Korps HMI-Wati (Kohati) Cabang Medan (1966 – 1998)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, perempuan 1 Indonesia turut berperan aktif dalam organisasi
pengkaderan, perjuangan ataupun pergerakan. Bila ditelusuri, kaum perempuan
adalah kelompok yang mengambil bagian dalam perjuangan, apakah pada zaman
pergerakan sebelum kemerdekaan maupun pada zaman pasca kemerdekaan. Hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya Kongres Perempuan Pertama pada tanggal 22
Desember 1928 di Jakarta yang dipelopori oleh Soejatin, Nyi Hajar Dewantoro, Siti
Sundari, dan lain-lain. 2
Di tataran mahasiswa, perempuan dianggap

memiliki kemampuan untuk

membangun organisasi, wadah ataupun perkumpulan berbasis perempuan. Tingginya
keterlibatan perempuan dalam pengambilan kebijakan akan berdampak pada
perbaikan kondisi dan posisi perempuan di sektor publik. Di Kota Medan sendiri
banyak organisasi, wadah ataupun perkumpulan perempuan yang bersifat pembinaan
kader. Salah satu di antaranya adalah Korps 3 HMI-Wati atau disingkat KOHATI. 4


1

Perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil,
melahirkan anak, dan menyusui:wanita.
2
Monique Soesman, Kongres Perempuan Pertama Tinjauan Ulang, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia dan KITLV, 2007, hlm. 4.
3
Korps adalah himpunan orang (badan, organisasi) yang merupakan satu kesatuan:seluruh.

Universitas Sumatera Utara

KOHATI merupakan sub-organisasi atau badan khusus Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) yang berfungsi sebagai wadah membina, mengembangkan, dan meningkatkan
potensi HMI-Wati dalam wacana dan dinamika gerakan perempuan. 5 Pada awalnya
HMI-Wati dikelola oleh Departemen Keputrian yang merupakan salah satu bidang
dalam struktur organisasi HMI. Dilihat dari sejarahnya, kiprah kaum perempuan pada
organisasi HMI melekat sejak kelahirannya pada tanggal 5 Februari 1947 yang
dipelopori oleh Lafran Pane, ada dua aktivitis HMI perempuan yaitu Maisyarah Hilal
dan Siti Zainah. Dalam perkembangan selanjutnya muncullah Baroroh Baried,

Tujimah dan Tedjaningsih. Keaktifan para HMI-Wati dalam kegiatan-kegiatan di
HMI, ditandai dengan tercetusnya gagasan untuk memperluas aksi di semua bidang,
selain itu juga mendorong lahirnya Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI). 6
Secara umum pada tahun 1946-1965, perjuangan perempuan sangat
dipengaruhi oleh suasana bangsa dan negara, yakni ketika Indonesia mencari pola
demokrasinya. Secara sadar perempuan mulai masuk ke wacana politik sebagai garis
perjuangan. 7 Organisasi Aisyiyah sayap dari organisasi Muhammadiyah, terlebih
dahulu lahir karena situasi masyarakat Islam dan politik di Indonesia serta degradasi
4

Pada awal pembentukan bernama Corps HMI-Wati yang disingkat dengan COHATI, namun
terjadi perubahan ejaan kata “Corps” menjadi “Korps” sehingga menjadi Korps HMI-Wati yang
disingkat dengan KOHATI, terjadi pada tahun 1973. Untuk kalimat selanjutnya, penulis menggunakan
kata KOHATI.
5
Termaktub dalam Hasil-hasil Kongres HMI XXVIII, Jakarta Timur, Depok, Jakarta Selatan, 15
Maret – 15 April 2013, pada pasal 47 tentang Korps HMI-Wati poin a.
6
M. Alfan Alfian, Himpunan Mahasiswa Islam 1963 – 1966: Menegakkan Pancasila di tengah
Prahara, Jakarta: Kompas, 2013, hlm.131.

7
A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender: Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama, Budaya
dan Keluarga, Magelang: Yayasan Indonesia Tera Anggota IKAPI, 2004, hlm.124.

