Analisis Indikator Pembangunan Kota Medan Sebagai Kota Layak Huni

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Kota
Menurut Bintarto (1987), “kota dalam tinjauan geografi adalah suatu
bentang budaya yang di timbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami. Dengan
gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, dengan corak kehidupan
yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah
dibelakangnya”. Dalam perkembangannya, konsep-konsep kota paling tidak dapat
dilihat dari 4 sudut pandang, yaitu segi fisik, administratif, sosial dan fungsional.
Kota dalam tinjauan fisik atau morfologi menekankan pada bentuk-bentuk
kenampakan fisikal dari lingkungan kota. Sedangkan menurut John Brickerhoff
Jackson (1984), bahwa “kota adalah suatu tempat tinggal manusia yang
merupakan manifestasi dari perencanaan dan perancangan yang dipenuhi oleh
berbagai unsur seperti bangunan, jalan dan ruang terbuka hijau”. Pembangunan
(development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial,
seperti politik, ekonomi, infrastuktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,

kelembagaan dan budaya (Alexander 1994).
2.1.2 Pengertian Pembangunan
Pada umumnya pembangunan diartikan sebagai upaya meningkatkan
kapasitas produksi untuk mencapai total output yang lebih besar dari
kesejahteraan yang lebih tinggi bagi seluruh rakyat. Pembangunan merupakan
tuntutan bagi masyarakat untuk mencapai kemajuan, karena penduduk makin

7

Universitas Sumatera Utara

bertambah besar jumlahnya, maka kebutuhannya pun bertambah jumlahnya,
jenisnya, dan kualitasnya, seiring dengan perkembangan kemajuan peradaban
manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Pendekatan pembangunan
yang dilakukan dapat secara mikro, tetapi dapat pula secara makro. Pendekatan
secara makro adalah melihat secara besar, yaitu menekankan pada agregat
pendapatan, investasi, inflasi, peredaran uang dan kebijakan moneter (keuangan),
kebijakan fiskal (perpajakan), dan perdagangan luar negeri. Sedangkan
pendekatan mikro membahas berbagai masalah yang lebih kecil skopnya,
misalnya permintaan dan penawaran individual, biaya produksi dan harga pasar

atau perilaku seseorang atau suatu perusahaan. Ada pula pendekatan
pembangunan yang menekankan pada kegiatan yang dilakukan secara sektoral
misalnya sektor pertanian, perindustrian, pertambangan, konstruksi/bangunan,
perdagangan, transportasi, pendidikan, kesehatan, pariwisata dan lainnya
(Adisasmita,

2010).

Lebih

berkembang

lagi,

pendekatan

pembangunan

memberikan penekanan pada kegiatan pembangunan yang dilaksanakan pada
lingkup regional (pada wilayah provinsi atau kabupaten). Lebih maju lagi yaitu

memfokuskan pada unit perencanaan atau ruang pembangunan yang lebih
terfokuskan pada lokasi tertentu atau lebih sempit lagi, yaitu pada lokasi di mana
kegiatan yang dimaksudkan akan diletakkan, maka diterapkanlah pendekatan
spasial (tata ruang), misalnya Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten/Kota
(RUTRK), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), tata ruang pedesaan, tata ruang
transportasi, dan lainnya.

8

Universitas Sumatera Utara

Pembangunan yang menerapkan pendekatan kawasan dilihat dari segi luas
wilayah perencanaannya mungkin saja lebih kecil dan mungkin pula lebih besar
dari suatu wilayah kabupaten, tetapi harus memiliki fungsi tertentu, dengan
demikian

diharapkan

tingkat


keberhasilan

dalam

pencapaian

sasaran

pembangunannya akan lebih tinggi, karena fungsinya tertentu maka sasaran dan
tujuan pembangunannya relatif lebih terfokus. Dari segi konsep pembangunan
wilayah (regional development concept), pendekatan kawasan dan pembangunan
kawasan telah diterapkan secara luas. Sebagai salah satu kota terbesar di
Indonesia dengan urutan terbesar ketiga, setelah Kota Jakarta dan Surabaya, Kota
medan bisa menjadi kota teladan bagi kota-kota lainnya. Kota Medan
sesungguhnya telah memiliki ketersediaan infrastruktur dan utilitas kota yang
semakin memadai. Namun harus diakui juga, pemanfaatannya masih harus
ditingkatkan guna mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
Setidaknya ada tujuh variabel utama dalam penentuan daftar indeks kota
ternyaman (Most Liveable City index), yakni fisik kota, kualitas lingkungan,
transportasi, aksesibilitas, fasilitas, utilitas, ekonomi dan sosial. Berpedoman pada

