Identifikasi Jenis Burung dan Kondisi Cuaca pada Tenggeran Buatan di Kawasan Restorasi Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Kondisi Lokasi Penelitian
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah salah satu kawasan
pelestarian alam di Indonesia dengan luas 1.094.692 hektar yang secara
administrasi pemerintahan terletak di dua provinsi, yaitu Aceh dan Sumatera
Utara. Provinsi Aceh yang terdeliniasi TNGL meliputi kabupaten Aceh Barat
Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tamiang.
Sedangkan provinsi Sumatera Utara yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten
Dairi, Karo dan Langkat. Taman nasional ini mengambil nama dari Gunung
Leuser yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 meter di atas permukaan
8laut di Aceh. Taman Nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai
pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola
dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi
(Anonim, 2010).
Luas areal resort Sei Betung saat ini adalah 9.734 ha, dengan areal yang
rusak mencapai 1.114 ha yakni sekitar 11,4% dari luas resort Sei Betung. Luas
areal yang telah direstorasi saat ini adalah
300ha (Anonim, 2011). Tim survei
OIC (Orangutan Information Centre) menambahkan bahwa kawasan restorasi
Sei Betung terbagi dalam beberapa kawasan yang direstorasi secara bertahap.
Untuk saat ini, kegiatan restorasi difokuskan di daerah Desa Halaban dengan luas
kawasan yang direstorasi ± 5 ha. Cara restorasi di kawasan ini dilakukan dengan
memanfaatkan burung sebagai pemencar biji pohon menggunakan standing bird
(hinggapan burung/ tenggeran burung).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Peta kawasan resort sei betung TNGL
Definisi Burung
Burung Adalah vertebrata yang aktif di siang hari dan unik dalam
memiliki bulu sebagai penutup tubuh. Dengan bulu itu tubuh dapat mengatur suhu
tubuh dan terbang. Dengan kemampuan terbang itu burung dapat mendiami semua
habitat (Peterson, 1980).
Burung termasuk dalam kelas Aves, sub Phylum Vertebrata dan masuk ke
dalam
Phylum
Chordata,
yang
diturunkan
dari
hewan
berkaki
dua
(Welty, 1982). Burung dibagi dalam 29 ordo yang terdiri dari 158 famili,
merupakan salah satu diantara kelas hewan bertulang belakang. Burung berdarah
panas dan berkembangbiak melalui telur. Tubuhnya tertutup bulu dan memiliki
bermacam-macam adaptasi untuk terbang. Burung memiliki pertukaran zat yang
cepat kerena terbang memerlukan banyak energi. Suhu tubuhnya tinggi dan tetap
sehingga kebutuhan makanannya banyak (Anonim, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Tubuh burung dapat dibedakan menjadi bagian-bagian kepala, leher,
badan dan anggota. Alat-alat yang terdapat pada kepala ialah paruh, lubang
hidung, mata dan lubang telinga luar.Pada pangkal paruh sebelah atas terdapat
tonjolan kulit yang lemah yang disebut dengan sora. Mata dikelilingi oleh kulit
yang berbulu. Mempunyai pelupuk mata atas dan bawah yang bersifat lunak,
dibawahnya terdapat pelupuk mata yang ketiga berupa selaput transparan yang
dapat menutupi mata. Di bagian dalam lubang telinga luar, terdapat membrane
timpani (selaput pendengaran) yang berguna untuk menangkap getaran suara.
Sedanngkan paruh burung berfungsi sekaligus sebagai tangan dan mulut, yaitu
membantu untuk mendapatkan dan memegang atau memangsanya, menyelisik
bulu-bulunya,
mengumpulkan
dan
menyusun
sarangnya
dan
untuk
mempertahankan diri (Brotowidjoyo, 1994).
Burung atau aves adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang
(vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap.Di-perkirakan terdapat sekitar
8.800-10.200 spesies burung di seluruh dunia dan sekitar 1.500 jenis di antaranya
ditemukan di Indonesia serta 465 jenis terdapat di Pulau Sumatera
(Primark et al., 1998). IUCN (2004) dalam Wanda (2010) menyatakan bahwa
habitat burung meliputi hutan tropis, rawa-rawa, padang rumput, pesisir pantai,
tengah lautan, gua-gua batu, perumahan, bahkan di wilayah perkotaan. Burung
telah memberikan banyak manfaat dalam kehidupan manusia, baik sebagai
sumber protein, peliharaan, perlombaan, maupun olahraga berburu. Namun,
ancaman perburuan liar yang terus meningkat menyebabkan beragam jenis burung
harus dilindungi karena populasinya sudah dalam kondisi hampir terancam punah
Universitas Sumatera Utara
(near threatened) sampai terancam punah (endangered), seperti jenis dari famili
Bucerotidae.
Keanekaragaman Burung
Keanekaragaman jenis burung dapat digambarkan sebagai kekayaan atau
jumlah jenis burung yang ditemukan pada suatu kawasan, dimana secara
morfologi dan biologi berbeda antara jenis yang satu dengan jenis lainnya. Dalam
ekologi umumnya keanekaragaman hayati mengarah pada komposisi dari suatu
profil habitat yang mendukung derajat kelimpahan satwa liar dengan tipe
habitatnya. Keanekaragaman jenis burung mengandung beragam manfaat dan
memerankan berbagai fungsi, sehingga pelestariannya menjadi sangat penting
baik ditinjau dari sudut ekonomi, sosial dan budaya (Alikodra, 1990).
Keanekaragamana jenis burung pada berbagai tipe habitat dipengaruhi
oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Waktu Aktifitas
Jika ditinjau dari waktu aktivitasnya, burung lebih aktif pada waktu pagi
hari dan sore hari dibanding pada siang hari. Hal ini menunjukkan bahwa waktu
aktivitas burung juga merupakan salah satu penyebab adanya perbedaan
keanekaragaman jenis burung (Rahmawaty, 2006). Hume (2003) menyatakan
bahwa burung lebih aktif dipagi hari dan menjelang sore, disebabkan pada waktu
inilah burung keluar untuk mencari makan dengan mengeluarkan suara-suara
merdunya.
