Tradisi intelektual HMI cabang Ciputat : 1960-1998

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora

Mughni Labib 109022000011

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

SKRIPSI

Diajukan kepdaFakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (Sl) Humaniora

OIeh:

Mughni Labib

IIIM:

109022fimm1

Pembimbing

I

Pembimbing

II

Ilra. TatiHartimah, MA Itl-IP: 19550731 198903 2 001

/Wa{

qjI'@N

Dr. Abdul Wahid Hasyim, MA

t\IP:

19560817198603

I

006

JURUSAN SEJARAH

DAN PBRADABAN

ISLAM

FAKT]LTAS ADAB DAN

HUMAMORA

TIIN

SYARIF'

HIDAYATTILLAII JAKARTA

201s

[o1436 H


(3)

Pengesahan Panitia Ujian

stripsi dengan judul TRADISI INTELEKTUAL HMI CABAIIG CIPUTAT 1960

-

1998 telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam

Negeri syarifHidayatulUniamrta 10 April 2A75. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Humaniora

(s'

Hum) pada program studi sejarah

dan Kebudayaan

Islam'

J akart4l* Apri12015

SidangMunaqasah

Sekretaris Anggota

Sholikatus Sa' diyatr- M'Pd

ftUP, tqZSO 417 20A5Al 2 007

NP

t 1,9690724199703 1001

ANGGOTA

PEMBIMBING

Penguji

II

Imasfmatia"M. Hum

Nrp'. tgzr0208 199803 2 001

ill Ketua MerangkaP Anggota

Penguji

I

tftP,

igSq0203 198903 1 003

Pembimbing

r

Pembimbingll

.:,\-ry+J

'-

^r^r-'r .rr^L:'{ rjoo"im

MA

Dra' Tati}Iartima}r'MA Dr. Abdul Wahid

Hasyim'-\4A

t)rd" L'd'LL rti,.vrttwt'

t'"


(4)

Dengan Ini Saya N4enyatakan Bahwa:

1.

Skripsi ini mempakan hasil karya asli dari saya sendiri yang diajukan

untuk memenuhi s),arat dalam memperoleh gelar Sarjana dalarn jenjang Strata satu (S1) di Fakultas Adab dan Hunaniora UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2.

Semua srunber yang saya grnahan dalam ketentuan yang berlaku di UIN

Syari f Hidayafirllah Jakarta.

3.

Jika dikernudian hari terbulti bahrva karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan dari jiplakan karya orang lain maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(5)

v

109022000011

The title of this thesis is HMI Ciputat Intellectual Tradition 1960-1998. Author tries to make a descriptive explanation about intellectual tradition that constructed by Cak Nur (Nurcholish Madjid) as the pioner of renewal idea at that time university student environment. Afterwards it was continued by the next generations. Author aims to convey about how does the spirit, the pattern of activist-intellectual cadres formation that was existed in previous time in order to enhance intellectual spirit which has begun descending among activists. This thesis is written by descriptive-qualitative research methods with socio-political and cultural approach to find out the chronology of events, processes and influential factors to the formation of intellectual tradition in HMI Ciputat environment. This research was using data collection techniques such as library research and interview to history figures for a valid data. The main problem in this thesis is different intellectual tradition pattern that has constructed by Cak Nur and next generations. As the result of this thesis, it showed that the different intellectual tradition pattern was caused by socio-political condition either at national level, or local and university, besides pop culture is also giving big influences to student movement. It can be concluded that the intellectual formation in HMI Ciputat was based on the spirit or enthusiasm to continue the intellectualization conducted by Cak Nur that gave the effect as a single fighter by the next generations. Through high level of spirit or enthusiasm of intellectual process (reading, discussion and writing) and mutual support among cadres turn the formation intellectual run well. It added

with research and political activities that create cadres of HMI Ciputat to be ‘mature’ and the

tradition should be reinstated by the rising generation in order to produce useful intellectual figures.


(6)

vi

109022000011

Skripsi ini berjudul ”Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat 1960-1998”. Penulis mencoba mendeskripsikan tradisi intelektual yang dibangun oleh Cak Nur (Nurcholish Madjid) sebagai pelopor gagasan pembaharuan di kalangan mahasiswa saat itu. Kemudian dilanjutkan oleh generasi-generasi selanjutnya. Tujuan dari penulis adalah ingin menyampaikan bagaimana semangat, pola perkaderan aktivis-intelektual yang ada pada zaman sebelumnya guna meningkatkan semangat intelektual yang sudah mulai kendur di kalangan aktivis. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif dengan pendekatan sosio-politik dan budaya untuk mengetahui kronologi peristiwa, proses serta faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tradisi intelektual di lingkungan HMI Cabang Ciputat. Teknik pengumpulan data dengan penelitian kepustakaan (library research) dan wawancara (interview) kepada para tokoh pelaku sejarah guna mendapatkan data yang valid. Masalah pokok dalam penulisan skripsi ini adalah, bahwa tradisi intelektual yang dibangun oleh Cak Nur, diteruskan oleh generasi selanjutnya dalam bentuk atau pola dan wadah yang berbeda. Hasil dari temuan masalah tersebut perbedaan pola tradisi intelektual disebabkan oleh kondisi sosial-politik di tingkat nasional, maupun di tingkat lokal ataupun kampus, ditambah lagi dengan hedonisme dan pragmatisme pelan-pelan memberi pengaruh yang sangat besar dalam gerakan mahasiswa. Dapat disimpulkan bahwa perkaderan intelektual di HMI Cabang Ciputat didasari dari semangat ingin melanjutkan intelektualisasi yang dilakukan oleh Cak Nur yang terkesansingle fighter oleh generasi-generasi selanjutnya. Semangat tinggi dalam proses intelektual (membaca, diskusi dan menulis) serta semangat saling mendorong di antara sesama kader menghidupkan perkaderan intelektual. Ditambah dengan kegiatan-kegiatan penelitian serta

aktivitas politik membuat kader HMI Cabang Ciputat “matang” dan tradisi tersebut yang seharusnya kembali dihidupkan oleh generasi saat ini agar rahim intelektual HMI Cabang Ciputat terus menghasilkan tokoh-tokoh intelektual yang banyak bermanfaat bagi nusa, bangsa, dan agama.


(7)

vii

Lampiran 1 : Hasil wawancara dengan Ahmas Uci Sanusi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 1981-1982

Lampiran 2 : Hasil wawancara dengan Dr. Didin Syafrudin Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 1984-1985

Lampiran 3 : Hasil wawancara dengan Prof. Amsal Bahtiar Sekretaris Umum HMI Cabang Ciputat periode 1985-1986

Lampiran 4 : Hasil Wawancara dengan Saiful Mujani, P. hd. pelopor kelompok studi FORMACI.

Lampiran 5 : Hasil wawancara dengan Aris Budiono Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 1990-1991

Lampiran 6 : Hasil Wawancara dengan Prof. Dr. Sukron Kamil, MA. Ketua umum HMI Cabang Ciputat periode 1995-1996

Lampiran 7 : Hasil wawancara dengan Prof. Oman Fathurahman, Ketua Umum HMI Komisariat Adab periode 1992-1993

Lampiran 8 : Hasil wawancara dengan Dr. TB Ace Hasan Syadzily, M.Si. anggota DPR RI periode 2009-2014, Aktivis BEM 1997, Aktivis FORMACI.

Lampiran 9 : Hasil bincang-bincang dengan Dra. Tati Hartimah, MA Ketua Umum KOHATI (Korps HMI Wati) periode 1980an.


(8)

viii

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih dan sayang-Nya, semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita semua, amin. Shalawat serta salam senantiasa kita persembahkan kepada junjungan alam baginda Rasulullah SAW, keluarga serta sahabat, semoga kita sebagai ummatnya mendapat pertolongannya kelak, amin.

Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi dan mencapai gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah adalah membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam rangka itulah penulis menyusun skripsi ini dengan judul : “TRADISI INTELEKTUAL HMI CABANG CIPUTAT 1960-1998“.

Himpunan Mahasiswa Islam yang kemudian saya sebut dengan HMI, merupakan salah satu organisasi Islam tertua dan terbesar di Indonesia. HMI memiliki sejarah yang panjang dan peran yang cukup besar dalam perjalanan bangsa Indonesia. Umur HMI yang hanya berjarak dua tahun dari kemerdekaan Indonesia, ikut berjuang secara fisik dalam mempertahankan kemerdekaan di Indonesia. Selain itu, HMI juga ikut berpengaruh dalam pembentukan generasi muda yang akan menjadi pemimpin, tokoh intelektual, dan para cendekiawan. Dengan system perkaderan yang dinamis dan modern, dengan nilai-nilai ke-Islaman, ke-Indonesiaan, dan ke-Modernan, menjadikan HMI organisasi perkaderan yang dapat berkembang dengan mapan secara ideologi.


(9)

ix

cendekiawan muslim, seperti Nurcholish Madjid, Atho Mudzhar, Fachry Ali, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Bahtiar Effendy dan lain-lain. Penting bagi kita untuk mempelajari proses yang mereka alami sampai mereka mapan dalam keilmuan dan menghasilkan karya yang memperkaya khazanah keilmuan dalam dunia Islam di Indonesia bahkan di dunia. Untuk itu penting rupanya untuk kita mempelajari, memahami dan mengamalkan prosesnya sehingga kita bisa mengikuti jejak intelektual mereka.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, begitu banyak penulis temui rintangan dan hambatan. Sungguh pun begitu Alhamdulillah atas kerja keras semangat dan dukungan dari semua pihak akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Oleh karena itu izinkan penulis untuk menghaturkan ucapan terimakasih serta penghargaan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan memberikan dukungn moril dan materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tanpa kendala yang berarti.

1. Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

x

membimbing penulis dalam menyelesaikan materi skripsi ini.

4. Kepada seluruh civitas akademik Fakultas Adab dan Humaniora, kepada Ketua jurusan dan sekertaris serta dosen-dosen jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang memberikan sumbangsih ilmu dan pengalamannya, Pembimbing Akademik Drs H. M. Ma’ruf Misbah, MA, yang selalu bersedia meluangkan waktu bagi penulis untuk bertanya dan meminta solusi atas beberapa kendala yang penulis hadapi.

5. Seluruh Staff dan Pegawai Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kepada ayahanda tersayang Bapak Dadang yang telah membimbing, membantu dan memotivasi penulis unuk menjadi pribadi yang tangguh, bersemangat, bermanfaat bagi keluarga, nusa, dan bangsa. Besar harapan penulis untuk membuat ayahanda selalu bangga . Tak luput juga penulis haturkan terimakasih banyak untuk Ibunda tersayang Ibu Siti Juhroh yang telah melahirkan, membimbing, mendoakan dan yang setiap malamnya tak pernah bosan mendoakan dan menemani penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga suatu hari penulis mampu membahagiakan dan membanggakan Ayah dan Ibunda tersayang, semoga Allah selalu membalas semua kebaikan dan perjuangan mereka.


(11)

ix

mumpuni dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada para Kakanda/ Yunda alumni HMI atau Korps Alumni HMI (KAHMI) yang menjadi narasumber yang merupakan para pelaku sejarah sebagai sumber-sumber primer terkait penulisan skripsi ini.