tujuh variabel itulah Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP) menetapkan 25
kriteria penentuan sebuah kota yang layak mendapat predikat Liveable City. Ke25 kriteria tersebut antara lain kualitas penataan kota, jumlah ruang terbuka,
perlindungan bangunan bersejarah, kualitas kebersihan lingkungan, tingkat
pencemaran lingkungan, ketersediaan angkutan umum, kualitas kondisi jalan, dan
kualitas fasilitas pejalan kaki. Kriteria lainnya adalah ketersediaan fasilitas
kesehatan, ketersediaan fasilitas pendidikan, ketersediaan fasilitas rekreasi,

9

Universitas Sumatera Utara

ketersediaan energi listrik, ketersediaan air bersih, dan kualitas air bersih. Kriteria
berikutnya adalah kualitas jaringan telekomunikasi, interaksi hubungan antar
penduduk, informasi pelayanan publik, dan ketetsediaan fasilitas kaum difabel.
Portes mendefenisikan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial
dan budaya pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk
memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. sedangkan Ginanjar
Kartasamita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai
“suatu proses ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana”. Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya

pemikiran yang mengidentifikasikan pembangunan dengan perkembangan,
pembangunan dengan modernisasi dan industrialisai, bahkan pembangunan
dengan westernisasi.seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan,
dimana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi,
secara keseluruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal
tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing
mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip
kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang
merefleksikan perubahan (Riyandi dan Bratakusumah, 2005). Transformasi dalam
struktur ekonomi, misalnya dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan
produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap
pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan
menjadi

semakin

kecil

dan


berbanding

terbalik

dengan

pertumbuhan

imdustrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat

10

Universitas Sumatera Utara

melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses
terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan,
air bersih, fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan
politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, disamping adanya
perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari
penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional

menjadi organisasi modern dan nasional. Dengan demikian, proses pembangunan
terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik,
yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (community/group).
Maka penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress),
pertumbuhan dan diversifikasi.
2.1.3 Indikator Pembangunan
Penggunaan indikator dan variable pembangunan bisa berbeda-beda untuk
setiap negara. Di negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan
pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik
masuk desa, layanan kesehatan pedesaan dan harga makanan pokok yang rebdah.
Sebaliknya, di negara-negara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut,
indikator pembangunan akan bergeser kepada faktor-faktor sekunder dan tersier
(Tikcson,2005). Sejumlah indikator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembagalembaga internasional antara lain pendapatan per kapita (GNP atau PDB), struktur
perekonomian, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Di samping itu terdapat pula dua
indikator lainnya yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi
suatu bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas Hidup (IKH atau PQLI) dan

11

Universitas Sumatera Utara


Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Berikut ini akan disajikan ringkasan Deddy
T. Tikson (2005) terhadap kelima indikator tersebut :
1.

Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan
salah satu indikator makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk
mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator
ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga
dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

2.

Struktur Ekonomi
Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan
mencerminkan transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas
sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan peningkatan per kapita,
kontribusi sektor manufaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional
akan meningkat terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat

upah akan meningkatkan permintaan atas barang-barang industri, yang akan
diikuti oleh perkembangan investasi dan perluasan tenaga kerja. Di lain
pihak, kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional akan semakin
menurun.

3.

Urbanisasi
Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang
bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi
dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama
dengan nol.

12

Universitas Sumatera Utara

4.

Angka Tabungan

Perkembangan sektor manufaktur/industri selama tahap industrialisasi
memerlukan investasi dan modal. Finansial capital merupakan faktor utama
dalam sebuah masyarakat, sebagaimana terjadi di Inggris pada umumnya
Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul oleh revolusi
industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal usaha
ini dapat dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun pemerintah.

5.

