Pengetahuan dan Kepatuhan Terhadap Pengobatan pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di Rumah Sakit Jiwa Prof. DR. M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skizofrenia
2.1.1 Definisi skizofrenia
Sebelum menjadi kata skizofrenia, Emil Kraepelin (1856 - 1926)
menyebut dementia praecox yaitu sebuah istilah Yunani yang artinya kemunduran
fungsi intelektual (dementia) di usia dini (praecox) yang ditandai dengan daya
pikir yang makin lama makin memburuk dan disertai gejala berupa delusi
(waham) dan halusinasi. Kata skizofrenia pertama kali diidentifikasi pada tahun
1911, oleh psikiater Swiss Eugen Bleuler yang mengganti nama dementia praecox
menjadi skizofrenia. Ia memilih istilah ini untuk mengungkapkan adanya
perpecahan antara pikiran, emosi, dan tingkah laku dengan gangguan pada pasien
(Sadock and Sadock, 2007).
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan
utama dalam pikiran, emosi dan perilaku pikiran yang terganggu, dimana berbagai
pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, presepsi dan perhatian yang
keliru, afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan aktivitas motorik
yang bizarre. Pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyatan,
seringkali masuk dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi
(David, 2006)
2.1.2 Epidemiologi skizofrenia

Hasil Riskesdas (2013) Prevalensi gangguan jiwa berat nasional sebesar
1,7 per mil. World Health Organization (WHO) menyebutkan skizofrenia
mempengaruhi lebih dari 21.000.000 orang diseluruh dunia tetapi tidak umum

7
Universitas Sumatera Utara

karena banyak gangguan mental lainnya, lebih umum diantaranya laki-laki
(12.000.000), kemudian perempuan (9.000.000).
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di
berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar
hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi
dewasa dan biasanya perjalanan penyakit pada usia remaja akhir atau awal masa
dewasa(Sadock dan Sadock, 2007).
2.1.3 Etiologi skizofrenia
a.

Faktor genetik
Terdapat kontribusi genetik bagi sebagian atau mungkin semua orang pada


skizofrenia dan proporsi yang tinggi dari varians cenderung untuk menjadi
skizofrenia karena adanya pengaruh genetik tambahan. Misalnya, skizofrenia dan
gangguan skizofrenia terkait (seperti: skizotipal, skizoid, dan gangguan
kepribadian paranoid) terjadi pada laju yang meningkat di antara kerabat biologis
pasien dengan skizofrenia. Kecenderungan orang yang mengalami skizofrenia
berkaitan dengan eratnya hubungan terhadap keluarga yang terkena misalnya:
keluarga tingkat pertama atau kedua yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Sadock
and Sadock, 2007).
Tabel 2.1 Prevalensi skizofrenia di dalam populasi spesifik
Populasi

Prevalensi (%)

Populasi umum
Saudara kandung menderita skizofrenia
Anak dengan salah satu orang tua menderita skizofrenia
Kembar dizigotik menderita skizofrenia
Anak dengan kedua orang tua menderita skizofrenia
Kembar monozigot menderita skizofrenia


1
8
12
12
40
47

8
Universitas Sumatera Utara

b.

Faktor biologik
Peran faktor-faktor genetik dalam skizofrenia menunjukkan bahwa faktor-

faktor biokimia perlu diteliti karena melalui kimia tubuh dan proses-proses
biologislah faktor keturunan tersebut dapat berpengaruh. Penelitian ini mengkaji
beberapa neurotransmiter yang berbeda seperti norepineprin dan serotonin (David,
dkk., 2006).
1.


Hipotesis Dopamin
Formulasi

sederhana dari

hipotesis

dopamin

menyatakan

bahwa

skizofrenia dihasilkan dari terlalu banyaknya aktifitas dopaminergik. Teori ini
berasal dari dua pengamatan. Pertama efikasi dan potensi dari kebanyakkan obat
antipsikotik berhubungan dengan kemampuan bertindak sebagai antagonis
reseptor dopamin D2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktifitas
dopaminergik seperti ampetamin yang merupakan suatu psikotomimetik. Teori
dasar tidak memperinci apakah hiperaktif dopaminergik adalah karena terlalu

banyaknya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin, atau
kombinasi mekanisme tersebut (Sadock and Sadock, 2007).
2.