9. Kepada para senior Sejarah dan Kebudayaan Islam, para senior BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Adab dan Humaniora periode 2012-2013, kanda dan yunda HMI Komisariat Adab dan Humaniora, teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) Indonesian Youth, kawan-kawan di KPU (Komisi Pemilihan Umum) UIN 2013, kawan-kawan di DEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa) UIN 2013-2014 serta kawan-kawan seperjuangan angkatan 2009, Akhmad Yusuf, Tutur Ahsanil Mustofa, Itsna Ruhillah, Septy Tantri, Ahmad Fauzan Baihaqi, M. Kholik Bahrudin, Budi Rachmatsyah Pangabean, Rahmat Hidayatullah, Angga Maulana, Ali Nurdin, Hani Humairoh, Meilani, Aida Kusnadi, Nia R. Febrina, Ilham Muharam, Rivqi Muraham Dani, Acit, dan Amalia Rachmadanty yang tak hentinya memberikan dukungan, semangat, do’a dan tawa sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dalam hangatnya ikatan keluarga.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis memahami bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat kepada siapa saja


(12)

x

Jakarta , 31 Maret 2015


(13)

xi

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Lembar Pernyataan ... iv

Abstrak ... v

Daftar Lampiran ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 9

C. Desain Operasional ... 11

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 16

E. Tinjauan Pustaka ... 16

F. Metode Penelitian ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II SEJARAH SOSIAL CIPUTAT DAN IAIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA A. Sejarah Sosial Ciputat dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 22

BAB III HMI CABANG CIPUTAT DALAM LINTASAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA A. Berdirinya HMI Cabang Ciputat ... 30


(14)

xii CABANG CIPUTAT

A. Cak Nur sebagai Tonggak Pewaris Tradisi Intelektual di HMI (1963-1975)... 48 B. Komunitas Intelektual (Intellectual Community)

(1975-1985)…... ... 58 C. Tradisi Intelektual pada masa Kelompok Studi (1986-1998)... .. 70 D. Relasi Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat dengan

Intelektual Mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... .. 78 BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ... 93 B. SARAN ... 96 DAFTAR PUSTAKA... 97 LAMPIRAN- LAMPIRAN


(15)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga pendidikan tinggi sudah ada pada saat pendudukan Jepang atas Indonesia, seperti STI (Sekolah Tinggi Islam) yang didirikan di Jakarta pada 8 Juli 1945, yang dipindahkan ke Yogyakarta pada 10 April 1946 karena pada saat itu Jakarta diduduki kembali oleh tentara Belanda dan Ibukota Negara sementara dipindahkan ke Yogyakarta. Selain STI ada juga BPTGM (Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada) yang didirikan pada 17 Februari 1946 dan inilah cikal bakal UGM (Universitas Gajah Mada).

Lembaga pendidikan sangat penting perannya dalam pembentukan intelektual dan moral mahasiswa sebagai penerus bangsa. Selain itu karena kondisi Indonesia yang sedang mengalami tekanan dari Luar yaitu Agresi Militer Belanda I tahun 1947 dan Agresi Militer Belanda II pada Desember 1948 dan juga ada beberapa tekanan yang terjadi dari dalam seperti pemberontakan PKI di Madiun atau “Madiun Affair” pada September 1948.1 Untuk itu diperlukan mahasiswa yang memiliki intelektualitas yang tinggi serta moral yang baik untuk kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Di Yogyakarta pada saat itu telah terdapat organisasi mahasiswa yang berideologi sosialis atau gerakan “newleft”2, yang muncul sebagai akibat

1

Prof. Agussalim Sitompul,Sejarah Perjuangan HMI 1947-1975, (Jakarta: Misaka Galiza, 2008),h. 27-28

2

Kontowijoyo,Dinamikan Sejarah Umat Islam Indonesia, (Yogyakarta: Shalahudin Press, 1985), h. 12


(16)

penjajahan Belanda yang membawa westernisasi, sekulerisasi terhadap pola pikir mahasiswa. Di antaranya organisasi itu adalah PMY (Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta), dan SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia) di Surakarta.3 Organisasi-organisasi tersebut terseret dalam arus pemikiran sosialis, karena tidak memiliki dasar pemikiran Islam yang kuat. Padahal bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam, tetapi malah tidak memiliki organisasi mahasiswa yang berideologi Islam. Kemudian mayoritas umat Islam hanya terjebak pada hal-hal mitos.

Beberapa faktor yang disebutkan di atas menyebabkan mahasiswa STI seperti Lafran Pane mempunyai kegelisahan dan keinginan untuk menciptakan pola pikir generasi muda yang cerdas dan beriman, cerdas akal dan cerdas hati, sebagai langkah pasti memperjuangkan umat Islam, serta meninggikan semangat Nasionalisme Indonesia dengan mendirikan organisasi Mahasiswa Islam bernama Himpunan Mahasiswa Islam (yang kemudian disebut HMI) pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H yang bertepatan dengan 5 Februari 1947 di salah satu ruang kuliah STI, di Yogyakarta bersama teman-teman sekelasnya anatar lain, Asmin Nasution, Anton Timur Jailani, Dahlan Husein, Yusdi Ghozali, Kartono, Maisaroh Hilal, Suwali, Mansyur, M. Anwar, Tayeb Razak, Toha Mashudi, A. Dahlan Ranuwiharjo, dan lain-lain.4

Perjuangan secara pemikiran dilakukan seperti yang tercantum dalam konstitusi HMI yang diputuskan dalam kongres pertama di Yogyakarta tanggal 30 November 1947 yang terdapat pada tujuan HMI dalam pasal IV Anggaran Dasar disebutkan:

3

Op.Cit, h. 9

4


(17)

1. Menegakkan dan mengembangkan Agama Islam.

2. Mempertinggi derajat Rakyat dan Negara Republik Indonesia.5

Konstitusi (AD/ART) HMI dirumuskan dan disepakati dalam kongres pada tingkatan PB HMI. Dalam tujuan pertama yang telah dirumuskan HMI jelas terlihat bahwa kader HMI berusaha dibentuk sebagai kader umat dan kader bangsa.

Selanjutnya HMI memasuki fase pengukuhan di mana mendapat banyak reaksi dari organisasi-organisasi di luar HMI yang berasaskan sosialis. Namun, HMI dapat mengatasinya dengan baik. Selanjutnya HMI mengalami fase perjuangan fisik. Tahun 1947-1949 HMI mambantu tentara Indonesia dalam mengusir Belanda dalam Agresi Militer Belanda 1 dan 2 serta pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. HMI tergabung dalam CM (Corps Mahasiswa) berjuang secara fisik bersama mahasiswa dari organisasi lainnya, ditandai dengan pembentukan perwakilan-perwakilan dari setiap daerah.di bawah pimpinan Ahmad Tirtosudiro.6

Kemudian perjalanan HMI bukan tanpa tantangan, setelah berdirinya HMI kemudian memasuki fase konsolidasi. Terutama pembentukan cabang-cabang diberbagai daerah. Sebagai gambaran pada kongres pertama 1947 terdapat 4 cabang. Kemudian setelah kongres kedua tahun 1951 bertambah menjadi 5 cabang. Ketika kongres dilaksanakan di Jakarta, jumlah cabang bertambah menjadi 8. Saat kongres keempat di Bandung pada tahun 1955 jumlah cabang menjadi 12, dan pada kongres kelima di Medan 1957 jumlah cabang menjadi 19.

5Ibid

, h. 30

6Ibid


(18)

Kongres keenam di Makassar jumlah cabang bertambah menjadi 23. Lonjakan jumlah cabang meroket saat kongres HMI ketujuh di Jakarta yakni menjadi 42 cabang.7 Jumlah Cabang HMI meningkat menjadi 90 cabang saat kongres Solo pada tahun 1966.8 Dari segi kuantitas cabang, periode 1963-1966 menunjukkan kenaikan yang signifikan.

Agussalim Sitompul mencatat fase-fase sejarah HMI, yakni: pertama, fase pengukuhan, 5 Februari – 30 November 1947, yaitu ketika hadirnya HMI memperoleh reaksi dari berbagai pihak, namun dapat diatasi dengan baik. Kedua, Perjuangan Besenjata (fisik) 1947-1949. Ketiga, fase pertumbuhan dan pembangunan HMI 1950 – 1963. Pada fase pembangunan ini HMI berkembang cukup pesat. Terjadi perkembangan di dalam tujuan HMI termaktub dalam konstitusi yang berbunyi “Ikut mengusahakan terbentuknya manusia akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam.” Perkembangan tujuan ini disahkan

dalam kongres ke-4 HMI di Bandung pada 15 Oktober 1955. Selain itu, tercatat terdapat 41 jumlah cabang yang mengikuti kongres ke-7 tahun 1963 di Jakarta ini.9 Keempat, fase tantangan I 1963 – 1965. Kelima, fase kebangkitan HMI sebagai pelopor Orde Baru dan Angkatan 1966, 1966-1968. Dan keenam, fase Pembangunan 1969 – 1970.10 Pada fase tantangan I, HMI menghadapi upaya pembubaran oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dihadapi HMI dengan strategi PKI (Pengamanan, Konsolidasi, dan Integrasi). Di zaman Orde Baru

7

Pada kongres tersebut HMI komisariat Ciputat yang tadinya berada di bawah Cabang Jakarta Raya sudah menjadi Cabang sendiri.

8

M. Alfan Alfian,HMI 1963-1966; Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara, (Jakarta: Kompas Media Nusantara 2013) h. 1

9

Op.Cit, h.118, 131

10

Agussalim Sitompul,Historiografi Himpunan Mahasiswa Islam tahun 1947-1993, (Jakarta: Intermasa, 1995) h. 158-162


(19)

(1966–1998), zaman ini dibagi ke dalam fase kebangkitan HMI sebagai pejuang Orde Baru dan pelopor kebangkitan angkatan 66 (1966 – 1968), fase partisipasi HMI dalam pembangunan (1969 – 2010), dan fase pergolakan dan pembaruan pemikiran (1970-1998) yang ”gong”-nya dilakukan Nurcholish Madjid (Ketua Umum PB HMI ketika itu) dengan menyampaikan pidatonya dengan topik ”Keharusan Pembaruan Pemikiran dalam Islam dan Masalah Integrasi Umat” tahun 1970 di Taman Ismail Marzuki. Pada zaman Reformasi (1998 – 2014). Zaman ini dibagi dalam fase reformasi (1998–2000) dan fase tantangan II (2000 – 2014). Dalam fase tantangan II HMI dituntut dapat terus eksis meskipun alumninya banyak tertimpa musibah dan HMI digerogoti berbagai macam permasalahan termasuk konflik internal yang ditingkat PB HMI sempat menimbulkan dua kali dualisme kepemimpinan.

Seiring dengan berjalannya waktu HMI menjadi organisasi mahasiswa yang besar. Dengan banyaknya cabang di seluruh Indonesia, jumlah kader dan alumni HMI yang tersebar di segala profesi, baik di lingkungan pemerintahan ataupun juga di tengah-tengah masyarakat, menjadi bukti sahih eksistensi HMI hingga saat ini sebagai organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia.