Indeks Kualitas Hidup
IKH atau Physical Qualty of Life Index (PQLI) digunakan untuk mengukur
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. indeks ini dibuat indikator
makroekonomi tidak dapat memberikan gambaran tentang kesejahteraan
masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya pendapatan
nasional sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh
peningkatan kesejahteraan sosial.

6.

Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)
The United Nation Development Program (UNDP) telah membuat
indikator pembangunan yang lain, sebagai tambahan untuk beberapa indikator
yang telah ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya indeks ini adalah
pentingnya memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Menurut UNDP,
pembangunan hendaknya ditujukan kepada pengembangan sumber daya
manusia. Dalam pemahaman ini, pembangunan dapat diartikan sebagai
sebuah proses yang bertujuan mengembangkan pilihan-pilihan yang dapat
dilakukan oleh manusia. Hal ini didasari asumsi bahwa peningkatan kualitas

13

Universitas Sumatera Utara

sumber daya manusia akan diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan
peluang menentukan jalan hidup manusia secara bebas.
2.1.4 Liveable City
Kota layak huni atau Liveable city adalah dimana masyarakat dapat hidup
dengan nyaman dan tenang dalam suatu kota. Menurut Hahlweg (1997), “kota
yang layak huni adalah kota yang dapat menampung seluruh kegiatan masyarakat
kota dan aman bagi seluruh masyarakat”. menurut Evan (2002), konsep Liveable
city digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan pembangunan sebagai
peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan fisik maupun habitat sosial untuk
realisasinya. Dalam mewujudkan kota yang layak huni atau Liveable City harus
mempunyai prinsip-prinsip dasar. Prinsip dasar ini harus dimiliki oleh kota-kota
yang menjadikan kotanya sebagai kota yang layak huni dan nyaman bagi
masyarakat kota. Menurut Lennard (1997), prinsip dasar untuk Liveable City
adalah tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat, fasilitas umum dan
sosial, ruang dan tempat publik, aman, mendukung fungsi ekonomi, sosial dan
budaya, serta sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik. Menurut
Douglass (2002), dalam Liveable City dapat dikatakan bertumpu pada empat pilar,
yaitu: (1) meningkatkan sistem kesempatan hidup untuk kesejahteraan
masyarakat, (2) penyediaan lapangan pekerjaan, (3) lingkungan yang aman dan
bersih untuk kesehatan, kesejahteraan dan untuk mempertahankan pertumbuhan
ekonomi, dan (4) good governence.
Perumusan kriteria Liveable City yang terdiri dari 8 variabel dan 35
kriteria sebagai berikut: (Simposium IAP 2008)

14

Universitas Sumatera Utara

1. Fisik Kota : Tata ruang, arsitektur, RTH, ciri dan karakter budaya lokal.
2. Kualitas Lingkungan : Kebersihan kota dan tingkat pencemaran.
3. Transportasi-Aksesibilitas : Angkutan umum, kualitas jalan, waktu tempuh ke
tempat aktivitas, pedestrian.
4. Fasilitas : Fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan, rekreasi, taman kota.
5. Utilitas : Air bersih, listrik, komunikasi
6. Ekonomi : Tingkat pendapatan, biaya hidup, ramah investasi.
7. Sosial : Ruang publik, ruang kreatif, interaksi sosial, kriminalitas, tingkat
kesetaraan warga kota, partisipasi warga, dukungan terhadap orang tua,
penyandang cacat, dan wanita hamil.
8. Birokrasi dan Pemerintahan : Leadership yang kuat, dukungan kebijakan,
kepastian hukum, akuntabilitas pemerintah, tingkat penerapan rencana kota,
dukungan program pembangunan, dukungan pembiayaan.
2.1.5

Tata Ruang
Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. Baik

yang direncanakan (lingkungan buatan) maupun yang tidak direncanakan
(lingkungan alamiah). Tata ruang yang direncanakan misalnya kawasan
pemukiman, daerah industri, kompleks perkantoran dan perdagangan, serta tempat
rekreasi. Tata ruang yang tidak direncanakan meliputi antara lain wilayah aliran
sungai, danau, suaka alam, gua, gunung, dan perbukitan. Perencanaan tata ruang
dilakukan oleh Pemerintah dengan peran serta masyarakat. peran serta masyarakat
merupakan faktor yang sangat penting karena pada akhirnya hasil penataan ruang
adalah untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat. dalam Undang-Undang

