Pengetahuan dan Kepatuhan Terhadap Pengobatan pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di Rumah Sakit Jiwa Prof. DR. M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh
terganggunya kemampuan menilai realitas. Gejala yang menyertai gangguan ini
antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir, kemampuan
berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik. Gangguan
jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah satu contoh psikosis adalah
skizofrenia.Hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa prevalensi
gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta
orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7
per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang (Riskesdas, 2013).
Skizofrenia adalah kondisi parah dari penyakit mental, mempengaruhi
sekitar 7 per seribu dari populasi orang dewasa, terutama dikelompok usia 15-35
tahun. Meskipun insiden rendah yaitu 3-10.000 kejadian, prevalensi cukup tinggi
karena kronisitasnya. Faktanya skizofrenia mempengaruhi sekitar 24 juta orang di
seluruh dunia, skizofrenia adalah gangguan yang dapat diobati, pengobatan lebih
efektif pada tahap awal, lebih dari 50% dari penderita skizofrenia tidak menerima
perawatan yang tepat, 90% dari orang dengan skizofrenia yang diobati berada di
negara berkembang, perawatan penderita schizophrenia dapat disediakan untuk
masyarakat, dengan keluarga yang aktif dan keterlibatan masyarakat (Shinde,
dkk., 2014).
Menurut hasil studi pasien kesehatan jiwa di Indonesia sebesar 18,5%
1
Universitas Sumatera Utara
artinya
dari
1000penduduk
terdapat
sedikitnya
185
penduduk
dengankesehatanjiwa atau tiap rumah tangga terdapat seorang anggota keluarga
yang menderita gangguan kesehatan jiwa. Jika hasil studi ini dapat dijadikan
dasar, maka tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi peningkatan angka
gangguan kesehatan jiwa atau gangguan emosional yang semula berkisar antara
20 sampai 60 per 1000 penduduk, seperti yang tercantum pada sistem kesehatan
nasional (Oktora, 2014).
Penanganan
skizofrenia
memerlukan
obat-obat
antipsikotik
serta
intervensi psikologis dan sosial. Antipsikotik merupakan penatalaksanaan yang
utama. Antipsikotik efektif mengobati “gejala positif” pada episode akut
(misalnya halusinasi, waham) dan mencegah kekambuhan. Antipsikotik tipikal
(konvensional) dan atipikal (generasi ke-2) sama-sama efektif dalam mengobati
gejala positif, tetapi mempunyai riwayat efek samping yang berbeda (Katona,
dkk., 2008). Hasil pengobatan akan lebih baik bila antipsikotik mulai diberi dalam
dua tahun pertama dari penyakit. Tidak ada dosis standar untuk obat ini, tetapi
diteteapkan secara individual ( Maramis dan Maramis, 2009).
Kepatuhan minum obat yakni tingkat ketepatan perilaku seorang individu
dengan nasihat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai
dengan petunjuk pada resep serta mencakup penggunaannnya pada waktu yang
benar (Kaunang, dkk., 2015). Kebanyakan pasien skizofrenia dan gangguan
psikotik terkait, memiliki risiko yang sangat tinggi untuk terjadinya kekambuhan
jika tidak mendapatkan pengobatan antipsikotik. Antipsikotik sangat efektif dalam
pencegahan kekambuhan pasien pada episode pertama. Satu tahun resiko
kekambuhan pasien
bervariasi 0% sampai 46% dari antipsikotik yang
2
Universitas Sumatera Utara
diresepkan.Kepatuhan terhadap obat antipsikotik dosis pemeliharaanmungkin
memilikipengaruh
pada
efektivitas
dan
dapat
berkontribusi
dengantingkatkekambuhanbervariasi (APA, 2010).