HMI organisasi mahasiswa Islam yang di dalamnya terdapat pola pelatihan/pendidikan yang nantinya akan membentuk karakter mahasiswa Islam yang akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT sesuai dengan yang tercantum dalam Anggaran Dasar, Bab III pasal 4 Tujuan HMI.11 Dengan jenjang perkaderan yang semakin sistematis dan terorganisir, seperti

11

Badridduja,Sirajudin Arridho Modul Latihan Kader 1, Basic Training HMI Cabang Ciputat, (Ciputat: HMI Cab.Ciputat, 2011) h. 29


(20)

tahap pertama setelah perekruitan adalah Maperca (Masa Perkenalan Calon Anggota Baru), yang kemudian dilanjutkan dengan basic training (Latihan Kader 1), Intermmadiate Training (Latihan Kader 2), dan Advance Training (Latihan Kader 3), diharapkan alumni-alumni HMI ini dapat menjalankan tugas, pokok dan fungsinya di masyarakat luas ataupun untuk nusa bangsa dan agamanya.

HMI masih dapat eksis, survive dan yang lebih penting lagi masih sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial – politik di Indonesia ini. Semua itu tidak lepas dari perjuangan para kader HMI pada setiap zamannya yang mampu menjalankan dan memainkan peran dalam dinamika sosial – politik di Indonesia yang diwarnai dengan kompetisi politik dan ideologi yang kental. Kemudian juga posisi HMI yang merupakan organisasi mahasiswa yang bersifat independen, tetap dihitung sebagai kekuatan sosial–politik yang penting.12

Para pemimpin HMI juga melakukan tugas dan fungsinya dalam mengelola organisasi HMI yang juga mengalami pertumbuhan yang pesat secara nasional. Kemudian juga HMI mampu merespon dan berpengaruh dalam dunia kemahasiswaan di kampus-kampus, hubungan HMI dengan politik (elite-elite birokrasi), hubungan dengan para tokoh organisasi kemahasiswaan serta organisasi sosial kemasyarakatan lainnya dan juga hubungan dan pengaruh HMI di internal umat Islam dan segmen kebangsaan lainnya. Yang paling penting adalah karakter independensi HMI yang dihadapkan pada hiruk-pikuk kompetisi ideologi politik, khususnya dalam menghadapi kekuatan politik komunis. Dalam sejarah HMI yang begitu panjang dengan faktor-faktor yang telah dijelaskan di

12


(21)

atas membuat HMI masih survive dan menjadi organisasi mahasiswa tertua dan terbesar se-Indonesia.

HMI sepanjang sejarahnya memiliki tradisi intelektual untuk menjaga kualitas kadernya ataupun dalam proses perkaderan itu sendiri. Sehingga kemampuan intelektual kader HMI tetap terjaga, sebagai usaha menjaga proses terbentuknya manusia Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam,13 yang disahkan dalam kongres ke-4 HMI di Bandung yang menjadi formulasi dan sampai saat ini menjadi jiwa dari tujuan HMI.

Berbicara tentang tradisi intelektual di HMI tidak bisa kita pungkiri Nurcholish Madjid yang kemudian secara akrab dipanggil Cak Nur menjadi salah satu tokoh yang paling berperan dalam mengembangkan tradisi intelektual tersebut baik di HMI tingkat Nasional ataupun yang lebih khususnya pada HMI Cabang Ciputat. Dengan pemikiran pembaharuannya, Cak Nur berhasil mengubah paradigma umat Islam di Indonesia dari kejumudan yang melandanya. Umat Islam hanya berorientasi pada fiqh saja, seakan-akan Islam hanya fiqh sebagai ajaran utamanya. Saling berdebat yang tidak membawa banyak manfaat bagi umat Islam di Indonesia. Meskipun banyak yang menentangnya namun lambat laun berhasil mengubah paradigma yang kolot dan jumud tersebut. Dengan kemampuan intelektualnya tersebut, Cak Nur mencoba membentuk suatu tradisi intelektual, diawali dari kawan-kawan HMI Cabang Ciputat sampai membentuk sebuah komunitas intelektual di HMI Cabang Ciputat yang saat ini berhasil membentuk tokoh-tokoh tingkat Nasional ataupun Internasional, dari tradisi intelektual yang ditumbuh kembangkan dan ditularkan oleh Nurcholish Madjid.

13


(22)

HMI Cabang Ciputat berdiri diawali sebuah komisariat Ciputat yang berinduk pada HMI Cabang Jakarta Raya pada tahun 1960. Dengan AM Fatwa, yang memiliki inisiatif untuk mendirikan HMI di Ciputat. Bersama teman-temannya Abu Bakar, Salim Umar, dan Komaruddin bersepakat untuk memilih Abu Bakar sebagai ketua umum HMI komisariat Ciputat. Empat serangkai ini yang dengan semangat merekruit anggota-anggota baru HMI, sehingga pada tahun berikutnya. Setelah banyak anggota yang mengikuti MAPRAM14 yaitu Masa Perkenalan Anggota HMI Cabang Jakarta Raya, maka pada tahun berikutnya status HMI komisariat Ciputat ditingkatkan menjadi HMI Cabang Ciputat dan dilantik oleh Ismail Hasan Metareum (alm) sebagai Ketua Umum HMI PB.15

HMI Cabang Ciputat berdiri pada akhir rezim Orde Lama yang sangat kental dengan politik ideologi. Islam, Komunis dan Nasionalis menjadi ideologi yang sangat kuat di rezim Orde Lama tersebut. Dari politik aliran yang kental saat itu, sepertinya gesekan yang sangat terlihat terjadi antara Islam dan Komunis. Dengan propaganda yang dilancarkan oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) dan organisasi—organisasiunderbouw yang sangat gencar untuk membubarkan HMI. Isu yang diangkat dalam propaganda tersebut adalah HMI adalah organisasi underbouw dari Masyumi16, HMI Anti Manipol Usdek, dan kontra revolusi. PB HMI dengan segala upayanya mendekatkan diri dengan pemerintah yang dikenal

“adaptasi nasional” dengan tujuan agar HMI tidak jadi dibubarkan, ternyata

14

Saat itu MAPRAM adalah pelatihan awal untuk menjadi anggota HMI dan hanya bisa dilakukan oleh lembaga setingkat Cabang saja. Lihat Moh. Salim Umar, Kenangan Indah di Ciputat, dalam Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, ed. Rusydy Zakaria dkk, (Ciputat: HMI Cabang Ciputat, Presidium KAHMI Ciputat, UIN Jakarta Press & AM FATWA CENTER 2012), h. 24-25.

15

AM Fatwa, Op.Cit, h. 7

16

Masyumi adalah partai Islam pertama setelah Indonesia merdeka. Masyumi menjadi partai terlarang akibat propaganda yang dilakukan oleh PKI, sehingga Masyumi akhirnya dibubarkan.


(23)

usaha-usaha yang dilakukan oleh PB HMI menuai kecaman dari banyak Cabang di Indonesia. karena PB HMI dianggap “menjilat” pemerintah. Dalam kondisi

politik yang tidak stabil ini HMI Cabang Ciputat berdiri. Secara otomatis selain melaksanakan perkaderan aktivitas kader HMI Cabang Ciputat saat itu tentu dengan aktivitas politik seperti demonstrasi. Tetapi, menariknya HMI Cabang Ciputat saat dipimpin oleh Cak Nur malah lebih mengembangkan kemampuan intelektual. Dan tradisi intelektual yang dibangun oleh Cak Nur ini menginspirasi dan memotivasi kader-kader dibawahnya untuk meneruskannya.

Ini yang membuat saya tertarik menulis tentang HMI Cabang Ciputat karena dengan sejarah panjang dan besarnya dapat melahirkan tokoh-tokoh yang luar-biasa dalam pemikiran, menghasilkan banyak teknokrat, politisi, dan para pemikir. Ini menarik dibahas karena tradisi intelektual yang dibuat Cak Nur tersebut membuahkan hasil. Untuk itu tulisan ini berjudul “Tradisi Intelektual HMI

Cabang Ciputat 1960-1998”

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

HMI merupakan organisasi mahasiswa yang berorientasi kepada nilai-nilai ke-Islaman, kemudian kader–kader HMI adalah mahasiswa IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang sesuai tujuannya didirikannya “untuk menciptakan tenaga professional di lingkungan Departemen Agama” sebagian besar dari

mahasiswanya adalah Pendidikan Guru Agama. Tetapi dalam realitasnya kader-kader HMI Cabang Ciputat memiliki kemampuan intelektual yang baik dibidang


(24)

selain Agama Islam, seperti ilmu sosial, politik, filsafat, bahkan ekonomi. Ini menjadi menarik untuk dibahas.

HMI Cabang Ciputat berdiri dalam satu kondisi politik yang tidak stabil pada rezim Orde Lama. Sehingga HMI Cabang Ciputat tentu ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan politik seperti demonstrasi. Tetapi HMI Cabang Ciputat malah memiliki suatu tradisi intelektual yang baik. Dan terus berkembang pada generasi-generasi kader HMI selanjutnya.

Bahwa sepanjang perkembangan tradisi intelektual yang menghasilkan banyak tokoh dari rahim intelektual Ciputat ternyata melalui proses dan pola yang berbeda-beda meskipun sama-sama terinspirasi dan termotivasi oleh Cak Nur. Tradisi intelektual mengalami perkembangan yang sangat menarik untuk diteliti.

2. Pembatasan Masalah

Agar kajian dalam skripsi ini fokus, maka perlu diadakan pembatasan masalah terkait judul penulisan penenelitian “Tradisi Intelektual HMI Cabang

Ciputat 1960-1998” penulis membatasi kepada tiga hal pokok. Pertama, batasan spasial, yaitu batasan ruang yang hanya meliputi wilayah yang terbatas pada HMI Cabang Ciputat.Kedua, batasan temporal berupa batasan waktu yang dimulai dari tahun 1960-1998. Tahun-tahun tersebut di mana HMI Cabang Ciputat menjadi wadah yang sangat produktif melahirkan tokoh-tokoh intelektual yang berpengaruh hingga saat ini. Ketiga, adalah tema. Tema penelitian ini terfokus pada tradisi yang dibangun untuk pengembangan kemampuan intelektual di HMI Cabang Ciputat.


(25)

3. Perumusan Masalah

Adapun perumusan penelitian masalah dapat dibaca dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana muncul dan berkembangnya tradisi intelektual HMI Cabang Ciputat?

2. Mengapa kader HMI Cabang Ciputat memiliki kemampuan intelektual di luar bidang-bidang ilmu Agama?

Pertanyaan-pertanyaan di atas akan penulis jawab dalam uraian-uraian dan analisis yang didasarkan pada sumber-sumber yang penulis gunakan.