15

Universitas Sumatera Utara

Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa tercapainya
pemanfaatan ruang yang berkualitas dimaksudkan untuk:
a. Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas bebudi luhur, dan sejahtera.
b. Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia.
c. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara
berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia.
d. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi
dampak negatif terhadap lingkungan.
e. Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
Proses dan prosedur perencanaan tata ruang dilaksanakan secara terpisah dan
terpadu, dengan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:
a. Menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi,
sosial budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta fungsi
pertahanan keamanan.
b. Mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu
wilayah perencanaan.
c. Perumusan perencaan tata ruang.
d. Penetapan rencana tata ruang.

16

Universitas Sumatera Utara

2.2

Teori - Teori Perkembangan Kota

2.2.1 Teori Konsentris (The Consentric Theory)
Teori ini dikemukakan oleh E.W. Burgess (Yunus,1999), atas dasar studi
kasusnya mengenai morfologi kota Chicago, menurutnya “sesuai kota yang besar
mempunyai kecenderungan berkembang ke arah luar di semua bagian-bagiannya.
Masing-masing zona tumbuh sedikit demi sedikit ke arah luar. Oleh karena semua
bagian-bagiannya berkembang ke segala arah, maka pola keruangan yang
dihasilkan akan berbentuk seperti lingkaran yang berlapis-lapis, dengan daerah
pusat kegiatan sebagai intinya”.
Secara berurutan, tata ruang kota yang ada pada suatu kota yang mengikuti
suatu pola konsentris ini adalah sebagai berikut:
a. Daerah Pusat atau Kawasan Pusat Bisnis (KPB)
Daerah pusat kegiatan ini sering disebut sebagai pusat kota. Dalam daerah
ini terdapat bangunan-bangunan utama untuk melakukan kegiatan baik sosial,
ekonomi, politik dan budaya. Contohnya: Daerah pertokoan, perkantoran,
gedung kesenian, bank, dan lainnya.
b. Daerah Peralihan
Daerah ini kebanyakan di huni oleh golongan pemduduk kurang mampu
dalam kehidupan sosial-ekonominya. Penduduk ini sebagian besar terdiri dari
pendatang-pendatang yang tidak stabil (musiman), terutama ditinjau dari
tempat tinggalnya. Di beberapa tempat pada daerah ini terdapat kegiatan
industri ringan, sebagai perluasan dari KPB.
c. Daerah Pabrik dan Perumahan Pekerja

17

Universitas Sumatera Utara

Daerah ini di huni oleh pekerja-pekerja pabrik yang ada di daerah ini.
Kondisi perumahannya sedikit lebih buruk daripada daerah peralihan. Hal ini
disebabkan karena kebanyakan pekerja-pekerja yang tinggal disini adalah dari
golongan pekerja kelas rendah.
d. Daerah Perumahan yang Lebih Baik Kondisinya
Daerah ini dihuni oleh penduduk yang lebih stabil keadaannya dibanding
dengan penduduk yang menghuni daerah yang disebut sebelumnya, baik
ditinjau dari pemukimannya maupun dari perekonomiannya.
e. Daerah Penglaju
Daerah ini mempunyai tipe kehidupan yang dipengaruhi oleh pola hidup
daerah pedesaan disekitarnya. Sebagian menunjukkan ciri-ciri kehidupan
perkotaan dan sebagian yang lain menunjukkan ciri-ciri kehidupan pedesaan,
kebanyakan penduduknya mempunyai lapangan pekerjaan nonagraris dan
merupakan pekerja-pekerja penglaju yang bekerja di dalam kota, sebagian
penduduk yang lain adalah penduduk yang bekerja di bidang pertanian.
2.2.2 Teori Sektor
Teori sektor ini dikemukakan oleh Humor Hoyt (Yunus,1991 & 1999),
dinyatakan bahwa perkembangan baru yang terjadi di dalam suatu kota,
berangsur-angsur menghasilkan kembali karakter yang dipunyai oleh sektorsektor yang sama terlebih dahulu. Alasan ini terutama didasarkan pada adanya
kenyataan bahwa di dalam kota-kota yang besar terdapat variasi sewa tanah atau
sewa rumah yang besar. Belum tentu suatu tempat yang mempunyai jarak yang
yang sama terhadap KPB akan mempunyai nilai sewa tanah atau rumah yang