Pengobatan yang efektif pada pasien skizofrenia membutuhkan waktu
jangka panjang yang berkesinambungan untuk mengobati gejala di bawah kontrol
dan mencegah kekambuhan sehingga diperlukan kepatuhan dan ketekunan pasien
dalam pengobatan. Ketidakpatuhan dalam mengkonsumsi obat berdampak negatif
pada pengobatan yang mengakibatkan penyakit pasien kambuh, rawat inap
kembali, pengobatan yang lebih lama, dan percobaan bunuh diri, terkait
ketidakpatuhan terhadap pengobatan antipsikotik setelah diberhentikan maka
harus dirawat inap kembali. Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan salah
satunya adalah faktor penyakit yaitu parahnya gejala dan kurangnya pengetahuan
pada penyakit. Dengan demikian, ketidakpatuhan dapat memiliki dampak negatif
besar pada kesehatan pasien serta dampak keuangan terhadap masyarakat
(Higashi, dkk., 2013).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Purnawisiwi, dkk (2015), Hasil
penelitiannya menunjukkan sebanyak 68,24 % (58 orang) patuh terhadap
pengobatan antipsikotik yang diberikan. Berdasarkan hasil penelitian, faktor yang
berpengaruh dalam kepatuhan pasien untuk minum obat adalah faktor penyakit
dikarenakan keparahan atau stadium penyakit, pasien merasa sembuh dan tidak
mau minum obat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mubin (2010), menunjukkan
bahwa pasien yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi cenderung lebih peduli
3
Universitas Sumatera Utara
pada penyakitnya di bandingkan dengan pasien yang memiliki tingkatpengetahuan
rendah yang cenderung tidak peduli akan komplikasi yang didapat
jika tidak minum obat.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Pengetahuan dan Kepatuhan Terhadap
Pengobatan Pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara ”.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang tingkat pengetahuan dan kepatuhan
terhadap pengobatan padapasien skizofrenia rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara. Adapun selengkapnya mengenai
gambaran kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1
Variabel bebas
Variabel terikat
Kriteria Pasien :
-Usia
-Jenis kelamin
-Pendidikan
-Pekerjaan
-Status perkawinan
-Lama sakit
-Obat yang dikonsumsi
Tingkat kepatuhan
Tingkat pengetahuan
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
4
Universitas Sumatera Utara
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraiandi atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah tingkat pengetahuan terhadap pengobatan pada pasien
skizofrenia rawat jalan?
b. bagaimanakah tingkat kepatuhan terhadap pengobatan pada pasien
skizofrenia rawat jalan?
c. apakah terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik pasien
(usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, lama sakit,
obat yang dikonsumsi dan tingkat pengetahuan) dengan tingkat kepatuhan
terhadap pengobatan pada pasien skizofrenia rawat jalan?
d. apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat
kepatuhan terhadap pengobatan pada pasien skizofrenia rawat jalan?
1.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
a. tingkat pengetahuan terhadap pengobatan pada pasien skizofrenia rawat
jalan sedang
b. tingkat kepatuhan terhadap pengobatan pada pasien skizofrenia rawat jalan
sedang
c. terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik pasien (usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, lama sakit, obat yang
dikonsumsi dan tingkat pengetahuan) dengan tingkat kepatuhan terhadap
pengobatan pada pasien skizofrenia rawat jalan?
5
Universitas Sumatera Utara
d. terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan
terhadap pengobatan pada pasien skizofrenia rawat jalan
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. untuk mengetahui tingkat pengetahuan terhadap pengobatan pada pasien
skizofrenia rawat jalan
b. untuk mengetahui tingkat kepatuhan terhadap pengobatan pada pasien
skizofrenia rawat jalan
c. untuk menghetahui hubungan antara karakteristik pasien (usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, lama sakit, obat yang
dikonsumsi dan tingkat pengetahuan) dengan tingkat kepatuhan terhadap
pengobatan pada pasien skizofrenia rawat jalan?
d. untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan tingkat kepatuhan terhadap pengobatan pada pasien skizofrenia
rawat jalan
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dalam
menentukan strategi keberhasilan pengobatan skizofrenia.
b. hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi solusi untuk tenaga kesehatan
untuk terus meningkatkan pelayanan kesehatan.