2

Universitas Sumatera Utara

dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama, KOHATI lahir pasca kemerdekaan dari
kalangan mahasiswa, dalam situasi yang nyaris sama, sehingga dirasakan perlu
adanya gerakan untuk membantu perempuan. 8
Eksistensi HMI sebagai organisasi yang memiliki kekuatan anti terhadap
komunis, menentang secara hebat paham dan ajaran komunis terutama di kalangan
mahasiswa. Pasca terjadinya peristiwa Gerakan 30 September diduga di dalamnya
oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Masyarakat semakin memberikan kepercayaan
kepada HMI dengan meledaknya jumlah mahasiswa yang mendaftarkan diri untuk
masuk menjadi anggota HMI. Kekhawatiran karena tidak dapat tertampung HMIWati yang berada di lingkungan HMI menjadi salah satu faktor yang mendorong
terbentuknya KOHATI. Sebelum KOHATI terbentuk secara nasional, HMI-Wati di
beberapa cabang HMI telah berpartisipasi penuh dalam kegiatan-kegiatan mahasiswa
dalam dinamika angkatan 1966, ditandai dengan turut dalam pengerahan massa dalam

Kesatuan Aksi Pengganyangan (KAP) GESTAPU/PKI. 9
KOHATI terbentuk pada tanggal 2 Jumadil Akhir 1386 H bertepatan dengan
tanggal 17 September 1966 sebagai keputusan dari Kongres ke VIII di Solo dan
pengurus KOHATI dibentuk di tempat kedudukan HMI dengan tujuan untuk

8

Ismah Salman, Keluarga Sakinah Dalam Aisyiyah: Diskursus Jender di Organisasi Perempuan
Muhammadiyah, Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, 2005, hlm. 87.
9

M. Alfan Alfian, Op. Cit., hlm. 132.

3

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati secara internal dan eksternal. 10 Saat itu
HMI Pengurus Besar dipimpin oleh Nurcholis Madjid sebagai Ketua Umum dan
Nazar Nasution sebagai Sekretaris Jenderal.

Kehadiran KOHATI Cabang Medan tidak terlepas dari keberadaan HMI
Cabang Medan yang lahir pada tanggal 10 November 1952 yang diprakarsai oleh OK
Rahmad Bakrie (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara),
beserta rekan-rekannya Amier Husein dan Deliar Noer yang ketika itu berada di
Jakarta juga sebagai aktivis HMI. Mereka dipanggil kembali ke Medan untuk
mendeklarasikan HMI Cabang Medan di Aula II UISU berada di Jalan
Sisingamangaraja No. 2 A Medan. 11 Setelah KOHATI Pengurus Besar terbentuk,
selanjutnya di Cabang Medan didirikan KOHATI pada tahun 1966 dengan ketua
KOHATI bernama Djanius Djamin. 12
Seperti halnya KOHATI Pengurus Besar, KOHATI Cabang Medan juga turut
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan serta aksi yang digelar oleh HMI Cabang
Medan. Selain itu, melakukan kegiatan pengkaderan khusus untuk HMI-Wati dengan
tujuan meningkatkan kualitas diri. Sebagai wadah yang bergerak di bidang
keperempuanan, KOHATI juga menanggapi seputar isu-isu keperempuanan yang
10

Daru Irawadi, Terbentuknya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Medan (1952-1985),
dalam Skripsi S1, belum diterbitkan, Medan: Fakultas Sastra, Jurusan Ilmu Sejarah, Universitas
Sumatera Utara, 2010, hlm. 26.
11

HMI Komisariat Fakultas Ilmu Budaya USU, Buku Panduan Masa Perkenalan Calon
Anggota (MAPERCA), Medan: tanpa penerbit, 2014, hlm. 5.
12
Wawancara dengan Nilamsari selaku Ketua Umum KOHATI Cabang Medan Periode 19701971, pada tanggal 07 Desember 2015, pukul 17:03 WIB.