2. Ketersediaan Makanan Utama Bagi Burung
Perbedaan keanekaragaman jenis burung pada setiap habitat sangat
dipengaruhi oleh tingkat keterseediaan makanan bagi burung. Semakin tinggi
Universitas Sumatera Utara
tingkat ketersediaan makanan maka semakin tinggi pula keanekaragaman jenis
burungnya. Alikodra (1990) mengelompokkan burung dalam 6 golongan menurut
jenis pakan yang dimakannya, yaitu:
1. Jenis
burung
pemakan
serangga,
contohnya
srigunting
hutan
(Dicrurus hottentottus), walet sapi (Collocalla esculenta ).
2. Jenis
burung
pemakan
buah,
contohnya
punai
ekor
panjang
(Treron oxyura ), pergam hijau (Decula aenae).
3. Jenis
burung
pemakan
biji-bijian,
contohnya
bondol
hitam
(Lonchura malacca ), tekukur (Streptopella chinensis).
4. Jenis burung pemakan daging/ pemangsa, contohnya elang hitam
(Ictinaetus malayensis), alap-alap kawah (Falcon pericrinus).
5. Jenis burung penghisap madu atau nektar tumbuhan, contohnya burung
madu
kuning
(Nectarinia
jugularis),
burung
madu
hitam
pecuk
ular
(Nectarina calcostetha ).
6. Jenis
burung
pemakan
ikan,
contohnya
(Anhingga melanosgaster ).
Zakaria dan Nurdin (1998) menyatakan bahwa burung yang hidup di hutan
berekosistem
tropika/
tropis
umumnya
merupakan
pemakan
serangga
(insektivora ) dan pemakan buah (frugivora ). Banyak jenis burung yang
mengkombinasikan kedua jenis makanan tersebut, hanya sebagian kecil saja jenis
burung yang memakan daging (karnivora ) dan memakan nektar (nektivora ).
Meskipun demikian, burung karnivora
dan insektivora
juga umumnya
menyertakan buah dan serangga sebagai makanannya (Priatna, 2002).
Universitas Sumatera Utara
3. Tipe Habitat
Hutan yang luas dan relatif jauh dari gangguan aktivitas manusia
merupakan habitat yang sesuai bagi burung. Sehingga keanekaragam jenis
burungnya lebih tinggi (Widodo, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian Duma, dkk (2013), didapatkan hasil
keanekaragaman jenis burung di jalur restorasi hutan, seperti Tabel 1.
Tabel 1. Keanekaragaman jenis burung berdasarkan Indeks Shannon-Wiener di
jalur restorasi hutan
No
Famili
1
Accipitridae
2
Nama Latin
Nama Indonesia
Jlh
PiInPi
1. Spilornis cheela
Elang-ular bido
11
-0.063
Apodidae
2. Collocalia maxima
Wallet sarang-hitam
97
-0.269
3
Alcedinidae
3. Halcyon smyrnensis
Cekakak belukar
3
-0.023
4
Bucerotidae
4. Aceros undulatus
Julang emas
5
-0.034
5
Campephgidae
5. Lalagae nigra
Kapasan kemiri
6
-0.040
6
Chloropseidae
6. Aegithina tiphia
Cipoh kacat
17
-0.088
7
Columbidae
8
Corvidae
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Delimukan zamrud
Punai gading
Punai kecil
Tekukur biasa
Perkutut jawa
Tangkar kambing
32
72
5
8
23
10
-0.138
-0.229
-0.034
-0.050
-0.109
-0.059
9
Cuculidae
Bubut teragop
Bubut besar
Bubut alang-alang
Wiwik lurik
Wiwik kelabu
6
15
6
-0.040
-0.080
-0.040
-0.009
-0.009
-0.122
13.
14.
15.
16.
17.
Chalcophaps indica
Theron vernans
Treron olax
Streptopelia bitorquata
Geopelia striata
Platysmurus
leucopterus
Centropus rectunguis
Centropus sinensis
Centropus bengalensis
Cacomantis soneratii
Cacomantis merulinus
Cabai bunga api
Meropidae
18. Dicaeum
trigonostigma
19. Dicaeum cruentatum
20. Merops viridis
1
1
27
Cabai merah
Kirik-kirik biru
1
23
-0.009
-0.109
12
Muscicapidae
21. Rhipidura perlata
Kipasan mutiara
4
-0.029
13
Nectariniidae
Pijantung kecil
14
-0.076
14
Oriolidae
22. Arachnothera
flavigaster
23. Arachnothera robusa
24. Oriolus chinensis
Pijantung besar
Kepudang kuduk-hitam
Kepudang hutan
1
6
-0.009
-0.040
15
Picidae
1
8
1
7
5
-0.009
-0.050
-0.009
-0.045
-0.034
10
Dicaedae
11
25.
26.
27.
28.
29.
Oriolus xanthonotus
Celeus brachyurus
Dinopium javanense
Meiglyptes tristis
Hemicirus concretus
Pelatuk kijang
Pelatuk besi
Caladi batu
Caladi tikotok
Universitas Sumatera Utara
16
Pycnonotidae
30.
31.
32.
33.
34.
Phycnonotus goiavier
Phycnonotus simplex
Phycnonotus brunneus
Phycnonotus atriceps
Phycnonotus
cyaniventris
35. Phycnonotus jocosus
Merbah cerukcuk
Merbah corok-corok
Merbah mata-merah
Cucak kuricang
Cucak kelabu
104
29
4
30
1
-0.278
-0.129
-0.029
-0.132
-0.009
Cucak cambang-merah
3
-0.023
17
18
Ploceidae
Psittacidae
36. Lonchura maja
37. Psittinus cyanurus
38. Psittacula alexandri
Bondol haji
Nuri-tanau
Betet biasa
9
1
2
-0.054
-0.009
-0.016
19
Silviidae
39.
40.
41.
42.
