45760595 Hikayat Tanah Hitu

Sifar Ar-Rijal (Imam Rijali)
Sumber source: www.anu.edu.au

Sejarah adalah perkembangan penentuan ide diri,
perjalanan perkembangan diri dalam roh. karena roh
hakekatnya bebas,maka sejarah adalah perjalanan
kebebasan.(Hegel)

(potongan seperti dari sumber)Empunya tanah, karena ia dari mulanya

datang. Itulah kesudahan bangsya Ambon. Alkissah peri
mengatakan bangsya Jawa. Maka diceriterakan oleh yang
empunya ceritera tatkala raja Tuban dinaikan kerajaan, maka
tiada ia bersettia dan muafakat dengan kaum kulawarganya.
Maka suatu kaum dua bersyaudara, seorang kiyai Tuli namanya
dan seorang kiyai Dau namanya, dan seorang syaudaranya
perempuan, nyai Mas namanya, ia naik serta kelengkapannya
membawah dirinya mencari tempat kedudukannya. Hatta dengan
kehendak Tuhan Yang Mahatinggi dibawah oleh angin dan arus
datang ke tanah Hitu. Ia masuk dalam labuan Husekaak namanya.
Maka tiada melihat negeri dan tiada manusyia, lalu turun daripada

kelengkapannya,
naik
ke
darat
membuat
negeri
akan
kedudukannya.Hatta demikian itu keluar seekor anjing, maka
orang itu dikatakan: ‘Ada anjing, adalah lagi manusyia; jikalau
ada manusyia, ada juga negeri.’ Lalu ditangkap anjing itu,
digantungkan suatu bungkusan di atas leher anjing itu. Ada pun
dalam bungkusan itu serba sedikit daripada alamat negerinya.
Lalu dilepaskan anjing itu pulang ke negeri kepada tuannya. Maka
apalah* dilihat tuannya bungkusan itu, maka ia melihat alamat
serba sedikit itu. Maka ia berkata kepada orang sekalian: ‘Ada
juga manusyia di pantai itu.’ Maka ia mengambil buah-buahan
akan tanda alamat negerinya, lalu digantung kepada leher anjing
itu, dilepaskan pulang keluar ke pantai. Maka dilihat oleh orang
itu, maka kata orang itu: ‘Marilah kita pergi periksyai kepada
negeri itu’, lalu ia berjalan. Hatta ia datang ke tengah jalan, maka

bertemu seorang, lalu dipangil serta dengan dia berjalan menuju
kepada negeri dan orang dalam negeri itu pun keluar semuanya
berjalan ke pantai. Maka ia bertemu dengan penguluh
kelengkapan itu, maka kedua pihak berhadapan bertanyatanyakan kehendaknya datang itu. Maka menyahut penguluh
kelengkapan itu, segala hal-ahwal semuanya diceriterakan
kepada orang itu. Lalu ia bertanya pula kepada orang negeri itu,
maka menyahut orang itu. Segala hal-ahwal mulanya datang itu
diceriterakan kepada penguluh kelengkapan itu. Tellah demikian
itu, maka kedua pihak bennarnya jual-beli, tukar-menukar
beramai-ramaian. Hatta datang malam orang itu pun pulang ke
negerinya. Apabila datang esok harinya, ia turun juga jual-beli,
tukar-menukar sebagailah. Maka suatupun tiada dalamnya
melainkan melakukan kesukaannya. Itulah kesudahan bangsya
Jawa. Alkissah peri mengatakan bangsya Jailolo dan diceriterakan
oleh yang empunya ceritera, demikian riwayatnya. Ada pun dalam
negeri Jailolo itu dua bangsya, seorang bangsya Jailolo dan
seorang bangsya Jawa, yakni anak raja keduanya. Maka dalam

keduanya itu, setengah mengatakan bangsya Jailolo akan
kerajaan dan setengah mengatakan pula bangsya Jawa akan

kerajaan, maka jadi fitna dalam negeri endak berkelai. Tellah
demikian itu, hatta datang kepada suatu ketika serta dengan
kehendak Allah ta`ala keluar bangsya Jawa serta dengan
kelengkapannya. Entah apa-apa kehendaknya gennap puluh dan
tanjung sehingga datang ke benua Bacang. Maka di belakangnya
itu dinaikan bangsya Jailolo akan kerajaan, lalu ia menyuruh
rusak negeri syaudaranya. Maka disampaikan khabar itu kepada
syaudaranya, demikian katanya: ‘Hai tuhanku, pattik minta maaf
ke bawah dulli yang dipetuhan. Tellah sudah paduka syaudara
enda dinaikan kerajaan dan negeri yang dipetuhan pun sudah
rusak.’ Tellah didengar warta demikian itu, maka ia tiada mau
pulang
lagi,
lalu
ia
berangkat
mencari
tempat
akan
kedudukannya. Hatta berapa lamanya di tengah jalan serta

kehendak Tuhan Yang Mahatinggi datang ribut dan angin, maka
cerai-berai kelengkapannya itu, masing-masing membawah
aluannya. Ada datang ke tanah Buru, ada datang ke tanah Seran.
Ia dibawah oleh angin dan arus datang ke tanah Ambon. Maka
syaudaranya dan setengah raiyat turun duduk menjadi penghulu
kepada negeri Lisabata, kiyai pati namanya atau Ulima*
Sitaniya*. Maka ia berangkat sehingga datang ke tanjung Siyal*.
Seorang pula kaum gulawarganya duduk menjadi penghuluh
kepada negeri Waiputih, digelar Sellat* namanya. Lalu
menyeberang ke tanah Hitu, masuk dalam labuan, maka ia naik ke
darat mengambil tempat akan negerinya. Maka suatupun tiada
hijab pada mereka itu melakukan kehendaknya. Itulah kesudahan
riwayat bangsya Jailolo. Alkissah peri mengatakan bangsya
Goron* dan diceriterakan oleh yang empunya ceritera demikian
riwayatnya.[Sekali] perastawa* dengan kehendak Allah ta`ala ia
datang kepada suatu tanjung Nukuhali, lalu masuk ke dalam
sungai, diam dirinya dalam utang, seorangpun tiada mengetahui
dia. Tellah demikian itu maka sebuah perau daripada pihak
bangsya Jailolo ia keluar mengambil ikan. Daripada ketika itu
sebuah perau daripada orang yang datang itu keluar memukat.

Lalu ia pulang sehingga seorang juga, ia duduk di tepi sungai itu
menengok pada orang mengambil ikan itu dan orang mengambil
ikan itu pun pandang kepadanya, lalu bertanya-tanyakan:
‘Darimana engkau datang dan di mana engkau duduk?’ Maka ia
menyahut: ‘Di darat sungai ini kami duduk.’ Lalu perau mengambil
ikan itu kembali menyampaikan khabar kepada perdana Jamilu,
maka ia pergi sendirinya kepada orang itu. Sama berhadapan, lalu
bertanya padanya: ‘Darimana datang dan apa kehendakmu
datang ini?’ Maka ia menyahut: ‘Ada pun kami ini datang dari

benua Goron* dan kehendak kami mencari tempat kedudukan
kami.’ Maka kata perdana Jamilu: ‘Maukah duduk serta kami?’
Maka ia menyahut: ‘Mengapa maka tiada mau, jikalau dengan
faedahnya yang baik?’ Maka pula perdana Jamilu: ‘Mengapa maka
tiada dengan faedahnya yang baik? Jika duduk serta kami
kupersuamikan anakku akan isterimu supaya jangan was-was
hatimu kepada kami.’ Maka ia menyahut: ‘Apatah daya lagi, jika
bagai kata demikian itu? Tetapi baik kita periksyai dahulu atau ia
maukah atau tiada mau kepada kami, karena ia anak yang
empunya negeri, ada pun kami ini anak dagang. Itulah sebabnya