C. Desain Operasional

Dalam sub-bab ini akan menjelaskan pengertian Tradisi Intelektual. Dalam penjelasan secara umum yang diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Tradisi adalah Adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat.17 Penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar. Intelektual berasal dari kata intelek yang berarti kemampuan seseorang untuk mengetahui atau menerima pengetahuan. Makin berkembang intelek seseorang, makin besar kemampuannya untuk berfikir secara rasional dan intelegen. Berfikir secara rasional berarti berfikir dengan nalar atau akal sehat dan tidak terpengaruh perasaan. Sedang berfikir secara intelegen berarti mampu menerapkan pengetahuan yang dimiliki secara tepat untuk menghadapi situasi baru. Sedangkan intelektual berarti cerdas,

17

Hasan Alwi dkk,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa edisi III(Jakarta: Balai Pustaka, 1996) h. 1208


(26)

berakal, berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, mempunyai kecerdasan tinggi, menyangkut pemikiran dan pemahaman.18

Menurut pemikiran Ali Syari’ati setiap nabi adalah intelektual dalam pengertian yang sebenarnya atau pemikir yang tercerahkan. Mereka berasal dari kelompok miskin yang tertindas oleh sistem kapitalistik dan despolitik pada zamannya.19 Nabi Muhammad tidak dilahirkan dari golongan Kapitalis (mala) atau penguasa (mutraf), tetapi dari kalangan jelata, kelas kaum tertindas (mustad’afin). Nabi Musa adalah manusia penggembala, Nabi Syu’aib dan Nabi Hud adalah guru miskin dan Nabi Ibrahim adalah seorang tukang batu. Para nabi dari kalangan miskin tersebut hadir dalam konteks sosial, politik, dan kebudayaan masyarakat yang beragam. Namun demikian, dasar-dasar dan misi mereka memiliki persamaan, yaitu menyuarakan kebenaran, membangun keadilan sosial bagi seluruh kaumnya, serta perjuangan melawan penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap kaum miskin.20 Nabi Adam dilahirkan untuk memberantas kebatilan dan kebodohan. Nabi Nuh memimpin kaumnya yang lemah untuk menentang para perampas. Nabi Hud dan pengikutnya berjuang menyadarkan penguasa yang otokratik. Nabi Saleh dan kaumnya berjuang untuk menegakkan egalitarianisme sosial. Nabi Ibrahim dengan segenap kesabarannya berjuang melawan penguasa yang kejam sekaligus penyebar pengingkaran terhadap Tuhan. Nabi Yusuf adalah cerminan kaum yang terpingggirkan dan mengalami diskriminasi. Nabi Syu’aib berjuang membebaskan kaumnya dari ketimpangan

18

Dendi Sugono dkk,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa edisi IV, (Jakarta: Gramedia 1998) h. 541

19

Hariqo Wibawa Satria,Lafran Pane; Jejak Hayat dan Pemikirannya, (Jakarta: Penerbit Lingkar 2010) h. 114

20

Sarbini,Islam di Tepian Revolusi; Ideologi Pemikiran dan Gerakan, (Yogyakarta: Pilar Media 2005) h. 83


(27)

ekonomi. Nabi Musa adalah pembebas para budak. Nabi Isa adalah pemimpin kaum mustad’afin dalam menegakkan kebenaran. Dan Nabi Muhammad terlahir kelas bawah, mengalami hidup di tengah masyarakat yang timpang, dan akhirnya memimpin umatnya menegakkan keadilan dan persamaan universal.21

Berdasarkan penjelasan di atas penulis berkeyakinan bahwa apapun istilahnya dan dalam peradaban apa pun diproklamirkan mengenai orang-orang yang kompetensi keilmuannya didedikasikan untuk mengangkat harkat dan derajat kemanusiaan pada hakikatnya adalah sama. Titik tekan yang membedakan ada pada karya perubahan apa yang mampu dihasilkan. Singkatnya, banyaknya pengertian tentang intelektual bukanlah sebuah problem asalkan tidak menyempitkan maknanya. Sementara itu Pramoedya AnantaToer berusaha mendefinisikan kaum intelektual dengan rincian-rincian tugas yang harus diembannya sesuai dengan tanah tempat ia berada. Pram menjelaskan bahwa kaum intelektual bukan sekedar bagian dari bangsanya, melainkan ia adalah nurani bangsanya, karena bukan saja dalam dirinya terdapat gudang ilmu dan pengetahuan, terutama pengalaman kebangsaannya. Dengan isi gudangnya, ia dapat memilih yang baik dan yang terbaik untuk dikembangkan. Sehingga ia memiliki dasar dan alasan paling kuat untuk menjadi tegas dalam memutuskannya atau tidak.22 Sedangkan menurut Ahmad W. Pratikno intelektual (Cendekiawan) adalah

“Orang yang kerena pendidikannya baik formal, informal, maupun nonformal mempunyai perilaku cendekia, yang tercermin dalam kemampuannya menatap, menafsirkan, dan merespon lingkungan sekitarnya dengan sifat kritis, kreatif, objektif, analitis dan bertanggung jawab. Karena

21

Sarbini,Ibid, h. 84-85

22


(28)

sifat-sifat tersebut menjadikan cendekiawan memiliki wawasan dan pandangan yang luas, yang tidak dibatasi ruang dan waktu.”23

Untuk itu dalam hubungannya dengan HMI, yang merupakan organisasi mahasiswa yang berazaskan Islam, penggunaan kata intelektual muslim sangat relevan bagi para kadernya. Untuk itu M. Dawan Raharjo membagi cendekiawan muslim menjadi ke dalam tiga tipe. Pertama adalah ulama-cendekiawan yaitu cendekiawan yang berbasis pada pendidikan agama, dan pengetahuan umum mereka bisa diperoleh melalui proses otodidak, atau memang menjalani pendidikan umum lanjutan. Kedua, adalah cendekiawan-ulama yaitu, cendekiawan yang berbasis pada pendidikan umum, dan pengetahuan agama mereka biasanya diperoleh dari pendidikan keluarga yang mendalam, pendidikan agama tingkat menengah atau otodidak. Ketiga, adalah tipe cendekiawan yang berbasis pada pendidikan umum, tetapi pengetahuan agama mereka relative minim dibandingkan kedua tipe cendekiawan di atas. Walaupun pengetahuan agama mereka minim tetapi mereka memiliki kemampuan untuk dapat mengaktualisasikan diri sebagai cendekiawan dengan akhlak islami dan komitmen perjuangan yang tinggi untuk mengembangkan Islam dan kemusliman bagi diri sendiri maupun orang lain, baik di bidang yang berkaitan dengan agama ataupun perubahan sosial pada umumnya.24 Untuk itu satu-satunya ukuran pasti yang dipakai dalam karya intelektual, baik intelektual barat maupun intelektual muslim adalah keabsolutan moral yang harus dipegang yaitu keadilan, kebenaran, dan akal. Ketiga hal ini akan muncul dalam tiga karakter utama yaitu: seimbang, lepas

23

Ahmad W. Pratikno, “Anatomi CendekiawanMuslim, Potret Indonesia” dalam Amien Rais

(ed.), Islam di Indonesia,(Jakarta: Rajawali, 1986) h. 3.

24

M. Dawan Raharjo,Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa,(Bandung: Mizan 1999) h. 41


(29)

dari kepentingan, dan rasional.25 Untuk itu diperlukan suatu rekayasa pengorganisasian, pendidikan dan perjuangan agar nilai-nilai tersebut dapat diamalkan oleh para Intelektual Muslim.

Mengacu kembali pada Tradisi Intelektual khususnya intelektual muslim di HMI Cabang Ciputat yang menjadi tolak ukur dari pembahasan skripsi ini dapat dianalogikan seperti ini. Dalam pengertian tradisi intelektual Cak Nur dianggap sebagai nenek moyang yang melahirkan sebuah adat atau kebiasaan yang dianggap baik dan benar yang dapat mendukung proses terbentuknya kemampuan seorang intelektual muslim beserta moral-moral yang harus dimiliki, yang ditularkan Cak Nur kepada generasi penerusnya sebagai penopang perkaderan intelektual HMI Cabang Ciputat yang masih dijalankan hingga saat ini. Walaupun saat ini dapat dikatakan hasilnya tidak sebaik generasi awal setelah Cak Nur yang terkena langsung pengaruh dan semangat dari pemikiran Cak Nur. Namun, setidaknya semangat Cak Nur akan terus hidup bersamaan dengan berjalannya perkaderan di HMI Cabang Ciputat pada khususnya atau bahkan HMI se-Indonesia pada umumnya karena di dalam Materi Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI terdapat buah pemikiran Cak Nur yang akan terus hidup.

25

Daniel Dhakidae,Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003) h. 38menurut Daniel Dhakidae intelektual “bagaikan


(30)

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian skripsi ini bertujuan pertama, untuk mengetahui apa yang dilakukan HMI cabang Ciputat dalam menumbuhkembangkan intelektual kader HMI.Kedua,bagaimana perkembangan tradisi intelektual HMI Cabang Ciputat.

Adapun dalam penelitian skripsi ini diharapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Dapat memberikan wawasan yang luas tentang sejarah perjuangan HMI Cabang Ciputat yang terkenal dengan tradisi intelektualnya. 2. Memberikan manfaat bagi penulis dan para pencinta studi penelitian

sejarah dalam rangka pengembangan sejarah Islam umumnya dan khususnya tentang studi perkembangan mahasiswa Islam di Indonesia. 3. Menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan

4. Sebagai bahan perbandingan bagi penulis selanjutnya. E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian skripsi ini, buku yang menjadi inspirasi untuk menulis penelitian skripsi yang berjudul “Tradisi Intelektual HMI Cabang Ciputat

1998” dari buku Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat yang ditulis oleh para alumni HMI sendiri seperti Fachry Ali, A.M Fatwa, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Amsal Bahtiar, dan lain-lain, diterbitkan dalam rangka milad HMI Cabang Ciputat memberikan banyak pengalaman para alumni HMI Cabang Ciputat yang luar biasa menginspirasi tentang dinamika yang terjadi di HMI Cabang Ciputat pada saat mereka berproses


(31)

di HMI Cabang Ciputat. Walaupun buku ini merupakan kumpulan cerita-cerita dari pada Alumni HMI (KAHMI), namun cerita-cerita ini merupakan pengalaman langsung yang mereka gambarkan dalam buku tersebut, sehingga dapat terlihat jelas bagaimana dahulu perjuangan para KAHMI dalam berproses sebagai aktivis HMI. Mereka bukan hanya sibuk sebagai aktivis HMI yang sangat kritis terhadap pemerintahan tetapi mereka juga aktivis kampus yang sangat menonjol dalam hampir seluruh kegiatan keilmuan atau perkuliahan.

Kemampuan intelektual aktivis HMI Cabang Ciputat periode 60, 70 sampai 80-an bisa dibilang periode emas HMI Cabang Ciputat. Selain nama besar Cak Nur yang menjadi pelopor perkaderan intelektual HMI Cabang Ciputat, banyak nama yang tidak bisa disebutkan satu persatu dari aktivis HMI Cabang Ciputat yang pada hari ini berhasil dengan segala macam profesinya adalah hasil dari sebuah proses perjuangan mereka sebagai aktivis HMI Cabang Ciputat.

Kemudian dari Skripsi Maria Ulfa, Jurusan SKI 2005, yang berjudul

Sejarah Berdirinya KOHATI HMI Cabang Ciputat, dan gerakan intelektualnya.

Menggambarkan tentang sejarah berdirinya organisasi perempuan di HMI Cabang Ciputat dan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual mahasiswa IAIN Jakarta. Fokus kajian dari skripsi tersebut lebih kepada gerakan perempuan muslim dalam upaya pengembangan intelektual.

Namun secara khusus kajian mengenai tradisi intelektual yang dibangun oleh Cak Nur dan perkembangan tradisi tersebut belum secara gamblang digambarkan, karenanya penulis mencoba untuk secara khusus menyoroti tradisi intelektual HMI cabang Ciputat sejak tahun 1960 sampai tahun 1998.