Cinenen merah
Cinenen kelabu
Perenjak rawa
Perenjak padi
36
8
55
15
-0.149
-0.050
-0.195
-0.080
20
21
22
Sturnidae
Turdidae
Turnicidae
Total
43. Aplonis panayensis
44. Copsychus saularis
45. Turnix suscitator
Perling kumbang
Kucica kampung
Gemak loreng
9
2
2
726
-0.054
-0.016
-0.016
-3,095
Orthotomus sericeus
Orthotomus ruficeps
Prinia flaviventris
Prinia inornata
Keanekaragaman jenis burung berbeda dari suatu tempat ke tempat
lainnya, hal ini tergantung pada kondisi lingkungan dan faktor yang
mempengaruhinya.
Distribusi vertikal dari dedaunan atau stratifikasi tajuk
merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung. Indeks
keanekaragaman merupakan tinggi rendahnya suatu nilai yang menunjukkan
tinggi rendahnya keanekaragaman dan kemantapan komunitas. Komunitas yang
memiliki nilai keanekaragaman semakin tinggi maka hubungan antar komponen
dalam komunitas akan semakin kompleks (Dewi, 2005).
Kelimpahan Burung
Hernowo (1985) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyebaran
jenis burung dengan tingkat dominasi burung, dimana jenis yang memiliki
penyebaran dan dominasi yang tinggi maka jenis tersebut lebih survival terhadap
perubahan lingkungan yang akan terjadi dan akan lebih sering dijumpai.
Penyebaran burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan tempat hidup burung,
Universitas Sumatera Utara
meliputi adaptasi burung terhadap perubahan lingkungan, kompetisi dan seleksi
alam (Welty, 1982). Penyebaran burung sangat erat kaitannya denganketersediaan
pakan, sehingga habitat burung berbeda antara jenis satu dengan yang lainnya,
dikarenakan jenis makanan yang berbeda pula (Peterson, 1980). Banyak spesies
burung yang hanya menempati habitat tertentu atau tahapan tertentu dari suatu
habitat (Primack et al, 1998).
Ada burung yang hidup di hutan lebat, hutan kurang lebat, semak-semak,
dan rerumputan. Sebaliknya ada juga burung yang hidup di lapangan terbuka
tanpa atau dengan sedikit tumbuhan. Kebanyakan burung-burung ini menemukan
makanannya pada tumbuhan atau di tanah. Ada burung yang menangkap burung
yang lebih kecil atau serangga sebagai makanannya (Ensiklopedi Indonesia,1992).
Pergerakan satwaliar baik dalam skala sempit maupun luas merupakan usaha
untuk memenuhi tuntutan hidupnya (Alikodra, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian Duma, dkk (2013), di dapatkan hasil
kelimpahan burung di kawasan restorasi, seperti Tabel 2.
Tabel 2. Kelimpahan burung di jalur restorasi hutan
No
Famili
1
2
3
4
5
6
7
Accipitridae
Apodidae
Alcedinidae
Bucerotidae
Campephgidae
Chloropseidae
Columbidae
8
Corvidae
9
Cuculidae
Nama Latin
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Spilornis cheela
Collocalia maxima
Halcyon smyrnensis
Aceros undulatus
Lalagae nigra
Aegithina tiphia
Chalcophaps indica
Theron vernans
Treron olax
Streptopelia bitorquata
Geopelia striata
Platysmurus
leucopterus
Centropus rectunguis
Centropus sinensis
Centropus bengalensis
Cacomantis soneratii
Nama Indonesia
Jlh
Elang-ular bido
Wallet sarang-hitam
Cekakak belukar
Julang emas
Kapasan kemiri
Cipoh kacat
Delimukan zamrud
Punai gading
Punai kecil
Tekukur biasa
Perkutut jawa
Tangkar kambing
11
97
3
5
6
17
32
72
5
8
23
10
Kelimpahan
(%)
1.52
13.36
0.41
0.69
0.83
2.34
4.41
9.92
0.69
1.10
3.17
1.38
Bubut teragop
Bubut besar
Bubut alang-alang
Wiwik lurik
6
15
6
1
0.83
2.07
0.83
0.14
Universitas Sumatera Utara
14
17. Cacomantis merulinus
18. Dicaeum
trigonostigma
19. Dicaeum cruentatum
Meropidae
20. Merops viridis
Muscicapidae 21. Rhipidura perlata
Nectariniidae 22. Arachnothera
flavigaster
23. Arachnothera robusa
Oriolidae
24. Oriolus chinensis
Wiwik kelabu
Cabai bunga api
1
27
0.14
3.72
Cabai merah
Kirik-kirik biru
Kipasan mutiara
Pijantung kecil
1
23
4
14
0.14
3.17
0.55
1.93
1
6
0.14
0.83
25.
26.
27.
28.
29.
Pycnonotidae 30.
31.
32.
33.
34.
Pijantung besar
Kepudang
kudukhitam
Kepudang hutan
Pelatuk kijang
Pelatuk besi
Caladi batu
Caladi tikotok
Merbah cerukcuk
Merbah corok-corok
Merbah mata-merah
Cucak kuricang
Cucak kelabu
15
Picidae
1
8
1
7
5
104
29
4
30
1
0.14
1.10
0.14
0.96
0.69
14.33
3.99
0.55
4.13
0.14
3
0.41
17
Ploceidae
36. Lonchura maja
Cucak cambangmerah
Bondol haji
9
1.24
18
Psittacidae
19
Silviidae
20
21
22
Sturnidae
Turdidae
Turnicidae
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
Nuri-tanau
Betet biasa
Cinenen merah
Cinenen kelabu
Perenjak rawa
Perenjak padi
Perling kumbang
Kucica kampung
Gemak loreng
1
2
36
8
55
15
9
2
2
0.14
0.28
4.96
1.10
7.58
2.07
1.24
0.28
0.28
10
11
12
13
16
Dicaedae
Oriolus xanthonotus
Celeus brachyurus
Dinopium javanense
Meiglyptes tristis
Hemicirus concretus
Phycnonotus goiavier
Phycnonotus simplex
Phycnonotus brunneus
Phycnonotus atriceps
Phycnonotus
cyaniventris
35. Phycnonotus jocosus
Psittinus cyanurus
Psittacula alexandri
Orthotomus sericeus
Orthotomus ruficeps
Prinia flaviventris
Prinia inornata
Aplonis panayensis
Copsychus saularis
Turnix suscitator
Habitat Burung
Habitat merupakan kawasan yang terdiri dari beberapa bagian, baik fisik
maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat
hidup dan berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 2002).Sedangkan menurut
Sozer (1999) habitat merupakan tempat mahluk hidup berada secara alami.