4

Universitas Sumatera Utara

sedang berkembang baik secara nasional dan lokal. Perkembangan KOHATI Cabang
Medan juga mengalami pasang surut dalam aktivitas pergerakannya.
Berangkat dari pemikiran inilah penulis merasa tertarik menuliskan sebuah
peristiwa masa lampau dengan melihat potret perjalanan panjang dari sebuah suborganisasi mahasiswa yang berfokus pada masalah keperempuanan dan membahas
pergerakan-pergerakan yang dilakukan KOHATI Cabang Medan selama periode
1966 sampai 1998. Alasan lain adalah KOHATI Cabang Medan belum pernah diteliti
dan ditulis secara historis. Perkembangan HMI Cabang Medan pernah diteliti dan
ditulis oleh orang lain, namun hanya sedikit menyinggung tentang KOHATI. Dengan
alasan di atas, penulis tertarik meneliti Korps HMI-Wati (KOHATI) Cabang
Medan (1966 – 1998). Adapun alasan penulis meneliti mulai tahun 1966 karena pada
tahun inilah awal terbentuknya KOHATI Cabang Medan, selanjutnya dibatasi hingga

tahun 1998 karena pada tahun ini terjadi peristiwa reformasi. KOHATI turut terlibat
bersama HMI dalam aksi demonstrasi untuk menurunkan rezim Soeharto di beberapa
titik Kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah
Dalam melakukan sebuah penelitian, perlu dirumuskan masalah-masalah yang
berkaitan dengan judul yang diajukan. Penelitian akan lebih terarah dalam

5

Universitas Sumatera Utara

pengungkapan akar permasalahan. Berkaitan dengan judul yang diajukan, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang terbentuknya Korps HMI-Wati (KOHATI) Cabang
Medan?
2. Bagaimana perkembangan Korps HMI-Wati (KOHATI) Cabang Medan pada
tahun 1966 - 1998?
3. Bagaimana kontribusi Korps HMI-Wati (KOHATI) Cabang Medan baik
secara internal maupun eksternal pada tahun 1966 - 1998?


1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan latar belakang terbentuknya Korps HMI-Wati (KOHATI)
Cabang Medan.
2. Menjelaskan perkembangan Korps HMI-Wati (KOHATI) Cabang Medan
pada tahun 1966 - 1998.
3. Menjelaskan kontribusi Korps HMI-Wati (KOHATI) Cabang Medan baik
secara internal maupun eksternal pada tahun 1966 – 1998.
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini secara teoritis ialah

6

Universitas Sumatera Utara

1. Bagi disiplin Ilmu Sejarah, memberikan sumbangan pemikiran dan dapat
berguna sebagai referensi bagi penelitian tentang organisasi mahasiswa di
bidang keperempuanan di masa yang akan datang.
2. Untuk KOHATI Cabang Medan, akan dijadikan arsip dan bahan referensi
penulisan buku sejarah KOHATI yang akan di launching pada milad

KOHATI ke 50.
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini secara praktis ialah
untuk memberitahukan kepada masyarakat umum bahwa KOHATI sebagai sebuah
wadah perempuan mampu menunjukkan peran aktifnya dalam berbagai bentuk
pergerakan yang berwawasan lokal dan nasional. Dengan demikian patut diekspos
untuk dijadikan contoh oleh publik dari pemerintah dalam membentuk organisasiorganisasi serupa pada masa yang akan datang terutama dalam penyusunan
organisasi, Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga, visi, misi dan lain-lain.

1.4 Tinjauan Pustaka
Dalam sebuah penelitian, perlu menggunakan beberapa acuan yang berkaitan
dengan topik yang diteliti sebagai landasan dna pengarah yang tepat. Tinjauan
pustaka yang menjadi acuan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Ida Ismail Nasution dalam KOHATI Mengakar ke Dalam untuk Meraih Asa
(2015), menjelaskan tentang proses kelahiran KOHATI. Cabang Jakarta adalah salah
7