18

Universitas Sumatera Utara

sama, atau belum tentu semakin jauh letak atau tempat terhadap KPB akan
mempunyai nilai sewa yang semakin rendah. Kadang-kadang daerah tertentu dan
bahkan sering terjadi bahwa daerah-daerah tertentu yang letaknya lebih dekat
dengan KPB mempunyai nilai sewa tanah atau rumah yang lebih rendah daripada
daerah yang lebih jauh dari KPB. Keadaan ini sangat banyak dipengaruhi oleh
faktor transportasi, komunikasi, dan segala aspek-aspek yang lainnya.
2.2.3 Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Kedua
geograf ini berpendapat, meskipun pola konsentris dan sektoral terdapat dalam
wilayah kota, kenyataannya lebih kompleks dari apa yang dikemukakan dalam
teori Burgess dan Hoyt. Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi
bentuk yang kompleks. bentuk yang kompleks ini disebabkan oleh munculnya
nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub pertumbuhan. nukleusnukleus baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan lahannya yang
funfsional dan membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.
Nukleus kota dapat berupa kampus perguruam tinggi, Bandar udara,
kompleks industri, pelabuhan laut, dan terminal bus. keuntungan ekonomi
menjadi dasar pertimbangan dalam penggunaan lahan secara mengelompok
sehingga berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks industri mencari lokasi yang
berdekatan dengan sarana transportasi. perumahan baru mencari lokasi yang
berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan tempat pendidikan. Harris dan Ullman
berpendapat bahwa karakteristik persebaran penggunaan lahan ditentukan oleh
faktor-faktor yang unik seperti situs kota dan sejarahnya yang khas, sehingga

19

Universitas Sumatera Utara

tidak ada urut-urutan yang teratur dari zona-zona kota seperti pada teori konsentris
dan sektoral.
2.2.4 Teori Pertumbuhan Kota
Menurut Spiro Kostof (1991), Kota adalah leburan dari bangunan dan
penduduk, sedangkan bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian
berubah sampai hal ini dipengaruhi dengan budaya yang tertentu. Bentuk kota ada
dua macam yaitu geometri dan organik. Terdapat dikotomi bentuk perkotaan yang
didasarkan pada bentuk geometri kota yaitu Planned dan Unplanned.


Bentuk Planned (terencana) dapat dijumpai pada kota-kota eropa abad
pertengahan dengan pengaturan kota yang selalu regular dan rancangan bentuk
geometrik.



Bentuk Unplanned (tidak terencana) banyak terjadi pada kota-kota
metropolitan, dimana satu segmen kota berkembang secara sepontan dengan
bermacam-macam kepentingan yang saling mengisi, sehingga akhirnya kota
akan memliliki bentuk semaunya yang kemudian disebut dengan organik
pattern, bentuk kota organik tersebut secara spontan, tidak terencana dan
memiliki pola yang tidak teratur dan non-geometrik.

2.3

Morfologi Kota
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan perubahan suatu

kawasan dan sekitarnya sebagai bagian dari suatu kawasan perkotaan yang lebih
luas, menurut Gallion dalam buku “The Urban Pattern” disebutkan bahwa
perubahan suatu kawasan dan sebagian kota dipengaruhi letak geografis suatu
kota. Hal ini sangat berpengaruh terhadap perubahan akibat pertumbuhan daerah

20

Universitas Sumatera Utara

dikota tersebut, apabila terletak di daerah pantai yang landai, pada jaringan
transportasi dan jaringan hubungan antar kota, maka kota akan cepat tumbuh
sehingga beberapa elemen kawasan kota akan cepat berubah.
Dalam proses perubahan yang menimbulkan distorsi (mengingat skala
perubahan cukup besar) dalam lingkungan termasuk di dalamnya perubahan
penggunaan lahan secara organik, terdapat beberapa hal yang bisa diamati yaitu:
1. Pertumbuhan terjadi satu demi satu, sedikit demi sedikit atau terus menerus.
2. Pertumbuhan yang terjadi tidak dapat diduga dan tidak dapat diketahui kapan
dimulai dan kapan akan berakhir, hal ini tergantung dari kekuatan-kekuatan
yang melatar belakanginya.
3. Proses perubahan lahan yang terjadi bukan merupakan proses segmental yang
berlangsung tahap demi tahap, tetapi merupakan proses yang komprehensif
dan berkesinambungan.
4. Perubahan yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan emosional (sistem
nilai) yang ada dalam populasi pendukung.
5. Faktor-faktor penyebab perubahan lainnya adalah vision (kesan), optimalnya
kawasan, penataan yang maksimal pada kawasan dengan fungsi-fungsi yang
mendukung, penggunaan struktur yang sesuai pada bangunan serta komposisi
tampak pada kawasan (Cristoper Alexander, A New Theory Of Urban Design,
1987, 14:32-99).