Habitat memiliki peranan yang sangat penting bagi satwa yaitu sebagai tempat
untuk hidup dan berkembangbiak. Salah satu satwa yang kerap kali memanfaatkan
habitat adalah jenis burung
Universitas Sumatera Utara
Bentuk tubuh burung telah terbukti sangat berhasil dalam penyebarannya
diseluruh muka bumi. Mereka menempati setiap tipe habitat dari katulistiwa
sampai daerah kutub, ada burung hutan, burung padang terbuka, burung gunung,
burung air, ada burung yang menjelajahi samudera terbuka dan ada juga burung
yang hidup dalam gua dan dapat menemukan arah dalam kegelapan. Dimana saja
ditemukan pohon yang tumbuh atau terdapat ikan, serangga dan avertebrata
lainnya, disitu ada burung yang mencari kehidupan; sebagai pemakan biji-bijian,
buah atau nectar, disamping ada yang memakan serangga, ikan dan sebagai
pemangsa atau pemakan bangkai.Perilaku sosial burung berubah sesuai dengan
relung tempat mencari makan disamping tingkah laku berbiak dan kebiasaan
umum lainnya.Luas pergerakan dan jarak tempuh burung juga berbeda pada setiap
jenis.Beberapa jenis menempati teritori yang kecil serta tetap dan lambat
berpencar untuk menempati daerah baru. Jenis lain mempunyai ruang llingkup
pergerakan yang lebih luas (Mackinnon, 1995).
Lingkungan hewan pada dasarnya merupakan totalitas dari beraneka faktor
biotik dan abiotik. Faktor abiotik misalnya: tanah, udara, ruang, medium atau
subtstart/ tempat menempel hewan, cuaca dan iklim. Sedangkan faktor biotik
misalnya hewan lain baik sesama species maupun berlainan spesies, tumbuhan
dan mikroba yang terdapat diseputar hewan itu. Suatu faktor baik itu faktor
abiotik maupun faktor biotik, sangat diperlukan oleh hewan dan merupakan suatu
kuantitas yang besarnya dapat menjadi berkurang ketersediaannya akibat aktivitas
atau konsumsi hewan. Menurut Welty dan Baptista (1988), penyebaran dan
populasi burung di suatu habitat dipengaruhi oleh faktor fisik/ lingkungan seperti
Universitas Sumatera Utara
tanah, air, temperatur, cahaya matahari dan faktor biologis yang meliputi vegetasi
dan satwa lainnya.
Keseimbangan suatu komunitas satwa liar di suatu habitat termasuk
burung akan dapat di pertahankan eksistensinya, bila komponen-komponen
pembentuk habitat baik kualitas maupun kuantitasnya dapat memenuhi kebutuhan
hidup satwa liar tersebut. Sebaliknya apabila keadaan habitat tersebut tidak dapat
lagi memenuhi kebutuhan satwa maka satwa tersebut akan bermigrasi atau
melakukan adaptasi (Buhanuddin, 1989).
Suhu
Antara hewan dan lingkungan terdapat hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi. Bukan hanya lingkungan saja yang besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan hewan untuk hidup, dan berkembangbiak, namun sebaliknya,
lingkungan pun dapat berubah oleh karena kehadiran serta dampak aktivitas hidup
hewan.Salah satu faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi kehidupan
hewan adalah suhu. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda-beda
pada individu hewan.Variasi suhu lingkungan alami dan dampak yang
ditimbulkannya mempunyai peranan potensial dalam menentukan proses
kehidupan, penyebaran serta kelimpahan populasi hewan. oleh sebab itu, suhu
akan menjadi faktor pembatas bagi kehidupan hewan (Sukarsono, 1995). Suhu
berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan
organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada
kisaran suhu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Suhu merupakan salah satu faktor pembatas peneyebaran hewan, dan
selanjutnya menentukan aktivitas hewan. Rentang suhu lingkungan di bumi jauh
lebih besar dibandingkan dengan rentangan penyebaran aktivitas hidup. Suhu
udara di bumi terentang dari -700- +850C. Secara umum aktivitas kehidupan
terjadi antara rentangan sekitar 00 – 400 C. Kebanyakan hewan hidup dalam
rentangan suhu yang lebih sempit.Beberapa hewan dapat bertahan hidup tetapi
tidak aktif di bawah 00 C, dan beberapa tahan terhadap suhu sangat dingin.Tidak
ada hewan yang dapat hidup di atas suhu 500 C, dan sedikit bacteria dan alga aktif
dalam sumber air panas dengan suhu 700 C (Soewolo, 2000).
Kelembaban
Dalam kehidupan di bumi ini kelembaban udara merupakan salah satu
unsur penting bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Kelembaban udara juga
menentukan bagaimana makhluk tersebut dapat beradaptasi dengan kelembaban
yang ada di lingkungan (Lakitan, 1994).
Untuk mahluk-mahluk hidup darat, kandungan uap air harus dianggap
sebagai kelembaban dalam astmosfir, air tanah untuk tanaman dan air minum
untuk hewan-hewan. Banyak hewan-hewan darat seperti moluska, amfibia,
isopoda, nematoda, sejumlah serangga dan antropoda lainnya di temukan hanya
pada habitat-habitat atmosfernya jenuh dengan uap air (Michael, 1994).
Curah hujan
Hujan lebih banyak memiliki efek buruk pada kehidupan burung.
Meskipun burung memiliki struktur dan fisiologi yang mungkin untuk bertahan
dari hujan. Lebih banyak hujan lebat dapat menyebabkan kematian pada burung
Universitas Sumatera Utara
karena kedinginan. Namun pencegahan dapat segera dilakukan dengan melarikan
diri dari kondisi dingin dengan terbang menggunakan sayapnya. Curah hujan yang
tinggi mengakibatkan rendahnya suhu sehingga udara menjadi lebih
dingin
(Pettingill,1955: 229).
