Efektivitas Komunikasi Interpersonal Orangtua terhadap Anak dalam Mensosialisasikan Pendidikan tentang Seks (Studi Deskriptif Kualitatif pada Siswa/Siswi SMA Swasta Eria Medan)

(1)

BIODATA

Nama : Muhammad Juanda Pratama

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 18 Juni 1992

Agama : Islam

Alamat : Jln. Karya Wisata, Gg Aswad No 1b Medan Johor

No. HP : 082370464670

Nama Ayah : Iwan Handoko

Nama Ibu : SriWidary

Nama Saudara : Muhammad Handawi Prayatna Riwayat Pendidikan : TK Dewantara Medan (1998-1999)

SD Negeri104214 Medan (1999-2005)

SMP Swasta Angkasa Lanud Medan (2005-2008) SMA Bhayangkari Medan (2008-2011)


(2)

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ali. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Arifin, Anwar. 1994. Strategi Komunikasi : Sebuah Pengantar Ringkas. Bandung : Amrico.

Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Azwar, Saifuddin. 2002. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Badan Pusat Statistik. 2011. Makassar dalam Angka 2011. Makassar.

Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Prenada Media.

De Vito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Alih Bahasa Oleh Agus Maulana. Jakarta : Professional Books.

Depkes RI. 2001. Yang perlu diketahui petugas tentang :Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Depkes.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Hana, Bunda. 2009. Ayo Ajarkan Anak Seks. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Hurlock, E. B. 1991. Psikologi Perkembangan :Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahas : Istiwijayanti. Jakarta : Erlangga.

Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.


(4)

Rakhmat, Jalaludin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sendjaja, S. Djuarsa, dkk. 1995. Teori Komunikasi. Jakarta :Universitas Terbuka. Shinta, N. 2001. Hubungan dalam Keluarga. Surabaya : Papyrus.

Simamora. 2004. Metode Penelitian Studi Kasus. Sidoarjo : Citramedia.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Teja, Karina. 2010. Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi antara Orang Tua dengan Remaja di Surabaya Tentang Pendidikan Seks. Surabaya : Universitas Airlangga.

Umar, Husein. 2000. Riset Sumber Daya manusia. Jakarta : PT. SUN.

Wahini, M. 2002. Keluarga sebagai Temapt Pertama dan Utama terjadinya Sosialisasi pada Anak.


(5)

LAIN-LAIN

diakses pada tanggal11 Agustus 2015 pukul 19.52 WIB

diakses pada tanggal13 Agustus 2015 pukul 22.34 WIB

http:/diaksespada tanggal 15 September 2015 pukul 19.56 WIB

15.05 WIB


(6)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis, sedangkan metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Jadi, metodologi penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat pada penelitian (Wiratha, 2006: 68).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dengan metode deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang menggambarkan situasi, proses atau gejala-gejala tertentu yang diamati. Penelitian yang menggunakan metode kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas, berbagai kondisi dan situasi serta fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi penelitian dan berupaya menarik realita itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi dan fenomena tertentu (Bungin, 2007: 68).

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian merujuk pada masalah yang diteliti. Objek penelitian ini adalah Efektifitas Komunikasi Interpersonal Orang Tua Terhadap Anak dalam Mensosialisasikan Pendidikan tentang Seks di SMAS Eria Medan.


(7)

3.3 Subjek Penelitian

Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil riset. Hasil riset lebih bersifat kontekstual atau kausistik, yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu sewaktu penelitian dilakukan. Karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal istilah sampel. Sampel pada riset kualitatif disebut subjek penelitian atau informan (Kriyantono, 2009: 161).

Subjek penelitian adalah informan yang dimintai informasi berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun subjek penelitian dalam penelitian ini adalah beberapa orang tua dan siswi di SMAS Eria Medan. Alasan peneliti memilih informan telah disebutkan pada konteks permasalahan di atas.

Penentuan jumlah subjek penelitian atau informan ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dan penarikan sampel bola salju (snowball sampling). Menurut Sugiyono menjelaskan yang dimaksud dengan Purposive Samplingadalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010: 53).

Teknik snowball sampling banyak ditemui dalam riset kualitatif. Sesuai namanya, teknik ini bagaikan bola salju yang turun menggelinding dari puncak gunung ke lembah, semakin lama semakin besar ukurannya. Jadi, teknik ini merupakan teknik penentuan subjek penelitian yang awalnya berjumlah kecil, kemudian berkembang semakin banyak. Orang yang dijadikan informan pertama diminta memilih atau menunjuk orang lain untuk dijadikan informan lagi, begitu seterusnya sampai jumlahnya lebih banyak. Sehingga beberapa orang pertama tersebut menjadi titik awal pemilihan informan. Proses ini baru berakhir bila periset merasa data telah jenuh, artinya periset merasa tidak lagi menemukan sesuatu yang baru dari wawancara (Kriyantono, 2009: 158-159). Jadi, dengan demikian, peneliti akan menemukan orang pertama yang akan menjadi informan, kemudian meminta mereka untuk merekomendasikan orang lain untuk dijadikan informan berikutnya.


(8)

3.4 Kerangka Analisis

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari informan di lapangan akan dilakukan dengan proses pengumpulan data yang dilakukan terus menerus hingga data jenuh dan teknik analisis data selama di lapangan berdasarkan model Miles dan Huberman.

Langkah-langkah dalam analisis data adalah sebagai berikut:

Peneliti akan melakukan reduksi data. Data yang diperoleh dari lapangan yang sangat banyak, sehingga perlu dilakukan analisis dan melakukan reduksi data. Mereduksi berarti merangkum dan memilih hal-hal apa saja yang pokok, dan berfokus pada hal-hal-hal-hal yang penting saja. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2010: 92).

Uma Sekaran dalam bukunya Bussiness Research (1992) mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifkasikan sebaga masalah penting (Sugiyono, 2010: 60). Kerangka berfikir penelitian ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Skema Kerangka Berfikir

Self Disclosure

• Komunikasi yang Efektif

a. Keterbukaan b. Empati c. Dukungan d. Rasa positif e. Kesamaan

Siswi SMAS Eria

Medan

Orang tua siswi SMAS Eria


(9)

Dari kerangka berpikir diatas peneliti ingin mengungkapkan bagaimana efektifitas komunikasi interpersonal orangtua terhadap anak dalam mensosialisasikan pendidikan seks,komunikasi yang efektif yang digunakan orangtua dalam mensosialisasikan pendidikan seks pada anak sehingga menciptakan keterbukaan diri di antara mereka. Dengan berbedanya aktivitas yang dilakukan anak dengan orangtua, bagaimana anak melakukan keterbukaan diri (self disclosure) untuk saling melakukan pendekatan agar selalu terjalin komunikasi yang efektif antara anak dan orangtua. Sehingga melalui proses tersebut mendapat gambaran tentang pola komunikasi yang efektif antara anak dan orangtua yang berbeda aktivitas dengan anaknya.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan peneliti dalam mengumpulkan data (Kriyantono, 2009: 91). Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama tangan pertama di lapangan (Kriyantono, 2009: 91). Adapun data untuk mendapatkannya adalah:

a. Metode Wawancara Mendalam (In- depth Interview)

Tipe wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan atau informasi untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lain. Dengan demikian keabsahan wawancara adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan (Bungin, 2007: 108).


(10)

b. Observasi

Merupakan kegiatan pengamatan secara langsung dengan tujuan mengetahui kegiatan yang dilakukan objek yang diobservasi.

2. Data Sekunder

Pada umumnya bahwa data sekunder berbentuk catatan atau laporan dokumentasi oleh lembaga tertentu. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu mencari, melihat, dan membuka dokumen, situs-situs, atau buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan penelitian. 3.6 Teknik Analisis Data

Dalam sebuah penelitian, tentu saja memerlukan analisis data berdasarkan apa yang didapat di lapangan. Menurut Boglan dan Biklen (dalam Moleong, 2010: 248), analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilih-milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Tahap analisis data memegang peranan penting dalam riset kualitatif, yaitu sebagai faktor utama penilaian kualitas riset. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dimana analisis data yang digunakan bila data-data yang terkumpul dalam riset adalah data kualitatif berupa kata-kata, kalimat-kalimat, atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara mendalam maupun observasi (Kriyantono, 2009: 194). Melalui data kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum kemudian disajikan dalam bentuk narasi.

Berdasarkan teknik analisis data di lapangan model Miles and Huberman(dalam Sugiyono, 2010: 92), peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut:


(11)

1. Melakukan Reduksi Data. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Dalam hal ini, mereduksi artinya adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. 2. Penyajian Data. Dalam melakukan penyajian data, selain dengan teks yang

naratif, juga dapat grafik, matriks, network (jaringan), dan chart (grafik). 3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi. Kesimpulan awal yang

dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi, apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang kredibilitas.


(12)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan. Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota metropolitan terbesar di luar Pulau Jawa.Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590. John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pimpinan bernama Tuanku Pulau Barayan sudah sejak beberapa tahun bermukim di sana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya residen Pesisir Timur serta Sultan Deli pindah ke Medan.

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia terakhir pada tahun 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Tahun 2012 penduduk Medan berjumlah 2.122.804 jiwa. Dan diantaranya adalah remaja yang berusia 15-21 tahun sebanyak 7.537 jiwa yang merupakan data dari Anthony, S.Sos di dalam media cetak BKKBN Sumut.


(13)

4.1.2Pelaksanaan Pengumpulan Data di Lapangan

Pada saat melaksanakan penelitian, peneliti melakukan beberapa tahapan dalam proses pengumpulan data. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:

a. Tahap Awal

Tahap awal ini,sebelumnya telah ada beberapa remaja yang peneliti ketahui memiliki pergaulan bebas. Kemudian remaja tersebut telah peneliti tetapkan sebagai informan pertama di dalam penelitian. Pada tanggal 8Desember 2015, peneliti mendatangi rumah dari informan pertama tersebut guna untuk meminta izin dilakukannya penelitian dan menjelaskan bahwa peneliti sangat membutuhkan data serta waktu untuk observasi dan wawancara mendalam. Saat itu, peneliti bertemu dengan Ibu dari informan pertama yang bernama Ibu Tetty dan langsung memberitahu maksud dan tujuan kedatangan peneliti. Setelah itu. Lalu, dari informan pertama yaituMedina Fitri lah saya meminta tolong untuk ditunjukkan ke beberapa temannya yang kira-kira bisa dijadikan informan dan bisa bertemu dengan ibu dari informan selanjutnya. Untuk mempermudah proses wawancara nantinya, maka saya meminta Medina Fitri untuk memperkenalkan saya dengan beberapa temannya yang ia ketahui memiliki pergaulan bebas.

Dalam memperoleh informan penelitian, peneliti menggunakan teknikpurposive sampling dansnowball sampling. Dimana teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan tekniksnowball sampling ini merupakan penentuan informan yang awalnya berjumlah kecil dan kemudian berkembang semakin banyak. Jadi, dengan demikian peneliti akan menemukan orang pertama yang menjadi informan, kemudian meminta mereka untuk merekomendasikan orang lain untuk dijadikan informan berikutnya. Dari teknik purposive samplingtersebut, peneliti memperoleh dua informan yaitu informan pertama dan informan kedua yang sesuai dengan kriteria yang peneliti cari, kemudian dari teknik snowball samplingpeneliti telah memperoleh tiga informan lagi dari informan pertama dan informan kedua. Setelah itu peneliti telah menentukan lima orang remaja yang


(14)

berusia 15-18 tahun di SMA Swasta Eria Medan untuk dijadikan informan dalam penelitian ini. Namun bukan hanya mereka saja yang akan diwawancara, tetapi Ibu dari masing-masing remaja sebagai informan tambahan juga akan diwawancara untuk lebih memperkuat hasil penelitian yang sudah diperoleh sebelumnya. Pelaksanaan pengumpulan data (pendekatan dengan informan) digunakan dengan cara observasi dan wawancara mendalam.