Hipotesis Serotonin
Serotonin telah mendapatkan banyak perhatian dalam penelitian

skizofrenia sejak pengamatan bahwa antipsikotik atipikal mempunyai aktivitas
berhubungan dengan serotonin yang kuat. Secara spesifik, antagonisme pada
reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) telah disadari penting untuk menurunkan gejala
psikotik

dan

dalam

menurunkan

perkembangan


gangguan

pergerakan

berhubungan dengan antagonisme-D2) (Sadock and Sadock, 2007).

9
Universitas Sumatera Utara

3.

Hipotesis Norepinefrin
Walaupun hubungan antara aktivitas dopaminergik dan norepinefrinmasih

belum jelas, semakin banyak data yang menyatakan bahwa sistem norepinefrin
memodulasi sistem dopaminergik dalam cara tertentu sehingga kelainan sistem
norepinefrin mempredisposisikan pasien untuk sering relaps (Kaplan, dkk., 2010).
4.

Hipotesis Gamma aminobutyric acid (GABA)

Neurotransmiter asam amino inhibitory gamma-aminobutiryc acid

(GABA) juga terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Data yang tersedia adalah
konsisten dengan hipotesis bahwa beberapa pasien skizofrenia mengalami
kehilangan neuron-neuron GABA-ergic di hipokampus.Hilangnya neuron
inhibitory GABA-ergic secara teoritis dapat menyebabkan hiperaktivitas neuronneuron dopaminergik dan norepinefrin(Kaplan, dkk., 2010).
c.

Faktor neuropatologi
Pada akhir abad ke 20, para peneliti telah membuat kemajuan yang

signifikan yang memperhatikan suatu dasar neuropatologis potensial untuk
skizofrenia,

terutama

pada

sistem


limbik

dan

ganglia

basalis,

termasukneuropatologi atau abnormalitas neurokimia pada korteks serebri,
talamus, dan batang otak (Sadock and Sadock, 2007).
d.

Faktor Psikologis dan sosial
Semua observasi menunjukkan dengan jelas bahwa skizofrenia tidak dapat

dikaitkan dengan beberapa “paket penyebab” sederhana. Sebagai contoh, tidak
semua penderita skizofrenia memiliki ventrikal yang memebesar, mereka juga
tidak semuanya mengalami hipofrontalitas atau eksesif dalam sistem dopaminnya.

10

Universitas Sumatera Utara

Gambaran kausalnya mungkin menjadi semkin diperumit oleh faktor-faktor
psikologis dan sosial(Durand dan Barlow, 2007).
2.1.4Gejala klinis
Skizofrenia ditandai oleh gejala kelainan atau simptom positif dan negatif.
1.

Gejala-gejala positif
Yang termasuk pada ini adalah pengalaman delusi dan halusinasi yang

mengganggu. Delusi yakni gejala psikotik yang melibatkan gangguan isi pikiran
dan adanya keyakinan kuat, yang merupakan keadaan tidak realisitas. Sedangkan
Halusinasi yakni gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual dimana berbagai
hal dilihat, didengar atau diindra meskipun hal-hal itu tidak nyata atau benarbenar ada (Durand dan Barlow, 2007).
2.

Gejala-gejala negatif
Kontras dengan presentasi aktif yang menjadi ciri gejala-gejala positif


skizofrenia, gejala-gejala negatif biasanya menunjukkan ketiadaan atau tidak
mencukupinya perilaku normal. Gejala-gejala itu termasuk menarik diri secara
emosional maupun sosial, apatis, miskin pembicaraan atau pemikiran (Durand dan
Barlow, 2007).
3.

Gejala-gejala disorganisasi
Mungkin, gejala skizofrenia yang paling sedikit diteliti dan oleh sebab itu

paling

sedikit

diketahui

adalah

disorganized

symptoms


(gejala-gejala

disorganisasi). Gejala ini meliputi berbagai macam perilaku eratik yang
mempengaruhi pembicaraan, perilaku motorik, dan reaksi emosional (Durand dan
Barlow, 2007).
2.1.5 Subtipe Skizofrenia

11
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pada DSM-IV-TR pembagian subtipe skizofrenia secara
klasik adalah paranoid, disorganized, katatonik, undifferentiated dan residual
(APA, 2010).
1.

