Efektivitas Komunikasi Interpersonal Orangtua terhadap Anak dalam Mensosialisasikan Pendidikan tentang Seks (Studi Deskriptif Kualitatif pada Siswa Siswi SMA Swasta Eria Medan)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah
Manusia sebagai mahluk sosial sudah pasti manusia akan selalu menjalin
hubungan dengan orang lain. Hubungan yang dijalin oleh manusia salah satunya
diperoleh melalui jalan komunikasi.Dalam ilmu komunikasi, dikenal beragam
jenis bentuk komunikasi yang salah satunya adalah komunikasi interpersonal.
Ada banyak hubungan yang dijalin oleh manusia melalui komunikasi
interpersonal.Hubungan keluarga misalnya. Bagaimanapun bentuk keluarganya,
tiap-tiap anggota keluarga sudah pasti saling menjalin komunikasi satu dengan
lainnya membentuk semacam sistem yang saling terkait satu sama lainnya.
Sebagai sebuah sistem,

menurut Wahini (2002:2)

keluarga memiliki

beragam fungsi diantaranya adalah fungsi keagamaan, fungsi budaya, fungsi cinta
kasih, fungsi reproduksi, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi
pemeliharaan lingkungan. Terlihat pada fungsi-fungsi keluarga yang dikemukakan

diatas adalah fungsi reproduksi.Maka berdasarkan fungsi ini pula kita dapat
menyimpulkan secara langsung bahwa pendidikan seks adalah hal yang wajib
diberikan dalam sebuah keluarga dalam hal ini antara orang tua dan anak.
Periode yang penting dan dianggap tepat untuk mulai memberikan
pendidikan seks dari orang tua kepada anak adalah pada periode remaja.Masa
remaja merupakan masa dimana anak mulai mencari jati dirinya dan mengalami
perkembangan psikoseksual baik secara fisik dan mental. Masa remaja adalah
masa kehidupan seks individu yang paling aktif.
Pada generasi terdahulu, pembicaran mengenai seks dilakukan secara
diam-diam atau bahkan tidak sama sekali, dan jarang dilakukan sebelum nikah.
Beberapa dekade terakhir terlihat perubahan menakjubkan pada hampir semua

Universitas Sumatera Utara

negara-negara barat yang lebih terbuka pada seksualitas dan telah banyak
digambarkan serta dibicarakan. Garis besarnya, pendidikan seks terutama pada
masa remaja adalah sangat penting karena pada masa-masa tersebut remaja
sedang berusaha untuk mencari jatidirinya dan banyak hal yang ingin dibuktikan
dari keingintahuan remaja terhadap segala hal termasuk seks. Sehingga
pendidikan seks mempunyai peranan yang besar bagi remaja terhadap

pengambilan keputusan dalam masalah seks.
Meskipun pendidikan seks dianggap penting dalam keluarga dan
merupakan salah satu fungsi dalam keluarga itu sendiri, namun bukanlah sebuah
pekerjaan mudah bagi orang tua untuk mengkomunikasikan hal ini kepada anak
mereka.Perlu pendekatan komunikasi yang tepat sehingga penyampaiannya dapat
diterima secara tepat pula oleh anak. Kondisi ‘tabu’ juga membuat komunikasi
mengenai seks antara orang tua dan anak juga menjadi sulit, dimana masih banyak
yang menganggap vulgar untuk membicarakan masalah seks diantara orang tua
dan anak. Padahal, anak apalagi dimasa remaja adalah periode dimana mereka
selalu ingin tahu banyak hal.Bagi orang tua, mendidik remaja di jaman sekarang
bukanlah pekerjaan yang mudah. Berbeda dengan jaman dahulu dimana dunia
remaja belum dipengaruhi oleh teknologi informasi yang memadai, misalnya
internet. Ketika remaja bertanya sesuatu seputar pengetahuan seksual kepada
orang tua, sebagian besar orang tua tidak dapat memberikan jawaban itu karena
sebagian besar orang tua menganggap seks itu vulgar dan tabu. Sehingga dari
ketidakpahaman tersebut remaja menjadi tidak bertanggungjawab dengan seks
atau kesehatan organ reproduksinya dan maka dari itu mereka cenderung untuk
mencari tahu di lingkungan sosial masyarakat yang mana di lingkungan ini
banyak yang menawarkan hanya sebatas komoditi, seperti media-media yang
menyajikan hal-hal yang bersifat pornografi, antara lain DVD, majalah, internet,

bahkan tayangan televisi pun saat ini sudah mengarah kepada hal yang seperti itu.
Melalui media massa kita sering mendengar istilah seksual seperti ‘free sex’,
pemerkosaan,

kumpul

kebo,

homoseksual,

lesbian,

hamil

pranikah,

‘banci’,transeksual, gigolo, ‘sex shop’, situs seks, PSK, om senang, tante girang,
dan masih banyak lagi. Masalah seksual bagaikan pisau bermata dua, di satu sisi

Universitas Sumatera Utara


dia brsifat sebagai pusat informasi tentang seksualitas dan di sisi lain dia sebagai
pendorong

anak

untuk

ingin

lebih

tahu

tentang

seksualitas sehingga

mendorongnya lebih ingin mencoba.