baik kita periksai dahulu.’ Lalu keduanya pergi masuk dalam
negeri kepada rumah perdana Jamilu. Maka perintah dengan baik
patut pakaian yang baik kepada hambanya, ia duduk di atas di
hadap orang banyak, dan pakaian yang jahat kepada anaknya, ia
duduk di bawah serta memegang penyapu. Tellah demikian itu,
maka menyuruh orang membawah kepadanya, lalu masuk serta
orang banyak dan permullianya dengan adat sehinggasana. Ia
berhadapan dengan perdana Jamilu bijaksana, maka kata Jamilu:
‘Pada hari ini dan ketika ini kita sempurnakan janjian itu. Tellah
kesudahan kataku termasyhur didengar oleh orang sekalian.
Daripada itulah kurelahkan anaku akan isterimu.’ Maka
menyahut: ‘Kujungjung ke bawah kadim yang memeliharakan dan
mengasih dagang piyatuh.’ Lalu ia menyaksyikan sepahnya,
demikian katanya: ‘Apabila bennar anaknya yang di atas itu,
lettalah kepadanya. Jika benar yang di bawah itu, lettalah
kepadanya. Lalu dicampakan serta dengan kehendak Tuhan Yang
Mahasuci lettalah kepada yang di bawah itu. Maka ia tersunyum
serta barpantung: ‘Harap-harap janji tuhan mengasih dagang
piyatu. Siapa mengetahui tipu dayah tuhan?’ Lalu menyahut
demikian katanya: ‘Dagang piyatu minta maaf. Ada pun yang di

atas itu, dari dunia datang ke akhirat akan syaudaraku dan ada
pun yang di bawah memagang penyapu itu, tuhan perhamba akan
kami.’ Maka kata Jamilu: ‘Betapa kata demikian? Karena ia hamba
mengapa maka kau ambil kepadanya? Didengar orang seolah-olah
dicellai kepada kita, tetapi tiada mengapa. Kepada anaku juga
yang menyasal, karena tiada patut hamba dan orang baik.’ Maka
ia menyahut: ‘Apatah daya? Untung kita serta kehendak Allah
ta`ala.’ Lalu diam dirinya. Maka kata perdana Jamilu: ‘Bennarlah
anaku, orang besar daripada Goron*.’ Lalu dipersuamikan
anaknya serta makan minum bersuka-sukaan dalamnya. Itulah
nyata orang berbahagia dalam dunia. Tellah demikian itu, maka ia
mengambil tempat akan kedudukannya. Itulah negeri bangsya
Goron*, perdana kipati namanya. Tellah kesudahan anak cucu
Goron* linang. Maka jadi empat negeri pada tatkala itu. Maka

dengan kehendak Allah ta`ala muafakat keempat perdana itu
menjadi suatu negeri dan empat negeri itu dijadikan empat
kampung dan empat nama. Alkissah peri mengatakan tatkala
keempat perdana muafakat itu menjadi suatu negeri dan keempat
kampung, serta dipindakan nama keempat itu. Ada pun Zamanjadi

dipindakan Totohatu namanya dan perdana Mulai Mulai
dipindakan Tanihitumesen namanya dan perdana Jamilu
dipindakan Nusatapi namanya dan perdana kiyai pati dipindakan
Pati Tuban namanya. Itulah dimasyhurkan nama keempat itu
dalam tanah Hitu. Dan berjanji-janjian serta berputusan barang
sesuatu pekerjaan dalam tanah Hitu, maka muafakatlah
keempatnya, lalu dikerjakan dan tiada lain lagi daripada keempat
perdana itu. Itulah seperti emas, tiada dengan supuhnya lagi. Ada
pun keempat perdana itu, jikalau dinamai bendahara pun benar
juga, dan dinaikan kerajaan pun patut juga daripada bangsyanya
datang itu. Karena ia itu tiada dibesarkan dan tiada dan tiada
dihinakan dan tiada dinaikan dan tiada diturunkan, melainkan
melakukan kehendaknya. Itulah kenyataan empat bangsya itu.
Kemudian daripada itu datang suatu bangsya tiga kaum yang ia
datang dari negerinya. Maka dimasukkan tiga kaum itu tiga
kampung, jumlahnya tujuh kampung dalam negeri Hitu. Itulah
kesudahan kaum daripada pihak empat perdana. Alkissah peri
mengatakan daripada pihak rayatnya tiga puluh gelaran dan
daripada tiga puluh gelaran itu tujuh pengawanya yang besar.
Ialah mengerjakan sesuatu pekerjaan daripada keempat perdana.

Lain daripada itu tiada dimasukkan, sehingga takluk namanya.
Apabila kepada suatu pekerjaan, maka keempat perdana
muafakat dahuluh. Tellah sudah muafakat, maka dimasukkan tiga
kaum dahuluh. Kemudian daripada tiga itu, maka dimasukkan
tujuh pengawanya serta tiga puluh gelarannya. Itulah diadatkan
zaman datang kepada zaman turun-menurun, tiada berubah lagi.
Itulah kesudahannya. Alkissah peri mengatakan bangsya Ambon
dan peri mengatakan bangsya Jawa, maka diceriterakan oleh
yang empunya ceritera, sekali perastawa dengan kehendak Allah
ta`ala dua kaum, Zamanjadi dan perdana Mulai, keduanya
melakukan kehendaknya. Zamanjadi endak akan kerajaan dan
perdana Mulai pun ia akan kerajaan, maka fitna kedua kaum itu,
lalu berkellai. Hatta berapa lamanya seorangpun tiada manang
kepada seorang dan seorangpun tiada allah kepada seorang. Lalu
Zamanjadi menyuruh mengambil angkatan dari negeri Selan
Binaur datang endak menyarang kepada negeri perdana Mulai.
Dan perdana Mulai pun menghimpunkan segala hulubalangnya,
makan minum sehingga menanti kepada angkatan itu. Berapa
lamanya maka datanglah angkatan itu, lalu turun menyarang


kepada negeri dan empunya negeri pun keluar. Barparanglah
kedua pihak itu. Hatta seketika juga patah angkatan itu, lalu
undur daripada karas parang rakyat perdana Mulai. Maka kembali
angkatan itu tiada boleh allah kepada negeri. Daripada itulah
pantai Hitu dinamai Liasela* namanya. Maka angkatan itu pulang
dengan dukkacittanya dan empunya negeri pun makan minum
bersuka-sukaan dan beramai-ramaian dalam negeri. Hatta berapa
lamanya maka perdana Jamilu bijaksana ia pergi kepada perdana
Mulai. Maka ia berkata: ‘Betapa kehendakmu kepada Zamanjadi
itu?’ Maka menyahut perdana Mulai: ‘Ada pun kami kedua kaum
ini kepada bennarnya siapa akan kerajaan?’ Maka kata perdana
Jamilu bijaksana: ‘Jika kepada bennarnya engkau juga, karena
engkau memulai negeri ini. Sebennar ia datang dahulu, tetapi ia
duduk dalam hutan.’ Maka kata perdana Mulai kepada perdana
Jamilu: ‘Maukah tolong kepadaku?’ Maka ia menyahut: ‘Mengapa
maka tiada mau? Tetapi jika ada faedahnya.’ Maka kata pula
perdana Mulai: ‘Apabila engkau tolong kepadaku, apa barang
kehendakmu itu dan apa katamu itu tiada kulalui. Itulah kita
perjanjikan.’ Maka kata perdana Jamilu: ‘Jika bagai kata demikian
itu, ikutlah perintaku.’ Maka diiakan oleh perdana Mulai. Demikian

