Kajian Organologi Surdam Belin (Tangko Kuda) Buatan Bapak Pauji Ginting

BAB II
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Di dalam Bab II ini penulis akan menerangkan gambaran lokasi penelitian
dengan spesifikasi objek penelitian surdam belin (tangko kuda) yang terdapat di Desa
Hulu, yang dibuat oleh Bapak Pauji Ginting, sebagai latar belakang budaya Karo yang
diinternalisasikannya. Begitu juga dengan gambaran masyarakat Karo pada umumnya
yang memiliki kebudayaan tersebut. Sehingga dalam tulisan ini penulis juga
memaparkan setiap kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Karo dengan rincian
terkait kesenian tradisional dalam masyarakat Karo pada khususnya. Dengan melihat
gambaran lokasi penelitian maka pembaca diharapkan mengerti dan paham dengan
kesenian tradisional yang terdapat dalam masyarakat Karo pada umumnya.

2.1 Sejarah Berdirinya Kabupaten Deli Serdang
Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945,
Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini merupakan dua pemerintahan yang
berbentuk Kerajaan (Kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang berpusat di Kota Medan,
dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan, kurang lebih 38 km dari Kota Medan
menuju Kota Tebing Tinggi. Dalam masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat
(RIS), keadaan Sumatera Timur mengalami pergolakan yang dilakukan oleh rakyat
secara spontan menuntut agar NST (Negara Sumatera Timur) yang dianggap sebagai

prakarsa Van Mook (Belanda) dibubarkan dan wilayah Sumatera Timur kembali masuk
Negara Republik Indonesia. Para pendukung NST membentuk Permusyawaratan
Rakyat se-Sumatera Timur menentang Kongres Rakyat Sumatera Timur yang dibentuk
14

Universitas Sumatera Utara

oleh Front Nasional. Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di
Indonesia kemudian bergabung dengan NRI, sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT)
dan Negara Sumatera Timur (NST) tdak bersedia. Akhirnya Pemerintah NRI meminta
kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk mencari kata sepakat dan mendapat
mandat penuh dari NST dan NIT untuk bermusyawarah dengan NRI tentang
pembentukan Negara Kesatuan dengan hasil antara lain Undang-Undang Dasar
Sementara Kesatuan yang berasal dari UUD RIS diubah sehingga sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945
Atas dasar tersebut terbentuklah Kabupaten Deli Serdang seperti tercatat dalam
sejarah bahwa Sumatera Timur dibagi atas 5 (lima) Afdeling, salah satu diantaranya Deli
en Serdang, Afdeling ini dipimpin seorang Asisten Residen beribu kota Medan serta
terbagi atas 4 (empat) Onderafdeling yaitu Beneden Deli beribu kota Medan, Bovan
Deli beribu kota Pancur Batu, Serdang beribu kota Lubuk Pakam, Padang Bedagai

beribu kota Tebing Tinggi dan masing-masing dipimpin oleh Kontrolir. Selanjutnya
dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Timur tanggal 19 April 1946,
Keresidenan Sumatera Timur dibagi menjadi 6 (enam). Kabupaten ini terdiri atas 6
(enam) Kewedanaan yaitu Deli Hulu, Deli Hilir, Serdang Hulu, Serdang Hilir, Bedagei
(Kota Tebing Tinggi) pada waktu itu ibu kota berkedudukan di Perbaungan. Kemudian
dengan Besluit Wali Negara tanggal 21 Desember 1949 wilayah tersebut adalah Deli
Serdang dengan ibu kota Medan meliputi Lubuk Pakam, Deli Hilir, Deli Hulu, Serdang,
serta Padang dan Bedagai. Pada tanggal 14 November 1956. Kabupaten Deli dan
Serdang ditetapkan menjadi Daerah Otonom dan namanya berubah menjadi Kabupaten
Deli Serdang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu UndangUndang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 7 Drt
15

Universitas Sumatera Utara

Tahun 1956. Untuk merealisasikannya dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD). Namun, tahun demi tahun berlalu
setelah melalui berbagai usaha penelitian dan seminar-seminar oleh para pakar sejarah
dan pejabat Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang pada waktu itu (sekarang
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang), akhirnya disepakati dan ditetapkanlah bahwa
Hari Jadi Kabupaten Deli Serdang adalah tanggal 1 Juli 1946.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibu kota Kabupaten
Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan lokasi perkantoran
di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara tanggal 23
Desember 1986.