Tipe paranoid adalahdi mana keasyikan dengan delusi atau halusinasi
pendengaran menonjol secara teratur.

2.

Tipe disorganized adalah dimana adanya kekacauan dalam bicara dan
perilaku, dan afek yang tidak sesuai atau datar.

3.

Tipe katatonik adalah di mana gejala karakteristik motorik yangmenonjol.

4.

Tipe residual adalah di mana ada tidak adanya menonjolgejala poskhitif
namun terjadi gangguan (misalnya, gejala negatif atau positifgejala dalam
bentuk lemah) (APA, 2010).

2.1.6 Diagnosa Skizofrenia
Kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III atau ICD 10,Persyaratan
normal untuk diagnosis skizofrenia adalah : dari gejala-gejala dibawah ini harus
ada paling sedikit satu gejala yang sangat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih
apabila gejala-gejala kurang jelas) dari salah satu kelompok (a) sampai (d), atau
paling sedikit dua dari kelompok (e) sampai (h), yang harus selalu ada secara jelas
pada sebagian besar waktu selama satu bulan satu bulan atau lebih.
(a) Thought elco, thought insertion atau thought withdrawl, dan thought
broadcasting.
(b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi
(delusion

of

influence),

atau

waham

pasivitas

(delusion

of

passivity)yang jelas merujuk pada gerakan tubuh atau gerakan

12
Universitas Sumatera Utara

extremitas, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensasi) khusus,
delusional perception.
(c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi
lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
(e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun ide-ide yang
berlebihan (over-value ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
(f) Arus

pikiran

yang

terputus

atau

yang

mengalami

sisipan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme.
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap
tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas serea (waxy flexibility),
negativisme, mutisme, dan stupor.
(h) Gejala-gejala negatif sepertibersikap sikap masabodoh(apatis),

13
Universitas Sumatera Utara

pembicaraan yang terhenti, dan respon emosional yang menumpul atau
tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau neuroleptika.
(i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, tidak bertujuan, tidak malas, sikap berdiam
diri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Apabila didapat kondisi yang memenuhi kriteria gejala diatas terapi baru dialami
kurang dari satu bulan, maka harus dibuat diagnosis gangguan psikotik
skizofrenia akut. Apabila gejala-gejala berlanjut lebih dari satu bulan dapat
dilakukan klasifikasi ulang (Maramis dan Maramis, 2009).
2.1.7 Perjalanan Penyakit Skizofrenia
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu fase
premorbid, fase prodromal, fase aktif dan fase residual.
1.

Pada fase premorbid ditandai dengan periode munculnya ketidaknormalan
fungsi,walaupun hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari efek penyakit
tertentu. Indikator premorbid daripsikosis, diantaranya adalah riwayat
psikiatri keluarga, riwayat prenatal,dan komplikasi obstetrik dan defisit
neurologis. Faktor premorbid lainadalah pribadi yang terlalu pemalu dan
menarik diri, hubungan sosial yangkurang baik dan menunjukkan perilaku
antisosial (Townsend, 2009).

2.

Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya
bisa dalam hitungan minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum

14
Universitas Sumatera Utara

onset psikotik menjadi jelas. Fase prodromal dimulai dengan adanya
perubahan fungsi premorbid dan meluas sampai munculnya gejala psikotik.
Fase ini dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan, tetapi banyak
penelitian menyatakan bahwa fase prodromal terjadi antara 2 sampai 5 tahun.
Pada fase ini tanda-tanda psikotik mulai muncul dengan intensitas rendah.
Pengenalan tanda dan gejala dan penanganan pada fase ini perlu diperhatikan
agar tidak kberkembang menuju fase aktif (Townsend, 2009).
3.

Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah
lakukatatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek.
Hampirsemua

individu

datang

berobat

pada

fase

ini,

bila

tidak

mendapatpengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu
saatmengalami eksaserbasi atau terus bertahan (Townsend, 2009).
4.

fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal
tetapigejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala gejala
yangterjadi

pada

mengalamigangguan

ketiga

fase

kognitif

diatas,

berupa

pendenta
gangguan

skizofrenia
berbicara

juga

spontan,

mengurutkanperistiwa, eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial),
dankewaspadaan (Luana, 2007).Fase residual biasanya mengikuti fase aktif
penyakit. Selama faseresidual, gejala dari masa akut dapat hilang atau tidak
mencolok lagi.Gejala negatif mungkin masih ada, dan afek datar dan
kerusakan fungsiperan biasa terjadi. Kerusakan residual biasanya berkembang
antaramasa masa aktif psikosis (Townsend, 2009).
2.1.8Pengobatanskizofrenia
Pemeriksaan status mental menyeluruh, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

15
Universitas Sumatera Utara

neurologislengkap, keluarga dan sejarah sosial, dan pemeriksaan laboratorium
harus dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan mengetahui penyebab medis
atau zat penyebab umum

psikosis.Sebuah pemeriksaan pretreatment pasien

adalah penting tidak hanya patologi lainnya, tetapi dalam melayani sebagai dasar
untukpemantauan potensi efek samping terkait obat, dan harus meliputi: tandatanda vital, hitung darah lengkap, elektrolit, hati fungsi, fungsi ginjal,
elektrokardiogram, puasa glukosa serum, lipid serum, fungsi tiroid, dan layar obat
urine (Dipiro, dkk., 2008).
Antipsikotik
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah pertama
untuk mengendalikan gejala aktif dan kedua mencegah kekambuhan. Evektifitas
antipsikotik dalam pengobatan skizofrenia telah dibuktikan oleh berbagai
penelitian. Secara umum antipsikotik dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu
antipsikotik tipikal (antagonis reseptor dopamin)/ FGA dan antipsikotik atipikal
(antagonis serotonin-dopamin)/SGA. Untuk antipsikotik tipikal atau generasi
pertama atau FGA, tidak ada bukti bahwa obat yang satu lebih baik dari pada yang
lain untuk gejala-gejala tertentu (Maramis dan Maramis, 2009).
Pemilihan obat lebih banyak berdasarkan prrofil efek samping dan respons
pasien pada pengobatan sebelumnya (Maramis dan Maramis, 2009). Selain
memiliki terapi efek, baik pertama dan generasi kedua agen antipsikotik dapat
menyebabkan spektrum yang luas dari efek samping (APA, 2010).
Dipiro, dkk., (2008)mengelompokkan obat antipsikotik yangbiasa
digunakan terdapat pada Tabel 2.2 dan efek samping dari antipsikotik yang biasa
digunakan terdapat pada Tabel 2.3 dibawah ini.

16
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Antipsikotik yang banyak digunakan dalam pengobatan
Obat Antipsikotik
FGA/ Tipikal
Klorpromazin
Fluphenazin
Perphenazin
Thioridazin
Trifluoperazin
Haloperidol
Loxapin
Molindon
Thiothixen
SGA/Atipikal
Aripiprazol
Klozapin
Olanzapin
Paliperidon
Quetiapin
Risperidon
Ziprasidon

Rentang dosis
yang dianjurkan
(mg/hari)

Ekuivalen
Chlorpromazin
(mg/hari)

Dosis Maksimum
(mg/hari)

100 - 800
2 - 20
10 - 64
100 - 800
5 - 40
2 - 20
10 - 80
10 - 100
4 – 40

100
2
10
100
5
2
10
10
4

2000
40
64
800
80
100
250
225
60

15 - 30
50 - 500
10 - 20
3 -9
250 - 500
2-8
40 – 160

30
900
20
12
800
16
200

Tabel 2.3 Efek samping dari antipsikotik

Antipsikotik
Aripiprazol
Klorpromazin
Klozapin
Fluphenazin
Haloperidol
Olanzapin
Perphenazin
Quetiapin
Risperidon
Thioridazin
Thiothixen
Ziprasidon

Sedasi
+
++++
++++
+
+
++
++
++
+
++++
+
++

EPS
+
+++
+
++++
++++
++
++++
+
++
+++
++++
++

Anti
Kolinergik

Ortostasis

Penambahan
Berat Badan

+
+++
++++
+
+
++
++
+
+
++++
+
+

+
++++
++++
+
+
++
+
++
++
++++
+
+

+
++
++++
+
+
++++
+
++
++
+
+
+

Prolaktin
+
+++
+
++++
++++
+
++++
+
++++
+++
++++

Keterangan:
EPS: Extrapyramidal side effects
Resiko: rendah (+), sedang (++), sedang tinggi (+++), tinggi (++++)
Sumber: “Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach”(Dipiro, dkk., 2008).