21

Universitas Sumatera Utara

2.4

Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian dapat

dilihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
.

Nama, Tahun,
Judul

Metode Analisis

Hasil

1.

Ita Rohainah,
Nurfadhilah Aslim,
Christy Vidiyanti,
dan Hibatullah
Hindami (2013)
Kota Impian:
Perspektif
Keinginan
Masyarakat

Analisis data teks
dan hasil analisis
disajikan dalam
bentuk tabel dan
diagram.

Dapat diketahui bahwa kota
yang diinginkan oleh
masyarakat setidaknya
memiliki lima aspek besar
yang harus dipenuhi, yaitu
aspek arsitektur, kualitas
lingkungan, perilaku, infrastruktur, ekonomi dan
pemerintahan, jika ditinjau
dari pendekatan Teori-teori
Peran-cangan Kota Ideal
menurut Markuz Zahnd
(2006).

2

Gina
Nawangwulan,
Ridwan Sutriadi .
Kajian
Ketercapaian Kota
Layak Huni
(Liveable City)
Kota Balikpapan

Analisis kuantitatif
dengan
menggunakan
Importance
Performance
Analysis
dan
analisis kualitatif
pada penelitian ini
dilakukan dengan
metode
content
analysis (analisis
isi)

Pencapaian konsep liveable
city di Kota Balikpapan
mencapai 30 (tiga puluh)
indikator atau sebesar 71,43%
dari 42 indikator konsep
liveable city dengan rincian
untuk distribusi masing
masing indikator secara
berurutan: aspek fisik 10
(sepuluh) indikator, aspek
lingkungan manusia 9
(sembilan), aspek lingkungan
alam 7 (tujuh) indikator dan
aspek ekonomi 4 (empat)
indikator.

22

Universitas Sumatera Utara

3

Muhammad
Lutfika Tondi
(2011).
Arahan Penataan
Spasial Ruang
Terbuka Kambang
Iwak Palembang
Ditinjau dari
Kriteria Daya
Hidup (Livability).

Penelitian ini
menggunakan
metode kuantitatif
dengan analisis
deskriptif statistik.

Diperoleh hasil yang
menunjukan bahwa kondisi
Kota Manado sekarang
mengalami penurunan tingkat
kenyamanan kota, hal ini
diketahui bahwa
bertambahnya kriteria tidak
nyaman dari 8 kriteria di
tahun 2009 menjadi 14
kriteria saat ini. Kriteria yang
berpengaruh pada penentuan
kondisi kenyamanan kota
adalah kualitas penataan kota,
karena terjadi penurunan
jumlah ruang terbuka hijau di
perkotaan; penurunan kualitas
lingkungan yang berdampak
pada kondisi dan kebersihan
lingkungan kota;
meningkatnya intensitas
kemacetan lalu lintas di
kawasan perkotaan.

23

Universitas Sumatera Utara

2.5 Kerangka Konseptual

X1 : RTH (Ruang Terbuka Hijau)

X2 : Transportasi

X3 : Lingkungan

Y : Kota Layak Huni

X4 : Kesehatan

X5 :Pendidikan

Lennard (1997, IAP 2008)

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

24

Universitas Sumatera Utara

2.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
1.

RTH berpengaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota Medan.

2.

Transportasi berpangaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota
Medan.

3.

Lingkungan berpengaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota
Medan.

4.

Kesehatan berpengaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota
Medan.

5.

Pendidikan berpengaruh positif terhadap indikator kota layak huni di kota
Medan.

25

Universitas Sumatera Utara