2.1.1 Letak Geografis Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’ Lintang
Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah pada
posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 Km2 Dari
luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai berikut:
(a) Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Melaka,
(b) Sebelah Selatan berbatasan dergan Kabupaten Karo,
(c) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai, dan
(d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.
Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari Badan Pusat Statistik
Kabupaten Deli Serdang, secara administratif terdapat dua puluh dua (22) Kecamatan
yang ada di Kabupaten Deli Serdang salah satunya adalah Kecamatan Pancur Batu.

16


Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil sensus penduduk 2013, penduduk Kabupaten Deli Serdang
mayoritas bersuku bangsa Jawa (51,77 %), Karo (10,84 %), Toba (10,78 %),
Mandailing (6,71%), Melayu (6,22 %), Minangkabau (2,91%) Simalungun (1,68 %),
dan lain lain (1,24 %). Sedangkan Agama yang dianut oleh masyarakat Deli Serdang
beragama Islam paling besar (78,22%), Kristen (19,30 %), Budha (2,03 %), Hindu (0,17
%), dan lainnya (0,29 %).

2.1.2 Letak Lokasi Penelitian
Kecamatan Pancur Batu merupakan tempat tinggal Bapak Pauji Ginting, Secara
administratif kecamatan Pancur Batu mempunyai luas wilayah 122.53 km2 yang terdiri
atas 26 Desa. Adapun batas-batas wilayah kecamatan Pancur Batu adalah sebelah utara
berbatasan dengan Kota Medan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan
Sibolangit, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Katalimbaru, sebelah Timur
berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe. Dari 26 desa tersebut, beliau tinggal di
Desa Hulu , tepatnya berada di Jalan Rambung Merah - Perumahan Salam Tani Blok E
No. 40. Di lokasi tersebutlah beliau membuka bengkel alat musik Karo dan tinggal
bersama keluarganya.


2.2 Penduduk dan Sistem Bahasa
Kependudukan

dan

sistem

bahasa

merupakan

satu

kesatuan

yang

berkisanambungan untuk menciptakan suatu lingkungan maupun desa. Dengan adanya
bahasa maka dapat tercipta suatu wilayah dengan kependudukan daerah tersebut.
Berdasarkan wilayah geografis, masyarakat Karo mendiami daerah Kabupaten Karo

(meliputi Tanah Karo simalem dan sekitarnya) dan Kabupaten Langkat. Masyarakat
17

Universitas Sumatera Utara

Karo yang mendiami daerah kabupaten Karo sering disebut sebagai Karo Gugung yang
artinya adalah masyarakat Karo yang mendiami dataran tinggi (pegunungan), dan
masyarakat Karo yang menempati Kabupaten Langkat disebut sebagai Karo Jahe yang
artinya adalah sebagian masyarakat Karo yang mendiami dataran rendah wilayah
Langkat dan Deli Serdang.

2.2.1 Kependudukan
Penduduk dalam desa Hulu mayoritas suku Karo Jahe dan terkadang ada
sebagian suku lain yang sudah bertempat tinggal di daerah tersebut. Seperti yang kita
ketahui bahwa Desa Hulu merupakan desa yang termasuk dalam wilayah yang pada
umumnya mayoritas masyarakat Karo Jahe. Pada tahun 2014, penduduk di desa Hulu
sebanyak 1563 jiwa dengan jumlah 315 keluarga. Komposisi penduduk dilihat dari
jenis kelamin, tingkat umur, agama, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian.
Hal ini membuktikan bahwa Desa Hulu pada Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang merupakan sebuah daerah yang berkembang kepadatan

penduduknya. Oleh sebab itu tingkat pendidikan di daerah ini secara otomatis masih
pada taraf tingkat lanjutan pertama dan tingkat atas. Dari segi kepercayaan, agama Islam
merupakan agama mayoritas, diikuti dengan agama Kristen Protestan dan Katholik,
serta Budha. Secara umum mata pencaharian masyarakat di seluruh Kabupaten Deli
Serdang termasuk di daerah peneliran adalah bertani, seperti menanam buah-buahan dan
sayur-sayuran.