Dampak dari ketidakpahaman remaja

tentang pengetahuan seksual ini yaitu

banyak hal-hal negatif terjadi, seperti

tingginya hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi,
penularan virus HIV/AIDS dan sebagainya.
Seks selalu menarik dibicarakan, penyebabnya adalah 1) semua orang
berkepentingan dengan seksualitas, 2) ada sensasi menyenangkan dari seks.
Selama ini, jika kita berbicara mengenai seks, maka yang terbersit dalam benak
sebagian besar orang adalah hubungan seks. Padahal, seks itu artinya jenis
kelamin, yang membedakan laki-laki dan perempuan secara biologis. Pendidikan
seks sudah seharusnya diberikan kepada anak yang sudah beranjak dewasa atau
remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Materi pendidikan seks
bagi para remaja ini terutama ditekankan tentang upaya untuk mengusahakan dan
merumuskan perawatan kesehatan seksual

dan organ reproduksi serta


menyediakan informasi yang layak untuk para remaja.
Ada beberapa penelitian yang mengangkat seputar seksual dan
penyimpangannya, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Diantaranya
adalah :
1. Menurut tim peneliti dari Iowa State University, Amerika Serikat
di tahun 2010, 25 persen anak-anak yang berusia antara 11 hingga
16 tahun dan berasal dari kalangan menengah ke bawah melakukan
hubungan seksual.
2. Wimpie Pangkahila pada tahun 1996 melakukan penelitian
terhadap remaja SMA di Bali, hasilnya kesemuanya memiliki
pengalaman berhubungan seks pra nikah, dengan persentase
perempuan 18% dan 27% laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

3. Penelitian Situmorang tahun 2001

mencatat, laki-laki dan

perempuan di Medan mengatakan sudah melakukan hubungan seks

dengan komposisi, 9% perempuan dan 27% laki-laki.
4. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) di tahun
2002-2003, remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah
berhubungan seksual pada: usia 14-19 tahun, perempuan 34,7%,
laki-laki 30,9%. Sedangkan pada usia 20-24 tahun perempuan
48,6% dan laki-laki 46,5%. SKRRI pun melanjutkan analisanya
pada tahun 2003 dengan memetakan beberapa faktor yang
mempengaruhi mereka melakukan seks pra nikah. Menurut
SKRRI, faktornya yang paling mempengaruhi remaja untuk
melakukan hubungan seksual antara lain: Pertama, pengaruh teman
sebaya atau punya pacar. Kedua, punya teman yang setuju dengan
hubungan seks para nikah. Ketiga, punya teman yang mendorong
untuk melakukan seks pra nikah.
5. Di tahun 2005 Yayasan DKT Indonesia melakukan penelitian yang
sama. DKT memfokuskan penelitiannya di empat kota besar antara
lain: Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Medan. Berdasarkan
norma yang dianut, 89% remaja tidak setuju adanya seks pra nikah.
Namun, kenyataannya yang terjadi di lapangan, pertama, 82%
remaja punya teman yang melakukan seks pra nikah. Kedua, 66%
remaja punya teman yang hamil sebelum menikah. Ketiga, remaja

secara terbuka menyatakan melakukan seks pra nikah. Persentase
tersebut menunjukkan angka yang fantastis. Jabodetabek 51%,
Bandung 54% Surabaya 47% dan Medan 52%.
6. Tahun 2006, PKBI menyebutkan, pertama, kisaran umur pertama
kali yakni 13-18 tahun melakukan hubungan seks. Kedua, 60%
tidak menggunakan alat atau obat kontrasepsi. Ketiga, 85%
dilakukan di rumah sendiri.

Universitas Sumatera Utara

7. Berdasarkan data penelitian yang dirilis BKKBN pada 2005-2006
di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya, dan
Makassar, berkisar 47,54 % remaja yang mengaku melakukan
hubungan seks sebelum nikah, meskipun persentasenya sudah
cukup tinggi namun angkanya tidak berhenti disitu saja, terbukti
pada survey terakhir tahun 2008 meningkat menjadi 63 %.
8. Tahun 2008 Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat
Penelitian Bisnis dan Humaniora (LSCK-PUSBIH) melakukan
penelitian terhadap 1.660 mahasiswi di Yogyakarta. Hasil yang
mereka dapatkan, 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang

kegadisannya dan 98 orang (6%) mengaku pernah melakukan
aborsi.
9. Penelitian Komnas Perlindungan Anak (KPAI) di 33 Provinsi pada
bulan Januari-Juni 2008 menyimpulkan empat hal: Pertama, 97%
remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Kedua, 93,7%
remaja SMP dan SMA pernah ciuman, genital stimulation (meraba
alat kelamin) dan oral seks. Ketiga, 62,7% remaja SMP tidak
perawan. Dan yang terakhir, 21,2% remaja mengaku pernah aborsi.