6
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh
terganggunya kemampuan menilai realitas. Gejala yang menyertai gangguan ini
antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir, kemampuan
berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik. Gangguan
jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah satu contoh psikosis adalah
skizofrenia.Hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa prevalensi
gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta
orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7
per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang (Riskesdas, 2013).
Skizofrenia adalah kondisi parah dari penyakit mental, mempengaruhi
sekitar 7 per seribu dari populasi orang dewasa, terutama dikelompok usia 15-35
tahun. Meskipun insiden rendah yaitu 3-10.000 kejadian, prevalensi cukup tinggi
karena kronisitasnya. Faktanya skizofrenia mempengaruhi sekitar 24 juta orang di
seluruh dunia, skizofrenia adalah gangguan yang dapat diobati, pengobatan lebih
efektif pada tahap awal, lebih dari 50% dari penderita skizofrenia tidak menerima
perawatan yang tepat, 90% dari orang dengan skizofrenia yang diobati berada di
negara berkembang, perawatan penderita schizophrenia dapat disediakan untuk
masyarakat, dengan keluarga yang aktif dan keterlibatan masyarakat (Shinde,
dkk., 2014).
Menurut hasil studi pasien kesehatan jiwa di Indonesia sebesar 18,5%
1
Universitas Sumatera Utara
artinya
dari
1000penduduk
terdapat
sedikitnya
185
penduduk
dengankesehatanjiwa atau tiap rumah tangga terdapat seorang anggota keluarga
yang menderita gangguan kesehatan jiwa. Jika hasil studi ini dapat dijadikan
dasar, maka tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi peningkatan angka
gangguan kesehatan jiwa atau gangguan emosional yang semula berkisar antara
20 sampai 60 per 1000 penduduk, seperti yang tercantum pada sistem kesehatan
nasional (Oktora, 2014).
Penanganan
skizofrenia
memerlukan
obat-obat
antipsikotik
serta
intervensi psikologis dan sosial. Antipsikotik merupakan penatalaksanaan yang
utama. Antipsikotik efektif mengobati “gejala positif” pada episode akut
(misalnya halusinasi, waham) dan mencegah kekambuhan. Antipsikotik tipikal
(konvensional) dan atipikal (generasi ke-2) sama-sama efektif dalam mengobati
gejala positif, tetapi mempunyai riwayat efek samping yang berbeda (Katona,
dkk., 2008). Hasil pengobatan akan lebih baik bila antipsikotik mulai diberi dalam
dua tahun pertama dari penyakit. Tidak ada dosis standar untuk obat ini, tetapi
diteteapkan secara individual ( Maramis dan Maramis, 2009).
Kepatuhan minum obat yakni tingkat ketepatan perilaku seorang individu
dengan nasihat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai
dengan petunjuk pada resep serta mencakup penggunaannnya pada waktu yang
benar (Kaunang, dkk., 2015). Kebanyakan pasien skizofrenia dan gangguan
psikotik terkait, memiliki risiko yang sangat tinggi untuk terjadinya kekambuhan
jika tidak mendapatkan pengobatan antipsikotik. Antipsikotik sangat efektif dalam
pencegahan kekambuhan pasien pada episode pertama. Satu tahun resiko
kekambuhan pasien
bervariasi 0% sampai 46% dari antipsikotik yang
2
Universitas Sumatera Utara
diresepkan.Kepatuhan terhadap obat antipsikotik dosis pemeliharaanmungkin
memilikipengaruh
pada
efektivitas
dan
dapat
berkontribusi
dengantingkatkekambuhanbervariasi (APA, 2010).