18

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Bahasa
Masyarakat Karo Jahe memiliki bahasa yang biasanya digunakan baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam upacara adat yaitu bahasa Karo. Selain memiliki
bahasa sendiri, masyarakat Karo Jahe juga memiliki aksara Karo. Aksara Karo ini
merupakan aksara Kuno yang dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi saat ini
penggunaannya terbatas sekali dan bahkan hampir tidak pernah dipergunakan lagi.
Berikut aksara Karo yang digunakan oleh masyarakat Karo dari dulu.

Gambar 1 : Aksara Karo


2.3 Sistem Kekerabatan
Setiap etnis/ suku yang ada di Sumatera Utara khususnya etnis Karo memiliki
sistem kekerabatan dalam kebudayaannya. Masyarakat Karo memiliki sistem
kekerabatan yang dikenal dengan istilah merga silima, daliken sitelu, dan tutur siwaluh.
Ketiga sistem kekerabatan ini merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengatur

19

Universitas Sumatera Utara

kehidupan sehari-hari pada masyarakat Karo dalam hubungan bermasyarakat dan
berbudaya.

2.3.1 Merga Silima
Masyarakat Karo memiliki sistem marga atau dalam bahasa Karo disebut dengan
merga untuk laki - laki dan beru untuk perempuan. Merga/beru merupakan sebuah
identitas bagi masyarakat Karo di mana setiap masyarakatnya memiliki merga/beru
tersebut. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok yang disebut dengan
merga silima yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah Karo-Karo,

Tarigan, Ginting, Sembiring, dan Perangin-angin. Merga atau beru ini digunakan
sebagian nama belakang, misalnya Marthin merga Tarigan, ditulis Marthin Tarigan.
Merga ini diwarisi dari ayah, karena masyarakat Karo menganut garis keturunan
patrilineal (garis keturunan bapak/laki-laki). Kalau laki-laki bermerga yang sama maka
akan disebut ersenina yang artinya bersaudara dan begitu juga sebaliknya untuk
perempuan yang memiliki beru yang sama. Namun untuk laki-laki dengan perempuan
yang memiliki merga/beru yang sama maka mereka disebut erturang (keluarga),
sehingga dilarang untuk melakukan perkawinan secara adat.

2.3.2 Sangkep Si Telu
Daliken Si Telu atau sering disebut Sangkep Si Telu merupakan bagian dari
masyarakat Karo yang merupakan landasan bagi sistem kekerabatan dan semua kegiatan
khususnya kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan adat istiadat dan interaksi
antar sesama masyarakat Karo. Sangkep Si Telu ini merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Setiap hubungan dalam adat istiadat ditentukan oleh adanya tiga
20

Universitas Sumatera Utara

kelompok ini yaitu kalimbubu sebagai keluarga pemberi istri, anak beru sebagai

keluarga yang mengambil atau menerima istri, dan senina sebagai keluarga yang
seketurunan (semerga) dengan keluarga inti. Sangkep Si Telu dalam masyarakat Karo
merupakan simbol atau lambang yang memiliki makna. Jika dilihat dari sisi etimologis
katanya, bahwa daliken sitelu merupakan ―tungku yang tiga‖ yang berfungsi dalam
kehidupan masyarakat Karo sehari-hari sebagai penopang untuk memasak, daliken
sitelu dalam hubungan kekerabatan masyarakat Karo juga mempunyai peran sebagai
penopang sukut (yang menyelenggarakan pesta) dalam upacara adat.
2.3.3Tutur Siwaluh
Untuk menunjukkan tingkat kekerabatan di dalam masyarakat Karo dikenal
istilah ertutur. Ertutur adalah salah satu ciri orang Karo untuk berkenalan. Biasanya
dengan menanyakan merga, kemudian bere-bere (marga ibu), bahkan mungkin
menanyakan terombo (silsilah) untuk mengetahui tingkatan kekerabatan tersebut. Tutur
siwaluh terdiri dari delapan golongan yaitu (1) kalimbubu, (2) puang kalimbubu, (3)
senina, (4) sembuyak, biak sembuyak, (5) senina sipemere, senina siparibanen, senina
sipengalon, (6) senina sedalanen, (7) anak beru, dan (8) anak beru menteri.