Universitas Sumatera Utara

satu cabang pertama yang membentuk KOHATI sebelum detik-detik kelahiran
KOHATI secara nasional di Kongres ke VIII di Solo pada tanggal 17 September 1966

yang melibatkan seluruh cabang HMI yang ada di Indonesia. Dalam penjelasan buku
ini banyak membantu dalam memahami proses pembentukan KOHATI yang
diresmikan secara nasional dan melibatkan beberapa cabang untuk menjadi peserta
Musyawarah Nasional I KOHATI dalam memutuskan lembaga khusus yang bersifat
semi-otonom ini. Bahkan menjelaskan mengenai pengkaderan KOHATI yaitu Up
Grading dan materi yang disampaikan.
M. Alfan Alfian dalam Himpunan Mahasiswa Islam 1963 – 1966:
Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara (2013), mengungkapkan dinamika
perjalanan sejarah HMI dari kurun waktu 1963 – 1966. Secara khusus kajian ini
menyinggung tentang lahirnya KOHATI pada kongres ke VIII di Solo serta
menjelaskan peran aktif dalam pergerakan-pergerakan perempuan yang dilakukan
oleh KOHATI. Bahkan sebelum KOHATI resmi terbentuk secara nasional, HMIWati di beberapa cabang HMI telah berpartisipasi penuh dalam kegiatan-kegiatan
mahasiswa dalam dinamika angkatan 1966. 13 M. Alfan Alfian menceritakan
bagaimana kekuatan HMI sebagai anti komunis, sehingga masyarakat mulai
bersimpati dan banyak yang mendaftarkan diri menjadi anggota HMI. Meningkatnya
jumlah anggota menyulitkan pengontrolan secara menyeluruh peran aktif dari HMIWati, sehingga dibentuklah sebuah badan khusus di bidang keperempuanan.
13

M. Alfan Alfran, Op.Cit., 2013. Hlm. 132.


8

Universitas Sumatera Utara

Ismah Salman dalam Keluarga Sakinah Dalam Aisyiyah: Diskursus Jender Di
Organisasi Muhammadiyah (2005), menjelaskan tentang bagaimana lahirnya sebuah
organisasi perempuan berlandaskan Islam yang dipengaruhi oleh situasi pendidikan,
politik dan hal lainnya sehingga memicu perempuan untuk membuat suatu wadah
(perkumpulan) agar dapat keluar dari situasi tersebut. Sebagai organisasi perempuan
tertua di Indonesia, mampu menunjukkan kiprah dan eksistensinya dalam gerakan
untuk membantu perempuan. 14 Dapat dicermati bahwa lahirnya KOHATI hampir
sama atau tidak jauh berbeda dengan kondisi yang dirasakan oleh perempuan pada
organisasi Muhammadiyah.
Daru Irawadi dalam (skripsi) Terbentuknya Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) di Kota Medan (1952-1985) (2010). Daru menjelaskan lahirnya Himpunan
Mahasiswa Islam Cabang Medan sebagai titik awal dari terbentuknya KOHATI
Cabang Medan. KOHATI merupakan badan khusus dari HMI. Tulisan ini juga sedikit
banyaknya membahas mengenai lahirnya KOHATI serta fungsi dan peranannya.
Sebagai badan khusus HMI, KOHATI mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam
mengkoordinir potensi HMI dalam mengembangkan wacana keperempuanan. Ide
dasar pembentukannya dilandaskan ada kebutuhan akan pengembangan misi HMI
secara luas, serta kebutuhan akan adanya pembinaan untuk HMI-Wati yang lebih
inspiratif, memandang penting bahwa kualitas peranan penting harus terus dipacu dan

14

Ismah Salman, Op.Cit., 2005. Hlm. 87.

9

Universitas Sumatera Utara

ditingkatkan.

Sehingga

dapat

dirumuskan

tujuan

KOHATI

adalah

untuk

meningkatkan peranan dan kualitas HMI-Wati.

1.5 Metode Penelitian
Untuk mendapatkan sebuah tulisan sejarah yang akurat harus menggunakan
metode sejarah melalui beberapa tahap-tahap penelitian. Metode sejarah adalah
proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan di masa
lampau. 15 Sehingga melalui metode sejarah inilah, hasil-hasil tulisan berlandaskan
sumber-sumber fakta dan nantinya akan bersifat objektif. Akan tetapi dalam
penulisan sejarah, menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial yang telah berkembang
pesat sehingga dapat menyediakan teori dan konsep yang merupakan alat analisis
yang relevan sekali untuk keperluan analisis historis. 16
Dalam penelitian sejarah setidaknya harus dilakukan empat langkah, yaitu
pengumpulan sumber, verifikasi kritik sejarah; keabsahan sumber, interpretasi:
analisis dan sintesis, dan penulisan. 17
1. Tahap pertama ialah pengumpulan sumber. Biasanya metode ini disebut
dengan heuristik yang berasal dari bahasa Yunani Heurinkein yang artinya to
15

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press,
1985, hlm. 32.
16
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2014, hlm. 136.
17
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hlm.89.