perinta perdana Jamilu: ‘Apabila datang kepada hari anu,
himpunlah orang serta senjata. Aku pun demikian lagi. Apabila ia
keluar mencari kehendaknya, sunyilah negeri. Maka kita pun
masuklah kepadanya melakukan kehendak kita itu.’ Tellah
berjanji demikian lalu ia pulang. Hatta datang kepada esok
harinya pergi pula kepada Zamanjadi, demikian katanya: ‘Betapa
kehendakmu kepada orang itu?’ Maka menyahut Zamanjadi serta
bertanya kepada perdana Jamilu: ‘Ada pun kami kedua ini kepada
bennarnya siapa patut akan kerajaan?’ Maka kata perdana Jamilu:
‘Jika kepada bennarnya Zamanjadi akan kerajaan. Bennar katanya
ia memulai negeri, tetapi Zamanjadi dahulu datang, ia kemudian.’
Itulah sebabnya, maka kata Zamanjadi kepada perdana Jamilu
bagai kata perdana Mulai itu juga, maka menyahut perdana
Jamilu pun demikian itu juga, serta berjanjian hari dan ketika itu.
Lalu ia pulang masing2 membilang hari yang diperjanjikan itu.
Hatta datanglah kepada hari yang diperjanjikan itu, maka kedua
kaum itu harkat* serta senjata, lalu keluar. Maka datang suruan
perdana Jamilu kepada perdana Mulai, demikian katanya: ‘Apa
tipu kita, karena ia sudah tahu perbuatan kita. Sabar dahulu serta
baik-baikan dengan dia. Apabila sudah lupa kepada harkatnya itu,
kemudian berbuat kehendak kita itu.’ Maka menyuruh pula
kepada Zamanjadi pun demikian juga. Maka kedua kaum diiakan
kata perdana Jamilu itu, lalu ia keluar berhadapan dengan orang
sekalian. Maka ia berkata: ‘Apa tipu kita kepada dua kaum ini?

Apabila Zamanjadi akan kerajaan, perdana Mulai tiada mau
sembah, dan jika perdana Mulai akan kerajaan, Zamanjadi pun
demikian juga tiada mau sembah. Apabila keduanya akan
kerajaan, belum lagi kedangaran dalam dunia suatu negeri dua
kerajaan. Apabila ia keduanya akan kerajaan, jadilah empat
kerajaan dalam negeri, karena empat perdana itu seseorang tiada
tinggi kepada seseorang dan seseorang tiada randah kepada
seseorang. Melainkan kehendak Allah subhanahu wa-ta`ala serta
orang muafakat, maka jadi akan kerajaan. Baik juga kita kata
demikian kepadanya, supaya menanti kehendak Tuhan Yang
Mahamurah berbahagia kepada seseorang akan yang dipetuhan,
itulah sempurna kerajaan. Ada pun pada ketika ini kita buat
demikian pada keduanya: jika ikut kata orang sekalian, al-hamdu
li-'llah, supaya kita menanti karunia Allah ta`ala. Apabila tiada
mengikut, apatah daya sudahlah. Atau salah suatu mengikut kata
ini, yang mengikut itu kaum kita sekalian ini, yang tiada mengikut
itu bukanlah kaum kita sekalian. ’Tellah demikian itu maka
menyuruh kepada dua kaum itu segala perastawa perinta kata itu
semuanya dikatakannya, maka diiakan oleh dua pihak itu. Lalu
keluar kepada orang sekalian, maka demikian keduanya, maka
bersettia muafakat dan bersuka-sukaan kembalilah kepada
adatnya. Maka suatupun tiada ellat lagi dalamnya. Maka keempat
perdana itu seorang tiada tinggi kepada seorang dan seorang
tiada randah kepada seorang, yakni keempatnya bersamakan.
Apabila
barang
suatu
pekerjaan
melainkan
keempatnya
berhadapan, maka dikerjakan. Kemudian daripada itu jika
seorang tiada atau dua orang atau tiga orang sehingga seorang
jugapun nama keempat juga. Itulah yang bersatuan nama
keempat itu selamah-selamahnya zaman datang kepada zaman.
Itulah adat keempat perdana dalam tanah Hitu. Alkissah dan
diceriterakan oleh yang empunya ceritera, sekali perastawa
keempat perdana berhadapan muafakat. Maka perdana Pati Tuban
ia belayar ke benua Jawa tuntuti agama rasul Allah salla 'llahu
alaihi wa-sallama. Tatkala itu seri sultan Maluku paduka Zainul
Abidin khallada 'llahu mulkahu wa-saltatahu ia datang ke benua
Jawa, maka bertemu kepadanya. Lalu bertanya kepada perdana
Pati Tuban Maka segala hal-akhwalnya semuanya diceriterakan
kepada serri sultan. Lalu bersettia dan muafakat serta perjanjijanjian dan bersumpah-sumpahan sehingga datang kepada hari
kiamat seperti firman Allah: ‘Inna 'llaha la yukhlifu 'l-mi`ada.’
Itulah pertama yang memulai perjanjian. Hatta datang musim
sultan pun pulang. Sehingga datang ke tanah Bima ada suatu
fitnah dengan raja Bima, lalu barparang pada ketika itu. Empat
puluh orang pendagar, yakni antun-antun, mengiring kepada serri

sulthan Zainul Abidin. Hatta dengan ajal Allah maka datang
seorang hulubalang raja Bima. Ia datang menuju serri sultan, lalu
menikam dengan lembingnya kennah kepada sultan Maluku, dan
serri sultan pun serta menettah hulubalang itu. Lalu mati
hulubalang itu dan raja pun luka. Maka keempat puluh pendagar
itu dinaikan kepada raja di atas kelengkapan, lalu belayar. Hatta
berapa lamanya di tengngah jalan maka serri sultan Zainul Abidin
pun wafatlah. Inna li-llahi wa-inna ilaihi raji´un. Pada ketika
itulah bawah kepada pendita yang alim, tuhan Bahrul* namanya,
akan kadi di negeri Ternate. Maka diceriterakan oleh [yang
empunya ceritera] perdana Pati Tuban ia pulang ke tanah Hitu,
maka mengatakan peri hal-akhwal perjanjian dengan raja Maluku
itu. Semuanya dikatakannya kepada orang sekalian serta
dijungjung titah itu, sehingga datang kepada sultan Khairun Jamil
akan kerajaan zill Allah fi 'l-alamin. Maka masyhurkan
demikianlah riwayatnya: ada pun tatkala serri sultan Khair Jamil
akan kerajaan itu, lalu ia bertanya kepada perdana yang besar
dalam negeri demikian titah: ‘Hai segala perdana dan parwara
sekalian, berapa kampung dalam negeri kita ini?’ Maka menyahut
mankubumi: ‘Ada pun dalam negeri yang dipetuhan sembilan
kampung jumlahnya, sepuluh dengan negeri Hitu.’ Lalu menyuruh
kiaicili* Darwis akan utusan ke tanah Ambon meneguhkan pula
perjanjian itu, sehinggalah termasyhur Ternate dengan Hitu. Ada
pun tatkala utusan datang ke Ambon itu singga di tanah Boanoh*,
maka lalu ke pantai Eran* dan dari pantai Eran* itu lalu ke
tanjung Siyal. Ia masuk ke pantai Waibuti, lalu menyeberang ke
tanah Hitu. Pada ketika itulah negeri Hitu dan negeri Waiputih
serta negeri Eran* ketiganya muafakat bersama-sama. Tellah
demikian itu kuceriterakan yang empunya ceritera. Tatkala
perdana Pati Tuban ia datang dari tanah Jawa itu, lalu negeri Hitu
pun masuk iman kepada Allah dan nabbi Muhammad serta agama
rasul Allah salla 'llahu alaihi wa-sallama. Maka suatupun tiada
hisab* melainkan memerintahkan tanahnya serta agama Allah
dan agama nabbi Muhammad salla 'llahu alaihi wa-sallama amin
ya Rabb al-`alamin. Alkissah peri mengatakan perdana Jamilu dan
peri mengatakan panngeran Japara. Maka kuceriterakan yang
empunya ceritera demikian riwayatnya. Tatkala perdana Jamilu
menyuruh utusan ke tanah Jawa mengadap kepada pangeran
Japara, maka ia bersettia dan muafakat dengan pangeran. Tatkala
itu nyai Bawang* akan kerajaan, maka ia bertanya bangsya
perdana Jamilu, maka semuanya diceriterakan kepadanya. Lalu ia
memberi nama Patinggi: ‘Karena nama Jamilu itu artinya kepada
bahasa Jawa “jangan mengikut”. Itulah sebabnya dan seperkara
lagi nama syaudaraku itu kuberikan kepadanya.’ Hatta datang