2.4 Musik Tradisional Masyarakat Karo
Masyarakat Karo memiliki konsep tersendiri tentang musik. Musik dalam
masyarakat Karo yaitu musik instrumental, vokal, dan gabungan keduanya. Dalam
melakukan aktivitas kesenian bermusik masyarakat Karo menyebut dengan istilah

ersurdam (bermain surdam) dan rende (bernyanyi). Musik tradisional Karo yang akan
penulis bahas adalah solo instrumen yaitu surdam belin (tangko kuda).

21

Universitas Sumatera Utara

2.4.1 Ensambel Tradisional Karo
Dalam penyebutan ensambel musiknya, masyarakat Karo menggunakan kata
gendang. Ada dua jenis ensambel musik Karo yaitu gendang lima sedalenan dan
gendang telu sedalenan. Namun ensambel musik Karo Jahe yang ada di Kabupaten Deli
Serdang disebut dengan Gendang Binge. Adapun contoh persamaan dalam kebudayaan
musik Karo Jahe dan Karo Gugung antara lain adalah gendang patam-patam. Gendang
patam-patam merupakan sebuah istilah musikal dalam kebudayaan musik Karo. Selain
pada kebudayaan musik Karo istilah patam-patam ini juga dapat ditemukan dalam
kebudayaan musik Melayu. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang penulis lakukan,
gendang patam-patam merupakan judul sebuah komposisi instrumental musik
tradisional Karo. Pada masyarakat Karo Jahe gendang patam-patam awalnya digunakan
untuk upacara penyembuhan baik secara fisik maupun psikis oleh guru perdewel-dewel
(dukun). Gendang patam-patam dalam konteks kebudayaan musik Karo Jahe, selalu
disajikan dengan ensambel gendang binge. Komposisi yang dimaksud di sini adalah
melodi dan juga ritem yang dihasilkan dari permainan gendang lima sedalanen.
Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan Natangsa Barus mengatakan bahwa
terdapat beberapa nama dari gendang patam-patam pada musik tradisional Karo Jahe
yaitu patam-patam cemet, patam-patam rambung mbungkar, patam-patam bunga ncole,
patam-patam gendang sikat, patam-patam anak munte, patam-patam pudi terang,
patam-patam malem ate, patam-patam sereng, patam-patam pak-pak, patam-patam
kebang kiung, patam-patam limbey, patam-patam pudi terang, dan patam-patam
simpang empat. Penamaan dari gendang patam-patam sendiri berasal dari guru
perdewel-dewel (dukun) yang datang dari daerah yang berbeda. Beberapa dari
komposisi gendang patam-patam yang berasal dari Karo Jahe ini kemudian menyebar
22

Universitas Sumatera Utara

ke dalam kebudayaan musik Karo Gugung, seperti patam-patam bunga ncole, patampatam sereng, patam-patam cemet, patam-patam rambung mbungkar, patam-patam
kabang kiung, dan patam-patam pudi terang. Pada perkembangannya gendang patampatam yang berada dalam kebudayaan Karo Gugung ini hanya sedikit yang masih sering
disajikan salah satunya adalah gendang patam-patambunga ncole. Gendang patampatam bunga ncole inilah yang akan menjadi fokus dalam mendeskripsikan struktur
musiknya dalam kajian fungsional yang ditawarkan Susumu Kashima. Dari berbagai
gendang patam-patam yang disebutkan di atas yang akan menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah gendang patam patam yang terdapat pada masyarakat Karo
Gugung.
Berbeda dari Karo Jahe, pada masyarakat Karo Gugung komposisi gendang
patam-patam disajikan sebagai hiburan. Gendang patam patam ini berawal dan
berkembang dalam gendang guro-guro aron, sebagi salah satu komposisi dalam
mengiringi aron menari. Gendang patam-patam yang berkembang di Karo Gugung
pada awalnya dimainkan dengan ensambel gendang lima sedalanen. Namun pada tahun
1991 instrumen keyboard masuk ke dalam kebudayaan musik Karo. Beberapa seniman
Karo mengasumsikan bahwa hadirnya instrumen keyboard dalam kebudayaan musik
Karo diperkenalkan oleh Djasa Tarigan yang merupakan salah satu seniman dan musisi
tradisional Karo yang cukup berpengaruh dalam perkembangan musik Karo khususnya
gendang kulcapi, gendang kibod ,dan juga dalam memprogram gendang patam-patam.