Sebelum proses wawancara dilaksanakan, peneliti meminta Siswi yang bernama Medina Fitri untuk mempertemukan saya dengan para calon informan. Pada perkenalan itu saya menjelaskan mengenai judul saya dan menanyakan kesediaan mereka agar mau diwawancara. Untuk berhubungan lebih lanjut dengan mereka, maka saya meminta nomer handphone mereka masing-masing. Akhirnya setelah melewati berbagai proses, terpilihlah dua nama yang bersedia untuk dijadikan informan selanjutnya yang telah dikenalkan dari Siswi yang bernama Medina Fitri kepada peneliti. Kemudian dari informan kedua yaitu Siswi yang bernama Agusyani Nanda Sari peneliti mendapatkan satu nama yang juga bersedia untuk dijadikan informan. Pada akhirnya, informan yang diwawancarai berjumlah lima orang karena pada jumlah itu peneliti sudah menemukan data jenuh. Setelah daftar pertanyaan wawancara disetujui oleh Dosen Pembimbing, peneliti pun melakukan wawancara mendalam ke lapangan.

b. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui komunikasi tatap muka (face to face communication) melalui wawancara mendalam antara peneliti dengan masing-masing dari kelima informan serta teknik observasi langsung. Observasi dilakukan dalam waktu senggang informan. Peneliti memperhatikan pertemuan dari awal hingga akhir dan mengambil hasil pengamatan sesuai dengan tujuan penelitian. Setelah melakukan wawancara mendalam, peneliti melakukan observasi tersebut. Ketika melakukan wawancara, peneliti menggunakan alat bantu perekam agar setiap kata-kata yang disampaikan oleh informan dapat didengar dan dianalisa dengan baik. Selain itu, peneliti juga menyiapkan buku-buku catatan untuk


(15)

mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dalam proses pengumpulan data yang dilakukan.

c. Teknik Pengolahan Data

Setelah peneliti berhasil mengumpulkan data dari informan, maka selanjutnya peneliti melakukan proses pengolahan data dari hasil wawancara dan diskusi yang telah dilakukan peneliti dengan kelima informan. Pada tahap ini, peneliti menguraikan jawaban-jawaban informan berdasarkan peraturan informan yang sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan sesuai dengan kerangka pemikiran penelitian.

4.1.3 Profil Informan Utama

Terkait dengan pemilihan informan, peneliti menggunakan teknik penarikan sampel bola salju (snowball sampling). Teknik ini merupakan teknik penentuan subjek penelitian yang awalnya berjumlah kecil, kemudian berkembang semakin banyak. Orang yang dijadikan informan pertama diminta memilih atau menunjuk orang lain untuk dijadikan informan lagi, begitu seterusnya sampai jumlahnya lebih banyak. Sehingga beberapa orang pertama tersebut menjadi titik awal pemilihan informan. Jadi, dengan demikian, peneliti akan menemukan orang pertama yang akan menjadi informan, kemudian meminta mereka untuk merekomendasikan orang lain untuk dijadikan informan berikutnya. Peneliti memilih tiga orang siswa/siswi serta Ibu dari masing-masing siswa/siswi yang juga mencakup sebagai informan di SMA Swasta Medansebagai subjek penelitian (informan).

Adapun kriteria-kriteria dari subjek penelitianpurposive sampling ini adalah:

a. Ketiga subjek penelitian merupakan ibu darisiswa/siswi yang berumur 15-18 tahun yang bersekolahdi SMA Swasta Eria Medan yangmencakup sebagai informan dalam lingkungan sedikit lebih bebas.


(16)

b. Subjek penelitian merupakan siswa/siswi di SMA Swasta Eria Medan.yang dimintai informasi berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

Berdasarkan data yang telah berhasil peneliti kumpulkan dari informan selama melakukan penelitian ini, peneliti telah menemukan data jenuh. Data jenuh ini peneliti peroleh dari wawancara mendalam terhadap 5 (lima) informan.

4.1.4 Penyajian Data dari Informan

Dari temuan data yang telah berhasil dikumpulkan selama melakukan penelitian, peneliti selanjutnya menganalisis data-data tersebut berdasarkan kerangka penelitian yang di dalamnya terdapat keterbukaan diri (self disclosure) dan komponen komunikasi yang efektif. Peneliti akan menganalisis efektivitas komunikasi interpersonal orangtua terhadap anak dalam mensosialisasikan pendidikan tentang seks dan keterbukaan diri dari masing-masing informan. Dalam hal ini, remaja yang difokuskan adalah remaja-remaja yang berusia 15-18 tahun sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti memilih lima informan sebagai subjek penelitian dan kelimanya merupakan remaja serta peneliti juga melakukan wawancara mendalam denganIbu dari masing-masing remaja yang mencakup sebagai informan di SMA Swasta Eria Medan. Peneliti menggunakan teknik Snowball Sampling untuk mengumpulkan informan. Teknik Snowball Sampling adalah dilakukan dengan menggunakan teknik penarikan sampel bola salju (snowball sampling), merupakan teknik penentuan subjek penelitian yang awalnya berjumlah kecil, kemudian berkembang semakin banyak. Orang yang dijadikan informan pertama diminta memilih atau menunjuk orang lain untuk dijadikan informan lagi, begitu seterusnya sampai jumlahnya lebih banyak. Sehingga beberapa orang pertama tersebut menjadi titik awal pemilihan informan. Proses ini baru berakhir bila periset merasa data telah jenuh, artinya periset merasa tidak lagi menemukan sesuatu yang baru dari wawancara (Kriyantono, 2009: 158-159). Berikut adalah analisis data dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada masing-masing informan utama di dalam penelitian ini.


(17)

1. Informan 1 (pertama)

Nama : Medina Fitri

Tempat & Tanggal Lahir : Medan, 11 Maret 1998 Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 16 tahun

Agama : Islam

Alamat: : Jln. Rawa cangkuk 3 Nomer 46

Tempat & Waktu Wawancara: Jln. Rawa cangkuk 3 Nomer 46, pukul 14.15 WIB A. Interpretasi Data

Informan 1 (pertama), sering dipanggil dengan sebutan Dina, sekarang sedang menduduki kelas 2 SMA di SMA Swasta Eria Medan. Informan 1 (pertama) anak ketiga dari tiga bersaudara, memiliki satu kakak dan satu abang. Informan 1 (pertama) adalah yang awalnya peneliti ketahui memiliki pergaulan bebas.Dari sudut pandang yang peneliti perhatikan, informan 1 (pertama) sering pulang malam sekitar pukul 22.00 WIB yang dirinya keluar dari rumah pukul 20.00 setelah adzan isya.Setelah meminta kesediaannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan wawancara, peneliti pun langsung mewawancarai Medina fitri yang kerap di panggil Dina.

B. Analisis Keterbukaan Diri (Self Disclosure)

Keterbukaan diri (self disclosure) adalah pengungkapan diri yang dilakukan seseorang kepada orang lain dalam proses komunikasi interpersonal. Caranya adalah dengan menceritakan fakta-fakta mengenai diri sendiri kepada orang lain. Yaitu fakta-fakta yang bersifat pribadi dan tidak diketahui orang-orang pada umumnya, seperti cara berfikir, perasaan, kebiasaan-kebiasaan yang rahasia, dan segala sesuatu tentang diri yang bersifat pribadi. Informan 1 (pertama) yang dengan sebutan Dina yaitu bukanlah anak yang selalu terbuka dengan Ibunya, ia jarang untuk menceritakan kesehariannya kepada Ibu, namun kalau mereka tidak memulai dahulu untuk berkomunikasi, maka ia tidak akan bercerita. Ia mengaku


(18)

akan berkomunikasi dengan Ibu jika ia merasa sesuatu yang tidak bisa ia cari tau sendiri maka ia akan mulai bertanya kepada Ibu di saat ia benar-benar ingin tau dari satu hal. Jika ditanyakan tentang hal pribadinya, informan 1 (pertama) tidak pernah membuka diri karena menurutnya kalau ia terbuka tentang hal percintaan, Ibunya akan marah. Tetapi bagaimana pun, apabila Ibunya bertanya tentang kesehariannya, maka informan 1 akan selalu menceritakannya dengan jujur. Karena ia selalu diajarkan untuk selalu berkata jujur. Menurutnya, Ibunya adalah seorang Ibu yang tegas namun sangat penyayang. Ia juga mengatakan bahwa ia memang merasa dekat dengan Ibu walaupun Ayahnya jauh tetapi bagaimana pun ia tetap merasa lebih dekat dengan Ibunya dibandingkan dengan Ayahnya, karena yang membuat ia nyaman untuk terbuka dengan Ibunya, karena Ibunya adalah seorang Ibu yang mengerti dia dan mengerti tentang pendidikan seks dan pergaulan. Namun walau begitu kalau Dina bersalah, Ibunya akan tetap bertindak tegas dan memberikan nasihat kepadanya. Seperti yang dikatakan Dina:

“Biasanya kami berkomunikasi pas sarapan pagi Bang.. yang selalu nanya luan mama. Dina jarang cerita sama mama, kalau gak ditanya ya gak cerita, kalau pun cerita gak semuanya Dina ceritain, yang privasi enggak soalnya kalau mama tau Dina pacaran mama marah. Sama papa juga Dina jarang kalau cerita-cerita ya kalau ditanya luan baru mau cerita, tapi kalau Dina emang bener bener pengen tau satu hal yang Dina bingungkan, yaa Dina coba nanya. Mama itu selalu ngajarin Dina jujur, kalau ketauan Dina bohong pasti langsung dimarahin mama. Tapi walaupun kaya gitu Dinangerasa lebih dekat sama mama, karena mama paling ngerti, mama orangnya gaul Bang...”

C. Analisis Komponen Komunikasi Efektif i. Keterbukaan(Openness)

Keterbukaan yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi. Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide/gagasan suatu permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut/malu, keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing. Jika dikaitkan dengan informan 1 (pertama), berarti ini merupakan suatu keadaan dimana ia mau membuka dirinya


(19)

dengan Ibunya dalam setiap hal yang ia alami. Informasi itu dilakukan oleh informan 1 (pertama) sendiri. Menurut informan 1 (pertama) ini juga yang membuatnya akan terbuka.

“Dina ngerasa lebih dekat sama mama daripada papa, karena mama paling ngerti, mama orangnya gaul Bang. Kalo cerita sama mama kan bisa tiap hari, kalo sama papa rasanya kurang aja gitu gak bisa ngomong langsung. Sama mama apa aja pun selalu Dina ceritain, ya kecuali yang pribadi gitu gak Dina ceritain kali bang, ya walaupun Dina juga sering nanya sama mama soal hal tersebut. Kalau soal pacar Dina itu gak mau cerita jujur bang karna kalau Dina ceritai pasti mama marah. Tapi kalo yang lain-lain Dina ceritain.”

ii. Empati (Empathy)

Empati merupakan kemampuan seseorang untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain. Berarti posisi ini seperti di mana seseorang mampu memposisikan dirinya seperti orang lain dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang tersebut. Komunikasi yang terjalin pun dengan begitu bisa menjadi efektif. Rasa empati ada di dalam diri informan 1 (pertama) sebagai seorang remaja, dan ia juga merasakan bagaimana empati orangtuanya terhadap dirinya, karena menurutnya kalau ia bisa memposisikan dirinya maka mereka akan semakin mengerti dirinya. Dan sebaliknya jika orangtua bisa memposisikan dirinya ke dalam diri anak maka anak akan merasa nyaman dan terbuka kepada orangtua. Ibu informan 1 pun mampu memberikan rasa empati kepada anak. Ketika Ibu memberitahu tentang masalah pendidikan seks anak, maka Ibu akan langsung membicarakan dan memberikan nasehatnya serta gambaran-gambaran.

