Pengaruh Suplementasi Fe, Asam Folat, Vitamin A dan Vitamin B12 terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb) Pekerja Wanita di PT. X Kabupaten Simalungun 2012

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat
buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah,
remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja terutama yang berpenghasilan rendah.
Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 1998, diketahui bahwa prevalensi anemia
defisiensi besi di Asia >75%, di Afrika Timur 47%, Afrika Barat sebesar 56%,
Australia dan New Zealand sebesar 20% (ACC/SCN, 2000). Di Indonesia, kasus
anemia gizi mencapai 63,5%. Pada pekerja wanita prevalensi anemia masih cukup
tinggi yaitu berkisar 30-46,6%. Hal ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas
kerja, sehingga pekerja yang menderita anemia produktivitas kerja 20% lebih rendah
dibandingkan dengan pekerja yang sehat dengan gizi baik (Suharno, 1993).
Pekerja wanita merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap anemia
gizi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam makanan dan pekerjaan yang
berat, serta secara alamiah wanita setiap bulan mengalami haid. Salah satu tanda
seseorang mengalami anemia dapat dilihat dari pemeriksaan kadar hemoglobin yang
menunjukkan angka kurang dari normal (Dep. Kes. RI, 2002).
Survei Nasional tahun 2001 menunjukkan prevalensi anemia khusus pada
Wanita Usia Subur (WUS) kawin dan tidak kawin masing-masing sebesar 26,9% dan

24,5% (BPPN, 2007), sementara banyak wanita, terutama dari golongan bawah sudah

berpartisipasi dalam berbagai lapangan pekerjaan. Selain perannya sebagai istri atau
ibu dalam keluarga, wanita juga berperan sebagai tenaga kerja. Jumlah pekerja wanita
di Indonesia setiap tahun meningkat. Pada tahun 2007 mencapai 2,12 juta orang
(35,37%). Peningkatan ini dilihat dari segi positif yaitu bertambahnya tenaga
produktif, namun dari segi negatif status kesehatan maupun gizi pekerja umumnya
belum mendapat perhatian yang baik. Terdapat bukti adanya gangguan kesehatan
yang dialami oleh sebagian pekerja wanita, seperti gangguan haid, gangguan
kehamilan, pendarahan, dan keguguran. Jika dilihat lebih rinci, ternyata prevalensi
anemia pekerja wanita lebih besar dibandingkan dengan hasil yang ditemukan survei
nasional tersebut. Hal ini terbukti dari temuan-temuan beberapa penelitian, seperti
penelitian Mulyawati tahun 2003 di PT. Plywood (Jakarta) sebesar 64%. Penelitian
Sari dkk tahun 2008 di PT. X. Belawan (Sumatera Utara) sebesar 42,5%. Penelitian
Oppusunggu, tahun 2009 di PT. X Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara) sebesar
48,5%. Penelitian Muwakidah tahun 2009 (Kabupaten Sukoharjo) sebesar 60,38%,
dan penelitian Widiastuti pada bulan Mei 2011 di PT. Asaputex Jaya Desa
Wangandawa Kabupaten Tegal ditemukan kasus anemia sebesar 37,5%.
Penyebab langsung terjadinya anemia beraneka ragam antara lain : defisiensi
asupan gizi dari makanan (zat besi, asam folat, protein, vitamin C, ribovlavin, vitamin

A, seng dan vitamin B12), konsumsi zat-zat penghambat penyerapan besi, penyakit
infeksi, malabsorpsi, perdarahan dan peningkatan kebutuhan (Ramakrishnan, 2001).
Penyakit infeksi dapat menghambat absorpsi besi dalam tubuh, dikarenakan besi akan
dipergunakan

sebagai

makanan

essensial

untuk

pertumbuhan

bakteri

dan

mikroorganisme sehingga akan memperparah keadaan infeksinya. (Linder, 1992). Zat

gizi seperti protein, besi, asam folat dan vitamin B12 dan lain-lain diperlukan dalam
pembentukan sel darah merah. Pembentukan sel darah merah akan terganggu apabila
zat gizi yang diperlukan tidak mencukupi. Faktor tidak langsung yang mempengaruhi
anemia adalah sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan gizi, umur, dan status
perkawinan.
Penanganan anemia defisiensi gizi yang paling efektif dalam jangka pendek
adalah suplementasi tablet besi. Namun walaupun suplementasi besi sudah diberikan,
defisiensi vitamin seperti vitamin A, riboflavin, asam folat dan vitamin B12 dapat
menyebabkan anemia. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Hertanto (2002) di
Karangawen Demak menemukan bahwa prevalensi anemia sebesar 77,1%, ternyata
yang menderita anemia defisiensi besi murni hanya 3,7%, dan 55,6% adalah anemia
dengan disertai berkurangnya salah satu zat gizi mikro seperti (seng, vitamin A dan
vitamin B12). Penelitian Ahmed F (2001) di Bangladesh menunjukkan bahwa anemia
pada pekerja tidak hanya disebabkan oleh defisiensi besi saja namun juga defisiensi
asam folat dan vitamin A. Penelitian Subagio (2002) menunjukkan bahwa defisiensi
seng dan vitamin A merupakan faktor risiko terhadap kegagalan suplementasi besi.
Penelitian oleh Zarianis (2006) dan Jannah (2006) menunjukkan bahwa defisiensi
besi disebabkan juga karena defisiensi vitamin C dan vitamin A. Dengan demikian,
pemberian tablet besi bersamaan dengan zat gizi mikro lain (multiple micronutrients)
lebih efektif dalam meningkatkan status besi, dibandingkan dengan hanya


memberikan suplementasi besi dalam bentuk dosis tunggal. Hasil-hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa defisiensi besi bukan satu-satunya penyebab anemia.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di PT. X
Kabupaten Simalungun pada pekerja wanita yang berjumlah 176 orang, bekerja
selama 8 jam/ hari. Dari hasil skrining pada 120 orang yang dapat diperiksa kadar
hemoglobinnya terdapat 73 orang (60,8%) yang mempunyai kadar hemoglobin