2.4.1.1 Gendang Lima Sedalenan
Gendang lima sedalenan sering juga disebut gendang sarune yang merupakan
ensambel musik yang paling dikenal dalam masyarakat Karo. Gendang lima sedalenan
23

Universitas Sumatera Utara

yang merupakan sekumpulan instrumen terdiri dari satu buah sarune sebagai pembawa
melodi, dua buah gendang yaitu gendang anak dan gendang indung (gendang berarti
sebagai instrumen) sebagai instrumen ritmis, serta gung dan penganak sebagai pengatur
tempo. Kelima instrumen tersebut dimainkan secara bersama-sama sebagai sebuah
ensambel. Gendang lima sedalenan sering juga disebut sebagai istilah gendang sarune.
Adapun yang menjadi perbedaan pada gendang binge adalah terlihat pada
ukuran gendang, gung dan sarune yang lebih besar dan panjang dari yang ada di
gendang lima sedalenan. Di kalangan musisi tradisional Karo istilah gendang sarune
lebih sering digunakan sementara itu di berbagai tulisan tentang kebudayaan musik
Karo lebih banyak menggunakan istilah gendang lima sedalenan.
Orang yang memainkan kelima instrumen musik ini dalam

gendang lima

sedalenan masing-masing memiliki sebutan sesuai dengan alat musik atau instrumen
yang dimainkan. Untuk pemain sarune disebut sebagai panarune, pemain gendang anak
dan pemain gendang indung disebut sebagai penggual, pemain gung disebut sebagai
simalu gung dan pemain penganak disebut sebagai simalu penganak. Sekumpulan
pemain musik ini sering disebut sebagai sierjabaten (yang memiliki jabatan) atau
penggual ketika bermain mengiringi upacara adat masyarakat Karo. Dalam konteks
upacara adat sierjabaten atau penggual yang memainkan gendang lima sedalenan /telu
sedalanen diberikan tempat yang khusus dengan beralaskan amak mbentar (tikar
anyaman berwarna putih) sebagai kehormatan. Walaupun sekarang gendang lima
sedalenan atau telu sidalenan.

24

Universitas Sumatera Utara

2.4.1.2 Gendang Telu Sidalenan
Sama halnya dengan gendang lima sedalenan, secara harafiah gendang telu
sidalenan memiliki pengertian ―tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan
bersamaan.‖ Ketiga alat musik tersebut adalah kulcapi/balobat, keteng-keteng, dan
mangkuk mbantar. Dalam ensambel ini ada dua instrumen yang bisa digunakan sebagai
pembawa melodi yaitu kulcapi dan balobat. Sedangkan mangkuk dan keteng-keteng
merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola rritem yang bersifat konstan
dan repetitif. Pemakain kulcapi dan balobat sebagai pembawa melodi dilakukan secara
terpisah dalam upacara yang berbeda tergantung kebutuhan. Prinsipnya sebenarnya
sama hanya saja instrumen pembawa melodinya saja yang berbeda. Jika kulcapi
digunakan sebagai pembawa melodi maka disebut sebagai gendang kulcapi, dan jika
menggunakan balobat sebagai pembawa melodi maka disebut sebagai gendang balobat.