Melihat fakta diatas, maka sudah semakin jelas bahwa pendidikan seks
terutama pada masa remaja dirasakan sangat penting. Tetapi ada juga orang-orang
yang skeptis mengenai hal ini dan menganggap bahwa pendidikan seks itu tidak
bermanfaat malah ada juga yang beranggapan bahwa pendidikan seks itu
mendorong orang untuk berbuat lebih jauh daripada yang sudah diketahuinya
dalam hal seks. Dan juga orang dewasa yang pada masa remajanya tidak
memperoleh pendidikan seks merasa tidak ada masalah dengan seks dan
seksualitas mereka dimasa dewasanya. Memang pendidikan seks pada akhirnya
adalah sebuah pilihan. Ada yang merasa perlu dan juga merasa tidak perlu. Tetapi
dengan pendidikan seks yang diajarkan langsung dari orang tua, maka remaja


Universitas Sumatera Utara

dapat lebih bertanggung jawab dalam menentukan pilihan dalam kehidupan seksnya dimana pilihan-pilihan yang diambil didasarkan informasi dan fakta ilmiah.
Faktor komunikasi penting untuk diperhatikan agar remaja mendapatkan
informasi secara benar dan jelas melalui pendidikan seks dari orang tua, sehingga
pada waktunya mereka tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan
bertanggung jawab atas semua pilihan yang mereka ambil.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat
masalah bagaimana cara “Efektivitas Komunikasi Interpersonal Orang Tua
Terhadap Anak dalam Mensosialisasikan Pendidikan tentang Seks di SMAS Eria
Medan”, saya memilih SMA Swasta Eria Medan karena info yang telah saya
dapat bahwasanya siswa/siswi nya memiliki pergaulan bebas, oleh karena itu saat
ini membutuhkan peran kedua orang tua dalam membina diri remaja dengan
lingkungan sekitarnya. Peneliti memilih siswa-siswi SMAS Eria Medan sebagai
subjek penelitian karena pada usia 15 – 18 tahun timbul kesadaran akan
kepribadian dan kehidupan remaja.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan Konteks Masalah yang telah diuraikan, maka fokus masalah
dari penelitian ini adalah: “Efektifitas Komunikasi Interpersonal Orang Tua
Terhadap Anak dalam Mensosialisasikan Pendidikan tentang Seks di SMAS Eria

Medan”.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui efektivitas komunikasi interpersonal yang
dilakukan oleh orang tua terhadap anak di SMAS Eria Medan
tentang pendidikan seks.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara orang tua dalam memberikan
pengetahuan serta masukan terhadap anak dalam mensosialisasikan
pendidikan tentang seks.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat mampu menambah wawasan pengetahuan dan
memperluas penelitian komunikasi serta menambah pengalamanb bagi mahasiswa
Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
2. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu komunikasi
khususnya mengenai komunikasi yang efektif.
3. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi para orang tua agar senantiasa
membina hubungan komunikasi yang baik dengan anak remajanya sehingga
mereka akan bersifat terbuka dan mampu menjaga diri.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Komunikasi Orangtua dan Anak Serta Kontrol Diri Siswa dengan Perilaku Seks Pranikah di SMA Prayatna Medan

5 91 164

Intensi Melakukan Seks Pranikah pada Mahasiswa Ditinjau dari Efektivitas Komunikasi Interpersonal Orangtua-Anak

0 3 10

Efektivitas Komunikasi Interpersonal Orangtua terhadap Anak dalam Mensosialisasikan Pendidikan tentang Seks (Studi Deskriptif Kualitatif pada Siswa/Siswi SMA Swasta Eria Medan)

2 25 114

Gaya Komunikasi Orangtua dengan Perilaku Asertif (Studi Deskriptif Kualitatif Gaya Komunikasi Orangtua Dengan Perilaku Asertif Pada Siswa SMPN 2 Medan)

0 0 17

Gaya Komunikasi Orangtua dengan Perilaku Asertif (Studi Deskriptif Kualitatif Gaya Komunikasi Orangtua Dengan Perilaku Asertif Pada Siswa SMPN 2 Medan)

0 0 2

Efektivitas Komunikasi Interpersonal Orangtua terhadap Anak dalam Mensosialisasikan Pendidikan tentang Seks (Studi Deskriptif Kualitatif pada Siswa Siswi SMA Swasta Eria Medan)

0 0 15

Efektivitas Komunikasi Interpersonal Orangtua terhadap Anak dalam Mensosialisasikan Pendidikan tentang Seks (Studi Deskriptif Kualitatif pada Siswa Siswi SMA Swasta Eria Medan)

0 0 2

Efektivitas Komunikasi Interpersonal Orangtua terhadap Anak dalam Mensosialisasikan Pendidikan tentang Seks (Studi Deskriptif Kualitatif pada Siswa Siswi SMA Swasta Eria Medan)

0 0 38

Efektivitas Komunikasi Interpersonal Orangtua terhadap Anak dalam Mensosialisasikan Pendidikan tentang Seks (Studi Deskriptif Kualitatif pada Siswa Siswi SMA Swasta Eria Medan)

0 0 3

Efektivitas Komunikasi Interpersonal Orangtua terhadap Anak dalam Mensosialisasikan Pendidikan tentang Seks (Studi Deskriptif Kualitatif pada Siswa Siswi SMA Swasta Eria Medan)

0 0 2