musim utusan itu pun pulang dan orang Japara pun gennap
musim tiada berputusan bedagang ke tanah Hitu dan tanah
Ambon sekalian sebagailah, pergi datang berulang2 tiada
berputusan, sehingga Nyai Bawang* pulang ke rahmat Allah. Dan
negeri Hitu pun firaklah* dengan negeri Japara daripada raja
yang kemudian itu kuranlah adilnya seperti raja yang dahulu.
Apabila raja itu tiada dengan adilnya diupamakan matahari tiada
dengan bercahayanya. Daripada itulah maka dikatakan firak,
tetapi bukan firak, sehingga tiada sampai ini juga. Itulah
kesudahannya negeri Hitu dan negeri Japara. Alkissah peri
mengatakan syariat nabbi akhir zaman. Ada pun tatkala masuk
iman serta mengesakan Allah subhanahu wa-ta`ala dan
termasyhurlah agama rasul Allah salla 'llahu alaihi wa-sallama,
lalu membuat suatu mesjid tujuh pangkat. Tellah itu maka
dinaikan Maulana ibn Ibrahim akan kadi daripada ia mutakalim
daripada alim mahudum* guru sekalian tanah Ambon. Daripada
ialah termasyhur agama Allah dan agama nabi Muhammad rasul
Allah salla 'llahu alaihi wa-sallama. Kemudian daripada itu, maka
kuceriterakan yang empunya ceritera, kepada suatu hari keempat
perdana berhadapan kepada suatu tempat, maka keempatnya
muafakat mengira-mengirakan negerinya. Maka seorang berkata:
‘Mana baik beraja daripada yang tiada beraja?’ Maka kata
seorang: ‘Daripada yang tiada beraja, baik beraja.’ Dan seorang
berkata pula: ‘Daripada beraja baik tiada beraja.’ Maka seorang
pula berkata: ‘Mana faedah yang baik beraja itu dan mana faedah
yang baik daripada tiada beraja itu?’ Lalu berkata keduanya:
‘Demikian faedah yang baik beraja.’ Maka kata seorang pula:
‘Demikian faedah yang baik daripada yang tiada beraja.’ Maka
kata pula: ‘Bennar juga kata keduanya itu tiada salah, tetapi kita
naikan dahulu seorang akan kerajaan, supaya kita periksai
kepada faedahnya yang baik beraja atau faedah yang baik tiada
beraja itu.’ Lalu dinaikan kaum gulawarganya seorang akan
kerajaan. Maka digelarnya Latu Sitania namanya, yakni artinya
‘raja tanya’, nama yang dijungjung. Dan dinaikan hukum*
AbubakarNaseddiki* namanya. Maka suatupun tiada ellat dalam
tanah Hitu. Hatta berapa lamanya keempat perdana berhadapan
serta orang banyak, maka raja naik ke atas balai. Ia duduk
bejuntai-juntai, maka kata orang sekalian: ‘Nyatahlah faedah
yang baik beraja dan faedah yang baik tiada beraja.’ Maka kata
keempat perdana: ‘Apa salahnya karena ia kerajaan? Tetapi
sehinggalah kerajaan, yakni dipawahkan*. Ada pun amar dan nahi
serta adat semuanya itu melainkan keempat perdana juga.’ Apa
yang kehendaknya itulah diadatkan daripada zaman datang
kepada zaman turun-menurun. Tiada lain daripada keempat

bangsya itu, melainkan kehendak Allah ta`ala juga tiada dapat
dikatakan. Alkissah dan kuceriterakan tatkala itu perastawa
keempat perdana membahagi rakyat. Seorang pengawa empat
gelaran kepada seorang perdana. Demikian juga keempatnya
seorang pengawa empat gelaran turun-menurun, demikian juga
kemudian daripada itu. Dan kuceriterakan sekali perastawa raja
naik kepada sebuah perau. Apa2 kehendaknya tiada ia muafakat
dengan keempat perdana. Ia keluar bersuka-sukaan sehingga
datang kepada suatu pantai, Hunimoa namanya pantai itu. Maka
tiada berupama kepada yang empunya negeri serta melakukan
kehendaknya dan negeri itu pun tiada diketahui kepadanya. Maka
dikata dengan kata yang aib, lalu ia pulang diam dirinya kepada
halnya. Itu pun tiada dikatakan kepada empat perdana itu. Lalu ia
menyuruh kepada negeri yang bukan takluknya. Ia minta tolong
kepadanya. Maka negeri itu keluar dengan angkatan pergi
menyerang kepada negeri itu. Tiada boleh alah, jangan alah naik
ke darat pun tiada boleh, lalu kembali angkatan itu. Maka kata
keempat perdana: ‘Mengapa maka kembali angkatan ini?’ Maka
sahut orang itu: ‘Tiada boleh alah kepadanya.’ ‘Mengapa maka
tiada boleh alah kepadanya?’ Maka kata angkatan itu: ‘Jangan
alah, turun ke pantainya pun tiada dapat.’ Maka kata perdana
Jamilu: ‘Betapa perintah parangnya itu?’ Maka menyahut orang
itu: ‘Ada pun panglimanya itu terlalu sangat gagahnya. Apabila
kita langgar ke darat, maka ia keluar, lalu sekali-kali di aluan
angkatan itu serta menetta. Sebab itulah maka tiada dapat turun.
Demikianlah halnya orang itu.’ Tellah didengar kata orang
demikian itu, serta menyingsing tangan bajunya, lalu ia becakap
di hadapan orang sekalian, demikian katanya: ‘Insya Allah ta`ala
berkat agama rasul Allah salla 'llahu alaihi wa-sallama, jika beta
tiada dapat alah kepada negeri itu, beta pun tiada kembali.’ Tellah
demikian itu maka ia membuat suatu maslahat serta dengan
panah di aluan kelengkapannya itu. Hatta ia datang, lalu langgar
ke darat. Maka panglima negeri itu keluar, lalu sekali-kali di aluan
kelengkapan itu. Maka dilepas kepada maslahat itu serta dengan
kehendak Allah ta`ala kennah panglimanya itu mati dan orang
banyak itu pun undur serta lari. Maka diikut belakangnya orang
itu, lalu alah kepada negerinya. Tellah demikian itu, maka ia
kembali dengan kemenangngannya makan minum bersukasukaan. Maka kata orang sekalian: ‘Bennarlah perdana Jamilu
pahlawan dan bijaksana dalam tanah Hitu.’ Lalu disalin dan
dimuliah kepadanya, tiada seupamanya lagi dalam tanah Hitu.
Hatta lama datang kepada lamanya, makin bertambah kebajikan
dan kepujian. Itulah kehendak Tuhan Yang Mahamurah kepada
makhluknya, berbahagia seseorang-orang dalam dunia. Alkissah