Universitas Sumatera Utara
Deskripsi Kondisi Lokasi Penelitian
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah salah satu kawasan
pelestarian alam di Indonesia dengan luas 1.094.692 hektar yang secara
administrasi pemerintahan terletak di dua provinsi, yaitu Aceh dan Sumatera
Utara. Provinsi Aceh yang terdeliniasi TNGL meliputi kabupaten Aceh Barat
Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tamiang.
Sedangkan provinsi Sumatera Utara yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten
Dairi, Karo dan Langkat. Taman nasional ini mengambil nama dari Gunung
Leuser yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 meter di atas permukaan
8laut di Aceh. Taman Nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai
pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola
dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi
(Anonim, 2010).
Luas areal resort Sei Betung saat ini adalah 9.734 ha, dengan areal yang
rusak mencapai 1.114 ha yakni sekitar 11,4% dari luas resort Sei Betung. Luas
areal yang telah direstorasi saat ini adalah
300ha (Anonim, 2011). Tim survei
OIC (Orangutan Information Centre) menambahkan bahwa kawasan restorasi
Sei Betung terbagi dalam beberapa kawasan yang direstorasi secara bertahap.
Untuk saat ini, kegiatan restorasi difokuskan di daerah Desa Halaban dengan luas
kawasan yang direstorasi ± 5 ha. Cara restorasi di kawasan ini dilakukan dengan
memanfaatkan burung sebagai pemencar biji pohon menggunakan standing bird
(hinggapan burung/ tenggeran burung).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Peta kawasan resort sei betung TNGL
Definisi Burung
Burung Adalah vertebrata yang aktif di siang hari dan unik dalam
memiliki bulu sebagai penutup tubuh. Dengan bulu itu tubuh dapat mengatur suhu
tubuh dan terbang. Dengan kemampuan terbang itu burung dapat mendiami semua
habitat (Peterson, 1980).
Burung termasuk dalam kelas Aves, sub Phylum Vertebrata dan masuk ke
dalam
Phylum
Chordata,
yang
diturunkan
dari
hewan
berkaki
dua
(Welty, 1982). Burung dibagi dalam 29 ordo yang terdiri dari 158 famili,
merupakan salah satu diantara kelas hewan bertulang belakang. Burung berdarah
panas dan berkembangbiak melalui telur. Tubuhnya tertutup bulu dan memiliki
bermacam-macam adaptasi untuk terbang. Burung memiliki pertukaran zat yang
cepat kerena terbang memerlukan banyak energi. Suhu tubuhnya tinggi dan tetap
sehingga kebutuhan makanannya banyak (Anonim, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Tubuh burung dapat dibedakan menjadi bagian-bagian kepala, leher,
badan dan anggota. Alat-alat yang terdapat pada kepala ialah paruh, lubang
hidung, mata dan lubang telinga luar.Pada pangkal paruh sebelah atas terdapat
tonjolan kulit yang lemah yang disebut dengan sora. Mata dikelilingi oleh kulit
yang berbulu. Mempunyai pelupuk mata atas dan bawah yang bersifat lunak,
dibawahnya terdapat pelupuk mata yang ketiga berupa selaput transparan yang
dapat menutupi mata. Di bagian dalam lubang telinga luar, terdapat membrane
timpani (selaput pendengaran) yang berguna untuk menangkap getaran suara.
Sedanngkan paruh burung berfungsi sekaligus sebagai tangan dan mulut, yaitu
membantu untuk mendapatkan dan memegang atau memangsanya, menyelisik
bulu-bulunya,
mengumpulkan
dan
menyusun
sarangnya
dan
untuk
mempertahankan diri (Brotowidjoyo, 1994).
Burung atau aves adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang
(vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap.Di-perkirakan terdapat sekitar
8.800-10.200 spesies burung di seluruh dunia dan sekitar 1.500 jenis di antaranya
ditemukan di Indonesia serta 465 jenis terdapat di Pulau Sumatera
(Primark et al., 1998). IUCN (2004) dalam Wanda (2010) menyatakan bahwa
habitat burung meliputi hutan tropis, rawa-rawa, padang rumput, pesisir pantai,
tengah lautan, gua-gua batu, perumahan, bahkan di wilayah perkotaan. Burung
telah memberikan banyak manfaat dalam kehidupan manusia, baik sebagai
sumber protein, peliharaan, perlombaan, maupun olahraga berburu. Namun,
ancaman perburuan liar yang terus meningkat menyebabkan beragam jenis burung
harus dilindungi karena populasinya sudah dalam kondisi hampir terancam punah
Universitas Sumatera Utara
(near threatened) sampai terancam punah (endangered), seperti jenis dari famili
Bucerotidae.
Keanekaragaman Burung
Keanekaragaman jenis burung dapat digambarkan sebagai kekayaan atau
jumlah jenis burung yang ditemukan pada suatu kawasan, dimana secara
morfologi dan biologi berbeda antara jenis yang satu dengan jenis lainnya. Dalam
ekologi umumnya keanekaragaman hayati mengarah pada komposisi dari suatu
profil habitat yang mendukung derajat kelimpahan satwa liar dengan tipe
habitatnya. Keanekaragaman jenis burung mengandung beragam manfaat dan
memerankan berbagai fungsi, sehingga pelestariannya menjadi sangat penting
baik ditinjau dari sudut ekonomi, sosial dan budaya (Alikodra, 1990).
Keanekaragamana jenis burung pada berbagai tipe habitat dipengaruhi
oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Waktu Aktifitas
Jika ditinjau dari waktu aktivitasnya, burung lebih aktif pada waktu pagi
hari dan sore hari dibanding pada siang hari. Hal ini menunjukkan bahwa waktu
aktivitas burung juga merupakan salah satu penyebab adanya perbedaan
keanekaragaman jenis burung (Rahmawaty, 2006). Hume (2003) menyatakan
bahwa burung lebih aktif dipagi hari dan menjelang sore, disebabkan pada waktu
inilah burung keluar untuk mencari makan dengan mengeluarkan suara-suara
merdunya.