“Mama tau kali pasti kalo muka Dina udah beda, pasti mama langsung nanyain tu Dina kenapa. Yaudah Dina langsung ceritain ke mama panjang lebar sekalian Dina nanyakin gitu bang, terus ya gitu mama langsung nanggapin cerita Dina, abis itu pasti mama juga langsung nyeritain pengalaman dia dulu kekmana terus ngasih nasihat gitu.


(20)

iii. Dukungan (Supportiveness)

Yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. Setiap pendapat, ide/gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Keinginan/hasrat dengan begitu dapat memotivasi untuk dicapai. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Seperti misalnya keadaan dimana seseorang berusaha melakukan sesuatu untuk mendorong agar ia dapat membangkitkan semangat dan kemajuan pada diri orang lain agar tujuannya tercapai dengan baik.

“Misalnya Dina mau ujian di sekolah, pasti sebelum ujian mama selalu kasih nasehat jitu bang, ya terkadang pas aku mau ujian aku dating bulan dan disitu Dina pasti temperament kali bang, naaah disinilah peran mama untuk buat Dina tenang.

iv. Rasa Positif (Positiveness)

Rasa positif yang dimaksud adalah seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. Ibu mampu memberikan motivasi dengan hal-hal yang positif dengan menceritakan pengalaman yang ia alami dahulu agar anak termotivasi. Demikian pula dengan anak mampu mengerti apa maksud dari yang orangtua sampaikan.

“Mama kalo udah cerita-cerita suka tu nyeritain kekmana dia dulu waktu seumuran Dina, kalau mama itu dulu gini-gini, papa dulu gini-gini laaah.. ya Dina iya-iyain aja, tapi Dina ngerti ya maksud mama sama papa pasti biar Dina bisa kayak orang itu kalau bisa pun lebih dari orang itu. Tapi kalau dina salah ya pasti dinasihatin panjang lebar. Tapi kadang kalo gak cerita ke mama ato papa, Dina ceritanya sama kawan, tetap aja kalo minta saran udah pastilah lebih dengerin sarannya mama.”

v. Kesamaan (Equality)

Kesamaan merupakan pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna dan mempunyai sesuatu yang penting untuk


(21)

disumbangkan. Suatu komunikasi yang akrab dan jalinan pribadi pun lebih kuat apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, sikap dan sebagainya. Seperti keadaan dimana anak dan orangtua berusaha untuk menyamakan pandangannya terhadap sesuatu hal. Kesamaan bersikap juga dilakukan oleh keduanya. Informan 1 merasa kalau ia lebih merasa nyaman dengan Ibunya, karena Ibu lebih mengerti dia dan apabila pada saat ia membutuhkan, Ibu selalu ada. Tapi bukan berarti informan 1 tidak merasa dekat dengan Ayahnya, hanya saja karena Ayah susah di ajakin ngobrol dan gak layak juga cerita ke ayah soal pendidikan seks, lebih nyaman sama ibu.

“Kalau Dina mau cerita sama mama pasti liat-liat dulu mood mama kekmana, kalau lagi senang enak dia diajak cerita tapi kalau gak enak pasti gak berani Dina cerita. Enaknya sama mama ini, dia pasti ngerti aja karena Dina rasa mama ini orangnya gaul dia. Mama udah kaya kawan Dina juga Dina rasa.”


(22)

3. Informan 2 (kedua)

Nama : Putri Adriani

Tempat & Tanggal Lahir : Medan, 20 April 1998

Usia : 16 tahun

Agama : Islam

Suku : Mandailing

Alamat : Jl. Asrama Ampera II , Gg Sedar No. 24

Tempat & Waktu Wawancara: Jl. Asrama Ampera II , Gg Sedar No. 24, 16.37wib

Interpretasi Data

Informan 2 (kedua) juga merupakan informan yang sebelumnya sudah peneliti ketahui memiliki pergaulan bebas. Dan peneliti sudah kenal dengan informan 2 (kedua). Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara, memiliki satu kakak dan satu adik perempuan. Ia sedang menduduki bangku kelas 2 SMA di SMA Swasta Eria Medan. Ia akrab dipanggil dengan sebutan Putri. Peneliti sudah menjumpai informan 2 (kedua) dan ia pun setuju untuk dijadikan informan. Lalu pada tanggal 15 Desember, peneliti mendatangi rumah Putri dan kembali menjelaskan sedikit apa maksud dan tujuan tentang penelitian tersebut. Setelah informan bersedia, maka peneliti pun langsung mewawancarai Putri.

A.Analisis Keterbukaan Diri (Self Disclosure)

Keterbukaan diri (self disclosure) adalah proses pengungkapan informasi diri pribadi seseorang kepada orang lain atau sebaliknya. Bila dikaitkan dengan informan 2 (kedua), ia adalah anak yang terbuka dalam segala hal kepada Ibunya, termasuk tentang pendidikannya karena ia sekarang sedang duduk di bangku kelas 2 SMA. Menurut peneliti ia adalah anak yang suka humoris, terlihat dari cara ia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan dengan blak-blakan. Setiap memulai untuk berkomunikasi, Putri maupun Ibu siap untuk berbagi cerita dan saling mendengarkan.


(23)

“Biasanya kalo cerita-cerita tiap pagi, pas malam nonton TV, sama pas pulang sekolah. Putri selalu cerita sama mama Bang, tapi ya kalau lagi ada ceritanya ya pasti setiap hari cerita sama mama dan tergantung kejadiannya juga sih. Gak usah ditanya pun kadang Putri ceritain luan, kadang mama juga yang nanya luan. Kalau udah cerita sama mama gak diceritain ulang sama ayah. Apa-apa terbukanya ya sama mama, kalau sama ayah gak terlalu bang, yaaa karna Putri sama mama cerita soal yang abang jelasin yang berkaitan dengan pendidikan seks. Kalau soal pacar-pacaran ini yang Putri agak malas kalau ditanya, tapi ya sama aja pacar aja gak punya kok Bang hahaha..”

B.Analisis Komponen Komunikasi Efektif i. Keterbukaan (Openness)

Kesediaan komunikator untuk terbuka bereaksi secara jujur terhadap orang yang diajaknya untuk berinteraksi. Keterbukaan ini bisa didapat jika keduanya saling membuka dirinya. Informan 2 merasa lebih nyaman untuk terbuka dengan Ibu dibandingkan dengan Ayahnya. Ia selalu menceritakan apapun kejadiannya apabila ia merasa sangat membutuhkan keduanya, seperti saat ia meminta saran soal pendidikannya.

“Putri lebih suka cerita ke mama daripada ayah, dekatan pun lebih ke mama kak. Karna mama lebih ngerti aja daripada ayah dan lagian mama sama ayah udah lama juga cerai, tetapi Putri masih bisa kok jumpa sama ayah. Makanya Putri sering dekat ke mama dan cerita ke mama, Tapi kalau misalnya gak cerita ke mama, Putri ceritanya sama Kak Fia atau Tasa. Kalau Putri betul-betul gak tau lagi mau buat apa pasti langsung ceritain ke Mama, misalnya pas Putri ngerasa sakit perut dan udah lama gak datang bulan, nah disitu Putri langsung cerita ke mama, keluh kesal Putri.

ii. Empati (Empathy)

Empati adalah kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan seseorang. Ini sangat diperlukan dalam diri masing-masing individu. Hal ini dapat berupa pengertian satu sama lainnya yang dapat membuat hubungan semakin dekat.

“Kalau Putri cerita kadang ditanggapi, kadang juga enggak, eh malah dikacangin kadang sama mama. Kalo cerita pasti dikasih mama solusinya kek gini kek gitu. Terus abistu pasti lah mama juga gak mau kalah nyeritain pengalaman dia mau kadang sampe berulang-ulang. Kalau udah


(24)

diceritain mama sama ayah Putri kenapa langsung lah ayah nelpon pasti nanya kenapa, yaudah Putri ceritain sama ayah. Ngomong sama ayah pun mesti dari telepon, tapi ya ngerti ajalah, disitu kadang saya merasa sedih Bang hahaha..”

iii.Dukungan (Supportiveness)

Dukungan dapat berupa pemberian semangat. Bentuk dukungan semacam pemberian hadiah dan sebagainya serta diberikan masukan-masukan agar anak semakin termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi. Bila dikaitkan dengan informan 2, Ibu yang berada di dekatnya sedangkan Ayah yang tidak berada didekatnya akan selalu memberikan semangat serta motivasi agar ia bisa menjadi lebih baik lagi

“Biasanya dukungan yang dikasih mama sama ayah biar Putri lebih bagus lagi nilainya janji-janji mau dikasih hadiah kalau naik rangkingnya, dikirimin uang sama ayah. Ya kek disogok-sogok gitu lah Bang. Tapi kalau nilai jelek pasti langsung kena marah sama mama kok bisa nilainya jelek, dinasihatin lah abis itu gak boleh keluar rumah sering-sering, gak boleh gabung sama temen temen juga.”

iv.Rasa Positif (Positiveness)

Seseorang yang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya sebelum menimbulkan rasa positif kepada orang lain. Agar bisa memberikan rasa positif dengan baik kepada orang lain. Bila dikaitkan dengan informan 2, ia akan selalu mengikuti saran Ibu yang tinggal dengannya. Ia juga akan melihat situasi dimana Ibu dalam kondisi yang baik dalam artian perasaan (mood) Ibu sedang baik. Dan yang membuat informan 2 untuk terbuka dan merasa nyaman dengan Ibu ataupun Ayahnya adalah ketika ia bercerita pada Ibu atau Ayah pun memiliki respon yang baik kepadanya. Dengan begitu pun ia akan tetap merasa nyaman dan dekat dengan Ibunya.

“Kalau mau cerita-cerita tengok-tengok mood mama juga, kalau lagi gak bagus pasti langsung disembur lah. Kalau lagi bagus juga pasti responnya baik. Pokoknya tengok kondisi mama juga bisa gak diajak cerita. Enaknya cerita sama mama ini kalau Nada cerita, mama juga ikut ceritain dia dulu


(25)

kekmana, gak beda jauh juga sama ayah pun kek gitu, mama sama ayah suka bagi-bagi pengalamannya ngasih-ngasih masukan gitulah. Cuman kadang sedih juga karna ayah jauh, tapi mau kayak mana pun ya harus ngerti lah Bang, lagian yang Putri bahas sama mama soal organ reproduksi, jadi gak etis aja kalau ayah dengar, ehhehehe.”

v. Kesamaan (Equality)

Berusaha untuk bersikap adil tanpa ada membeda-bedakan. Selalu bisa menjaga perasaan anaknya. Berusaha untuk menyamakan pemahamannya dengan orang lain agar perbedaan pun tidak terlihat dan menghilangkan rasa canggung atau rasa takut yang ada pada diri seseorang. Dimana perasaan informan 2, ia merasa sangat dekat dengan Ibu mau pun Ayahnya yang jauh di luar kota, tetapi ia lebih merasa dekat dengan Ibu dibandingkan dengan Ayah karena Ibunya sangat peduli padanya dengan intensitas komunikasi yang dilakukan setiap hari.