dan kuceriterakan yang empunya ceritera: sekali perastawa sebua
perau Saki Besi Nusatelu* ke laut Puluh Tiga mengambil ikan.
Maka ia datang membawah khabar kepada perdana Jamilu,
demikian katanya: ‘Ada kami bertemu sebua perau di laut Puluh
Tiga. Selamanya umur kami hidup dalam dunia, bulum lagi
melihat rupa manusyia bagai rupa orang itu. Tubuhnya putih dan
matanya seperti mata kucing. Lalu kami tanya kepadanya, ia tiada
tahu bahasa kami dan kami pun tiada tahu bangsyanya.’ Maka
kata perdana Jamilu: ‘Pergilah engkau bawah ia ke mari.’ Maka
kembali pula bawah ia datang ke negeri kepada perdana Jamilu.
Lalu ditanya kepadanya: ‘Darimana datang dan apa nama
negerimu?’ Maka ia menyahut: ‘Ada pun kami ini datang di sini
kami sessat tiada tahu jalan. Maka kami jatuh pesir* ke tanah
sebelah dan kapal kami pun tekarang di laut Puluh Burung*. Maka
tinggal kapal kami, naik kepada sampang endak pulang ke negeri
Portugal. Tetapi malim tiada tahu, maka kami datang ke mari.
Apatah daya, untung kami di sini.’ Lalu diberinya tempat
membuat rumahnya ia duduk. Hatta berapa lamanya maka ia
memohon setengah duduk menungguh rumahnya dan setengah
membawah khabar kepada orang besarnya. Hatta datang musim
barat, maka menyuruh kapalnya datang gennap tahun tiada
berputusan lagi. Jadi ramai bandar di tanah Hitu dan termasyhur
sekalian tanah Ambon. Kepada zaman itulah maka digelarnya
kepada perdana Jamilu ‘kapitan Hitu’ namanya dan berjanjian
apabila datang kapalnya, maka diberinya masara persalin kepada
Kapitan Hitu. Gennap tahun diadatkan selamanya, maka suatupun
tiada hujat dalamnya pada ketika itu dan termasyhur nama
Kapitan Hitu dari negeri Ambon sampai negeri Portugal. Maka raja
Portugal digelarnya dua nama, suatu Kapitan Hitu, kedua Don
Jamilu namanya. Hatta datang lama dengan lamanya serta
kehendak Allah ta`ala yang kebaikannya itu dibalaskan oleh
Tuhan Yang Mahamurah datang kejahatannya. Sekali perastawa
ia minum mabuk, lalu berampas-rampasan serta haru-biru dalam
pasar. Maka disampaikan kepada hukum dan penghuluh agama,
maka kata penghuluh agama: ‘Salah orang itu melainkan sampai
nyawanya.’ Maka kata keempat perdana: ‘Bennar kata hukum dan
penghuluh agama, tetapi ampun dahuluh kepadanya, karena
sudah termasyhur kita membuat baik kepadanya. Kemudian kita
membuat jahat pula, apa hal nama kita didengngar oleh orang?
Baik kita pindahkan dia kepada tempat yang lain, jangan sama
senegeri kita.’ Maka dipindahkan dia ke tanah sebelah kepada
tempat yang baik ia duduk, daripada negeri itu tiada beragama
dan lagi banyak minuman anggur. Seperkara lagi sama
makanannya dan minumannya. Itulah hal keempat perdana. Pada

ketika itu tiada dikira-kirakan kepada hari yang kemudian. Hatta
berapa lamanya menjadi fitna, lalu paranglah dengan dia. Sorangmenyarang, alah-mengalah sebagailah tiada berputusan parang
sabil Allah. Sekali perastawa keempat perdana menyarang kepada
sebuah negeri kafir. Maka keluar kafir itu serta barparanglah
kedua pihak itu seperti orang bepasaran, jual-beli, tukarmenukar. Bunyi senjatanya diupamakan guruh di atas langit.
Hatta berapa dalamnya pun parang lanatullah itu dan tentara
Islam itu pulang serta kemenangnya, bersuka-sukaan, makanminum dan bergela-gelaran nama panglimanya itu, sehingga
dimasyhurkan dua nama, pertama Lekalahabesi dan kedua
Tubanbesi, daripada berkat agama rasul Allah salla 'llahu alaihi
wa-sallama dan Tubanbesi pun syahid pada ketika itu. Tellah
demikian itu maka adinda perdana Jamilu belayar ke tanah Jawa
mengadap kepada pangeran Japara. Maka pangeran Japara
menyuruh tujuh buah gurap mengantarkan dia. Hatta datang ke
tengah laut antara Jawa dan Bali, maka ia sakit serta dengan
ajalnya, maka ia meninggal negeri fanah datang kepada negeri
baka. Inna li-llahi wa-inna ilaihi raji’un. Dan maitnya itu
ditaburkan bauh-bauan, maka dimasukkan ke dalam petti, lalu
belayar dibawah oleh angin dan arus jatuh datang ke tanah Seran.
Maka ia menengar khabar orang, ada sebuah kapal di tanah
Bandan*. Lalu menyuruh sebuah gurap antar kepada mayit itu
dahuluh dan ain inayat naik kepada sampangnya ennam buah itu
dan gurapnya itu menanti di tanah Seran. Hatta ia datang ke
Bandan, lalu naik rampas kepada kapal itu dan orangnya itu habis
dibunuhnya. Maka ia pulang kepada gurapnya, lalu belayar ke
Ambon. Maka didengar oleh kafir itu, ia menyuruh angkatan
mengadang di tengngah jalan. Hatta berapa lamanya, maka
bertemu kedua kelengkapan itu, lalu berparanglah. Maka
penghuluh kelengkapan itu kira-kiranya sukar karena banyak
kafir itu. Maka ia meninggal dua buah gurap sehingga dinaikan
orangnya, lalu ia masuk ke pantai Hitu bersama-sama dengan
tamannya yang mengantarkan mayit itu dan diturunkan kepada
mayit itu. Maka dipeliharakan dan diadatkan kepada mayit itu
sehingga datang kepada seratus harinya. Tellah demikian itu
maka dihimpunkan orang serta kelengkapan Japara itu pergi
menyerrang kepada sebuah negeri kafir, Hatiwe namanya. Pada
ketika itulah pendagar Tahalele menyerrang buankan dirinya ke
tengah tentara kafir itu seperti harimau. Tiada dapat terpandang
mukanya oleh musuh itu, lalu alah negeri itu. Maka ia pulang
dengan kemenangngannya sehingga datang ke negeri bersukasukaan, makan-minum dan disalininya kepada pendagar Tahalele
serta digelarnya pahlawan Tubanbesi dan syamsyirnya Lukululi,

artinya ‘patah tulang’. Namanya digantikan Tubanbesi yang mati
itu. Inilah muafakat orang parang sabil dalam dunia. Entah
berapa lagi dalam akhirat dibalaskan Allah ta`ala karena sabda
nabi salla 'llahu ’alaihi wa-sallama: ‘Apabila mati Islam, dalam
akhirat bulum lagi diterima oleh malak al Ridwan, jika bulum
dilepaskan oleh malak al Zabaniah.’ Yakni artinya bulum lagi
masuk syurga, jika bulum lagi lepas daripada azab naraka.
Apabila Islam mati parang sabil, maka dalam akhirat suatupun
tiada hisab* kepadanya melainkan masuk syurga. Itulah manfaat
orang parang sabil dalam akhirat. Alkissah peri mengatakan
parang Don Duarde datang daripada negeri Portugal serta dengan
kelengkapannya, entah berapa-rapa panglimanya, maka ia naik ke
darat, lalu masuk ke medan dan berbunyilah gendang, suisa* dan
serunai, caramela* pelbagailah bunyi-bunyian. Maka didirikan
panji-panji parang dan tentara Islam pun demikian lagi.
Panglimanya dan pendagarnya serta dengan harkatnya. Maka
kedua pihak berhadapan seperti orang bersembahyang mengadap
kepada kiblat. Lalu bertempik kedua pihak itu upama guru di atas
langit bunyi tempiknya. Hatta seketika juga mardan* Khatib ibn
Maulana dan maradan Tahalele ibn Abubakar Nasiddik keduanya
syahid. Kemudian daripada itu mardan Totohatu ibn Zamanjadi ia
bertempik, lalu menetta, maka ditankis oleh laknatullah itu.
Esfinkarnya* putus kedua pangkal, maka patah parang kafir itu.
Hatta datang seketika lagi masuk pula ke medan, maka bertempik
Umar, pendagar parang. Lalu ia menetta serta merampas panjipanji kafir laknatullah itu, maka patah pula laknat itu. Seketika
juga himpunkan orang dan panglimanya sekalian serta dengan
Den Daurdia*. Daripada sanngat marah hatinya kepada panjipanjinya itu, maka masuk pula parang ke medan. Maka kata
pahlawan Tubanbesi: ‘Untunglah aku sekarang pada ketika ini,
karena
pintu
syurga
sudah
terbukah.’
Lalu
bertempik
menyerbukan dirinya ke dalam tentara kafir itu. Ia beparang
tettak-menettak serta kehendak Allah ta`ala kulitnya tiada makan
besi. Maka dipaluh dengan esfingarnya* laknatullah itu, maka
ditangkis oleh pahlawan itu, patah tulang tangannya yang kiri.
Maka tentara kafir itu cerai-berrai, masing-masing melarikan
dirinya, lalu naik kepada kelengkapannya kembali serta dengan
dukkacittanya dan orang Hitu pun kembali memeliharakan
mayitnya itu. Alkissah peri mengatakan
sultan
Maluku
demikianlah riwayatnya, yang diceriterakan oleh yang empunya
ceritera. Ada pun tatkala itu datang sebuah kapal membawah
kepada serri sultan Maluku ke tanah Ambon. Ia masuk ke Kota
Laha, maka khabarkan orang kepada negeri Hitu dan tanah
Ambon sekalian. Maka keempat perdana menyuruh orang