2.4.2 Instrumen Musik Tradisional Karo non-Ensambel
Selain dari ketiga ensambel di atas, masih banyak instrumen Karo non-ensambel
yang dapat dimainkan secara tunggal tanpa diiringi alat musik lainnya, namun hanya
beberapa yang masih dapat ditemukan. Adapun instrumen tersebut antara lain sebagai
berikut.

1. Kulcapi
Selain dapat digunakan secara ensambel, instrumen kulcapi juga dapat
dimainkan secara tunggal. Instrumen tunggal ini dapat dimainkan dimana dan kapan
saja. Kulcapi adalah alat musik petik berbentuk lute yang terdiri dua buah senar.

25

Universitas Sumatera Utara

Senarnya terbuat dari metal namun dulunya terbuat dari akar pohon aren atau enau.
Kulcapi memiliki lubang resonator yang memberi efek suara.

2. Balobat
Balobat merupakan alat musik tiup yang mirip dengan alat musik rekorder yang
terbuat dari bambu dan dapat dimainkan secara ansambel dan secara tunggal, balobat
juga dapat dimainkan dimana dan kapan saja.

3. Surdam
Sesuai dengan objek penelitian utama penulis bahwa surdam merupakan alat
musik tiup yang berjenis end blown flute yang terbuat dari bambu. Cara memainkan
surdam tidaklah mudah karena tidak terdapat sekat pembelah udara yang mau ditiup
sehingga untuk memainkannya harus menggunakan teknik khusus. Seperti dijelaskan
sebelumnya bahwa surdam ini terdiri dari surdam rumamis, surdam tangko kuda,
surdam pingko-pingko, dan surdam puntung.

4. Murbab
Murbab merupakan satu-satunya alat musik gesek yang terdapat dalam kesenian
masyarakat Karo. Instrumen ini mirip dengan instrumen rebab yang terdapat dalam
musik Jawa. Namun sekarang ini tidak dapat dapat dijumpai lagi murbab dalam
kebudayaan masyarakat Karo.

26

Universitas Sumatera Utara

5. Embal-embal
Embal-embal merupakan alat musik yang biasanya dapat ditemukan di sawah
atau pada saat ladang padi sedang menguning. Instrumen ini digunakan atau dimainkan
sebagai alat musik hiburan pribadi di ladang ketika menjaga padi dari gangguan burung.
Embal -embal ini terbuat dari satu ruas bambu yang dibuat lubang-lubang penghasil
nada. Sebagai alat musik tiup, lidah (reed) embal-embal dibuat dari badan alat musik itu
sendiri.

6. Empi-empi
Empi-empi (multiple reed) terbuat dari batang padi yang telah menguning. Lidah
(reed) empi-empi dibuat dari batang padi itu sendiri dengan cara memecahkan sebagian
kecil dari salah satu ujung padi yang memiliki ruas. Akibatnya terpecahnya ruas batang
padi maka ketika ditiup akan menimbulkan bunyi. Sebagian yang tidak terpecah
kemudian dibuat lubang-lubang untuk menghasilkan nada-nada yang berbeda. Biasanya
empi-empi memiliki empat buah lubang nada. Empi-empi merupakan alat musik yang
biasanya dapat ditemukan di sawah atau pada saat ladang padi sedang menguning.
Instrumen ini digunakan atau dimainkan sebagai alat musik hiburan pribadi di ladang
ketika menjaga padi dari gangguan burung.

2.4.3 Musik Vokal
Penggunaan musik vokal dalam masyarakat Karo dapat ditemukan di beberapa
konteks

upacara.

Menurut

penjelasan

Pak

Kumalo

Tarigan

(http://

respository.usu.ac.id), musik vokal dalam musik tradisional Karo dapat disajikan
berdasarkan konteks yaitu:
27