“Putri udah anggap mama kaya sahabat putri juga, putri rasa pun mama kaya gitu juga. Mama gak pernah ada beda-bedain putri bang, Tasa sama Kak Fia. Makanya kami dekat kali sama mama sama ayah, ya tapi kayak mana pun lebih dekat sama mama sih karna mama orangnya ngerti-ngerti aja dia, ketika putri bingung soal sesuatu yang buat putri penasaran dan ingin tau soal pendidikan seks serta efek samping nya, naah disitu mama selalu ada buat putri kak, mama mau temenin putri berobat atau sekedar cari informasi sama dokter soal apa yang putri alami. Jadi kalau mau cerita-cerita pun enak. Kalo ayah kan bisanya ngomong lewat telfon, ayah sering juga sih nanyain kabar bisa 2 sampe 4x dalam sehari.”


(26)

3. Informan 3 (ketiga)

Nama : Puji Astuti

Tempat & Tanggal Lahir : Medan, 17 September 1997

Usia : 17tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Jl. Delitua Gg. banteng No. 11 Medan

Tempat & Waktu Wawancara:Jl. Delitua Gg. banteng No. 11 Medan,pukul 14.30 WIB

A. Interpretasi Data

Peneliti pada awalnya mengetahui informan 3 (ketiga) ini melalui informan 1 (pertama) karena beliau yang mengenalkan saya dengan informan 3 (ketiga) yang merupakan temannya pada hari Jumat, 18 Desember 2015. Kemudian peneliti langsung menghubungi informan 3 (ketiga) tersebut. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan akan kedatangan peneliti untuk meminta waktu informan untuk dilakukannya penelitian ini. Sabtu, 19Desember 2015, peneliti mendatangi rumah informan pada pukul 14.30 siang. Peneliti lalu menjelaskan ulang tujuan dari dilakukannya penelitian. Setelah itu wawancara pun segera berlangsung. Tidak lupa peneliti menyiapkan catatan kecil seperti yang peneliti lakukan pada informan 1 (pertama) dan informan 2 (kedua) sebagai alat bantu peneliti dalam proses wawancara, peneliti tidak memakai perekam suara karna ketidaksediaan dari informan. Informan 3 (ketiga) sedang menduduki bangku kelas 2 SMA di SMA Swasta Eria Medan Panggilan akrabnya biasa dipanggil dengan sebutan Puji.


(27)

B. Analisis Keterbukaan Diri (Self Disclosure)

Seperti yang kita ketahui keterbukaan diri adalah sikap dimana seseorang mau membuka dirinya atau menceritakan semua tentang dirinya kepada orang lain. Yang merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam interaksi sosial. Bila dikaitkan dengan informan 3, ia adalah seorang anak yang terbuka dengan Ibu maupun Ayah walaupun tidak bertemu langsung dalam kesempatan yang ada untuk menceritakan hal yang ingin diceritakannya, dari hal tentang pendidikannya di sekolah maupun hal pribadinya seperti hubungan percintaannya dan juga seputaran pendidikan seks.

“Biasanya sih cerita-cerita sama mamak awak pas pagi-pagi kalau lagi sarapan kalau gak malamnya pas kami lagi nonton TV atau kalau lagi minta uang. Yang biasanya ngajak cerita sih kadang mamak, kalau gak Puji. paling kalau lagi butuh apa-apa bilangnya ke ayah. Mau cerita ke Ayah Puji takut salah tanggapan dan gak pantas juga bahas hal tentang seks dalam arti organ reproduksi jenis kelamin sama ayah, lebih enak ke mamak bang, ya walaupun kami cerita nya berduaan sama mamak di kamar, ayah lagi nonton tv di ruang keluarga. mamak, biasanya suka nanyain kaya mana kuliahnya, udah punya pacar apa belum. Yaudah Puji ceritain aja semuanya ke mamak. Karna emang biasa aja kalau cerita sama mamak dia gak mau marah-marah asal Puji mau cerita sama jujur aja dengan apa yang Puji alami dan lakuin.”

C. Analisis Komponen Komunikasi Efektif i. Keterbukaan (Openness)

Keterbukaan adalah hal yang selalu dilakukan oleh informan 3 kepada orangtuanya. Menurutnya itu dapat membantu dalam mendekatkan diri dengan Ibu. Dan ketika ia merasa menemukan kesulitan maka masalah tersebut langsung terselesaikan apabila ia mau terbuka. Informan 3 akan selalu membuka dirinya kepada Ibu walau kadang ia merasa tanggapan Ibunya selalu berlebihan dan mengarah ngejudge dirinya.

“Apa-apa diceritain semuanya sama mamak, kalau sama Ayah gak pala. Karna mamak lebih ngerti kalo awak rasa. Tapi kadang-kadang kalo mamak capek gak didengarinnya awak ngomong, apalagi pas mamak lagi capek. Tapi kalau cerita-cerita Puji tentang organ reproduksi serta perbedaannya, mamak selalu kasih jawaban yang real dan juga pake


(28)

simbolik simbolik gitu bang biar akunya paham dan sadar efek dari hal tersebut.“

ii. Empati (Empathy)

Empati adalah melakukan sesuatu kepada orang lain, dengan menggunakan cara berpikir dari orang lain tersebut, yang menurut orang lain itu menyenangkan, benar dan ia pun juga memiliki pandangan yang sama. Seperti kemampuan dalam merespon keinginan orang lain yang tak terucap. Dimana informan 3 merasa bahwa Ibu adalah orang yang paling bisa merasakan apa yang ia rasakan tanpa harus diberitahu dahulu apa yang ia rasakan, maka Ibu akan langsung menebak bahwa informan 3 sedang merasakan perasaan yang tidak enak. Kemudian informan 3 pun langsung menanyakan pendapat atau saran dari Ibu adan juga Ayahnya.

“Mamak itu orangnya paling ngerti apa yang awak rasa gak enak, contohnya ini ya tau aja dia pasti kalau Puji lagi datang bulan, Puji suka moodboster tuh bang, marah gak jelas, merengut gak jelas di depan mamak, tapi mamak tetap aja selo nanggapinnya dan malah mamak kasih nasehat efek dari datang bulan kita marah marah, dan cara ngatasin gimana biar gak sakit perut dan bagian tertentu yang mamak jelasinnya pake simbolik-simbolik agar rasa nyeri nya bisa hilang.”

iii.Dukungan (Supportiveness)

Dukungan adalah bentuk sebuah supportkepada seseorang yang mengalami ketidak percaya dirian atau seseorang yang membutuhkan untuk dapat menambah dan membangkitkan semangat seseorang tersebut guna untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Bila dikaitkan dengan informan 3, ibu selalu memberi solusi terbaik agar anaknya tidak putus asa dan selalu paham dengan maksud dan tujuan dari ibu.

“Kalau misalnya Puji keluar malam sampe larut malam baru pulang, dan disitu mamak belum tidur bang, mamak nunggui puji di ruang tamu, ketika puji masuk rumah dan disitu mamak langsung negur puji dan juga kasih


(29)

gambaran gambaran tentang penyalahgunaan organ reproduksi ketika kita tidak tau efek sampingnya. Nasehat dari mamak gak habis di malam itu bang, mamak ngelanjutin besok pagi pas aku sama mamak di dapur lagi buat sarapan pagi.”

iv.Rasa Positif (Positiveness)

Rasa positif telah dibangun oleh orangtua informan 3, menanamkan pengertian bahwa bahaya nya pergaulan bebas, dan informan 3 dapat mengerti. Dan Ibu dapat menciptakan kenyamanan dengan memberikan tanggapan yang positif, yang membuat anak untuk selalu bersifat terbuka padanya. Seperti yang dikatakan informan 3 berikut ini:

“Pergaulan bebas menjadi satu cerita yang gak asing bang, puji paham kalau mamak ngelarang puji buat keluar rumah, tapi terkadang puji suka nekat bang, bilangnya kerumah temen padahal puji duduk-duduk di kafe sama temen. Sampe rumah mamak selalu aja nunggu puji pulang, dan lagi lagi mamak kasih arahan dan pemahaman tentang gambaran penyalahgunaan organ reproduksi.”

v. Kesamaan (Equality)

Kesamaan pemahaman dan kesamaan dalam bersikap tanpa ada rasa perbedaan seperti antara usia orangtua dengan anak, sehingga membuat kedekatan antara anak dan orangtua pun semakin kuat serta membuat rasa nyaman di antara keduanya. Seperti informan 3 menganggap nyaman ketika berkomunikasi dengan orangtuanya dikarenakan orangtua selalu memberikan masukan yang positif sehingga ia pun merasa dekat dengan Ibu walau hanya bisa berkomunikasi. Informan 3 merasa Ibu sudah dianggap seperti temannya.

“Awak sih dekat kali sama Ibu bang, karna ibu tuh tau bener apa yang aku rasain bang, aku sering sharing ke ibu soal kewanitaan yang belum aku pahamin dan sebaliknya ibu juga sering cerita pengalamanya sama aku bang, jadi aku bisa paham dan belajar dari ibuku sendiri bang.”


(30)

1. Informan Tambahan 1 (pertama) Ibu dari Informan 1

Nama : Tetty Repelitawaty

Tempat & Tanggal Lahir : Serbelawan, 1 Januari 1968 Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 47 tahun

Agama : Islam

Alamat: : Jln. Rawa cangkuk 3 Nomer 46 Tempat & Waktu Wawancara: Jln. Rawa cangkuk 3 Nomer 46, 15.05 A. Interpretasi Data

Ibu Tetty adalah Ibu dari salah satu informan peneliti yaitu informan 1 (pertama). peneliti langsung mendatangi rumah Ibu Tetty dan meminta kesediaannya untuk diwawancarai. Setelah mewawancarai informan 1 (pertama) yang merupakan anak dari Ibu Tetty, peneliti langsung mewawancarai Ibu Tetty. Ia adalah seorang Ibu Rumah Tangga namun terkadang memiliki pekerjaan sebagai Panitia Pengawas Pemilu, ia memiliki dua orang anak perempuan. Ia sudah lama mengurus anak-anaknya sendiri.