(32)

F. Metode Penelitian

Laporan Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial-politik dan budaya serta metode yang digunakan adalah metode historis. Metode historis merupakan proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau26. Poin-poin penting yang akan ditulis dipaparkan sesuai dengan bentuk, kejadian, suasana pada masanya. Adapun faktor analisa pada faktor-faktor politik menjadi faktor pendukung.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencapai penulisan sejarah (historiografi). Oleh karena itu, upaya merekonstruksi masa lampau dari obyek yang diteliti itu ditempuh melalui metode sejarah dan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu mencoba mendeskripsikan tradisi intelektual HMI Cabang Ciputat. Dengan demikian penelitian sejarah mencangkup:

1. Heuruistik atau teknik mencari, mengumpulkan data atau sumber (Dokumen),27. Maka dalam hal ini, penulis mengumpulan data-data sebagai bahan penulisan dan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema dalam skripsi ini, bisa seperti buku-buku, majalah, dan sebagainya. Dalam hal ini, penulis mencari sumber di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, dan beberapa toko buku yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Meminjam buku koleksi senior di HMI salah satunya

26

Louis Gottschalk,Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto(Jakarta: UI Press.1983), h. 32.

27

Dudung Abdurahman,Metodologi Penelitian Sejarah(Yogyakarta; Ar Ruzz Media.1999), h. 64.


(1)

kebenaran pasti menag terhadap kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak terhindar

bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam masyarakat.

Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah penindasan oleh kapitalisme. Dengan kapitalisme

dengan mudah seseorang dapat memeras orang-orang yang berjuang mempertahankan hidupnya karena

kemiskinan, kemudian merampas hak-haknya secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk memaksakan

persyaratan kerjanya dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu menegakkan keadilan mencakup

pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha akumulasi kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat.

Sesudah syirik kejahatan terbesar kepada kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan beserta

penggunaanya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak mengikuti jalan Tuhan. Maka

menegakkan keadilan inilah membimbing manusia ke arah pelaksanaan tata masyarakat yang akan

memberikan kepada setiap orang kesempatan yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas dan

terhormat (amar ma’ruf) dan pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada manusia

kepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar). Dengan perkataan lain harus diadakan

restriksi-restriksi atau cara-cara memperoleh, mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang tidak

bertentangan dengan kamanusiaan diperbolehkan (yang ma’ruf dihalalkan) sedangkan cara yang bertentangan

dengan kemanusiaan dilarang (yang munkar diharamkan).

Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu masyarakat yang tidak menjalankan prisip

Ketuhanan YME, dalam hal ini pengakuan berketuhanan YME tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya

dengan tidak berketuhanan sama sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan hidup sebelum

menyatakan diri dalam amal perbuatan yang nyata.

Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat tunduk dan menyerahkan

diri, manusia dapat diperbudaknya antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasil

pekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu. Produksi seorang buruh memperbesar kapital

majikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia

menguasai kapital tetapi kapital itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam dan

memberikan sifat-sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan.

Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana diterapkan

dimuka, tetapi juga melalui pendidikan yang intensif terhadap pribadi-pribadi agar tetap mencintai kebenaran

dan menyadari secara mendalam akan andanya tuhan. Sembahyang merupakan pendidikan yang kontinue,

sebagai bentuk formil peringatan kepada tuhan. Sembahyang yang benar akan lebih efektif dalam meluruskan

dan membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan kemungkaran. Jadi

sembahyang merupakan penopang hidup yang benar. Sembahyang menyelesaikan masalah - masalah

kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada secara instrinsik pada rohani manusia yang mendalam,

yaitu kebutuhan sepiritual berupa pengabdian yang bersifat mutlak.

Pengabdian yang tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu tersalurkan kearah sesuatu yang

lain. Dan membahayakan kemanusiaan.

Dalam hubungan itu telah terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan fundamental

terhadap kemanusiaan. Dalam masyarakat, yang adil mungkin masih terdapat pembagian manusia menjadi

golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu terjadi dalam batas - batas kewajaran dan kemanusian dengan

pertautan kekayaan dan kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilikan pribadi

(Private ownership) atas harga kekayaan dan adanya perbedaan - perbedaan tak terhindar dari pada

kemampuan - kemampuan pribadi, fisik maupun mental. Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikan

dalam pembagian rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat. Dalam hal ini zakat

adalah penyelesaian terakhir masalah perbedaan kaya dan miskin itu. Zakat dipungut dari orang - orang kaya

dalam jumlah presentase tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin.

Zakat dikenakan hanya atas harta yang diperoleh secara benar, Syah dan halal saja. Sedang harta kekayaan

yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik umum guna manfaat bagi rakyat dengan jalan

penyitaan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebelum penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus dibentuk

suatu masyarakat yang adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, dimana tidak lagi didapati cara

memperoleh kekayaan secara haram, diman penindasan atas manusia oleh manusia dihapus.

Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana harta kekayaan itu diperoleh, juga ditetapkan bagaimana

mempergunakan harta kekayaan itu. Pemilikan pribadi dibenarkan hanya jika hanya digunakan hak itu tidak

bertentangan, pemilikan pribadi menjadi batal dan pemerintah berhak mengajukan konfikasi.

Seorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan dalam batas - batas tertentu, yaitu dalam batas tidak

kurang tetapi juga tidak melebihi rata - rata atau israf pertentangan dengan perikemanusiaan. Kemewahan

selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan golongan dalam masyarakat membuat akibat destruktif.

Sebaliknya penggunaan kurang dari rata-rata masyarakat ( taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakat

disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan untuk manfaat bersama.

Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada hakekatnya seluruh harta kekayaan ini adalah milik

Tuhan. Manusia seluruhnya diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar dari

padanya.

Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat relatif sebagai mana amanat dari Tuhan. Penggunaan

harta itu sendiri harus sejalan dengan yang dikehendaki tuhan, untuk kepentingan umum. Maka kalau terjadi


(2)

________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan

3 0

kemiskinan, orang - orang miskin diberi hak atas sebagian harta orang - orang kaya, terutama yang masih

dekat dalam hubungan keluarga. Adalah kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi kehidupan

keluarga dan memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan persyaratan hidup yang wajar

sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi agar diandan keluarganya dapat mengatur hidupnya secara

terhormat sesuai dengan kainginan-keinginannya untuk dapat menerima tanggungjawab atas

kegiatan-kegiatnnya. Dalam prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus membuka jalan yang mudah dan

kesempatan yang sama kearah pendidikan, kecakapan yang wajar kemerdekaan beribadah sepenuhnya dan

pembagian kekayaan bangsa yang pantas.

G. KEMAJUAN DAN ILMU PENGETAHUAN

Dari seluruh uraian yang telah di kemukakan , dapatlah dikumpulkan dengan pasti bahwa inti dari pada

kemanusiaan yang suci adalah Iman dan kerja kemanusiaan atau Amal Saleh Iman dalam pengertian

kepercayaan akan adanya kebenaran mutlak yaitu Tuhan Yang Maha Esa , serta menjadikanya satu-satunya

tujuan hidup dan tempat pengabdian diri yang terakhir dan mutlak. Sikap itu menimbulkan kecintaan tak

terbatas pada kebenaran, kesucian dan kebaikan yang menyatakan dirinya dalam sikap pri kemanusiaan. Sikap

pri kemanusiaan menghasilkan amal saleh, artinya amal yang bersesuaian dengan dan meningkatkan

kemanusiaan. Sebaik-baiknya manusia ialah yang berguna untuk sesamanya. Tapi bagaimana hal itu harus

dilakukan manusia ?.

Sebagaimana setiap perjalanan kearah suatu tujuan ialah gerakan kedepan demikian pula perjalanan ummat

manusia atau sejarah adalah gerakan maju kedepan. Maka semua nilai dalam kehidupan relatif adanya berlaku

untuk suatu tempat dan suatu waktu tertentu.

Demikianlah segala sesuatu berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada yaitu kebenaran mutlak

(Tuhan). Jadi semua nilai yang benar adalah bersumber atau dijabarkan dari ketentuan-ketentuan

hukum-hukum Tuhan. Oleh karena itu manusia berikhtiar dan merdeka, ialah yang bergerak. Gerakan itu tidak lain dari

pada gerak maju kedepan (progresif). Dia adalah dinamis, tidak setatis. Dia bukanlah seorang tradisional,

apalagi reaksioner. Dia menghendaki perubahan terus menerus sejalan dengan arah menuju kebenaran

mutlak. Dia senantiasa mencarai kebenaran-kebenaran selama perjalanan hidupnya. Kebenaran-kebenaran itu

menyatakan dirinya dan ditemukan didalam alam dari sejarah umt manusia.

Ilmu pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya,

sekalipun relatif namun kebenaran-kebenaran merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam perjalanan

sejarah menuju kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran mutlak itu sendiri pada suatu saat dapat

dicapai oleh manusia, yaitu ketika mereka telah memahami benar seluruh alam dan sejarahnya sendiri.

Jadi ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal soleh. Hanya mereka yang dibimbing oleh ilmu

pengetahuan dapat berjalan diatas kebenaran-kebenaran, yang menyampaikan kepada kepatuhan tanpa

reserve kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan iman dan kebenaran ilmu pengetahuan manusia mencapai

puncak kemanusiaan yang tertinggi.

Ilmu pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar tentang dunia sekitarnya dan

dirinya sendiri. Hubungan yang benar antara manusia dan alam sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan.

Manusia harus menguasai alam dan masyarakat guna dapat mengarahkanya kepada yang lebih baik.

Penguasaan dan kemudian pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang

hukum-hukumnya agar dapat menguasai dan menggunakanya bagi kemanusiaan. Sebab alam tersedia bagi ummat

manusia bagi kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Hal itu tidak dapat dilakukan kecuali mengerahkan

kemampuan intelektualitas atau rasio. Demikian pula manusia harus memahami sejarah dengan hukum-hukum

yang tetap. Hukum sejarah yang tetap (sunatullah untuk sejarah) yaitu garis besarnya ialah bahwa manusia

akan menemui kejayaan jika setia kepada kemanusiaan fitrinya dan menemui kehancuran jika menyimpang dari

padanya dengan menuruti hawa nafsu.

Tetapi cara-cara perbaikan hidup sehingga terus-menerus maju kearah yang lebih baik sesuai dengan fitrah

adalah masalah pengalaman. Pengalaman ini harus ditarik dari masa lampau, untuk dapat mengerti masa

sekarang dan memperhitungkan masa yang akan datang. Menguasai dan mengarahkan masyarakat ialah

mengganti kaidah-kaidah umumnya dan membimbingnya kearah kemajuan dan perbaikan.

H. KESIMPULAN DAN PENUTUP

Dari seluruh uraian yang telah lalu dapatlah diambil kesimpulan secara garis besar sbb :

1.

Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Tuhan. Tuhan YME dan keinginan

mendekat serta kecintaan kepada-Nya yaitu takwa. Iman dan takwa bukanlah nilai yang statis dan

abstrak. Nilai-nilai itu mamancar dengan sendirinya dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan dan

amal saleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha

dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan perikehidupan yang benar dalam

peradaban dan berbudaya.

2.

Iman dan takwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepada

Tuhan, ibadah mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan dan berpegang tuguh

kepada kebenaran sebagai mana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Segala sesuatu yang

menyangkut bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh dari pada agama tanpa adanya

hak manusia untuk mencampurinya. Ibadat-ibadat yang terus menerus kepada Tuhan menyadarkan

manusia akan kedudukannya di tengahh alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia telah melebihkan


(3)

sehingga kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan orang lain, dan tidak mengurangi kehormatan

dirinya sebagai mahluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri kepada alam maupun orang lain.

3.

Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yanag sungguh

- sungguh secara essensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, baik dalam

ukuran ruang maupun waktu yang menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang

memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti usaha - usaha yang terus

menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat kepada nilai - nilai yang baik, lebih maju

dan lebih insani usaha itu ialah "amar ma’ruf , disamping usaha lain untuk mencegah segala bentuk

kejahatan dan kemerosotan nilai - nilai kemanusiaan dan nahi mungkar. Selanjutnya bentuk kerja

kemanusiaan yang lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin pada

umumnya serta usaha - usaha kearah penungkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan

layak sebagai manusia.

4.

Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu sikap

berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia dalam bentuk gotong royong

atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dan

keadilan menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah kebahagiaan

dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu persyaratan bagi berhasilnya

perjuangan adalah adanya barisan yang merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satu

sama lain oleh persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada musuh

-musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran.

Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan

lain.

5.

Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen. Perjuang

kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu manusia harus

mengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban disegala bidang. Dengan

perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja

manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa

rasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu

pengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun

harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran tentang

kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantaranya yang

terbaik.

Dengan demikian tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana yaitu beriman, berilmu dan beramal.

Billahitaufiq Wal hidayah


(4)

________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan

3 2

RUJUKAN NDP

DASAR – DASAR KEPERCAYAAN

 Al – qur’an. S. An – nahal (XVI) 89, artinya : “dan kami (Tuhan) telah menurunkan kepada engkau (Muhammad) sebuah kitab (Al – qur’an) sebagai keterangan tentang sesuatu serta sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang – orang muslim.”

 Al – qur’an. S. Al – Ikhlas (CXII) : 1 – 4 artinya : “Katakanlah : Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dia adalah Tuhan, Tuhan segala tempat harapan. Tiada ia berputar dan tiada pula berbapak serta tiada satupun baginya sepadan.”

 Al – qur’an. S. Al – Hadid (LVII) : 3, artinya : “Dia adalah yang pertama dan terakhir dan yang lahir dan bathin.”  Al – qur’an S. Al – Baqarah (II) 115, artinya : “Maka kemanapun jua berpaling, disanalah wajah Tuhan.”  Al – qur’an. S. Al – an’am (VI) : 73, artinya : “Dan dia (Tuhan) beserta kamu dimanapun kamu berada.”

 Al – qur’an. S. Al – an’am (VI) : 73, artinya : “Dan dia (Tuhan) menciptakan segala sesuatu kemudian mengaturnya dengan peraturan yang pasti.”

 Al – qur’an. S. Al – Mu’min (XXIII) : 14, artinya : “Maka Maha Mulialah Tuhan, sebaik – baiknya pencipta.”

 Al – qur’an. S. Luqman (XXXI) 20, artinya : “Tidaklah kamu memperhatikan bahwa Allah menyediakan bagimu segala sesuatu yang ada di langit dan segala sesuatu yang ada di bumi dan melimpahkannya kepada kami karunia – karunia mendatar-Nya baik yang nampak maupun yang tidak nampak.”

 Al – qur’an, S. Yunus (X) : 101, artinya : “Katakanlah : Perhatikan olehmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, tanda – tanda dan peringatan itu tidak ada berguna bagi golongan manusia yang tidak percaya.”

 Al – qur’an, S. Shod (XXXVIII) : 27, artinya : “Tidaklah kamu (Tuhan) menciptakan lagit dan bumi dan segala sesuatu yang ada diantara keduanya itu secara palsu hal itu hanyalah prasangka orang – orang kafir saja.”

 Al – qur’an, S. Al – Tien (XCVO) : 4, artinya : “Sesungguhnya kami (Tuhan) telah menciptakan manusia – manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya.”

 Al – qur’an, S. Al – Isra (XVII) : 70, artinya : “Dan kami lebih mereka itu (umat manusia) di atas banyak dari segala sesuatu yang kami ciptakan dengan kelebihan yang nyata.”

 Al – qur’an, S. Al – an’am (VI) : 165, artinya : “Dan dialah (Tuhan) yang menjadikan kamu sekalian (umat manusia) sebagai khalifa – khalifah bumi, serta melebihkan sebahagian dari kamu atas sebagian yang lain bertingkat – tingkat untuk menguji kamu dalam hal – hal yang telah diuraikan kepada kamu. Sesungguhnya Tuhan cepat siksanya (akibat buruk daripadanya perbuatan manusia yang salah) dan dia pastilah Maha Pengampun dan Maha Penyayang (memberikan akibat baik atas perbuatan manusia yang benar).”

 Al – qur’an, S. Hud (XI) : 16 artinya : “Dia (Tuhan) menumbuhkan kamu (umat islam) dari bumi dan menyuruh kamu memakmurkannya.  Al – qur’an, S. Al – Ahzab (XXXIII) : 72, artinya : “Sesungguhnya kamu (Tuhan) menawarkan semua amanah (akal pikiran) kepada langit, bumi

dan gunung – gunung, maka mereka itu menolak untuk menanggungnya dan merasakan keberatan atas amanah itu, manusialah yang menanggungnya, sesungguhnya manusia mempersulit diri sendiri dan bodoh.”

 Al – qur’an, S. Al – Ankabut (XXVII) : 20, artinya : “Katakanlah : mengembaralah kamu ke muka bumi, kemudian perhatikanlah olehmu bagaimana Allah memulai penciptaan-Nya kemudian mengembangkan pertumbuhan yang pertumbuhan sesungguhnya Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

 Al – qur’an. S. Al – Qashash (XXVII) : 20, artinya : “Katakanlah : Mengembaralah kamu ke muka bumi, kemudian perhatikanlah olehmu bagaimana Allah memulai penciptaan-Nya kemudian mengembangkan pertumbuhan yang kemudian, sesungguhnya Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

 Al – qur’an, S. Al – Isra (XVII) : 72, artinya : “Dan barang siapa disini (dunia) buta (tidak berilmu), maka di akhirat nanti akan buta pula dan l ebih sesat lagi jalannya.”

 Al – qur’an, S. Al – Isra (XVII) : 36, artinya : “Dan janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak engkau mempunyai pengertian tentang hal itu, sebab sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati nurani itu semuanya pertanggung jawab atas hal tersebut.”

 Al – qur’an, S. Al – Mujaadalah (LVII) : 11, artinya : “Allah mengangkat orang – orang beriman diantara kamu dan berilmu bertingkat – tingkat.”  Al – qur’an, S. Fushilat (1) : artinya : “Janganlah kamu bersujud kepada matahari ataupun bulan tetapi bersujudlah kepada Allah yang

menciptakan.”

 Al – qur’an, S. Al – Fatihah (1) : artinya : “Janganlah kamu bersujud kepada matahari ataupun bulan tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakan.”

 Al – qur’an, S. Al – Hajj (XXII) : 56, artinya : “Kerajaan pada hari itu hanyalah bagi Allah, Dia mengadili antara manusia (suatu lukisan simbolis). “Bagi siapakah pekerjaan hari ini ? bagi Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa.”

 Al – qur’an, S. Al – Baqarah (11) : 48, artinya : “Dan berjaga – jagalah kamu sekalian terhadap massa dimana seseorang tidak sedikitpun membela orang – orang lain dan dimana tidak di terima suatu pertolongan dan tidak suatu tebusan serta tidak pula itu akan dibantunya.”  Al – qur’an, S. Al – A’raf (II) : 187, artinya : “Mereka bertanya kepada engkau (Muhammad) tentang hari kiamat kapan akan terjadi ? Jawablah :

sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu hanya ada pada Tuhan. Tidak seorangpun dapat menjelaskan selain dari Dia Sendiri.”

PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN

• Al – qur’an, S. Ar – Rum (XXX) 30, artinya : “Hadapkan dengan seluruh dirimu itu kepada agama (Islam) sebagaimana engkau adalah hanief (secara kodrat melihat kebenaran, itulah fitrah Tuhan yang telah memfitrahkan manusia padanya).”

• Al – qur’an, S. Adz – Dzariyat (XVL) 56, artinya : “Aku (Tuhan) tidaklah menciptakan jin dan manusia hanyalah untuk berbakti kepada-Ku.”

• Al – qur’an, S. At – Taubah (IX) 105, artinya : “Katakanlah, bekerjalah kamu sekalian ! Tuhan akan melihat kerjamu demikian juga Rasul-nya dan orang – orang beriman (masyarakat).”

• Al – qur’an, S. At – Taubah (IX) 2 – 3, artinya : “Hai orang – orang yang beriman, mengapakah kamu mengadakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ? besar dosanya bagi Tuhan jika kamu mengatakan sesuatu yang tidak baik kamu kerjakan.”

• Al – qur’an, S. An – Nahl (IV) 3, artinya : “Barang siapa siap berbuat baik lelaki maupun perempuan sedangkan ia beriman, maka pastikan kami (Tuhan) berikan kepadanya hidup yang bahagia dan pasti kami berikan pahala bagi mereka dengan sebaik – baiknya apa yang telah mereka perbuat.”

• Al – qur’an, S. Al – Ankabut (XXIX) 6, artinya : “Barang siapa berjuang, maka sebenarnya dia berjuang untuk dirinya sendiri.”

• Al – qur’an, S. An – Nisa (IV), 125 artinya : “Siapakah yang lebih baik agama daripada orang yang menyerahkan diri dengan agama dari dengan seluruh pribadinya kepada Tuhan yang dan dia berbuat baik (cinta kabikan) serta mengikuti ajaran Ibrahim secara Hanief.”

• Al – qur’an, Az – Zumar (XXXIV) 18, artinya : ‘Mereka yang mendengarkan perkataan (pendapat) berusaha mengikuti yang terbaik (benar) daripadanya, mereka itulah yang mendapatkan petunjuk dari Tuhan dan mereka itulah yang orang – orang yang mempunyai fikiran.

• Al- qur’an, S. Al-Baqarah (II) 28 artinya : “Tuhan memberikan keijaksanaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya . Maka barang siapa yang mendapat kebijaksanaan itu sesungguhnya dia telah memperoleh kebaikan yang melimpah . Dan tidak memikirkan hal itu kecuali orang-orang yang berasal ”

• Al-Qur’an . S. Al-An’am (VI) 269 . artinya : “Barang siapa yang tuhan kehendaki untuk diberikan kepadanya petunjuk (kepada kebenaran), tetapi barang siapa yang dikehendaki Tuhan untuk disesatkan maka dadanya dijadikan sempit dan sesak, seakan-akan dia sedang naik kelangit”.

• Al-Qur’an S.Ali-Imran (III) 123, artinya : “ ( orang yang bertaqwa itu ) mereka yang dapat menahan marah, suka memaafkan kepada sesama manusia dan Tuhan cinta kepada orang orang yang selalu berbuat baik “.

• Al-Qur’an. S. Baiynah (XCVIII) 5. artinya : “ Mereka tidaklah diperintahkan kecuali untuk berbakti kepada Tuhan dengan mengikhlaskan agama (kebatinan) semata-mata kepada-Nya secara Hanief (mencari kebenaran) menegakkan sembahyang mengeluarkan zakat,itulah jalan (agama) yang benar.”

• Al-qur’an, S. Al-Baqarah (II) 28 ,artinya : ’’Tuhan memberikan kebijaksanaan kepada siapa saja yang dikenhendaki-Nya. Maka barang siapa yang mendapat kebijaksanaan itu sesungguhnys dia telah memperoleh kebaikan yang melimpah. Dan tidak memikirkan hal itu kecuali orang-orang yang berasal “.