17
Universitas Sumatera Utara

Tahap 1: Psikosis episode pertama
Mencoba satu antipsikotik
Antipsikotik generasi kedua (SGA) disarankan sebagai first-line. Banyak yang kurang setuju
menggunakan antipsikotik generasi pertama (FGA) sebagai pilihan pertama. Pasien episode
pertama selalu memerlukan antipsikotik dengan dosis rendah dan seharusnya selalu dimonitor
karena sangat sensitif terhadap efek samping obat.

FGA = First generation
antipsychotic (contoh:
loxapin, perfenazin,
molindon, haloperidol,
trifluoroperazin,
thiothixin, Klorpromazin)
SGA = Second
generation antipsychotic
(aripiprazol, olanzapin,
quetiapin, risperidon, or
ziprasidon)

Tidak Patuh
Jika pasien kurang patuh
dalam tahap apapun,
disediakan antipsikotik
long-acting, seperti
risperidon microspheres,
haloperidol dekanoat, or
fluphenazin dekanoat.

Sebagian atau
Tidak respon
Tahap 2
Gunakan salah satu SGA or
FGA (yang tidak digunakan
pada tahap 1)
Sebagian atau
Tidak respon
Tahap 3
Klozapin

Clozapin
disarankan untuk pasien
dengan riwayat bunuh diri
(Level A), kekerasan (Level
B), or penyalahgunaan obat
(Level B/C). Pasien yang
berada dalam fase stabil,
aktif mengkonsumsi obat
secara tekun, akan
menghilangkan gejala lebih
dari 2 tahun setelah
digunakan clozapin.

Sebagian atau
Tidak respon
Tahap 4–6 berdasarkan
pendapat para ahli dan
laporan kasus, tidak
berdasarkan fakta dari
penelitian

Tahap 4
Klozapin
+
(FGA, SGA, or ECT)

Sebagian atau
Tidak respon
Tahap 5
Gunakan salah satu SGA or FGA
(yang tidak digunakan pada tahap
1 dan 2)

Tahap 6
Terapi kombinasi, misalnya: SGA + FGA, kombinasikan
dengan SGA, (FGA/ SGA) + ECT, (FGA/ SGA) + other
agen lain (misalnya: obat stabilizier mood)

Gambar 2.1 Algoritma farmakoterapi untuk skizofrenia
Sumber: “Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach”(Dipiro, dkk.,2008)

18
Universitas Sumatera Utara

Dapat dilihat pada Gambar 2.1 menguraikan algoritma farmakoterapi yang
disarankan untuk skizofrenia. Tahap 1 dari algoritma pengobatan hanya berlaku
untuk pasien yang mengalami episode pertama. Pada pasien ini, mayoritas ahli
skizofrenia merasa bahwa SGA harus digunakan pertama kali karena risiko
tardive diskinesia yang lebih rendah dibandingkan dengan FGA. Pasien yang
belum pernah diobati akan lebih sensitif terhadap terjadinya efek samping
ekstrapiramidal, sehingga harus menggunakan dosis yang lebih rendah dari dosis
yang dianjurkan (Dipiro, dkk., 2008).
Jika pasien telah mencapai respon terapi dengan efek samping yang
minimal, maka harus selalu dimonitor obat dan dosis yang sama untuk 6 bulan ke
depan. Diskusikan tentang risiko tinggi kambuh dan faktor-faktor yang mungkin
meminimalkan risiko kambuh (APA, 2004). Dalam episode pertama skizofrenia,
pengobatan farmakologis antipsikotik harus digunakan dengan hati-hati karena
risiko lebih tinggi pada gejala ekstrapiramidal (EPS). Strategi yang tepat meliputi
penggunaan bertahap obat antipsikotik dengan dosis efektif sekecil mungkin
dengan memberikan penjelasan yang cermat. Antipsikotik harus dipilih secara
individual, melihat kondisi mental, dan somatik pasien yang berbeda pada efek
samping. Namun, efek samping ekstrapiramidal pada SGA lebih rendah sehingga
sebaiknya digunakan pada tahap pertama pasien skizofrenia (Dipiro, dkk., 2008).
Strategi pengobatan tergantung pada fase penyakit apakah akut atau
kronis. Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau
yang kambuh) yang perlu segera diatasi. Tujuan pengobatan disini meburangi
gejala psikotik yang semakin parah. Biasanya waham dan halusinasihilang dalam
2-3 minggu. Biarpun tetap masih ada waham dan halusinasi, penderita tidak