2. Ketersediaan Makanan Utama Bagi Burung
Perbedaan keanekaragaman jenis burung pada setiap habitat sangat
dipengaruhi oleh tingkat keterseediaan makanan bagi burung. Semakin tinggi
Universitas Sumatera Utara
tingkat ketersediaan makanan maka semakin tinggi pula keanekaragaman jenis
burungnya. Alikodra (1990) mengelompokkan burung dalam 6 golongan menurut
jenis pakan yang dimakannya, yaitu:
1. Jenis
burung
pemakan
serangga,
contohnya
srigunting
hutan
(Dicrurus hottentottus), walet sapi (Collocalla esculenta ).
2. Jenis
burung
pemakan
buah,
contohnya
punai
ekor
panjang
(Treron oxyura ), pergam hijau (Decula aenae).
3. Jenis
burung
pemakan
biji-bijian,
contohnya
bondol
hitam
(Lonchura malacca ), tekukur (Streptopella chinensis).
4. Jenis burung pemakan daging/ pemangsa, contohnya elang hitam
(Ictinaetus malayensis), alap-alap kawah (Falcon pericrinus).
5. Jenis burung penghisap madu atau nektar tumbuhan, contohnya burung
madu
kuning
(Nectarinia
jugularis),
burung
madu
hitam
pecuk
ular
(Nectarina calcostetha ).
6. Jenis
burung
pemakan
ikan,
contohnya
(Anhingga melanosgaster ).
Zakaria dan Nurdin (1998) menyatakan bahwa burung yang hidup di hutan
berekosistem
tropika/
tropis
umumnya
merupakan
pemakan
serangga
(insektivora ) dan pemakan buah (frugivora ). Banyak jenis burung yang
mengkombinasikan kedua jenis makanan tersebut, hanya sebagian kecil saja jenis
burung yang memakan daging (karnivora ) dan memakan nektar (nektivora ).
Meskipun demikian, burung karnivora
dan insektivora
juga umumnya
menyertakan buah dan serangga sebagai makanannya (Priatna, 2002).
Universitas Sumatera Utara
3. Tipe Habitat
Hutan yang luas dan relatif jauh dari gangguan aktivitas manusia
merupakan habitat yang sesuai bagi burung. Sehingga keanekaragam jenis
burungnya lebih tinggi (Widodo, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian Duma, dkk (2013), didapatkan hasil
keanekaragaman jenis burung di jalur restorasi hutan, seperti Tabel 1.
Tabel 1. Keanekaragaman jenis burung berdasarkan Indeks Shannon-Wiener di
jalur restorasi hutan
No
Famili
1
Accipitridae
2
Nama Latin
Nama Indonesia
Jlh
PiInPi
1. Spilornis cheela
Elang-ular bido
11
-0.063
Apodidae
2. Collocalia maxima
Wallet sarang-hitam
97
-0.269
3
Alcedinidae
3. Halcyon smyrnensis
Cekakak belukar
3
-0.023
4
Bucerotidae
4. Aceros undulatus
Julang emas
5
-0.034
5
Campephgidae
5. Lalagae nigra
Kapasan kemiri
6
-0.040
6
Chloropseidae
6. Aegithina tiphia
Cipoh kacat
17
-0.088
7
Columbidae
8
Corvidae
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Delimukan zamrud
Punai gading
Punai kecil
Tekukur biasa
Perkutut jawa
Tangkar kambing
32
72
5
8
23
10
-0.138
-0.229
-0.034
-0.050
-0.109
-0.059
9
Cuculidae
Bubut teragop
Bubut besar
Bubut alang-alang
Wiwik lurik
Wiwik kelabu
6
15
6
-0.040
-0.080
-0.040
-0.009
-0.009
-0.122
13.
14.
15.
16.
17.
Chalcophaps indica
Theron vernans
Treron olax
Streptopelia bitorquata
Geopelia striata
Platysmurus
leucopterus
Centropus rectunguis
Centropus sinensis
Centropus bengalensis
Cacomantis soneratii
Cacomantis merulinus
Cabai bunga api
Meropidae
18. Dicaeum
trigonostigma
19. Dicaeum cruentatum
20. Merops viridis
1
1
27
Cabai merah
Kirik-kirik biru
1
23
-0.009
-0.109
12
Muscicapidae
21. Rhipidura perlata
Kipasan mutiara
4
-0.029
13
Nectariniidae
Pijantung kecil
14
-0.076
14
Oriolidae
22. Arachnothera
flavigaster
23. Arachnothera robusa
24. Oriolus chinensis
Pijantung besar
Kepudang kuduk-hitam
Kepudang hutan
1
6
-0.009
-0.040
15
Picidae
1
8
1
7
5
-0.009
-0.050
-0.009
-0.045
-0.034
10
Dicaedae
11
25.
26.
27.
28.
29.
Oriolus xanthonotus
Celeus brachyurus
Dinopium javanense
Meiglyptes tristis
Hemicirus concretus
Pelatuk kijang
Pelatuk besi
Caladi batu
Caladi tikotok
Universitas Sumatera Utara
16
Pycnonotidae
30.
31.
32.
33.
34.
Phycnonotus goiavier
Phycnonotus simplex
Phycnonotus brunneus
Phycnonotus atriceps
Phycnonotus
cyaniventris
35. Phycnonotus jocosus
Merbah cerukcuk
Merbah corok-corok
Merbah mata-merah
Cucak kuricang
Cucak kelabu
104
29
4
30
1
-0.278
-0.129
-0.029
-0.132
-0.009
Cucak cambang-merah
3
-0.023
17
18
Ploceidae
Psittacidae
36. Lonchura maja
37. Psittinus cyanurus
38. Psittacula alexandri
Bondol haji
Nuri-tanau
Betet biasa
9
1
2
-0.054
-0.009
-0.016
19
Silviidae
39.
40.
41.
42.