Pengobatan yang efektif pada pasien skizofrenia membutuhkan waktu
jangka panjang yang berkesinambungan untuk mengobati gejala di bawah kontrol
dan mencegah kekambuhan sehingga diperlukan kepatuhan dan ketekunan pasien
dalam pengobatan. Ketidakpatuhan dalam mengkonsumsi obat berdampak negatif
pada pengobatan yang mengakibatkan penyakit pasien kambuh, rawat inap
kembali, pengobatan yang lebih lama, dan percobaan bunuh diri, terkait
ketidakpatuhan terhadap pengobatan antipsikotik setelah diberhentikan maka
harus dirawat inap kembali. Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan salah
satunya adalah faktor penyakit yaitu parahnya gejala dan kurangnya pengetahuan
pada penyakit. Dengan demikian, ketidakpatuhan dapat memiliki dampak negatif
besar pada kesehatan pasien serta dampak keuangan terhadap masyarakat
(Higashi, dkk., 2013).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Purnawisiwi, dkk (2015), Hasil
penelitiannya menunjukkan sebanyak 68,24 % (58 orang) patuh terhadap
pengobatan antipsikotik yang diberikan. Berdasarkan hasil penelitian, faktor yang
berpengaruh dalam kepatuhan pasien untuk minum obat adalah faktor penyakit
dikarenakan keparahan atau stadium penyakit, pasien merasa sembuh dan tidak
mau minum obat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mubin (2010), menunjukkan
bahwa pasien yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi cenderung lebih peduli
3
Universitas Sumatera Utara
pada penyakitnya di bandingkan dengan pasien yang memiliki tingkatpengetahuan
rendah yang cenderung tidak peduli akan komplikasi yang didapat
jika tidak minum obat.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Pengetahuan dan Kepatuhan Terhadap
Pengobatan Pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara ”.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang tingkat pengetahuan dan kepatuhan
terhadap pengobatan padapasien skizofrenia rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara. Adapun selengkapnya mengenai
gambaran kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1
Variabel bebas
Variabel terikat
Kriteria Pasien :
-Usia
-Jenis kelamin
-Pendidikan
-Pekerjaan
-Status perkawinan
-Lama sakit
-Obat yang dikonsumsi
Tingkat kepatuhan
Tingkat pengetahuan
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
4
Universitas Sumatera Utara
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraiandi atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah tingkat pengetahuan terhadap pengobatan pada pasien
skizofrenia rawat jalan?
b. bagaimanakah tingkat kepatuhan terhadap pengobatan pada pasien
skizofrenia rawat jalan?
c. apakah terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik pasien
(usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, lama sakit,
obat yang dikonsumsi dan tingkat pengetahuan) dengan tingkat kepatuhan
terhadap pengobatan pada pasien skizofrenia rawat jalan?
d. apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat
kepatuhan terhadap pengobatan pada pasien skizofrenia rawat jalan?
1.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
a. tingkat pengetahuan terhadap pengobatan pada pasien skizofrenia rawat
jalan sedang
b. tingkat kepatuhan terhadap pengobatan pada pasien skizofrenia rawat jalan
sedang
c. terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik pasien (usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, lama sakit, obat yang
dikonsumsi dan tingkat pengetahuan) dengan tingkat kepatuhan terhadap
pengobatan pada pasien skizofrenia rawat jalan?
5
Universitas Sumatera Utara
d. terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan
terhadap pengobatan pada pasien skizofrenia rawat jalan
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. untuk mengetahui tingkat pengetahuan terhadap pengobatan pada pasien
skizofrenia rawat jalan
b. untuk mengetahui tingkat kepatuhan terhadap pengobatan pada pasien
skizofrenia rawat jalan
c. untuk menghetahui hubungan antara karakteristik pasien (usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, lama sakit, obat yang
dikonsumsi dan tingkat pengetahuan) dengan tingkat kepatuhan terhadap
pengobatan pada pasien skizofrenia rawat jalan?
d. untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan tingkat kepatuhan terhadap pengobatan pada pasien skizofrenia
rawat jalan
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dalam
menentukan strategi keberhasilan pengobatan skizofrenia.
b. hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi solusi untuk tenaga kesehatan
untuk terus meningkatkan pelayanan kesehatan.
6
Universitas Sumatera Utara