B. Analisis Keterbukaan Diri (Self Disclosure)

Ibu dari informan 1 (pertama) merupakan seorang Ibu yang sangat peduli terhadap anaknya, cara berkomunikasi diterapkannya dengan banyak bertanya tentang keseharian Dina, setiap bertemu maupun tidak bertemu. Ibu Dina selalu memberikan masukan-masukannya yang baik di setiap ada kesempatan. Ibu Dina terlihat Ibu yang tegas namun sangat sayang pada anak-anaknya. Walaupun sangat sayang kepada Dina, namun ia akan tetap menyalahkan Dina jika dari cerita yang disampaikan, Dina dalam posisi yang salah. Ibu Dina juga selalu menceritakan setiap masalah di rumah dan anak-anak kepada Ayah Dina yang bekerja di luar kota. Tetapi selama masalah rumah dan anak-anak bisa diatasi sendiri dia tidak


(31)

perlu meminta solusi pada Ayah Dina. Ibu Dina mengatakan bahwa Ayah Dina adalah seorang Ayah yang sangat menyayangi anak-anaknya, terlihat dari ia selalu memberi dan menanyakan kabar istri dan anak-anaknya setiap hari. Ibu informan 1 mengatakan:

“Biasanya saya yang memulai komunikasi setiap sarapan pagi, Dia itu dia anaknya malas ditanya-tanya. Yang biasa saya tanyakan, ya biasanya tentang sekolahnya gimana, ujiannya gimana, dan kalau Dina pergi pasti ditanya kemana dia pergi dan sama siapa perginya. Kalo Dina sih kalau nanya pasti kalau gak tentang hal kewanitaan berkaitan dengan perbedaan antara organ reproduksi wanita sama pria. Tapi dia mau juga kadang cerita-cerita sama saya tergantung masalahnya juga, tapi ya kalau saya yang nanya duluan sama dia. Begitu pula dia sama papanya, kalo gak ditanya ya gak cerita. Saya juga selalu terbuka sama Ayahnya Dina, tapi tergantung masalahnya, apabila masih bisa diatasi sendiri ya tidak akan saya sampaikan. Ayahnya juga selalu nelpon sering kali pun, apalagi dia pake TM mau tiap jam selalu nelpon lah dia. Selalu ngingatin saya untuk tetap control perkembangan anak untuk dari segala apa yang dia tidak tau, supaya dia tau dari kita orang tuanya, dan tidak salah pengertian dengan apa yang dia dengar di luar sana. Ya walaupun kayak gitu banyak kesulitan bermacam ragam membesarkan anak sendirian, apalagi Dina lagi masa puber, melihat anak jaman sekarang kan...”. C. Analisis Komponen Komunikasi Efektif

i. Keterbukaan (Openness)

Keadaan dimana sebagai seorang Ibu harus mengetahui informasi apa saja yang dilakukan anak, karena dengan keterbukaan Ibu akan mengetahui apa saja yang dilakukan anak dan apa yang dia alami. Ibu dari informan 1 selalu menanyakan apa saja yang dilakukan anaknya walaupun ketika ia tidak dapat bertemu langsung dengan anaknya. Mereka pun selalu bersedia untuk mendengarkan serta menanggapi ketika anak bercerita. Ibu setiap harinya akan berbagi cerita dengan anak-anaknya.

“Kalo memulai komunikasi sih saya duluan biasanya, karena Dina kalo gak ditanya ya dia gak akan cerita. Yang selalu saya tanyakan pasti gimana sekolahnya, gimana ujiannya, kemana perginya dan dengan siapa perginy, dan saya juga menanyakakan sekaligus kasih gambaran ke dina soal organ reproduksi ke anak saya, biar dina paham sedikit demi sedikit. Kalo lagi gak ketemu, kan bisa saya tanyain lewat telepon. Dia biasa


(32)

cerita sama saya ketika dia lagi datang bulan, dia trus-trusan nanya sama saya, kenapa bisa sakit gini maaa, ya saya bisa nya kasih solusi untuk meringankan sakit itu dan juga saya kasih conto serta gambaran.”

1. Empati (Empathy)

Keadaan dimana ia dapat merasakan apa yang dirasakan oleh anaknya, ia mampu memposisikan dirinya seperti anaknya sehingga anaknya merasa nyaman dan simpati terhadap dirinya. Setiap kali informan 1 terbuka mau menceritakan hal yang ia alami dan apabila sedang mendapat masalah, Ibu selalu memberikan saran dan nasihatnya. Namun, Ibu informan 1 adalah Ibu yang tegas, apabila informan 1 dalam posisi yang salah, maka ia tidak akan membelanya. Ia mengaku semua tergantung dari masalahnya.

“Saya pasti selalu memberikan saran dan nasihat selama dia memerlukannya. Kalo Dina cerita, pasti lah selalu saya posisikan diri saya itu ke dalam posisi dia, tapi liat-liat masalahnya tergantung masalahnya juga kalo dia bandel masa dianggap kawan, ya saya pasti marah, dia pun langsung minta maaf. Pasti abis itu ya saya akan peringatkan sesuatu yang paling harus dia tau dari saya bukan dari orang lain, karna apabila saya tidak memberikan masukan arahan bimbingan ke Dina, otomatis nantinya mereka cari tau sendiri di luar sana..”

2. Dukungan (Supportiveness)

Keadaan dimana seorang Ibu berusaha melakukan sesuatu untuk mendorong agar anak dapat membangkitkan semangat dan kemajuan pada diri anaknya agar tujuan anak tercapai dengan baik.Ibu juga tidak lupa untuk selalu mendukung dan memotivasi informan 1 untuk tidak lupa belajar ketika informan 1 membutuhkannya.

“Kalo pun Dina bersalah ya pasti lah saya marah, pasti saya nasihatin dan untungnya dia ngerti. Tapi kalau masalah yang dia tidak tau dan dia ingin tau biasanya kami bercerita dan Dina tanyakan ke saya, apalagi Dina usia puber, dimana keingin tau an soal seks (jenis kelamin) nya sangat tinggi, oleh karna itu saya selalu sempatkan waktu untuk memberikan pemahaman soal itu.”


(33)

3. Rasa Positif (Positiveness)

Rasa positif yang dimaksud adalah seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, sehingga dapat mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. Ini diterapkan oleh Ibu informan 1, dengan kemampuan Ibu informan 1 dalam menyalurkan pemahamannya dan menciptakan rasa positif anak terhadap kehidupannya, yang berguna untuk membuat anak semakin maju. Kemudian Ibu informan 1 ini juga mampu menciptakan rasa positif anak-anaknya terhadap dirinya dan untuk dapat lebih mengerti dan paham dengan apa yang terjadi di lingkungan ketika ketidak pahaman diri soal seks (jenis kelamin). Sehingga mereka pun menjadi simpati dengan Ibu informan 1 (pertama) ini.

“Saya kalo ada masalah gak akan buat anak saya jadi ikutan kena marah, tapi kalo itu masalahnya dari dia ya saya pasti marah, ya saya pasti nasihatin dia, kasih masukan yang bagus buat Dina. Waktu saya nasihati dan kasih gambaran bahaya atau penyalahgunaan organ reproduksi dina mendengarkan, selagi dia masih mau dengerin saya pasti nasihat itu pun tetap dinyatakan. Dimana pun dia atau dimana pun saya pasti saya tanya, walaupun gak jumpa kan bisa dari telepon..”

4. Kesamaan (Equality)

Kesamaan merupakan pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Suatu komunikasi yang akrab dan jalinan pribadi pun lebih kuat apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, sikap dan sebagainya. Seperti keadaan dimana Ibu informan 1 berusaha untuk menyamakan pandangan dengan anaknya terhadap sesuatu hal. Kesamaan bersikap juga dilakukan oleh keduanya. Mereka bersikap adil dengan anak-anaknya agar anaknya tidak merasa dibeda-bedakan.

“Misalnya nih Dina cerita-cerita keseharian dia, saya juga pasti ikut cerita juga kalo dulu saya itu begini begini, saya ceritain juga pengalaman saya ke dia tapi yang baik-baik biar dia juga ngikutin kaya yang saya ceritain. Saya itu maunya anak saya ngerasa saya juga temannya biar dia mau cerita semuanya, tapi gak semuanya lah dia harus anggap saya ini temannya, kalau dia dalam posisi yang salah gak mungkin


(34)

saya anggap dia juga sebagai teman saya. Papanya juga selalu ngasih kabar ke kami, pokoknya walaupun jauh gitu si om selalu ngasih perhatiannya ke anak-anak.”

2. Informan Tambahan 2 (kedua) Ibu dari informan 2

Nama : Marwiyah Siregar

Tempat & Tanggal Lahir : Medan, 21 April 1969

Usia : 46 tahun

Agama : Islam

Suku : Batak

Alamat : Jln.Asrama Ampera II GG. Sedar No. 16 Tempat & Waktu Wawancara : Jln.Asrama Ampera II GG. Sedar No. 16, 11.15

A.Interpretasi Data

Ibu informan 2 (kedua) juga merupakan seorang Ibu yang peneliti ketahui. Sebelumnya peneliti sudah meminta izin agar Ibu informan 2 (kedua) untuk mau dijadikan sebagai informan dan diwawancarai. Setelah Ibu informan 2 (kedua) bersedia, maka peneliti pun langsung mewawancarainya. Ia adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang mengurus ketiga anak perempuannya. Yang pertama berkuliah di Teknik Industri USU, dan anak yang kedua dan yang ketiga masih bersekolah di SMA Swasta Eria Medan.

B.Analisis Keterbukaan Diri (Self Disclosure)

Ibu informan 2 (kedua) merupakan Ibu yang sangat ramah dan mudah menerima kehadiran orang baru. Hal ini dapat dilihat ketika pertama kali saya tiba di rumah mereka, ia langsung mempersilahkan saya masuk. Ketika saya memperkenalkan diri saya dan menyampaikan maksud kedatangan saya, ia langsung bertanya tentang judul penelitian dan tempat kuliah saya. Selama


(35)

wawancara pun cukup sering Ibunya tertawa atau sekedar senyum. Ibu Putri merupakan orangtua yang memiliki kepedulian sangat tinggi terhadap anaknya. hal ini terlihat dari hal yang selalu ditanyakannya kepada Putri setiap pulang sekolah, pertanyaan rutin itu adalah apa Putri udah makan apa belum.

“Biasanya saya cerita-cerita sama Putri itu pas sarapan pagi, siang pas pulang sekolah atau gak malam di kamar nya putri. Yang biasa nanyain luan ya saya, nanyain sudah solat belum, sudah makan? Atau nanya-nanya gimana tadi di sekolahan trus sekali juga saya nanya-nanyakin soal seks (jenis kelamin), apakah ada yang dia ingin tanyakan atau saya kasih gambaran. Putri juga biasanya kalo cerita nyeritain kejadian-kejadian di sekolah trus dia juga cerita tentang dirinya khususnya soal kewanitaan.Kadang harus saya duluan yang nanyain dia, tapi kadang juga tanpa disuruh cerita dia bakalan cerita. Kalo masalah temen-temen dan misalnya di sekolahan ntar dia bakalan cerita sendiri.”

C.Analisis Komponen Komunikasi Efektif i.Keterbukaan (Openness)

Ibu informan 2 adalah Ibu yang sangat peduli dengan anak-anaknya, jadi dia tahu bagaimana cara-caranya agar anaknya juga mau terbuka dan menceritakan semua hal kepadanya tanpa ada yang ditutup-tutupin. Semua itu akan bisa didapatkan jika ia mampu melakukan pendekatan setiap hari kepada anaknya agar anak-anaknya merasa nyaman walaupun sudah tidak bersama dengan Ayah mereka.

“Yang saya terapkan untuk anak-anak sih komunikasi yang baik ya kalo saya nasihatin dia, saya harus pelan-pelan supaya dia ngerti sama apa yang saya maksud. Saya juga gak memaksa dia untuk bercerita karena malah kalo saya tanya-tanyain dia bilang saya kepo. Karena Putri itu tidak ditanya pun dia akan cerita sendiri dengan saya. Kecuali ketika saya melihat raut mukanya Putri beda dari biasanya maka saya akan tanyakan dia ada apa. Saya juga suka ceritain pengalaman saya dulu tu kayak mana. Kami harus saling terbuka seperti layaknya teman..”

ii. Empati (Empathy)

Empati adalah kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan seseorang. Ini sangat diperlukan di dalam diri masing-masing individu. Hal ini dapat berupa pengertian satu sama lainnya yang dapat membuat hubungan


(36)

semakin dekat. Rasa empati ini ada di dalam diri Ibu informan 2. Menurutnya ini sangat diperlukan sekali agar anak-anak semakin dekat dengannya dan menimbulkan simpati terhadap Ibu informan 2. Ibu informan 2 selalu memberikan pemahaman kepada anak ketika anak mengeluh karena tidak lagi dengan Ayah mereka.