Cinenen merah
Cinenen kelabu
Perenjak rawa
Perenjak padi
36
8
55
15
-0.149
-0.050
-0.195
-0.080
20
21
22
Sturnidae
Turdidae
Turnicidae
Total
43. Aplonis panayensis
44. Copsychus saularis
45. Turnix suscitator
Perling kumbang
Kucica kampung
Gemak loreng
9
2
2
726
-0.054
-0.016
-0.016
-3,095
Orthotomus sericeus
Orthotomus ruficeps
Prinia flaviventris
Prinia inornata
Keanekaragaman jenis burung berbeda dari suatu tempat ke tempat
lainnya, hal ini tergantung pada kondisi lingkungan dan faktor yang
mempengaruhinya.
Distribusi vertikal dari dedaunan atau stratifikasi tajuk
merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung. Indeks
keanekaragaman merupakan tinggi rendahnya suatu nilai yang menunjukkan
tinggi rendahnya keanekaragaman dan kemantapan komunitas. Komunitas yang
memiliki nilai keanekaragaman semakin tinggi maka hubungan antar komponen
dalam komunitas akan semakin kompleks (Dewi, 2005).
Kelimpahan Burung
Hernowo (1985) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyebaran
jenis burung dengan tingkat dominasi burung, dimana jenis yang memiliki
penyebaran dan dominasi yang tinggi maka jenis tersebut lebih survival terhadap
perubahan lingkungan yang akan terjadi dan akan lebih sering dijumpai.
Penyebaran burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan tempat hidup burung,
Universitas Sumatera Utara
meliputi adaptasi burung terhadap perubahan lingkungan, kompetisi dan seleksi
alam (Welty, 1982). Penyebaran burung sangat erat kaitannya denganketersediaan
pakan, sehingga habitat burung berbeda antara jenis satu dengan yang lainnya,
dikarenakan jenis makanan yang berbeda pula (Peterson, 1980). Banyak spesies
burung yang hanya menempati habitat tertentu atau tahapan tertentu dari suatu
habitat (Primack et al, 1998).
Ada burung yang hidup di hutan lebat, hutan kurang lebat, semak-semak,
dan rerumputan. Sebaliknya ada juga burung yang hidup di lapangan terbuka
tanpa atau dengan sedikit tumbuhan. Kebanyakan burung-burung ini menemukan
makanannya pada tumbuhan atau di tanah. Ada burung yang menangkap burung
yang lebih kecil atau serangga sebagai makanannya (Ensiklopedi Indonesia,1992).
Pergerakan satwaliar baik dalam skala sempit maupun luas merupakan usaha
untuk memenuhi tuntutan hidupnya (Alikodra, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian Duma, dkk (2013), di dapatkan hasil
kelimpahan burung di kawasan restorasi, seperti Tabel 2.
Tabel 2. Kelimpahan burung di jalur restorasi hutan
No
Famili
1
2
3
4
5
6
7
Accipitridae
Apodidae
Alcedinidae
Bucerotidae
Campephgidae
Chloropseidae
Columbidae
8
Corvidae
9
Cuculidae
Nama Latin
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Spilornis cheela
Collocalia maxima
Halcyon smyrnensis
Aceros undulatus
Lalagae nigra
Aegithina tiphia
Chalcophaps indica
Theron vernans
Treron olax
Streptopelia bitorquata
Geopelia striata
Platysmurus
leucopterus
Centropus rectunguis
Centropus sinensis
Centropus bengalensis
Cacomantis soneratii
Nama Indonesia
Jlh
Elang-ular bido
Wallet sarang-hitam
Cekakak belukar
Julang emas
Kapasan kemiri
Cipoh kacat
Delimukan zamrud
Punai gading
Punai kecil
Tekukur biasa
Perkutut jawa
Tangkar kambing
11
97
3
5
6
17
32
72
5
8
23
10
Kelimpahan
(%)
1.52
13.36
0.41
0.69
0.83
2.34
4.41
9.92
0.69
1.10
3.17
1.38
Bubut teragop
Bubut besar
Bubut alang-alang
Wiwik lurik
6
15
6
1
0.83
2.07
0.83
0.14
Universitas Sumatera Utara
14
17. Cacomantis merulinus
18. Dicaeum
trigonostigma
19. Dicaeum cruentatum
Meropidae
20. Merops viridis
Muscicapidae 21. Rhipidura perlata
Nectariniidae 22. Arachnothera
flavigaster
23. Arachnothera robusa
Oriolidae
24. Oriolus chinensis
Wiwik kelabu
Cabai bunga api
1
27
0.14
3.72
Cabai merah
Kirik-kirik biru
Kipasan mutiara
Pijantung kecil
1
23
4
14
0.14
3.17
0.55
1.93
1
6
0.14
0.83
25.
26.
27.
28.
29.
Pycnonotidae 30.
31.
32.
33.
34.
Pijantung besar
Kepudang
kudukhitam
Kepudang hutan
Pelatuk kijang
Pelatuk besi
Caladi batu
Caladi tikotok
Merbah cerukcuk
Merbah corok-corok
Merbah mata-merah
Cucak kuricang
Cucak kelabu
15
Picidae
1
8
1
7
5
104
29
4
30
1
0.14
1.10
0.14
0.96
0.69
14.33
3.99
0.55
4.13
0.14
3
0.41
17
Ploceidae
36. Lonchura maja
Cucak cambangmerah
Bondol haji
9
1.24
18
Psittacidae
19
Silviidae
20
21
22
Sturnidae
Turdidae
Turnicidae
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
Nuri-tanau
Betet biasa
Cinenen merah
Cinenen kelabu
Perenjak rawa
Perenjak padi
Perling kumbang
Kucica kampung
Gemak loreng
1
2
36
8
55
15
9
2
2
0.14
0.28
4.96
1.10
7.58
2.07
1.24
0.28
0.28
10
11
12
13
16
Dicaedae
Oriolus xanthonotus
Celeus brachyurus
Dinopium javanense
Meiglyptes tristis
Hemicirus concretus
Phycnonotus goiavier
Phycnonotus simplex
Phycnonotus brunneus
Phycnonotus atriceps
Phycnonotus
cyaniventris
35. Phycnonotus jocosus
Psittinus cyanurus
Psittacula alexandri
Orthotomus sericeus
Orthotomus ruficeps
Prinia flaviventris
Prinia inornata
Aplonis panayensis
Copsychus saularis
Turnix suscitator
Habitat Burung
Habitat merupakan kawasan yang terdiri dari beberapa bagian, baik fisik
maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat
hidup dan berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 2002).Sedangkan menurut
Sozer (1999) habitat merupakan tempat mahluk hidup berada secara alami.