Universitas Sumatera Utara

(A) Musik vokal dalam konteks seni pertunjukan
Musik vokal dalam konteks seni pertunjukan merupakan nyanyian disebutkan
enden-enden yaitu nyanyian yang biasanya dibawakan oleh perkolong-kolong dalam
seni pertunjukan gendang guro-guro aron.
(B) Musik vokal dalam konteks ritual
Musik vokal dalam konteks ritual terdiri dari tujuh nyanyian yaitu: (1) didong
doah, adalah nyanyian untuk menidurkan anak, (2) ndilo wari udan adalah nyanyian
untuk mengundang atau mendatangkan hujan, (3) mangmang, adalah nyanyian untuk
memanggil roh atau meminta kekuatan gaib untuk dapat menjalankan upacara ritual, (4)
nendong, adalah nyanyian untuk meramal suatu kejadian, (5) ngeria, adalah nyanyian
untuk menyadap atau mengambil nira dari pohon aren, (6) perumah begu, adalah
nyanyian untuk berkomunikasi dengan arwah orang yang sudah meninggal dunia, dan
(7) tabas, adalah nyanyian yang berisi mantra.
(C) Musik vokal dalam konteks adat
Musik vokal dalam konteks adat dapat dibagi menjadi dua yaitu katonengkatoneng dan pemasun-masun yaitu nyanyian bercerita yang disajikan dalam upacara
perkawinan yang di nyanyikan oleh bibi dari pengantin wanita. Selain dalam upacara
perkawinan katoneng-katoneng juga disajikan dalam upacara kematian.
(D) Musik vokal dalam konteks hiburan pribadi
Musik vokal dalam konteks hiburan peribadi yaitu (1) doah-doah nyanyian
sepontan untuk diri sendiri, (2) tangis-tangis, adalah nyanyian ungkapan kesedihan, dan
(3) io-io adalah nyanyian kesedihan dalam percintaan.

28

Universitas Sumatera Utara

2.4.4 Penggunan Instrumen Keyboard
Pada saat ini hampir semua upacara adat maupun ritual dan hiburan pada
masyarakat Karo dapat diiringi dengan gendang kibod. Pengguna gendang kibod pada
masyarakat Karo sama seperti ensambel musik tradisional yaitu gendang sedalanen dan
telu sedalanen. Ini akan di jelaskan upacara apa saja yang menggunakan instrumen
keyboard dalam mengiringi jalanya upacara.

2.4.4.1 Upacara Perkawinan (Kerja Nereh-empo)
Setelah instrumen keyboard dapat diprogram dan disesuaikan dengan bunyi dari
gendang lima sedalanen, upacara perkawinan pada masyarakat Karo lebih sering
diiringi dengan gendang kibod lebih sering digunakan secara tunggal untuk mengiringi
jalanya upacara adat. Pengguna gendang kibod dalam upacara perkawinan dulunya
disajikan mulai dari malam hari yakni pada acara ngantik manuk dan keesokan paginya
pada acara pesta adat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Jhon Bregmen Ginting
(2000:22) yang mengatakan bahwa: penyajian gendang kibod pada rangkaian upacara
perkawinan pada masyarakat Karo dapat terjadi pada rangkaian acara nganting manuk
dan pelaksanaan pesta. Dari kedua bagian tersebut pengguna gendang kibod lebih
dominan dimainkan pada saat nganting manuk. Hal ini disebabkan karena pada saat
upacara nganting manuk, setelah acara musyawarah adat, penyajian keyboard
dilaksanakn khusus untuk mengiringi pengantin, dan kaum kerabat kedua pengantin
untuk menari. Berbeda dengan penyajian kibod pada pelaksanaan acara pesta peresmian
perkawinan, penyajian keyboard hanya sebagai pelengkap karena acara utama adalah
pada saat penyerahan tukur atau mahar dan ngerana (memberikan sambutan) dari kedua

29

Universitas Sumatera Utara

kerabat mempelai, namun pada akhirnya ngerana sering di buat menari yang diiringi
keyboard.
Namun sekarang ini acara nganting manuk dalam masyarakat Karo sudah jarang
sekali dilaksanakan. Walaupun demikian sesi untuk rende (bernyanyi) dan landek
(menari) untuk pengantin dan juga kedua orang tua pengantin tetap dilaksanakan
dengan iringan gendang kibod namun tidak dilaksanakan pada saat acara nganting
manuk lagi. Sesi untuk rende (bernyanyi) dan landek (menari) untuk pengantin dan
kedua orang tua dari pengantin bisa saja di lakukan pada saat mbaba belo selambar
(acara pertunangan) atau dalam kerja adatnya. Selain untuk mengiringi pengantin,
gendang kibod juga berfungsi untuk mengiringi acara ngerana (memberikan
petuah/pesan),dan juga landek (menari).