“Saya kalo Putri buat salah, saya orangnya gak mau marah dulu, pasti saya tanya dulu baik-baik dia kenapa kaya gitu trus kenapa belakangan sering pulang malam, kemana aja kalau pergi dan dengan siapa. Saya minta dulu dia jujur sama saya, kalau emang kenyataannya dia berbuat salah baru saya marah, tapi saya orangnya gak mau ngebentak saya nasihati aja dengan baik-baik karna dengan kaya gitu anak lebih mau mengungkapkan kesalahannya. Gimana pun kan dia juga masih anak-anak butuh didikan yang baik. Anak kan pasti juga butuh ayahnya apalagi kalau dia lagi ada masalah, dan terkadang Putri cerita tentang kepribadian nya, sesuatu yang putri bingungkan, kenapa bisa seperti ini dan dia juga kerap menanyakan soal seks (jenis kelamin) tapi gak sering putri nanyakin, sebulan bisa 3 kali kami berdua cerita dan tukar pikiran soal itu.”

iii. Dukungan (Supportiveness)

Suatu bentuk kenyamanan, perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang diterima individu dari orang yang berarti, baik secara perorangan maupun kelompok. Seperti memberikan motivasi-motivasi yang membangkitkan untuk membangkitkan semangat anaknya. Bila dikaitkan dengan informan 2, Ibu selalu mendukung dan memotivasi anak-anaknya pada saat mereka membutuhkannya. Bentuk dukungan yang diberikan Ibu selalu berupa kata-kata yang menyemangati anaknya.

“Kalau soal dukungan Ibu paling senang ngedukung anak-anaknya, dan terkadang ayahnya bisa nelpon berkali-kali ngasih masukan ke mereka kalau pas mereka ada masalah dan sedikit problem dengan kepribadian menyangkut seks (jenis kelamin), mereka lebih banyak diam dan saya yang menanyakan langsung sama Putri.”

iv. Rasa Positif (Positiveness)

Rasa positif ditanamkan oleh Ibu informan 2 kepada anak-anaknya. Menurutnya sangat penting, karena dengan begitu dapat menimbulkan pengertian


(37)

diantara keduanya. Agar mereka mempunyai pandangan yang baik dan komunikasi pun menjadi efektif. Ibu informan 2 selalu memberi pemahaman pada saat anak mengeluh karena kepribadianya menyangkut seks (jenis kelamin).

“Saya tau dimana letak kemampuan anak saya, jadi kalau dia bertanya tentang masalah kepribadiannya ya saya tidak langsung memotong untuk memberikan masukan, saya lebih mendengarkan apa yang Putri rasakan dan setelah dia siap mengutarakan masalah kepribadiannya berkaitan dengan seks (jenis kelamin) baru saya memberikan arahan dan gambaran dengan kasih pemahaman serta ketegasan yang tujuannya supaya putri paham dengan apa itu penyalahgunaan organ reproduksi serta efek dari hal tersebut.”

v. Kesamaan (Equality)

Kesamaan yang berupa kesamaan dalam pemahaman dan juga bersikap dapat membuat anak-anak menjadi tertarik dan simpati terhadap orangtuanya. Dimana Ibu selalu memposisikan dirinya seperti anak, orangtua menganggap anak juga sebagai temannya sehingga anak pun merasa nyaman.

“Saya mau itu anak saya gak hanya nganggap saya sebagai orangtua namun saya maunya mereka menganggap saya juga tempat bercerita untuk saling terbuka layaknya seperti temannya juga, namun jika dia buat kesalahan saya beri pengertian juga supaya dia ngerti. Gitu juga kalau ayahnya, kalau berkomunikasi atau ngasih kabar gak pernah berhenti biar anak pun tetap ngerasa dekat.”


(38)

3. Informan Tambahan 3 (ketiga) Ibu dari informan 3

Nama : Murnilawaty

Tempat & Tanggal Lahir : Medan, 13 Maret 1963

Usia : 52 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Jl. Delitua Gg. banteng No. 11 Medan Tempat & Waktu Wawancara :Jl. Delitua Gg. banteng No. 11 Medan, 17.00 A. Interpretasi Data

Ibu dari informan 3 (ketiga) adalah teman dari salah satu Ibu dari informan peneliti yaitu informan 1 (kesatu). Sebelumnya untuk mempermudah wawancara, informan 1 (pertama) mengenalkan peneliti dengan Ibu dari informan 3 (ketiga). Sebelum memulai wawancara, Ibu informan 3 (ketiga) bertanya lagi sedikit mengenai judul penelitian saya. Setelah memberi penjelasan, maka proses wawancara pun kami mulai. Ibu informan 3 (ketiga) sebagai Ibu yang bijak ketika anaknya melakukan kesalahan. Ibunya tidak pernah membela kesalahan anaknya Puji, maka Ibunya akan menegur dan menasihatinya agar jangan mengulangi kesalahan yang sama sekaligus memberi arahan. Ibu informan 3 (ketiga) akrab dipanggil dengan sebutan Ibu Nila, ia adalah seorang Ibu Rumah Tangga, mempunyai 4 orang anak perempuan, dan salah satunya adalah sebagai informan 3 (ketiga) peneliti yaitu anak terakhir dari 4 bersaudara.

B. Analisis Keterbukaan Diri (Self Disclosure)

Dengan keterbukaan diri seseorang maka orang lain akan lebih mengenal diri orang tersebut sehingga tidak adanya rasa curiga dan rasa ketidak percayaan. Keterbukaan diri dapat diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi tersebut seperti halnya, pengalaman hidup, perasaan,


(39)

emosi, pendapat, cita-cita dan lain sebagainya. Ibu informan mengaku bahwa ia yang selalu memulai untuk berkomunikasi dengan anak, biasanya pada saat sarapan pagi, sewaktu nonton TV pada malam hari, dan kapan bertemu dengan anaknya.

“Puji anaknya terbuka ya, kalau apa-apa dia pasti cerita. Termasuk kalau dia lagi ada masalah.Masalah yang terkait soal sesuatu yang belom dia pahami dan tau yaaa soal organ reproduksi dan perbedaaan nya. Saya selalu ngajak dia ngomong atau cerita-cerita biasanya tiap sarapan pagi, pas nonton TV pas malam di dalam kamarnya puji, dia suka cerita karna saya juga suka cerita-cerita sama dia. Dia juga mau tu cerita-cerita tentang cwowknya, disitu saya senangnya karna anak saya mau jujur, jadi legah aja rasanya.”

C. Analisis Komponen Komunikasi Efektif i. Keterbukaan (Openness)

Keterbukaan haruslah dilandasi dengan kejujuran dalam memberikan informasi. Dan keterbukaan adalah yang selalu Ibu dari informan 3 lakukan dan tanamkan kepada anaknya agar selalu terbuka dan bersikap jujur terhadap semua perkataannya. Ibu pun mengaku bahwa anaknya selalu terbuka termasuk tentang hal pribadinya. Ibu juga turut berbagi cerita, bisa dinilai dari ia selalu memberi kabar kepada anaknya walaupun terkadang anaknya susah buat dijumpai.

“Saya selalu bilang ke Puji kalau apa-apa itu harus jujur jangan ada yang ditutup-tutupin, mau cerita soal kepribadiannya soal seks (jenis kelamin), mau cerita pacarnya pun gak masalah saya gak akan marah kalau dianya jujur, kalau dia bohong baru lain cerita pasti saya marah. Kalau dia salah ya saya akan tetap nyalahin dia, menegur dia supaya gak diulanginya lagi. Karna saya pun juga gitu, saya suka ceritain masalah saya daripada saya harus memendamnya sendiri. Setelah Puji cerita ke saya, saya pun juga ceritain ke ayahnya, karna ayah selalu nanyain gimama kabar anak-anak setiap harinya.”

ii. Empati (Empathy)

Merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain adalah suatu cara yang baik dalam memperoleh simpati orang lain agar mereka dapat tertarik dengan diri orang tersebut sehingga menciptakan hubungan yang erat. Di mana Ibu dapat merasakan apa yang dirasakan oleh anak. Ibu pun turut memberi nasihat dan saran


(40)

yang baik untuk anak. Di sini Ibu juga akan menceritakan setiap masalah anak ke Ayah, dan Ayah juga turut memberi nasihatnya kepada anak walaupun Ayah tidak sempat untuk memberikan sedikit masukan sekedar nasehat, tapi setidaknya dengan ia memberikan perhatiannya, anak akan selalu merasa dekat dengannya.

“Kalau dia saya liat agak murung gitu pasti langsung saya tanyain dia ada apa kok beda? Saya pancing-pancing dia untuk cerita dan dia mulai perlahan cerita seketika dia bertanya soal seks (jenis kelamin). Saya kasih dia saran dan masukan yang baik pelan-pelan, dijelaskan mana yang baik dan mana yang tidak biar dianya pun langsung mengerti. Terkadang dalam nasihat saya, saya juga menceritakan bagaimana pengalaman saya wkatu dulu. Setiap Puji ceritain masalahnya, saya pun akan ceritain ke Ayahnya, ya biar Ayah juga memberi nasehatnya ke Puji.”

iii.Dukungan (Supportiveness)

Situasi yang terbuka untuk mendukung atau memotivasi seseorang untuk membangkitkan semangat anak dalam melakukan apapun sehingga komunikasi berjalan efektif dan anak pun mempunyai penilaian yang baik dan tertarik pada orangtuanya. Di mana orangtua selalu memberi dukungannya kepada anak dari segi berbagi pengalaman dan memberi semangat dengan cara memberikan sebuah penghargaan seperti hadiah agar anak semakin bersemangat.

“Kalau Puji suka cerita-cerita tentang keseharian dia, saya pun ikut juga bercerita bagaimana dulu pengalaman-pengalaman saya supaya dia pun ikut termotivasi untuk lebih baik lagi dan mengurangi kegiatan di malam hari. Dan lebih menjaga diri terhdap lingkungan dan teman temannya” iv.Rasa Positif (Positiveness)

Rasa positif merupakan kecenderungan seseorang untuk mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan, menerima diri sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, memiliki keyakinan atas kemampuannya untuk mengatasi persoalan, peka terhadap kebutuhuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima. Bila dikaitkan dengan Ibu informan 3 ia tidak akan membawa-bawa masalahnya sendiri membuat anak menjadi terkena imbasnya. Tergantung dari kondisinya ia akan menganggap anak juga seperti temannya, apabila anak dalam posisi yang salah ia


(41)

akan bersikap adil. Ibu informan 3 pun selalu memberi pemahaman kepada anaknya karena Ayahnya sibuk.

“Waktu saya lagi ada masalah saya gak akan bawa-bawa masalah saya, saya imbaskan ke anak-anak, enggak... tapi kalau saya lagi capek tapi mereka gak ngerti baru saya marah. Udah capek masaan gak ngerti juga yakan. Tapi kalo dalam posisi Puji yang salah gak selamanya dia saya anggap kawan, kalau dia salah ya tetap saya salahkan, tergantung kondisinya juga. Terus kadang-kadang kan dia ngeluh soal kepribadiannya ketika dia lagi datang bulan, emosi nya gak stabil dan terkadang lebih sering marah-marah, dan disitulah peran saya untuk kasih masukan soal seks (jenis kelamin). Ya selalu saya beri pengertianlah, karena emang harus dihadapi. Saya pun kadang merasa kesulitan juga ngurus anak sendirian apalagi anak saya semua perempuan.”

v. Kesamaan (Equality)

Kesamaan merupakan perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu. Di mana Ibu dan Ayah selalu menjaga agar anak selalu nyaman dan dekat dengan mereka. Apabila informan 3 bersalah, maka orangtua selalu menasihatin dengan baik agar anak dapat mengerti. Orangtua tidak pernah membeda-bedakan antara satu dengan yang lain.

