Ketika itu, jumlah kader HMI-Wati yang menjadi
pengurus pada Cabang Medan sudah mencapai lebih dari 15 orang, yang berasal dari
HMI-Wati komisariat sekawasan Cabang Medan. Kemudian untuk di tingkat
komisariat secara keseluruhan terjadi peningkatan, meskipun untuk data jumlah
angka tidak ditemukan. 52

2.3.2 Keaktifan Kader HMI-Wati
Faktor utama menjadi pemicu lahirnya KOHATI ialah keaktifan para kader
HMI-Wati dalam memperjuangkan tujuan HMI yaitu terbinanya insan cita. Sudah hal
biasa apabila perempuan yang tergabung dalam suatu organisasi melakukan kegiatan
yang sewajarnya perempuan lakukan, seperti memasak, menjahit, membuat
keterampilan yang secara eksistensi hanya berada pada internal organisasi. Namun
pada kader HMI-Wati menunjukkan hal yang berbeda, dimana terlibat dengan
kegiatan melakukan aksi demonstrasi dimana nyawa menjadi taruhan. Beberapa
kader HMI-Wati yang sangat aktif dalam penumpasan Gerakan 30 September 1965
diantaranya Djanius Djamin, Radhiah Muchtar, Nurhadijah Lubis, Hartilanum, Farida
Saad, Musnarti, Ratna Juita dan lainnya.

52

Wawancara dengan Djanius Djamin merupakan seorang yang pernah menjabat sebagai rektor
IKIP/UNIMED dalam 2 periode, dan sekarang menjadi komisaris utama BPR Gebu Prima.
Wawancara dilakukan pada tanggal 11 April 2016, pukul 15.00 WIB di Kantor BPR Gebu Prima
(Jalan A. R. Hakim).

47

Universitas Sumatera Utara

Di Cabang Medan, kader HMI-Wati ikut melakukan aksi dengan berada pada
barisan depan bersama dengan HMI-Wan yang tergabung dalam Komando Aksi
Penumpasan (KAP) G 30 S/PKI di Sumatera Utara yang dipimpin oleh M.
Noernikmat dari Ikatan Pemuda Tanah Rencong (IPTR). KAP terdiri dari beberapa
organisasi pemuda seperti Pemuda Pancasila (PP), Al Washliyah, Nadhatul Ulama
(NU), Pelajar Islam Indonesia (PII), Ikatan Pemuda Tanah rencong (IPTR), P31
SOKSI, Anshor, dan lainnya.
Pasca Gerakan 30 September, keadaan Kota Medan semakin mencekam,
terjadi aksi demonstrasi yang dimulai pada bulan Oktober. Semulanya terjadi
pembakaran di kantor Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) yang
merupakan underbrow PKI terletak di Jalan Iskandar Muda (tepat di depan Medan
Plaza sekarang) oleh HMI bersama organisasi masyarakat Islam lainnya. Kejadian ini
menyebabkan tewasnya ketua SOBSI yang juga merupakan anggota DPRD Kota
Medan. 53 Sementara itu, Radhiah Muchtar yang berasal dari anggota biasa di HMI
Komisariat IKIP, ikut dalam melakukan demonstrasi dalam barisan depan ambil
bagian dalam memegang bendera HMI. 54

53

Wawancara dengan Usman Pelly.
Wawancara dengan Radhiah Muchtar merupakan pensiunan dari dosen di UNIMED.
Wawancara dilakukan pada tanggal 30 Maret 2016, pukul 11.00 WIB, bertempat di kediaman beliau
(Jalan. Kapten Muslim, Jalan Perkutut, Gang Murni, No. 272) Dalam melakukan wawancara, beliau
tidak ingat mengenai waktu dan tempat peristiwa, akan tetapi peristiwa terjadi tepat pada masa
kepemimpinannya. Mengenai dokumentasi dan arsip, beliau pernah simpan, tetapi berkasnya sudah
tidak ada lagi.
54

48

Universitas Sumatera Utara

Ketika aksi perlawanan dilakukan di Lapangan Merdeka, Djanius Djamin
menjadi incaran bagi PKI, karena salah satu orang yang ekstrim di HMI Cabang
Medan merupakan musuh utama PKI. Saat kericuhan terjadi, tusuk-menusuk dengan
menggunakan pisau dilakukan oleh PKI. Salah seorang PKI berusaha menusuk
bagian perut Djanius Djamin. Namun upaya tersebut gagal dikarenakan tali pinggang
bekas pengikat dengan drum yang masih melekat di perut Djanius Djamin dan aksi
penyelamatan dari kader HMI lainnya berusaha membela sehingga lepas dari
targetan. Kemudian aksi kejar-kejaran di lakukan. Melihat hal tersebut, Djanius
Djamin di posisikan dirinya di bagian tengah barisan untuk dilindungi dari serangan
orang-orang PKI. 55
Pada tanggal 10 Desember 1965 diselenggarakan Rapat Akbar di Gedung
Olahraga (GOR) mengundang seluruh massa KAP dengan tujuan untuk mengerahkan
massa dengan tertib dan teratur (foto dapat dilihat pada gambar 10 di hlm. 117). Pada
kesempatan itu pihak Komando Aksi Sumatera Utara mempercayakan M.
Noernikmat untuk membacakan surat pernyataan yang akan disampaikan kepada
Konsulat RRT (Repulik Rakyat Tiongkok) di Medan. Selanjutnya pernyataan tersebut
dibawa ke Konsulat RRT untuk diserahkan. Namun keadaan disini menjadi berubah
sehingga timbul sebuah insiden yang membawa korban. Kericuhan pun terjadi, para
demonstran berusaha merangsek masuk kedalam Konsulat, namun dihadang pihak
keamanan internal Konsulat sehingga terjadi penembakan dan jatuhlah korban jiwa
55

Wawancara dengan Djanius Djamin.

49

Universitas Sumatera Utara

bernama Ibrahim Umar yang merupakan salah satu anggota IPTR (foto dapat dilihat
pada gambar 11 hlm. 118). Ibrahim Umar tertembak pada bagian kepala dan otaknya
tergurai. Kemarahan memuncak, sehingga kantor