periksyai kepada khabar itu, bennarkah atau tiadakah. Maka
datang orang itu katanya: ‘Bennar juga khabar itu.’ Maka keempat
perdana muafakat: ‘Apa tipu kita karena janjian kita serta
sumpahan?’ Lalu menyuruh kepada kapitan* Feranggi itu minta
bedamai. Maka ia pun mau,lalu bedamai orang Hitu dan orang
Feranggi. Tellah demikian itu, maka menyuruh tanya kepada
gurendur Peranggi itu, demikian katanya: Dapatkah atau tiadakah
kami endak menyuruh melalat kepada raja Ternate itu?’ Maka
kata gurendur Feranggi: ‘Mengapa maka tiada dapat, karena kita
sudah bedamai.’ Lalu menyuruh melalawat* dengan tipu
maslahat. Empat puluh mata keris dimasukkan ke dalam gendaga
Seran dan di atas keris itu has* sehellai dan di atas has itu sirri
pinang dan bunga serta bauh-bauan. Dan empat puluh orang
gaggah membawah makanan serta gendaga itu di hadapan raja.
Lalu dibukah sendirinya serta pandang kepada keris itu, maka
raja pun tercengang tiada boleh bersuarah, lalu ditudung pula
kepada gendaga itu. Hatta lagi maka titah syah alam kepada
empat puluh orang itu: ‘Pulanglah engkau bawah gendaga itu dan
sampaikan salamku kepada empat perdana. Ada pun daging
darahku sekali pun tiada bagai demikian ini. Tanda kasih dan
tulus serta kehendaknya itu tellah sampailah kepada kami, maka
kami pun terima dengan sempurnanya. Ialah bennar syaudaraku
dari dunia datang ke akhirat. Inilah tanda berteguhan ikrar dan
tasdik.’ Lalu orang itu pulang serta gendaga itu dan sampaikan
salam titah itu kepada keempat perdana. Maka keempat perdana
pun endak mengulang lagi, lalu kapal pun belayar membawah
kepada serri sultan. Maka tanah Hitu serta tanah Ambon sekalian
paranglah dengan kafir laknat itu. Alah-mengalah, sarangmenyarang sebagailah parang sabil Allah. Alkissah dan
diceriterakan yang empunya ceritera. Kemudian daripada parang
Don Daurde itu, maka datang kapitan Sanjo*, terlalu ammat
gaggahnya. Ia naik ke darat, lalu membuat kotanya di pantai Hitu.
Maka ia parang siang malam, pagi petang tiada berkeputusan.
Dan negeri Hitu pun pinda ke atas bukit, Ulukulu namanya,
betahanlah di atas bukit itu. Hatta berapa lamanya alah negeri itu,
maka naik pula ke atas bukit Mamala, betahanlah di situ. Hatta
berapa lamanya alah pula bukit itu. Maka negeri semuanya itu
takluklah kepadanya kafir itu. Sehingga keempat perdana dan
setengngah negeri tiada berapa itu pinda ke Tanah Besar. Ia
duduk di negeri Lesiela*, maka berulang-ulang beparang di tanah
Hitu. Pada ketika itu pahlawan gimelaha* Laulata ada di tanah
Ambon. Ialah memeliharakan negeri sekalian serta mengeluarkan
angkatan ke tanah Hitu. Maka ia langgar kepada sebuah kapal,
lalu ia kembali duduk di negeri Luhu serta meneguhkan tanah

Ambon. Tellah demikian itu, maka hukum Abubakar pergi
mengadap kepada serri sultan di Maluku, yakni tentukan
perjanjian itu. Entah apa kehendaknya titah, maka ia pulang ke
tanah Ambon. Hatta didengar negeri sekalian di tanah Hitu tellah
datang hukum Abubakar daripada Ternate, lalu menyuruh gelaran
Tuheasal dan Tuhelusun datang kepada hukum dan keempat
perdana, demikian katanya: ‘Negeri sekalian empunya sembah
datang ke bawah kadim tuhanku. Ingatkah lagi rakyat tuhanku
atau tiadakah lagi?’ Maka kata hukum Abubakar: ‘Mengapa maka
kami tiada ingat? Ingat juga, tetapi bulum lagi datang kepada
ketikanya dan waktunya.’ Maka menyahut pula gelaran itu:
‘Bilamana lagi tuhanku maka datang ketikanya dan waktunya?
Tetapi negeri tuhanku sekalian itu sekarang inilah datang
ketikanya dan waktunya melainkan tuhanku pulang dahuluh di
tanah Hitu.’ Maka kata hukum Abubakar: ‘Apabila bagai kata
demikian itu, pulanglah engkau, nyiyahkan kepada kafir itu
dahulu, maka kami percahaya.’ Lalu ia pulang memberitahukan
kepada negeri sekalian, lalu dibunuh kafir yang dalam negeri itu.
Tellah dibunuh itu, maka disampaikan kepada hukum dan
keempat perdana. Tellah demikian katanya: ‘Sudahlah bagai
kehendak tuhan-tuhan itu.’ Maka hukum Abubakar dan keempat
perdana pada ketika itulah pulang ke tanah Hitu. Ia duduk kepada
bukit Hatunuku. Pada zaman itu negeri Hitu sekalian memberi
kepala ikan ia upetti kepada keempat perdana. Itulah perinta
hukum Abubakar Nasiddik dan sekalian negeri pun kembali
kepada hukum Abubakar dan keempat perdana. Hatta berapa
lamanya bertambah -tambah kebajikan dan kemerahan, maka
suatupun tiada ellat sehingga melakukan parang sabil Allah
daripada berkat agama rasul Allah salla 'llahu alaihi wa-sallama.
Tellah demikian itu dan diceriterakan negeri Hitu dan negeri
Nusaniwe kedua berhadapan kepada suatu majellis serta
muafakat dan berjanjian. Lalu dipepatutan karena negeri Hitu pun
keempat perdana itu empat bangsyanya dan Nusaniwe keempat
perdana juga, tetapi suatu bangsyanya, jumlahnya dualapan
perdana lima bangsyanya. Lalu Lalu dipepatutan: pertama Pati
Lupa* lawannya perdana Tanihitumesen, kedua Totohatu
lawannya Lisakota, ketiga Latuhalat lawannya perdana Nusatapi,
keempat perdana Pati Tuban lawannya perdana Pati Naelai. Itu
bersuatuan namanya. Apabila kasahkitan negeri Hitu, ia keduanya
juga, atau kebajikan negeri Nusaniwe, ia keduanya juga. Daripada
itulah negeri Nusaniwe ia pinda datang ke negeri Hitu. Suatupun
tiada
dengan
hisab*
karena
tatkala
muafakat
itu
dipersyahdakan*. Nama gelaran negeri Henalale dinamai
Hehahitu dan gelaran negeri Latua dinamai Hehatomi* namanya.