“Supaya anak tetap ngerasa nyaman dan dekat, saya dan suami ketika menasehati harus disampaikan dengan baik-baik, dijelaskan mana yang baik dan mana yang gak baik biar dia juga ngerti. Kalau saya sih gak ada beda-bedain anak-anak ya, kalau siapa yang benar akan saya bela. Emang saya anggap anak-anak itu layaknya teman juga, tapi tergantung kondisinya juga, kalo di posisinya dia salah ya akan saya salah kan dan memberi nasihat ke dia pelan-pelan, karna anak-anak itu harus dikasih pengertian.”


(42)

Dari hasil wawancara yang dilakukan berdasarkan keterbukaan diri (self disclosure) dan komponen komunikasi efektif, peneliti akan menguraikan hasil wawancara tersebut dalam bentuk reduksi data. Dimana reduksi data ini dimaksudkan untuk merangkum dan memilih hal-hal yang pokok dan kemudian memfokuskan pada hal-hal yang penting sesuai dengan masalah penelitian.

Berikut adalah tabel reduksi data dari keterbukaan diri (self disclosure) dan komponen komunikasi efektif.

Tabel 4.3 Reduksi Data I (Keterbukaan Diri (Self Disclosure)) No. Informan Keterbukaan Diri (Self Disclosure)

1.

Informan 1 dan Ibu dari Informan 1

Informan 1 adalah seorang remaja yang akan terbuka apabila Ibunya mau memulai untuk bertanya. Jika tidak, ia tidak akan membuka dirinya untuk menceritakan hal yang ia alami. Tapi untuk hal pribadi dia tidak mau terbuka. Informan 1 tidak begitu terbuka dengan Ayah karena ia merasa lebih nyaman jika komunikasi dilakukan langsung dengan bertatap muka. Ayah selalu memberi dan menanyakan kabar keluarga dan Ibu selalu memberitahu, ia akan membuka dirinya ketika di dalam masalah tertentu.

2.

Informan 2 dan Ibu dari Informan 2

Informan 2 adalah seorang remaja yang sangat terbuka termasuk hal pribadinya. Tapi jika ia sudah diceritakannya kepada Ibu, maka tidak diceritakan lagi pada Ayah. Tanpa harus ditanya, informan 2 pun langsung menceritakan hal yang ia alami setiap harinya. Ibu informan 2 pun menilainya adalah anak yang terbuka, tanpa harus ditanya pun informan 2 akan membuka dirinya. Bahkan Ibu dari informan 2 pun juga mau membuka dirinya agar anak pun ikut terbuka


(43)

dengannya.

3.

Informan 3 dan Ibu dari Informan 3

Informan 3 adalah seorang remaja yang terbuka dengan Ibunya, kalau dengan Ayah jarang untuk terbuka karena menurutnya Ayah sibuk, tapi apabila Ayah menanyakan kabarnya maka ia pun akan terbuka juga. Ia berkomunikasi dengan Ayah pada saat ia membutuhkan sesuatu. Setiap hal yang ia alami ia ceritakan kepada Ibunya. Begitu pula menurut Ibunya, ia adalah anak yang terbuka, termasuk dalam hal pribadinya ia akan turut berbagi cerita dengan Ibunya.

Sumber: Hasil Pengamatan dan Wawancara

Tabel 4.4 Reduksi Data II (Komponen Komunikasi Efektif) No.

Komponen Komunikasi

Efektif

Informan 1 dan Ibu dari Informan 1

Infoman 2 dan Ibu dari

Informan 2

Informan 3 dan Ibu dari Informan 3

1. Keterbukaan

Keterbukaan dilakukan oleh masing-masing remajainforman 1, informan 2, dan informan 3 kepada Ibunya, masing-masing informan merasa lebih dekat dan nyaman untuk terbuka dengan Ibu.

2. Empati

- Rasa empati dimiliki oleh masing-masing informan tersebut.

- Ibu dan Ayah dari masing-masing remaja sangat empati kepada anak-anaknya, itulah yang membuat hubungan diantara keduanya menjadi dekat dan terbuka.

3. Dukungan

Dukungan selalu diberikan para orangtua masing-masing informan guna untuk memberi motivasi dan menambah semangat agar remaja-remaja tersebut semakin rajin untuk belajar. Dukungan yang diberikan yaitu seperti


(44)

iming-imingan, dan memberikan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang remaja lakukan di luar sekolah tepatnya pada kegiatan malam.

4. Rasa Positif

Rasa positif diciptakan oleh Ibu masing-masing dari remaja maupun kesadaran sendiri dari remaja tersebut untuk berfikir positif, contohnya ketiga informan dapat mengerti dengan keadaan bahwa bahaya dalam penyalahgunaan organ reproduksi dan perbedaan yang berarti antara organ reproduksi wanita dan pria.

5. Kesamaan

- Masing-masing remaja tersebut merasa Ibu adalah seperti temannya juga, sehingga itu yang membuat masing-masing dari remaja tersebut nyaman untuk terbuka menceritakan masalahnya dengan Ibunya masing-masing.

- Sedangkan informan 1, informan 3 juga dekatkepada Ayah saat mereka merasa memiliki kesamaan pada saat Ayah sudah tidak sibukdan memiliki waktu luang.

- Informan 2 lebih merasa dekat dengan Ibu dibanding Ayah.

- Sebagian Ibu masing-masing dari remaja tersebut, tidak semua hal anak bisa dianggap seperti teman, semua tergantung dari masalahnya yaitu Ibu dari informan 1, informan 2, informan 3.


(45)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan dari reduksi data yang telah diuraikan, peneliti melihat bahwa dengan keterbukaan diri (self disclosure) akan membuat komunikasi menjadi komunikasi yang efektif apabila seseorang dapat membuka dirinya, mau memberikan informasi tentang dirinya kepada orang lain. Sehingga orangtua dari masing-masing informan tidak perlu merasa ragu karena dengan keterbukaan diri ia akan tahu apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh sang anak. Selain itu, Ibudari masing-masing informan pun juga ikut turut mau membuka diri dengan anak-anaknya membuat mereka merasa nyaman dan dekat kepada keduanya walaupun Ayah tidak tinggal bersama-sama dengan anak. Menurut reduksi data yang telah diuraikan, anak merasa lebih dekat dengan Ibu, dan jarang mau untuk terbuka dengan Ayahnya, dikarenakan informan 1, informan 2 dan juga informan 3 merasa tidak nyaman bercerita dengan ayah, informan 3 merasa jika ia sudah menceritakan hal yang ia alami kepada Ibu maka ia merasa tidak perlu lagi untuk menceritakannya kembali kepada Ayah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan wawancara mendalam, peneliti mendapatkan hasil dari penelitian mengenai komunikasi yang efektif yang dilakukan anak kepada Ibu soal pendidikan seks (jenis kelamin). Di mana komunikasi efektif ini memerlukan keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan kesamaan (baik kesamaan pemahaman maupun bersikap) dalam berkomunikasi. Berdasarkan dari reduksi data komponen komunikasi efektif yaitu keterbukaan (openness) yang telah diuraikan, seluruh informan memiliki jawaban yang sama mengenai intensitas komunikasi. Mereka selalu berkomunikasi dengan Ibu mereka setiap hari dan pada saat adanya waktu ketika mereka sama-sama berada di rumah maupun di luar rumah, sedangkan berkomunikasi dengan Ayah pada saat Ayah masing-masing dari informan menghubungi dan memberi kabar pada remaja-remaja tersebut. Sedangkan informan 1 merasa kalau untuk masalah yang pribadi lebih nyaman jika berbagi cerita dengan teman dekat, dan saudara perempuan/laki-lakinya dibandingkan bercerita dengan Ibu atau Ayahnya,


(46)

alasannya karena takut dimarahi. Seluruh informan sangat dekat dengan Ibu masing-masing dari informan sehingga informan 1, informan 2, informan 3, merasa lebih nyaman jika terbuka dengan Ibu dibandingkan dengan Ayah mereka. Dengan begitu, maka akan timbul rasa nyaman, rasa percaya, dan rasa simpati dalam diri anak-anak kepada dirinya, sehingga tidak ada yang ditutup-tutupin oleh sang anak, begitu pula dengan Ibu kepada anak-anaknya. Hal ini dapat membuat komunikasi menjadi berjalan efektif.

Berdasarkan reduksi data komponen komunikasi efektif yaitu empati (empathy). Sebagai orangtua sudah menjadi kewajiban untuk melihat bahwa ia harus mampu merasakan apa yang dirasakan oleh anak-anaknya. Dalam hal ini, setiap orangtua masing-masing dari informan sudah sangat empati kepada anak-anaknya, sehingga membuat hubungan di antara keduanya menjadi dekat dan terbuka. Para orangtua menganggap dengan saat ia berkomunikasi dapat memposisikan dirinya ke dalam posisi anak maka anak akan menjadi lebih terbuka kepada mereka. Namun ketika anak di dalam posisi yang salah maka orangtua tidak akan menganggap anak seperti layaknya temannya. Dan para orangtua seluruh dari informan apabila anak dalam masalah yang membutuhkan kedua orangtua maka orangtua akan selalu memberikan nasihat dan masukan-masukan kepada anaknya serta turut membagi pengalamannya sewaktu dulu.

Dukungan (supportiveness) dari seluruh orangtua informan yaitu Ibu maupun Ayah yang tidak dapat langsung memberikan perhatian maupun dukungan pada saat anak membutuhkannya. Dukungan dari orangtua sangat berperan penting untuk melancarkan suatu penyampaian pesan komunikasi kepada anak-anaknya. Hal ini juga ditemui pada seluruh orangtua informan. Dukungan yang diberikan yaitu berupa nasehat dan arahan yang berkaitan dengan bahaya penyalahgunaan organ reproduksi.Para orangtua dari seluruh informan akan menasihatin, memberi saran, motivasi serta memberi semangat untuk lebih baik lagi ke depannya.