• Al-Qur’an,S. Al-Insan (LXXVI) 8-9, artinya : “ Dan mereka itu memberikan makan kepada orang miskin Anak-anak yatim dan orang tertawa atas dasar sukarela mereka berkata : Kami memberi makan kepadamu semata-mata hanya karena diri Tuhan (mencari ridho-Nya) bukan karena mengharapkan balasan atau ucapan terima kasih.

• Dari kesimpulan dari gambaran surat Al-qura’an, S Al-baqarah (II) 263, artinya :’’hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menggugurkan sedekahnya dengan cacian dan celaan, sebagaimana orang yang mendarmakan hartanya karena pamrih kepada sesama manusia serta tidak percaya kepada Tuhan dan hari kemudian. Maka perumpamaan baginya adalah seperti batu yang di atasnya ada debu dan kemudian di sapu oleh hujan dan batu itu tertinggal licin. Mereka itu sedikitpun menguasai apa yang telah mereka kerjakan.’’

• Disimpulkan dari Al-qur’an, S. Fatir (XXXV), artinya : “ Barang siapa menghendaki kemudian itu aada pada Tuhan, kpada-Nya ucapan yang baik menuju pekerjaan yang diangkat-nya.


(5)

KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN UNIVRSAL (TAQDIR)

o Tersimpul dalam Al-qur’an, S. Al-Anfal (VIII) 23, artinya : “Berhati-hatilah kau terhadap malapetaka yang benar-benar tidaknya mnimpa orang-orang jahat diantara kamu.”

o Al-qur’an, S. Al-Baqarah (II) 46, artinya : “ Berhati-hatilah kamu sekalian akan hari ( akhirat) dimana seseorang tidak dapat membela orang lain sedikitpun dan tidak pula diterima pertolongan dan tebusan daripadanya serta tidak pula orang-orang itu dibantu.”

o Al-qur’an, S. Lukman (XXXI) 46, artinya : “Ingatlah selalu akan hari (kiamat) dimana seorang ayah tidak menanggung anaknya dan tidak pula seorang anak mennggung ayahny sedikitpun.”

o Al-qur’an, S. Al-hadid (XVII) 22, artinya : “Tidaklah terjadi sesuatu kejadianpun dimuka bumi ini dan pada diri kamu sekalian (masyarakat) melainkan ada dalam catatan sebelum kamu beberkan. Sesungguhnya hal itu bagi Tuhan prkara yang mudah.”

o Al-qur’an, S.Ar-Ra’d (XII), artinya : “ Sesungguhnya Tuhan tidak merubahsesuatu (nasib) yang ada pada suatu bangsa sehingga mereka merubah sendiri apayang ada pada diri (jiwa) mereka.”

o Al-qur’an, S. Al-Hadid, artinya : “ Agar kamu tidak putus asa kemalangan yng menimpa dan tidak pula terlalu bersuka ria dengan kemajuan yang akan datang padamu.”

KETUHANAN YANG MAH ESA DAN PERIKEMANUSIAAN

• Al - qur’an, S. Lukman (XXXI) 30, artinya : “Demikianlah sebab sesungguhnya Tuhan itulah kebenaran, sedang apa yang mereka suka selain-Nya adalah kepalsuan dan sesungguhnya Tuhan itu Maha Tinggi dan Maha Agung.

• Al – qur’an, S. Ali – Imran (III) 6, artinya : “Tidak lagi seorangpun suatu kebahagiaan itu dianugerahkan oleh-Nya (Tuhan) kecuali (Amal perbuatan) semata – mata untuk mencari (ridho) Tuhan Yang Maha Tinggi, dan tentulah ia akan meridhoinya.”

• Al – qur’an, S. Ali – Imran (III) 19, artinya : “Sesungguhnya agama itu bagi Tuhan adalah penyerahan diri (Islam).”

• Al – qur’an, S. Al – Ahzab (XXXIII) 49, artinya : “Mereka yang menyampaikan ajaran – ajaran Tuhan dan tidak menghambakan dirinya kepada siapapun selain kepada Tuhan dan cukuplah Tuhan yang memperhitungkan (amal mereka).”

• Al – qur’an, S. Asy – Syu’ara (XXVI) 226, artinya : “Dan sesungguhnya mereka itu mengatakan hal – hal yang mereka tidak kerjakan.”

• Tentang rangkaian tak terpisahkan dari pada iman dan amal saleh dapat dilihat dari pengulangan tidak kurang dari lima puluh kali kata – kata Aamu wa’amilus shaihat dan terdapat dimana – mana di dalam Al – qur’an.

• Al – qur’an, S. Ann – Nur (XXVI) 39, artinya : ‘Orang – orang kafir itu amal dan perbuatannya bagaikan fata morgana di satu lembah. Orang yang kehausan mengirimnya air, tetapi setelah ditanda tanganinya tidak didapatnya suatu apapun.”

• Al – qur’an, S. Al – Baqarah (II) 109, artinya : “Apakah orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Tuhan dan mencari ridho-Nya itu lebih baik, ataukah orang yang mendirikan bangunannya pada tepi jurang yang retak kemudian roboh bersamanya masuk neraka jahanam.”

• Al – qur’an, S. Lukman (XXXI) 13, artinya : “Sesungguhnya syirik itu kesalahan yang besar.”

• Imam tidak mungkin bercampur dengan kejahatan, sebagai mana tersimpul dalam Al – qur’an, S. Al – An’am (VI) 84, artinya : ‘Mereka yang beriman dan tidak mencampur iman mereka dengan kejahatan, mereka itulah yang mendapat petunjuk.”

• Hadist, artinya : “Sesungguhnya yang paling khawatirkan sekalian ialah syirik kecil yaitu ria (pamrih).”

• Disimpulkan dari titik perpisahan antara orang – orang kafir pemegang Kitab Suci (Kristen dan Yahudi) dalam al – Qur’an, S. Ali Imran (111) 64, artinya : “Katakanlah : Hai orang pemegang Kitab Suci Kristen dan Yahudi marilah kamu sekalian menuju titik persamaan antara kami (ummat Islam0 dan kamu, yaitu bahwa kita tidak mengabdi kecuali pada Tuhan Yang Maha Esa kita tidak sedikitpun membuat syirik kepada-Nya dan tidak pula sebagian kita mengangkat sebagian yang lain menjadri Tuhan – tuhan (dengan kekuasaan dan wewenang seperti dan Tuhan Yang Maha Esa) selain Tuhan Yang Maha Esa, Kemudian jika mereka mengejak katakanlah : Jadilah kamu sekalian sebagai saksi kepada T uhan saja”.

• Al – Qur’an, S. An – Nahl (XVI) 90, artinya : “Sesungguhnya Tuhan memerintahkan untuk menegakkan keadilan dan menguasahakan perbaikan.”

INDIVIDU DAN MASYARAKAT

• Al – Qur’an, S. Az – Zkhruf (XLII), artinya : “Kami (Tuhan) membagi – bagi di antara mereka manusia kehidupan mereka di dunia.”

• Al – Qur’an, S. Al – Maidah (V) : 48, artinya : “Bagi setiap golongan diantara kamu ialah kami tetapkan suatu cara dan jalan hidup tertentu.”

• Al – Qur’an, S. Al – Lail (XCII) : 4, artinya : “Sesungguhnya usahamu sekalian (manusia) sangat beraneka ragam.”

• Al – Qur’an, S. Al – Isra’ (XVII) : 84, artinya : “Katakanlah : Setiap orang bekerja sesuai dengan pembawaannya. Sebenarnya Tuhanmulah Pula yang lebih mengetahui siapa yang lebih benar kalau hidupnya.”

• Al – Qur’an, S. Az – Zumar (XXXIX) 39, artinya : “Katakanlah : Hai Kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (Pula), maka kelak kamu akan mengetahuinya juga.”

• Al – Qur’an, S. Yusuf (XII) 53, artinya : “Bengotong – royonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bergotong – royong dalam kejahatan dan permusuhan.”

• Al – Qur’an, SYAI – Maidah (V) 2, artinya : “Bergotong – royonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bergotong – royong daam kejahatan dan permusuhan.”

• Al – Qur’an, S. ZakZalah (XCIX) 7 – 8, artinya : “Barang siapa mengerjakan seberat atom kebaikan dan akan menyaksikan (akibat baiknya) dan barang siapa mengerjakan seberat atom kejahatan diapun akan menyaksikan (akibat buruknya)”.

• Al – Qur’an, S. At – Taubah (IX) : 75, artinya : “Dan jika orang – orang (Jahat) itu bertaubat maka kebaikan bagi mereka, tetap jika mereka membanggakan maka Tuhan akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih di dunia dan akhirat.”

• Al – Qur’an, S. An – Nahl 30, artinya : “Dan mereka yang be ang dijalan-Ku (kebenaran), maka pasti Aku tunjukkan jalannya (mencapai tujuan) sesungguhnya Tuhan itu cinta kepada orang – orang yang selalu berbuat baik (progresif).”

• Al – Qur’an, S. Al – Hujarat (XLIX) 13, artinya : “Hai sekalian ummat manusia, sesungguhnya Kami (Tuhan) telah menciptakan kamu dari laki – laki dan perempuan dan kami jadikan berbangsa – bangsa dan bersuku – suku ialah agar kami saling mengenal, sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu bagi Tuhan ialah yang paling bertaqwa (cin kebenaran) sesungguhnya Tuhan itu Maha Mengetahui dan Maha Meneliti.”

• Al – Qur’an, S. Al – Hujarat (XLIX) 10, artinya : “Sesungguhnya orang – orang yang beriman (cinta kebenaran) itu bersaudara, maka usahakanlah adanya kerukunan dan diantara golongan saudaramu.”

KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI

 Al - Qur’an, S. Al – lail (XCII) 8 – 9 – 10, artinya : “Adapun orang – orang kafir tidak mau mengorbankan sedikitpun (dari haknya) dan merasa cukup sendiri (engoistis) serta mendustakan (mencemoohkan) kebaikan, maka ia kami licinkan jalan kearah kesukaran (kekacauan).”  Al – Qur’an, S. Al – Maidah (V) 8, artinya : “Janganlah sekali – kali kebencian segolongan orang itu membuat kamu menyeleweng dan tidak

menegakkan keadilan, tegakkan keadilan itulah yang lebih mendekati taqwa (kebenaran) dan bertaqwalah kamu kepada Tuhan.”

 Al – Qur’an, S, Al – imran (11) 104 artinya : “Hendaklah diantara kamu suatu kelompok yang mengajak kebaikan, memerintahkan yang maruf (baik) sesuai dengan prikemanusiaan dan melarang yang munkar (Uahat) dan bertaqwalah kamu kepada Tuhan.”

 Hadist : “Tiap – tiap kamu adalah pemimpin dan tiap – tiap kamu bertanggung jawab atas pimpinannya.”

 Ditarik kesimpulan dari keterangan orang – orang beriman Al – Qur’an, S. AS – Syura (XLII), artinya : “Urusan mereka diselesaikan melalui musyawarah di antara mereka.”

 Al – Qur’an, S. An – Nisa (IV) 59, artinya : “Sesungguhnya kesalahan terletak pada mereka yang mendalami (bertindak tidak adil) kepada manusia dan berbuat kekecauan di muka bumi tanpa ada alasan kebenaran.”

 Al – Qur’an, S. An – Nisa (IV) 59 : “hai orang – orang yang beriman, taatlah kamu sekalian pada Tuhanmu agar kamu menunaikan amanat – amanat kepada yang berhak dan jika kamu memerintahkan diantara manusia, maka memerintahkan kamu dengan keadilan.”