Itulah kesudahan negeri Hitu dan negeri Nusaniwe. Tellah
demikian itu dan diceriterakan daripada negeri Urin* dan Asilulu.
Sungguhpun namanya Ulisiwa, tetapi dalam pihak Ulima. Bennar
juga dalam pihak Ulima, tetapi dalam martabat negeri Hitu.
Daripada itulah maka tatkala ia bertemu kepada orang Peranggi
itu, maka dibawah kepada perdana Jamilu. Maka keempat
perdana menerima kepadanya itu serta dengan berjanji-janjian,
demikian itu katanya: ‘Apabila jika datang kebaikannya pun kita
bersama-sama, jika datang kejahatannya pun kita bersamasama.’ Dan suatu lagi dijanjikan juga: ‘Apabila jika orang dari
sebela pihak Ulisiwa endak masuk muafakat serta negeri Hitu,
maka datang kepada negeri Asilulu, bersama-sama datang ke
negeri Hitu.’ Ada pun perjanjian ini sehingga Alan, Liliboi dan
Larike, Wakasihu dan Urin*, Asilulu suatu juga. Alkissah peri
mengatakan johan pahlawan gimelaha Rubohongi. Ia datang akan
bendahara di tanah Ambon serta kaum gulawarganya gimelaha
Haji dan gimelaha Sakatruana. Lain daripada itu tiada
kuceriterakan sehingga ibn bendahara: pertama gimelaha
Kakasingku* dan (kedua) gimelaha Jamali dan (ketiga) gimelaha
Kulabu dan keempat gimelaha Aja dan kelima gimelaha Basi dan
keenam gimelaha Angsari*. Itulah daripada pihak bendahara.
Maka datang kepada kerabat serri sultan daripada bangsya raja:
pertama kiyaicili* Cuka, kedua cili Kodrat, ketiga cili Abu Syahid
dan keempat cili Kaba, kelima cili Naya, keenam cili Ici dan
ketujuh cili Aya, kedualapan baginda cili Ali, tatkala bulum lagi
dinaikan kapitan laut, lain daripada itu tiada kusubutkan. Dan
daripada pihak hamba raja pertama Kalaudi dan kedua Usman dan
ketiga Kabutu Malu dan keempat Sagaluwa*, kelima Sibangua,
keenam Ambalau. Lain daripada itu tiada kusubutkan dan sekalian
ini termasyhur pendagar. Pun ia utusan, pun ia pergi datang
berulang-ulang membawah titah sebagailah, karena pada tatkala
itu sangat parang sabil Allah di tanah Ambon. Ada parang di
darat, ada parang di laut, ada mennang, ada yang dimennang, ada
disarang, ada yang menyarang, sebagailah kedua pihak itu tiada
berputusan lagi. Segali perastawa gimelaha Kakasingku* keluar
dengan kelengkapannya, maka ia bertemu dengan angkatan
Nasrani di tanjung Mamala. Lalu melawanlah kedua angkatan itu
daripada waktu duha sehingga datang kepada bakda lohor. Serta
dengan kehendak Tuhan Yang Mahatinggi sekali-kali dengan
kelengkapannya dan mayitnya perdana Kakasingku* pun sabil
Allah tiada kettahuan lagi. Kemudian daripada itu dan
kuceriterakan,
sekalian
keluar
dengan
kelengkapannya
mendattangi sebuah negeri, Latu namanya. Maka datang
angkatan kafir laknat bantu kepada negeri itu. Maka kedua pihak

berparanglah seperti orang bepasarang beramai-ramaian jualbeli. Hatta datang malam masing-masing pulang kepada
tempatnya. Apabila datang esok harinya demikian juga, tiada
berputusan berkawal-kawal kedua tentara itu. Hatta datang
kepada suatu ketika serta dengan kehendak Allah ta`ala kepada
pihak Islam itu pergi barjalan ke sini dan orang kawal itu pun
serta dengan alpanya ia tidur. Maka dipandang oleh kafir laknat
tempat itu sunyi dan kotanya itu pun tiada manusyia, lalu ia
masuk. Laknat itu alah kepada kota Islam itu. Dan orang sekalian
itu pun lari masing-masing membawah dirinya sehingga gimelaha
Jamali al-Din, dua bersyaudara gimelaha Angsari* dan Liwa alDin, hoja* alim mahudum*: ketiganya syahid, karena Jamali alDin itu pahlawan yang termasyhur, ketiganya pendagar parang.
Daripada itulah maka tiada berpaling apa tipu orang banyak serta
dengan kehendak Tuhan Yang Mahatinggi daripada kesudahan
hidup manusyia dalam negeri fanah datang kepada negeri yang
baka. Dan Kalaudi pun dengan kelengkapannya masuk, maka ia
bertemu kepada kafir laknat itu, maka ia syahid serta
kelengkapannya pada ketika itu juga. Maka angkatan itu sekalian
kembali masing-masing ke negerinya. Alkissah peri mengatakan
parang kiyai Mas. Tatkala perdana Tubanbesi belayar ke tanah
Jawa mengadap kepada pangngeran minta tolong kepada agama
rasul Allah salla 'llahu alaihi wa-sallama, maka pangeran
menyuruh kepada kiyai Mas serta kelengkapannya. Dan
panglimanya yang gaggah dalam angkatan itu Martajiwa namanya
dan seorang Panarukan namanya dan seorang pula Pasiruwan*
namanya. Hatta ia datang ke tanah Hitu dan orang Hitu pun
keluar angkatan serta ia mendatangi negeri kafir itu, lalu masuk
ke dalam negeri. Maka negeri ke dalam kotanya dan orang itu pun
mengikut belakangnya sehingga datang ke pintu kotanya. Maka
panglimanya yang gaggah itu syahid, maka patah parang Islam
itu. Ia undur lalu naik kepada kelengkapannya pulang ke negeri
Hitu. Hatta datang musim, maka ia belayar kembali ke tanah
Jawa. Itulah kesudahan parang kiyai Mas di tanah Hitu tolong
kepada agama rasul Allah salla 'llahu alaihi wa-sallama. Alkissah
dan kuceriterakan yang empunya ceritera, sekali perastawa
keluar angkatan Islam mendatangi negeri kafir dan angkatan
kafir pun keluar. Maka kedua angkatan itu sama bertemu di
tengah jalan antaranya Hitu dan Kota Laha. Maka kedua pihak
berhadapan seperti orang berhadapan serta dengan hidangan
karena sangat maksud Islam ke sana kepada kafir laknat itu.
Sebab pada ketika itu baginda cili Cuka ia menjadi kapitan laut,
sendirinya memeggang panji-panji serta membaca salawat. Lalu
bertempik kedua pihak itu seperti datang tofan bakilat-kilat dan