19
Universitas Sumatera Utara

bagitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih kooperatif. Setelah 4-8 minggu, pasien
masuk ketahap stabilisasi sewaktu gejala-gejala sedikit banyak sudah teratasi,
tetapi resiko relaps masih tinggi, apalagi bila pengobatan terputus atau pasien
mengalami stress. Sesudah gejala-gejala mereda, maka dosis dipertahankan
selama beberapa bulan lagi, jika serangan itu baru yang pertama

kali, jika

serangan skizofrenia itu sudah berlebih dari satu kali, maka sesudah gejala-gejala
mereda, obat diberikan terus menerus selama satu tahun atau dua tahun. Setelah 6
bulan, pasien masuk ke fase rumatan (maintenance)yang bertujuan untuk
mencegah kekambuhan. Kepada pasien dengan skizofrenia menahun, neuroleptika
diberi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dengan dosis yang
naik-turun sesuai dengan keadaan pasien. Strategi rumatan adalah menemukan
dosis efektif terendah yang dapat memberikan perlindungan terhadap kekambuhan
dan tidak menggnggu fungsi psikososial pasien (Maramis dan Maramis, 2009).

2.2 Kepatuhan
Kepatuhan (Compliance), juga dikenal sebagai ketaatan adalah derajat
dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya. Contoh
dari kepatuhan adalah mematuhi perjanjian, mematuhi dan menyelesaikan
program pengobatan , menggunakan medikasi secara tepat, dan mengikuti anjuran
perubahan perilaku atau diet. Perilaku kepatuhan tergantung pada situasi klinis
tertentu, sifat penyakit dan program pengobatan (Kaplan & Sadock, 2010).
Menurut Fleischhacker, dkk., (2007), kepatuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a. Pengaruh yang berkaitan dengan pasien
Usia masih merupakan masalah yang kontroversial dalam hubungannya

20
Universitas Sumatera Utara

dengan ketidakpatuhan Tampaknya pasien yang berusia lanjut mempunyai
permasalahan tentang kepatuhan terhadap dosis yang diberikan. Dikalangan usia
muda, terutama pria, cenderung memiliki tingkat kepatuhan yang buruk terhadap
pengobatan. Alasan untuk hal ini kemungkinan bahwa pada dewasa muda
akibatbanyaknya aktivitas yang harus dilakukan pada usia produktifnya. Sedangkan
pada orangtua, kemungkinan memiliki defisit memori sehingga dapat mempengaruhi
kepatuhannya (Fleischhacker, dkk., 2007).
Sikap pasien dalam pengobatan juga perlu diperhitungkan dalam pengaruhnya
terhadap kepatuhan. Sangatlah penting untuk mengamati, berdiskusi, dan jika
memungkinkan mencoba untuk merubah sikap pasien terhadap pengobatan. Sikap
negatif terhadap pengobatan berhubungan dengan simptom positif dan efek samping.
Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa semakin lama pasien akan berubah
sikapnya terhadap pengobatan (Fleischhacker, dkk., 2007).
Model kepercayaan pasien tentang kesehatannya yang menggambarkan
pikiran pasien tentang penyebab dan keparahan penyakit mereka. Banyak orang
menilai bahwa skizofrenia dalah penyakit yang kurang penting dan tidak begitu serius
dibandingkan penyakit lain seperti diabetes, kanker, dan lain-lain sehingga mereka
mempercayai penyakitnya tidak begitu serius dan tidak penting untuk diterapi maka
ketidakpatuhan dapat terjadi (Fleischhacker, dkk., 2007).
Permasalahan yang lain adalah masalah keuangan. Masalah keuangan dapat
juga mengganggu kepatuhan pasien. Beberapa pasien mungkin tidak mampu untuk
membeli obat atau walaupun mampu jarak tempuh dan transportasi dapat menjadi
penghalang (Fleischhacker, dkk., 2007).
b. Pengaruh yang berkaitan penyakit
Beberapa gejala skizofrenia dapat menghambatkemampuan pasien untuk