 Al – Qur’an, S. An – Nisa (IV) 59, artinya : “Hai orang – orang yang berimanm, taatlah kamu sekalian kepada Rasul-Nya serta kepada yang berhak dan jika’ kamu memerintah diantara manusia, maka memerintahkan kamu dengan keadilan.”

 Al – Qur’an, S. Al – Maidah (V) 59, artinya : “Barang siapa yang tidak menjalankan hukum dengan apa yang diturunkan oleh Tuhan (ajaran kebenaran), maka mereka itu adalah orang – orang yang jahat.

 Al – Qur’an, S. Al – Hadid (LVII) 20, artinya : “Ketahuilah bahwa sesungguhnya hidup di dunia (sejarah) ini adalah permainan kesenangan dan perhiasan serta saling memegang urusan (pemerintah) diantara kamu.”

 Al – Qur’an, S. Al – Isra (XVII) 16, artinya : “Dan jika kami hendak membinasakan negeri, maka kami perintahkan kepada orang – orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berfaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami) kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur – hancurnya.”

 Ditarik kesimpulan firman Tuhan tentang orang – orang Yahudi yang terkutuk (karena sifat – sifat kapitalis mereka yaitu Al – Qur’an, S. An – Nisa 160 – 161, artinya : “Maka karena kejahatan orang – orang Yahudi itulah kami menghalangi jalan kepada Tuhan (jalan kebenaran). Demikian


(6)

________________________memperkuat kebersamaan mengukuhkan khittah perjuangan

3 4

juga karena mereka mengambil riba padahal sudah dilarang, dan karena mereka merampas harta kekayaan manusia dengan cara yang tidak benar (batil).

 Demikianlah juga dapat disimpulkan dari seruan Nabi Syu’ib kepada rakhatnya Nabi Syu’ib adalah suatu prototype dari masyarakat yang tidak adil atau kapatalis) tersebut di tiga tempat, antara lain ialah Al – Quran, Surat Asy-Syu’ara (XXVI) 182 – 183, artinya : “Dan timbanglah dengan ukuran yang betul (adil) serta janganlah merampas harta milik sesama manusia dan janganlah kamu melakukan kejahatan di muka bumi ini sambil membuat kekacauan.”

 Terjadinya tindakan – tindakan atas sesama manusia (exploitation del’homeper I’home) dipahamkan dari firman Tuhan dalam Al – Qur’an, Surat Al – Baqarah (11) 279, artinya : “ ... Dan jika kami tau’bat (berhenti menjalankan riba atau penindasan kapitalis) maka kamu memperoleh kembali capital – capitalmu kami tidak boleh mendalami (memerlukan secara tidak adil, menindas) dan tidak pula boleh didzalimi (diperlukan tidak adil, ditindas).”

 “Jaminan kemenangan bagi kaum miskin dalam (Al – Quran juga disebut secara khusus dengan Al – Mustaz afun adapun, artinya orang – orang yang dilemahkan atau dijadikan hina – dina, ditindas), tersebut dalam rangkaian cerita Fieaun yaitu S. Al Qashahs (XXVII) 5, artinya : “Dan Kami (Tuhan) menghendaki untuk memberikan pertolongan kepada kaum tertindas di bumi, untuk menjadikan pula mereka itu pewaris – pewaris.”  Pemberantasan kapitalisme harus dilakukan dengan konsekuen, bila perlu dengan menyatakan perang kepada kaum kapitalis, sesuai dengan

perintah. Tuhan dalam Al – Qu’ran, S. Al – Baqarah (11) 278, artinya : “Hai orang – orang yang beriman bertaqwalah kamu benar – benar beriman. Jika tidak kamu kerjakan (perintah meninggalkan riba) maka bersiaplah kamu sekalian terhadap adanya perang dari Tuhan dan Rasul-Nya (perang suci jihad. Tetapi jika kamu taubat (berhenti dari penindasan kapitalis) maka kamu dapat memperoleh kembali capital – Kapitalmu. Kamu tidak menindas dan tidak pula ditindas.”

 Al – Qur’an, S. Humazah (CIV) 1-2-3, artinya : Celakalah bagi setiap pencerca (kaum sinis kepada kebenaran) yang suka mengumpulkan harta dn menghitung-hitungnya, dia mengira hartanya itu bakal mengekekalkannya.

 Kaum muslimin yang seharusnya mempelopori tugas suci itu. Kaum musimin digambarkan dalam Al – Qu’ran, S. Ali Imran (111) 110, artinya : “Kamu adalah sebaik-baiknya golongan yang diketengahkan diantara manusia karena kamu selalu menganjurkan pada kebaikan dan mencegah daripada kejahatan dan kamu semua beriman kepada Tuhan.”

 Al – Qu’ran, S. Ash-Shaf (LXI) 2-3, artinya : “Hai orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang kamu tidak kerjakan.”  Al – Qu’ran, S. Al-Ankabut (XXIX) 45, artinya : “Sesungguhnya sembahyang itu mencegah kekejian-kekejian dan sungguh selalu ingat kepada

Tuhan itu merupakan suatu Yang Agung.”

 Hadist : “Sembahyang adalah tiang agama, barang siapa mengerjakan berarti menegakkan agama dan barang siapa meninggalkannya berarti merobohkan agama.”

 Al – Qu’ran, S. Lukman (XYXI) 30, artinya : “Demikianlah, sebab sesungguhnya Tuhan itulah dan sesungguhnya apa yang mereka pula selain-Nya adalah kepalsuan dan sesungguhnya Tuhan itu Maha Tinggi dan Maha Agung.”

 Al – Qu’ran, S. Ar-Rum (XYX) 37, artinya : “Tidaklah mereka mellihat bahwa Tuhan melapangkan rizki (ekonomi) bagi siapa saja yang Ia kehendaki dan menyempitkannya, sesungguhnya dalam hal itu ada pelajaran-pelajaran bagi orang yang beriman.”

 Al – Qu’ran, S. At-Taubah (IX) 60, artinya : “Sesungguhnya sedekah (zakat) itu untuk fakir miskin.’

 Al – Qu’ran, S. Al-Baqarah (11) 188, artinya : “Dan janganlah kamu memakan harta dengan cara yang batil (tidak benar) diantara kamu, dan kamu mengadakan hal itu kepada hakim-hakim (pemerintah) agar kamu dapat mengambil bagian dari harta orang lain dengan dosa, pada hal kamu mengetahui.”

 Al – Qu’ran, S. Furqan (XXV) 67, artinya : “Dan mereka yang apabila mempergunakan hartanya tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan, melainkan kepada dalam keseimbangan antara keduanya.”

 Al – Qu’ran, S. Al-Isra (XVII) 67, artinya : “Berikanlah kepada keluarga itu haknya (dari harta yang kami miliki) demikian juga kepada orang miskin dan kepada orang terlantar dan janganlah berlebihan itu adalah kawan-kawan setan sedangkan setan ingkar kepada Tuhannya.”  Al – Qu’ran, S. Al-Isra (XVII) 16, artinya : “Apabila Kami (Tuhan) menghendaki untuk menghancurkan suatu negeri. Kami berikan kesempatan

kepada orang-orang yang mewah di negeri itu untuk memerintah, kemudian mereka membuat kecurangan-kecurangan di negeri itu maka benar-benar terjadilah keputusan kata (vonis) atas negeri itu, lalu kami hancurkan.”

 Al – Qu’ran, S. Muhammad (XLVII) 38, artinya : “Demikianlah kamu orang-orang yang diserukan untuk mempergunakan hartamu di jalan Tuhan (untuk kebaikan kepentingan umum), maka diantara kamu ada yang kikir dan barang siapa kikir maka sesungguhnya ia kikir pada dirinya sendiri. Tuhan tidak memerlukan sesuatupun tetapi kamulah yang memerlukan dan kalau kamu berpaling tidak mau mempergunakan harta untuk kebaikan umum. Tuhan akan menggantikan kamu dengan golongan lain kemudian mereka tidak lagi seperti kamu.”

 Al – Qu’ran, S. Thaha (XX) 6, 63, 4, 123, 131, 132 artinya : “Ingatlah bahwa sesungguhnya kepunyaan Tuhanlah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumu.”

 Al – Qu’ran, artinya : “Adalah Kami (Tuhan) yang sesungguhnya menempatkan kamu ke bumi dan membuat untuk kami sekalian di dalamnya prikehidupan mata pencaharian.”

 Al – Qu’ran, S. Al-Hadid (LVII) 7, artinya : “Berimanlah kamu kepada Tuhan dan Rasulnya dan dermakanlah dari harga kamu jadikan oleh Tuhan untuk mengurusnya.”

 Al – Qu’ran, S. Al-Isra (XVII) 67, artinya : “Dan berikanlah kepada mereka (orang-orang miskin) itu dari harta Tuhan yang telah diberkahkan-Nya kepadamu.”

 Al – Qu’ran, S. Al-Ma’aridi (LXX) 24-25, artinya : “Dan orang-orang pada harta mereka terdapat hak yang pasti bagi orang miskin yang meminta-minta maupun yang tidak meminta-minta-meminta-minta.”

KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUAN

o Al – Qu’ran, S. At-Tien (XCV) 6, artinya : “Kecuali mereka yang beramal saleh.”

o Al – Qu’ran, S. Al-Qashash (XXVII) 8, artinya : “Segala sesuatu itu rusak (berubah) kecuali dari padanya.”

o Al – Qu’ran, S. Al-An’am (VI) 57, artinya : “Sesungguhnya hukum atau nilai itu hanya kepunyaan Allah, Dia menerangkan keberatan dan Dia adalah sebaik-baiknya pemutus perkara.”

o Al – Qu’ran, S. Al-Isra (XVII), artinya : “Dan janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak mempunyai pengertian akan dia, sebab sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati nurani itu semuanya bertanggung jawab atas hal tersebut”

o Al – Qu’ran, S. Fathir (XLI), artinya : “Akan perhatikan kepada mereka (manusia) tanda-tanda Kami diuar angkasa dan dalam diri mereka sendiri sehingga menjadi jelas bahwa Al – Qur’an itu benar. Tidaklah cukup dengan Tuhan bahwa Dia menyaksikan segala sesuatu”

o Al – Qu’ran, S. Fathir (XXXV) 287, artinya : “Sesungguhnya yang bertaqwa tidak hanya Tuhan melainkan Allah begitu pula pada Malaikat dan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan tegak pada kejujuran”

o Al – Qu’ran, S. Muhaddalah (LVIII) 11, artinya : “Allah mengangkat orang-orang diantara kamu dan yang berilmu pengetahuan yang bertingkat-tingkat”

o Al – Qu’ran, S. Al-Jatsiyah (XLV) 134, artinya : “Dan Dia (Tuhan) menyediakan bagi kamu apa yang ada dilangit dan di bumi”

o Al – Qu’ran, S. Al-Imran (III) 137, artinya : “Telah lewat setelah kamu hukum-hukum sejarah, maka menggambarkan di muka bumi kamu kemudian perhatikanlah olehmu bagian akibat orang-orang yang mendustakan-Nya”

o Al – Qu’ran, S. As Syam (XCI) 9-10, artinya : “Sungguh berbahagialah dia yang membersihkannya, (sisinya) dan sungguh celakalah bagi mereka yang mengotorinya (dirinya)”