2.4.4.2 Upacara Kematian
Kemajuan teknologi serta kreatifitas seniman Karo dalam membuat beberapa
program musik yang sesuai dengen stlye musik tradisional Karo membuat gendang
kibod kini dapat dimainkan dalam upacara kematian stlye musik tersebut antara lain
adalah gendang simalungen rayat, gendang odak- odak dan gendang patam-patam oleh
karena itu gendang kibod dalam upacara adat kematian masyarakat Karo dapat diwakili
kehadiran gendang lima sedalanen sebagai pengiring jalanya upacara. Gendang kibod
dalam upacara kematian masyarakat Karo sama fungsinya dengan gendang lima
sedalanen yaitu untuk mengiringi acara rende, landek dan juga ngerana yang telah
diatur setelah musyawarah.

30

Universitas Sumatera Utara

2.4.4.3 Upacara Erpangir Ku Lau
Selain gendang telu sedalanen upacara erpangir ku lau kini menggunakan alat
musik modern seperti insterumen keyboard. Menurut Julianus Limbeng, selain
teknologi instrumen keyboard perkembangan yang terjadi sekarang ini adalah
pemakaian kaset atau perekaman musik dalam musik iring untuk upacara erpangir ku
lau, dimana musik-musik yang dimainkan dikaset tersebut dapat dipilih sesuai dengan
repetoar-repetoar yang biasanya digunakan dalam upaca erpangir ku lau. Hal ini
tentunya lebih mengirit biaya pelaksanaan upacara. Namun dalam bentuk pola pikir
dalam konsep erpangir pada penganut tidak ada perubahan yang progresif. Erpangir
masih tetap dilakukan dalam konteks dan makna yang tidak jauh berubah dari ―aslinya.‖

2.4.4.4 Mengket Rumah
Gendang kibod kini sering kali digunakan untuk mengiringi acara mengket
rumah (non-adat). Gendang kibod dalam mengket rumah pada saat ini hanya berfungsi
sebagai hiburan. Jadi tidak ada lagi hubunganya dengan ritual yang bisa dilakukan pada
saat memasuki rumah adat tradisional masyarakat Karo. Pengguna gendang kibod
dalam acara mengket rumah biasanya dapat dilakukan mulai dari malam sebelum acara
dan keesokan harinya, acara pada malam hari merupakan suatu hiburan untuk penghuni
rumah maupun tamu-tamu yang sudah hadir dirumah sehari sebelum acara masuk
rumah baru di mulai.

2.4.4.5 Gendang Guro-guro Aron
Melalui gendang guro-guro aron masyarakat Karo mulai mengenal instrumen
keyboard. Instrumen ini yang awalnya digunakan sebagai eksperimen sangat digrmari
31

Universitas Sumatera Utara

oleh masyarakat sehingga tercipta suatu perogram ritem yang menyerupai musik
tradisional Karo. Gendang kibod merupakan sebutan atau istilah yang sering di gunakan
oleh masyarakat Karo terhadap jenis ritem yang diperogram secara khusus dalam
keyboard. Ritem musik masyarakat Karo yang telah diperogram ini selalu disajikan
dalam gendang guro-guro aron. Gendang kibod memiliki peran yang cukup besar
dalam jalanya acara gendang guro-guro aron yang mana mengandung unsur musik, tari,
dan nyanyian.

2.4.4.6 Acara Hiburan Lainnya
Segala kegiatan masyarakat Karo dapat diiringi dengan gendang keyboard
seperti arisan, syukuran, ulang tahun, naik jabatan, acara kerja (natal dan tahun baru),
dan masih banyak lagi acara masyarakat Karo yang dapat diiringi dengan menggunakan
gendang kibod. Selain untuk menguringi acara hiburan pada masyarakat Karo, program
ritem masyarakat Karo ini juga digunakan untuk iringan musik populer Karo.

32

Universitas Sumatera Utara