21
Universitas Sumatera Utara

bekerja sama selama perawatan proses. faktor terkait penyakit ini, seperti keparahan
gejala dan kurangnya wawasan penyakit, mungkin mempengaruhi kepatuhan Higashi,
dkk., 2014).
c. Pengaruh yang berkaitan dengan dokter
Hubungan terapi yang dibangun dokter dengan pasien merupakan suatu
landasan atau dasar dari kepatuhan terhadap pengobatan. Dokter yang memiliki
perhatian kepada pasien, mau meluangkan waktu untuk mendengar keluhan-keluhan
pasien, serta memberikan informasi adalah penting agar terciptanya suatu hubungan
yang baik. Informasi dapat diberikan pada pasien ataupun keluarga baik dalam jadwal
konsultasi ataupun dalam kelompok psikoedukasi. Pasien dan keluarga diberi
informasi tentang penyakitnya dan rencana pengobatan yang akan dilakukan.
Psikoedukasi telah menunjukkan dalam meningkatkan kepatuhan dan secara
signifikan mengurangi angka relaps. Melengkapi informasi juga termasuk
mendiskusikan perencaan pengobatan baik kepada pasien atau keluarga dimana
pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses perencanaan pengobatan penyakitnya
(Fleischhacker, dkk., 2007).
d. Pengaruh terkait dengan pengobatan
Sebagian besar obat antipsikotik memiliki masa pencapaian efek terapi yang
lebih lama, sehingga pasien tidak segera merasakan efek positif dari obat. Sebaliknya
pasien terkadang justru merasakan efek samping terlebih dahulu dibanding efek
terapi. Pasien skizofrenia juga tidak segera merasakan kekambuhan setelah putus obat
cukup lama. Kekambuhan dapat terjadi berminggu-minggu, bahkan sampai berbulanbulan sejak pasien putus dari obat. Ini menyebabkan kebanyakkan pasien biasanya
tidak menghubungkan kekambuhan dengan putus obat. Sehingga putus obat harus
selalu ditekankan pada pasien (Fleischhacker, dkk., 2007).

22
Universitas Sumatera Utara

e. Lingkungan psikososial pasien
Dukungan dan bantuan merupakan variabel penting dalam kepatuhan
terhadap pengobatan. Pasien yang tinggal sendirian secara umum mempunyai angka
kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang tinggal dalam lingkungan yang
mendukung. Interaksi sosial yang penuh dengan stres dapat mengurangi kepatuhan
yang biasanya terjadi bila pasien tinggal dengan orang lain. Sebagai contoh adalah
situasi emosional yang tinggi dan keluarga yang tidak mau memperhatikan sikap
positif pasien terhadap pengobatan (Fleischhacker, dkk., 2007).

2.3Pengetahuan
pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,
dansebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo,
2010), yaitu:
a.

Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa
orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar dapat menyebutkan tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan

23
Universitas Sumatera Utara

secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain.
d. Analisis

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabilaorang
tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat
diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan
yang dimiliki.
f. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat.

Beberapa proses yang terjadi pada manusia sebelum mengadopsi perilaku
baru berdasarkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007) yaitu:
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

24
Universitas Sumatera Utara

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evalution (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, orang telah mulai mencoba berperilaku baru.
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Pada pengobatan skizofrenia program pendidikan selama fase stabilisasi
telah efektif dalam mengajar berbagai pasien dengan keterampilan manajemen diri
minum obat (misalnya, manfaat obat antipsikotik untuk pemeliharaan, bagaimana
mengatasi efek samping) dan gejala manajemen diri (misalnya, bagaimana
mengidentifikasi tanda-tanda peringatan kekambuhan dini, mengembangkan
rencana pencegahan kambuh, dan menolak obat-obatan terlarang dan alkohol),
serta strategi untuk berinteraksi dengan penyedia layanan kesehatan (APA, 2010).

25
Universitas Sumatera Utara