Hal lain yang akan menjadikan komunikasi menjadi efektif yaitu rasa positif (positiveness) dari orangtua terhadap anak-anaknya. Dalam hal ini orangtua maupun anak melihat dua rasa positif yang dipandang dari dua sisi yaitu rasa


(47)

positif terhadap dirinya dan rasa positif terhadap orang lain. Orangtua dari masing-masing informan selalu dapat meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita dari para anak mereka. Jika dari cerita yang disampaikan oleh sang anak mereka merasa ada yang kurang baik, maka mereka akan memberikan nasihat atau pun saran agar ke depannya para anak menjadi lebih baik. Dalam setiap kesempatan mereka juga akan berbagi pengalaman mereka dengan sang anak. Ini berguna untuk menambah pengetahuan dan pengalaman para anak agar lebih termotivasi untuk menjadi yang lebih baik dari orangtua mereka dahulu. Seperti bahasa mengatakan bahwa pengalaman merupakan guru terbaik. Jika anak ada melakukan kesalahan, maka Ibu tidak pernah memanjakan mereka dengan selalu membela dan membenarkan segala tindakan sang anak. Mereka akan bertindak tegas dengan memarahi sang anak, lalu memberikan pengarahan bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah dan agar jangan diulangi di masa yang akan datang. Para orangtua selalu meminta anak mereka untuk berbicara jujur dan terbuka. Cara berkomunikasi yang mereka terapkan berbeda-beda, namun pada intinya mereka membiasakan diri untuk lebih banyak mendengar dan bersikap lebih peduli kepada anak-anaknya. Setiap orangtua dari seluruh informan sepertinya merupakan orang yang bijak dalam menghadapi masalah, jika mereka dalam situasi atau kondisi yang tidak baik maka tidak akan berpengaruh pada cara berkomunikasi mereka dengan sang anak. Bahkan Ibu dari seluruh informan mengaku mereka tak jarang berbagi cerita dengan anak mereka jika sedang menghadapi masalah. Para Ibu juga selalu memberikan pemahaman yang positif kepada anak ketika anak mengeluh soal pendidikan seks yang belum mereka pahami mengenai organ reproduksi serta perbedaan wanita dan pria. Namun tak jarang pun Ibu masing-masing dari informan sendiri mengaku mereka terkadang ada merasa kesulitan mengurus anak. Sedikit menjadi beban fikiran para Ibu dari masing-masing informan karena beberapa mempunyai anak perempuan, apalagi beberapa anak sedang dalam masa puber dan melihat jaman sekarang anak-anak yang susah diatur.

Hal terakhir yang akan dibahas adalah kesamaan (equality). Kesamaan ini memiliki artian bahwa setiap orang otomatis memiliki perbedaan yang mendasar


(48)

yang menyebabkan ketidaksamaan muncul. Akan tetapi dalam hal ini Ibu dan Ayah berusaha agar masing-masing mereka adalah seseorang yang memiliki keseimbangan dan kesamaan yang tak bersyarat khususnya dalam cara berkomunikasi maupun bersikap terhadap anak kepada Ibu, dan juga sebaliknya. Selain itu komunikasi yang sering sekali terjalin efektif antara orangtua dengan anak dikarenakan memiliki kesamaan pandangan, sikap, berperilaku serta kesamaan dalam cara berkomunikasi dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian, masing-masing dari remaja tersebut sudah merasa Ibu adalah seperti temannya juga, sehingga itu yang membuat masing-masing dari remaja tersebut merasa nyaman untuk terbuka menceritakan semua hal yang mereka alami dengan Ibunya masing-masing. Jika kedekatan dengan Ibu dirasakan pada informan 1, informan 2 dan informan 3 dikarenakan mereka merasa memiliki kesamaan. Membuka diri kepada orang lain dan mendengarkan dengan penuh perhatian ketika orang lain sedang membuka diri kepada kita adalah cara yang jitu untuk memulai dan memelihara komunikasi (Johnson, 1981). Hal ini sesuai dengan jawaban dari seluruh informan yang merasa nyaman ketika berkomunikasi dengan Ibu dibandingkan dengan Ayah mereka karena sang Ibu selalu mau mendengarkan mereka bercerita. Ibu mereka selalu meluangkan waktu setiap harinya apabila sang anak mau menceritakan mengenai hal yang mereka alami. Sang Ibu pun senantiasa memberikan tanggapan, saran, dan nasihat jika dirasakan perlu dari hal-hal yang diungkapkan oleh anaknya. Seperti yang dikatakan Johnson, bahwa umpan balik dari orang lain yang kita percaya, dalam hal ini Ibu memang dapat meningkatkan pemahaman diri kita, yakni membuat kita sadar pada aspek-aspek diri kita serta konsekuensi-konsekuensi perilaku kita yang tidak pernah kita sadari sebelumya.

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada ketiga informan beserta Ibu dari masing-masing informan yang juga mencakup sebagai informan, peneliti menemukan bahwa dengan danya Ibu yang selalu beri penjelasan soal pendidikan seks (jenis kelamin) maka anak anak lebih bisa paham dengan mudah dengan saling tukar pikiran dengan ibunya dan memahami keseluruhan dari apa yang disampaikan orang tua Orangtua dari masing-masing informan telah benar


(49)

melakukan dengan baik dari keterbukaan diri (self disclosure) dan juga komponen komunikasi efektif yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), dukungan (supportivenes), rasa positif (positiveness), dan kesamaan (equality). Seluruh informan mengatakan bahwa mereka sudah merasa tidak ada lagi yang kurang dari Ibu mereka, karena menurut seluruh informan bahwa orangtua mampu menciptakan suasana yang nyaman sehingga mereka mau untuk membuka diri mereka kepada orangtua dan juga komunikasi menjadi efektif. Komunikasi efektif yang dimaksud adalah bahwa Ibu dari setiap informan mampu memberi dan menciptakan keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan kesamaan (dalam maksud kesamaan pemahaman, pandangan, dan kesamaan bersikap). Sehingga tidak ditemukan lagi, anak-anak yang takut untuk mengungkapkan masalah yang ia alami maupun hal yang juga menurutnya pribadi. Mereka juga mengungkapkan bahwa orangtua mereka selalu memberikan masukan-masukan serta motivasi yang dapat membangkitkan semangat mereka untuk menjadi lebih baik lagi.


(1)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Efektifitas Komunikasi Interpersonal Orang Tua Terhadap Anak dalam Mensosialisasikan Pendidikan tentang Seks di SMAS Eria Medan, sebuah studi deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara berkomunikasi yang efektif antara orangtua terhadap anak dalam mensosialisasikan pendidikan tentang seks. Penelitian ini menggunakan Perspektif Konstruktivisme.Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Psikologi Komunikasi, Pengungkapan Diri (Self Disclosure), Komunikasi Keluarga, Komunikasi yang Efektif, Remaja dan Pendidikan seks. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara (in-depth).Terdapat tiga informan utama dalam penelitian ini yaitu tiga remaja dan tiga informan tambahan yaitu ibu dari masing-masing informan. Teknik yang digunakan dalam pemilihan informan adalah teknik purposive sampling dan snowball sampling.Teknik pengumpulan data di dalam penelitian ini menggunakan data primer melalui metode wawancara mendalam dan observasi, dilengkapi dengan data skunder.Teknik analisis data dalam penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu melakukan reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan verifikasi. Hasilpenelitianmenunjukkan bahwa diantara remaja dengan orangtua melakukankomunikasi yang efektif berdasarkan keterbukaan diri (self disclosure) dan komponen komunikasi efektif yang dilakukan oleh remaja dengan orangtua yang mensosialisasikan pendidikan seks saat ini.Efek yang ditimbulkan dari komunikasi yang efektif tersebut adalah remaja tetap merasa nyaman dan terbuka untuk mensosialisasikan pendidikan tentang seks dengan orangtua terutama pada ibu.

Kata Kunci:


(2)

ABSTRACT

This study entitled Effectiveness Interpersonal Communication Parents Against Children in Socializing Education on Sex in SMAs Eria Medan, a qualitative descriptive study that aims to determine how to communicate effectively among parents of children in disseminating education about sex.This study uses Constructivism Perspective.The theory used in this research is the Psychology of Communication, Self Disclosure (Self Disclosure), Family Communication, Effective Communication, Youth and sex education.There are five key informants in this study is five teenagers and five additional informant is the mother of each informant.Techniques used in the selection of informants is purposive sampling and snowball sampling.Data collection techniques in this research using primary data through in-depth interviews and observations, supplemented with secondary data.Data analysis techniques in this study through several stages that perform data reduction, data presentation, drawing conclusions, and verification.The results showed that among adolescents with parental effective communication is based on the openness of the self (self-disclosure) and the components of effective communication is done by teenagers with parents who disseminate sex education at this time.The effects of effective communication are teenagers still feel close and comfortable to promote education about sex with parents.

Keywords:

Effective Communication, Openness Self, Teen, Sex Education.


(3)

HALAMAN SAMPUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTARCT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN …… ... 1

1.1 Konteks Masalah ……… ... 1

1.2 Fokus Masalah ………. ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ……… ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1 Perspektif/Paradigma Kajian ... 8

2.2 Uraian Teoritis ... 11

2.2.1 Psikologi Komunikasi ... 11

2.2.1.1 Pengertian Psikologi Komunikasi ... 11

2.2.1.2 Hubungan Komunikasi dengan PSikologi……… ... 12

2.2.2 Pengungkapan Diri (Self Disclosure) ... 13

2.2.2.1 Pengertian Pengungkapan Diri ... 13

2.2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diri ... 17

2.2.2.3 Tingkatan dalam Pengungkapan Diri ... 19

2.2.3 Komunikasi Keluarga ……… ... 19

2.2.3.1 Pengertian Komunikasi Keluarga ... 19

2.2.3.2 Pola Komunikasi Keluarga ... 22

2.2.4 Komunikasi yang Efektif ... 26

2.2.4.1 Pengertian Komunikasi yang Efektif ... 26

2.2.4.2 Hambatan dalam Komunikasi yang Efektif ... 30

2.2.5 Remaja……… ... 32

2.2.5.1 Pengertian Remaja ... 32

2.2.6 Pendidikan Seks ………. 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

3.1 Metode Penelitian ... 46

3.2 Objek Penelitian ... 46


(4)

3.4 Kerangka Analisis ... 48

3.5 Teknik Pengumpulan Data ………. ... 49

3.6 Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 52

4.1 Hasil ... 52

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 52

4.1.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data di Lapangan ... 53

4.1.3 Profil Informan ... 55

4.1.4 Penyajian Data dari Informan ... 56

4.2 Pembahasan ... 85

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1 Kesimpulan ... 90

5.2 Saran ... 91

5.2.1 Saran dalam Kajian Akademis …... ... 91

5.3 Implikasi Teoritis ……….. ... 92

5.4 Praktis ……… ... 92

DAFTAR REFERENSI ... 93 LAMPIRAN

-Pedoman Wawancara -Hasil Wawancara -Biodata Peneliti

-Daftar Bimbingan Skripsi


(5)

Nomor Judul Halaman

4.1 Reduksi Data I (Keterbukaan Diri (Self Disclosure) ………….. 82


(6)

DAFTAR GAMBAR Nomor Judul

Halaman

2.1 Johari Window... 15 2.2 Boneka Praga Fungsi dan Perbedaan Organ Reproduksi... 40 3.1 Skema Kerangka Berfikir ... 48


Dokumen yang terkait

Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi

3 92 103

Komunikasi Keluarga Dalam Hubungan Jarak Jauh (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)

47 223 112

KOMUNIKASI KELUARGA DALAM HUBUNGAN JARAK JAUH (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)

2 84 9

Komunikasi Antarpribadi Orangtua Anak Down Syndrome (Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Orangtua Anak Down Syndrome di Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan)

21 143 109

Komunikasi Antar Pribadi Ayah Dan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Ayah terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al- Ulum, Medan)

0 44 140

Strategi Komunikasi Guru Dalam Menghadapi Temper Tantrum Pada Anak Autis (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Anak Autis Di Sekolah YAKARI Di Kota Medan)

5 96 97

Komunikasi Interaksional Orang Tua Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Kota Bandung dalam Menyampaikan Pendidikan Seks (Studi Deskriptif Tentang Komunikasi Interaksional Orang Tua pada Anak Usia Sekolah Dasar di Kota Bandung dalam Menyampaikan Pendidikan Seks

0 26 113

Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi

0 1 13

Komunikasi Keluarga Dalam Hubungan Jarak Jauh (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)

0 1 19

KOMUNIKASI KELUARGA DALAM HUBUNGAN JARAK JAUH (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan) SKRIPSI

0 0 15