bunyi senjatanya diupamakan guruh dari atas langit dan asapnya
senjata itu menjadi awan antara langit dan bumi. Dan parangnya
itu daripada waktu duha sehingga datang kepada waktu asar .
Hatta dengan ajal Allah, maka baginda kiyaicili pun syahid. Dan
daripada orang luka dan mati itu tiada kuceriterakan, daripada
ajal itulah meneguhkan hati manusyia serta memberikan
kesudahannya. Ada pun dalam angkatan kafir itu pun demikian
juga luka dan mati, lalu undurlah keduanya angkatan itu. Islam
pun dukacitta hatinya dan Nasrani pun demikian lagi. Masingmasing pulang kepada tempatnya. Itulah hal parang sabil Allah.
Alkissah dan kuceriterakan johan pahlawan Tahalele ke tanah
Bandan*minta tolong kepada agama rasul Allah salla 'llahu alaihi
wa-sallama. Maka negeri Bandan* sekalian keluar angkatan ke
tanah Hitu. Entah berapa aluannya, tetapi penghulu yang besar
dalam angkatan itu pertama kapitan Falat, kedua kapitan Atijauh,
ketiga orangkaya Watimena dan raja Rosengaing*. Hatta berapa
lamanya datangnya itu dan negeri Hitu pun keluar angkatan serta
dia bersama-sama mendatangi kafir laknat itu dan kafir itu pun
keluar angkatan. Hatta terbit fajar kepada bakda subuh keluarlah
kedua pihak angkatan itu berlawanlah dan bunyi senjata itu tiada
dapat dikatakan. Asapnya itu menjadi awan menudung kepada
kedua angkatan itu tiada berkenalan. Hatta hilang awan itu, maka
dilanggar sebuah kapal, lalu patah parang kafir itu dan angkatan
Islam itu kembali serta kemenangannya, makan-minum bersukasukaan. Kemudian daripada itu pergi alah kepada negeri,
Tuhahan* namanya, maka ia kembali ke negeri Hitu. Hatta datang
musim, lalu pulang ke tanah Bandan. Kemudian daripada itu
datang pula angkatan itu ke tanah Hitu, tetapi tiada masyhur
parangnya itu. Sehingga datang musim ia pulang. Itulah
kesudahan tanah Bandan* datang ke tanah Hitu tolong kepada
agama rasul Allah salla 'llahu alaihi wa-sallama. Alkissah dan
kuceriterakan oleh yang empunya ceritera sekali perastawa orang
Hitu keluar dengan kelengkapannya. Dan angkatan Ferangi pun
keluar sama bertemu di pantai Kota Laha, maka melawanlah
kedua angkatan itu. Pada mati dan luka itu tiada dikira-kirakan
lagi. Hatta berapa lamanya serta dengan kehendak Allah ta`ala
sebuah kelengkapan Islam, hulubalang Pati Lihat namanya,
tebakar oleh api obat bedil sendirinya. Maka didapat oleh kafir
laknat itu, lalu undurlah kelengkapan Islam itu kembali dengan
dukkacittanya. Ada pun pada ketika itu ada juga suruan pangeran.
Ia membuat kota di pantai sebelah berhadapan kota Ferangi. Itu
pun tiada juga jadi kota, itu bukan dialah oleh Ferangi, ia
meninggal sendirinya pulang ke negeri Hitu. Hatta lama dengan
lamanya sebagai juga tiada berputusan parang sabil Allah. Segali

perastawa keluar angkatan kafir laknat itu serta orang Tidore dan
orang Buru mendatangi di negeri Hitu dan orang Hitu pun harkat
menanti di pantai. Hatta datang angkatan itu lalu turun, maka
hulubalang Ulu Ahutan ia becakap di hadapan orang sekalian:
‘Jangan dahulu orang keluar, biarlah aku sendiri keluar dahulu.
Apabila tiada patah orang itu, tuhan-tuhan sekalian keluar.’ Lalu
ia bertempik ke dalam tentara kafir itu serta menettak, maka
patah parang laknat itu. Masing-masing lari terjung ke dalam air
berenang kepada tempatnya sehingga hulubalang Sulaiman:
maka ia tiada paling mukanya, maka ia bertankis-tankisan dengan
perisainya serta undur datang kepada air sehingga lututnya, lalu
naik kepada kelengkapannya pulang ke Kota Laha. Tellah
demikian itu dan kuceriterakan tatkala bendahara gimelaha
Rubohongi ia pulang ke rahmat Allah meninggalkan negeri fanah
datang kepada negeri yang baka. Maka dihabarkan orang kepada
kafir laknat itu, lalu ia keluar angkatan. Kehendak kafir itu
menggagahi akan mayit bendahara itu, tetapi tiada dapat lagi,
sebab sudah dipindahkan ke Tanah Besar. Lalu ia menyerrang
kepada negeri Hitu. Tatkala itu sekalian hulubalang serta
pendagar semuanya tiada, sehingga Jumat pahlawan al-Din ada,
tetapi ia dalam uzur. Maka pada ketika itulah perdana Kapitan
Hitu memagang senjata, ia masuk parang kepada tentara kafir itu.
Hatta seketika juga patah parang kafir laknat itu, lalu naik kepada
kelengkapannya pulang ke Kota Laha. Itulah parang sabil di tanah
Ambon, sungguh pun disubut tanah Ambon, tetapi tanah Hitu juga
parang siang dan malam tiada berputusan. Kadang-kadang Tanah
Besar masuk kepada parang. Sebab itulah maka dikatakan tanah
Hitu di belakang perisyai dan Tanah Besar di dalam perisyai.
Karena tatkala zaman parang itu hulubalang dan pendagar ada
semuhanya -- pertama Ulu Ahutan, kedua hulubalang Hasan Pati,
ketiga hulubalang Hatib Tunsulu,keempat Pati Baraim, kelima
Umar pendagar, keenam Mahir pendagar, ketujuh pendagar
Nahoda, kedualapan pendagar Nasiela -- hulubalang yang
termasyhur dalam tanah Hitu. Lain daripada itu tiada kusubutkan
melainkan Jumat, pahlawan al-Din. Ialah yang termasyhur
pendagarnya dan terlalu amat gagahnya daripada sekalian. Itulah
sangat parang sabil Allah di tanah Hitu. Dan kuceriterakan
hulubalang kafir laknat itu pertama Don Duarde, kedua kapitan
Sanco*,
ketiga
Paulo
Kastanya
dan
Dan
Tamura
dan
Dirgurumaridisi dan Siku Kisua dan Don Disera* dan Fernando
Melo* dan Antoni Laliru. Lain daripada itu tiada kuceriterakan,
sehingga inilah dimasyhurkan sangat parang kafir di tanah
Ambon. Tatkala pada zaman itu alah menang sama kedua pihak
itu. Kuceriterakan menang Islam kepada kafir itu: sekali alah

sebuah kapal di tanah Bandan, kedua sebuah di pantai Hitu dan
ketiga sebuah serta angkatan Bandan* dan keempat langgar
kepada pinsu* dan kelima langgar kepada antonibot*. Lain
daripada itu tiada kuceriterakan. Dan menang kafir kepada Islam
pun demikian lagi, karena parang sabil di tanah Ambon itu tujuh
puluh tahun daripada parang Don Duarde sehingga datang parang
Antoni Furtado*. Tatkala belum lagi datang Furtado itu, maka
datang sebuah kapal Wolanda. Ia masuk ke Hitu, maka orang Hitu
tanya kepadanya:‘Darimana datangmu dan apah nama negerimu?’
Maka ia menyahut: ‘Kami datang dari negeri Hollandes* dan nama
raja kami “Paringsi*”.’ Maka kata orang Hitu: ‘Bolehkah kami
minta armada tolong kepada kami?’ Maka kata orang itu:
‘Mengapah maka tiada boleh? Boleh juga, tetapi menyuruh sampai
kepada Prings* dan orang besar2 di negeri Holanda* supaya
boleh dengar kepada dia empunya pekatahan, bolehkah atau
tiadakah.’ Maka kata keempat perdana: ‘Jika bagai kata demikian
itu,sampaikan dahulu kami punya pekatahan ini. Bagaimana
kehendaknya Prings dan orang besar2, atau kamikah datang ke
sana atau menyuruhkah datang ke mari?’Serta dengan kiriman
tanda alamat tanah Ambon, lalu ia belayar pulang ke negeri
Holandes menyampaikan katahan itu kepada orang besar2 dari
negeri Holandes. Hatta datang musim barat kapitan amiral
Kurnilis* [dan] Istin Warhaga* pun datang. Maka ia berhadapan
kata serta keempat perdana dan berjanjian apah upahan dan
berputusan barang kerja: apabila barang sesuatu perbuatan, jika
salah kepada adat jangan dikerjakan kepada