Habitat memiliki peranan yang sangat penting bagi satwa yaitu sebagai tempat
untuk hidup dan berkembangbiak. Salah satu satwa yang kerap kali memanfaatkan
habitat adalah jenis burung
Universitas Sumatera Utara
Bentuk tubuh burung telah terbukti sangat berhasil dalam penyebarannya
diseluruh muka bumi. Mereka menempati setiap tipe habitat dari katulistiwa
sampai daerah kutub, ada burung hutan, burung padang terbuka, burung gunung,
burung air, ada burung yang menjelajahi samudera terbuka dan ada juga burung
yang hidup dalam gua dan dapat menemukan arah dalam kegelapan. Dimana saja
ditemukan pohon yang tumbuh atau terdapat ikan, serangga dan avertebrata
lainnya, disitu ada burung yang mencari kehidupan; sebagai pemakan biji-bijian,
buah atau nectar, disamping ada yang memakan serangga, ikan dan sebagai
pemangsa atau pemakan bangkai.Perilaku sosial burung berubah sesuai dengan
relung tempat mencari makan disamping tingkah laku berbiak dan kebiasaan
umum lainnya.Luas pergerakan dan jarak tempuh burung juga berbeda pada setiap
jenis.Beberapa jenis menempati teritori yang kecil serta tetap dan lambat
berpencar untuk menempati daerah baru. Jenis lain mempunyai ruang llingkup
pergerakan yang lebih luas (Mackinnon, 1995).
Lingkungan hewan pada dasarnya merupakan totalitas dari beraneka faktor
biotik dan abiotik. Faktor abiotik misalnya: tanah, udara, ruang, medium atau
subtstart/ tempat menempel hewan, cuaca dan iklim. Sedangkan faktor biotik
misalnya hewan lain baik sesama species maupun berlainan spesies, tumbuhan
dan mikroba yang terdapat diseputar hewan itu. Suatu faktor baik itu faktor
abiotik maupun faktor biotik, sangat diperlukan oleh hewan dan merupakan suatu
kuantitas yang besarnya dapat menjadi berkurang ketersediaannya akibat aktivitas
atau konsumsi hewan. Menurut Welty dan Baptista (1988), penyebaran dan
populasi burung di suatu habitat dipengaruhi oleh faktor fisik/ lingkungan seperti
Universitas Sumatera Utara
tanah, air, temperatur, cahaya matahari dan faktor biologis yang meliputi vegetasi
dan satwa lainnya.
Keseimbangan suatu komunitas satwa liar di suatu habitat termasuk
burung akan dapat di pertahankan eksistensinya, bila komponen-komponen
pembentuk habitat baik kualitas maupun kuantitasnya dapat memenuhi kebutuhan
hidup satwa liar tersebut. Sebaliknya apabila keadaan habitat tersebut tidak dapat
lagi memenuhi kebutuhan satwa maka satwa tersebut akan bermigrasi atau
melakukan adaptasi (Buhanuddin, 1989).
Suhu
Antara hewan dan lingkungan terdapat hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi. Bukan hanya lingkungan saja yang besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan hewan untuk hidup, dan berkembangbiak, namun sebaliknya,
lingkungan pun dapat berubah oleh karena kehadiran serta dampak aktivitas hidup
hewan.Salah satu faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi kehidupan
hewan adalah suhu. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda-beda
pada individu hewan.Variasi suhu lingkungan alami dan dampak yang
ditimbulkannya mempunyai peranan potensial dalam menentukan proses
kehidupan, penyebaran serta kelimpahan populasi hewan. oleh sebab itu, suhu
akan menjadi faktor pembatas bagi kehidupan hewan (Sukarsono, 1995). Suhu
berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan
organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada
kisaran suhu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Suhu merupakan salah satu faktor pembatas peneyebaran hewan, dan
selanjutnya menentukan aktivitas hewan. Rentang suhu lingkungan di bumi jauh
lebih besar dibandingkan dengan rentangan penyebaran aktivitas hidup. Suhu
udara di bumi terentang dari -700- +850C. Secara umum aktivitas kehidupan
terjadi antara rentangan sekitar 00 – 400 C. Kebanyakan hewan hidup dalam
rentangan suhu yang lebih sempit.Beberapa hewan dapat bertahan hidup tetapi
tidak aktif di bawah 00 C, dan beberapa tahan terhadap suhu sangat dingin.Tidak
ada hewan yang dapat hidup di atas suhu 500 C, dan sedikit bacteria dan alga aktif
dalam sumber air panas dengan suhu 700 C (Soewolo, 2000).
Kelembaban
Dalam kehidupan di bumi ini kelembaban udara merupakan salah satu
unsur penting bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Kelembaban udara juga
menentukan bagaimana makhluk tersebut dapat beradaptasi dengan kelembaban
yang ada di lingkungan (Lakitan, 1994).
Untuk mahluk-mahluk hidup darat, kandungan uap air harus dianggap
sebagai kelembaban dalam astmosfir, air tanah untuk tanaman dan air minum
untuk hewan-hewan. Banyak hewan-hewan darat seperti moluska, amfibia,
isopoda, nematoda, sejumlah serangga dan antropoda lainnya di temukan hanya
pada habitat-habitat atmosfernya jenuh dengan uap air (Michael, 1994).
Curah hujan
Hujan lebih banyak memiliki efek buruk pada kehidupan burung.
Meskipun burung memiliki struktur dan fisiologi yang mungkin untuk bertahan
dari hujan. Lebih banyak hujan lebat dapat menyebabkan kematian pada burung
Universitas Sumatera Utara
karena kedinginan. Namun pencegahan dapat segera dilakukan dengan melarikan
diri dari kondisi dingin dengan terbang menggunakan sayapnya. Curah hujan yang
tinggi mengakibatkan rendahnya suhu sehingga udara menjadi lebih
dingin
(Pettingill,1955: 229).
Universitas Sumatera Utara