10

Universitas Sumatera Utara

find. To find disini berarti tidak hanya menemukan, tetapi mencari terlebih
dahulu

baru

menemukan.

Heuristik

yaitu

proses

menemukan

dan

mengumpulkan sumber sesuai dengan permasalahan penelitian. 18
Metode pengumpulan sumber atau data menggunakan studi pustaka serta
wawancara. Adapun pengumpulan sumber dari studi pustaka berasal dari data
primer dan sekunder. Sumber primer didapatkan dari arsip KOHATI Cabang
Medan, sedangkan sumber sekunder berasal dari buku-buku di Perspustakaan
Universitas Sumatera Utara yang berkaitan dengan objek penelitian. Penulis
juga menggunakan hasil skripsi baik yang sudah diterbitkan maupun yang
belum diterbitkan.
Sedangkan untuk pengumpulan sumber dari lisan (wawancara) dilakukan
kepada orang-orang yang terlibat atau tidak terlibat langsung dengan
KOHATI Cabang Medan. Wawancara dilakukan dengan cara wawancara
mendalam untuk memperoleh data secara lengkap tentang permasalahan
penelitian. Penentuan informan dilakukan melalui informan kunci yaitu orang
yang memiliki pengetahuan dan pemahaman luas tentang KOHATI Cabang
Medan, seperti ketua umum pengurus pada tahun-tahun penulisan. Dalam
penelitian ini penulis melakukan wawancara terhadap 12 orang yang secara
keseluruhan merupakan pelaku sejarah.

18

Nurhabsyah, Pengantar Ilmu Sejarah, Medan, 2009.

11

Universitas Sumatera Utara

2. Tahap ketiga ialah verifikasi kritik sejarah. Pada metode ini dilakukan setelah
mendapatkan sumber-sumber penulisan. Kritik sejarah berupa kritik ekstern
dan intern, di mana pada kritik ekstern ini menyeleksi sumber-sumber apakah
dibutuhkan dalam penulisan atau tidak. Sementara pada kritik intern menilai
kelayakan data untuk ditulis dengan tujuan untuk mendapatkan kredibilitas
sumber atau kebenaran isi, apakah sumber asli atau palsu, dapat dipercaya
atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan beberapa isi
data yang pembahasannya sama akan tetapi kebenaran bisa saja berbeda.
3. Tahap ketiga ialah interpretasi yaitu membuat analisis dan sintesis terhadap
data yang telah diverifikasi. Hal ini diperlukan untuk menggabungkan
sumber-sumber yang sudah diverifikasi kebenarannya agar menjadi kesatuan
yang utuh serta berkaitan sehingga membentuk sebuah kisah yang baru.
Tahapan ini dilakukan dengan cara menafsirkan fakta sehingga terdapat
pemahaman terhadap fakta sejarah baik secara tematis maupun kronologis
dapat diungkapkan. Meskipun fakta bersifat objektif tetapi tetap dapat
mengandung sifat subjektifitas karena ditafsirkan oleh seseorang. Dengan kata
lain, tahapan ini dilakukan dengan membuat kesimpulan keterangan atau
sumber informasi yang dapat dipercaya dari bahan-bahan yang ada.
4. Tahap keempat ialah historiografi. Proses ini adalah tahapan terakhir dari
langkah-langkah penelitian sejarah dimana melakukan pemaparan atau hasil
12

Universitas Sumatera Utara

sintesa dengan merangkum semuanya menjadi sebuah tulisan ilmiah
berdasarkan hasil dari interpretasi yang sudah dilakukan sebelumnya. Tulisan
ini menjadi sebuah kisah sejarah yang baru dengan selalu berusaha
memperhatikan aspek kronologisnya. Metode yang dipakai dalam penulisan
ini adalah deskriptif naratif yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta
yang ada untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis dan ilmiah.

13

Universitas Sumatera Utara