Uji Toleransi Tiga Klon Nanas [Ananas comosus (L.) Merr.] dalam Pengaruh Pemberian Kapur dan Bahan Organik terhadap Toksisitas Aluminium di Tanah Ultisol PT Great Giant Pineapple

(1)

ABSTRACT

Study Tolerance Level of Three Pineapple Clones [Ananas comosus (L.) Merr.] In the Effect of Lime and Organic Materials for Aluminum Toxicity

in Ultisol Soil of PT Great Giant Pineapple

by Dudy Arfian

Aluminum (Al) is a metal that is toxic to most plants, inhibits root growth and led to a series influence of metabolic abnornal. PT Great Giant Pineapple (GGP) in Terbanggi Besar, Central Lampung is a plantation and canning pineapple that most of its soil is Ultisol soil types with low soil pH (< 5).

Pineapple mostly grown on acid soils with high Al concentration and often poison the roots, especially at the root tip.

This study was conducted to : 1) determine the pineapple clones of PT GGP which tolerant and sensitive to Al toxicity, 2) determine critical limit of Al saturation in Ultisol soil for 3 pineapple clones of PT GGP, 3) study effect of lime and organic matter soil against controlling Al toxicity in soil and plants for effort to improve plant growth and nutrient uptake of pineapple plants.

Study consisted of three experiments, namely: 1) Tolerance test of 3 pineapple clones of PT GGP (GP1, GP3 and F180) in 6 level concentration of AlCl3 (0, 100, 200, 300, 400 and 500 μM) with Completely Randomized Design


(2)

for Factorial 3x6 and 5 replications in the greenhouse environment, 2 ) Evaluation of Al saturation in the Ultisol soil of 3 pineapple clones (GP1, GP3 and F180) in 7 Al saturation level in soil (0% (sand media), < 30%, 30-40%, 40-50%, 50-60%, 60 -70% and > 70%) with Completely Randomized Design for Factorial 3 x 7 and 3 replications in the greenhouse environment, 3) Effect of organic matter and liming on Al toxicity with Completely Randomized Design for Factorial 3x4x3 and 3 replications which consisted of 3 factors: Al saturation in the soil (low < 30%, medium 40-50 % and high > 70%), organic matter dosage (0, 20, 40 and 60 ton / ha), and lime dosage (0, 2 and 4 tons/ha).

Result of the first experiment showed that GP3 and F180 clones have high levels of Al toxicity tolerance which still can produce good shoot and root growth in high Al stress condition (500 μM AlCl3 or equivalent of 24,3 ppm Al). GP3 clone showed the best growth in number of leafs, number of seminal roots, total production of roots sugar, P leaf and root uptake and the lowest Al root uptake compared to other clones. F180 clone produce the best volume water uptake by root, fresh roots weight, plants weight, leaf uptake of N, Ca and Mg and the lowest morphology of Al toxicity in root tips than other clones. While GP1 clone only produce the best of root length, percentage of vertical root weight and K leaf uptake. Thus we can said that the best level Al tolerance owned successively by GP3, F180 and GP1 clones.

Result of the second experiment showed that tolerance limit for controlling Al saturation in the soil which can produce good root growth in GP3 clone reached at Al saturation below 70% (with soil pH 4,1), while the GP1 and F180 clones at Al saturation below 30% (with soil pH 4,3). However, when we viewed


(3)

for optimization of soil pH, C organic level in soil, availability of K, Ca and Mg nutrients in the soil for good plant growth and suppress leaching of bases K, Ca and Mg in the soil, the author suggest that Al saturation in soil below 40% is the optimal limit for controlling Al saturation in the soil to reach good pineapple growth.

Result of the third experiment showed that using of organic matter in soils which suffered by Al stress will improve root growth compared to shoot growth in the early stage of pineapple growth (till 4 months after planting) with decreasing of shoot root ratio, increase the number of seminal roots and root water content. While using lime to overcome Al stress in the soil more showed to improve leaf nutrient uptake and available of soil nutrients compared to improve shoot and root growth.

For producing good root growth at early stage of pineapple growth (0-4 months after planting), optimization leaf and root nutrient uptake and availability of soil nutrient, the author suggest for low Al saturation in the soil (< 30%) require using lime 2 tons/ha and without organic matter, for moderate Al saturation (40-50%) require lime 4 tons/ha and organic material 20 tons /ha or without lime and organic matter 40 tons/ha, while for high Al saturation (> 70%) require lime 2 tons/ha and organic materials 60 tons/ha.


(4)

RINGKASAN

Uji Toleransi Tiga Klon Nanas [Ananas comosus (L.) Merr.] dalam Pengaruh Pemberian Kapur dan Bahan Organik terhadap Toksisitas Aluminium

di Tanah Ultisol PT Great Giant Pineapple

Oleh Dudy Arfian

Aluminium (Al) adalah logam yang toksik pada kebanyakan tanaman, menghambat pertumbuhan akar dan menyebabkan serangkaian pengaruh metabo-lisme yang abnornal. PT Great Giant Pineapple (GGP) di Terbanggi Besar, Lampung Tengah adalah perkebunan dan pengalengan buah nanas yang sebagian besar tanahnya tipe Ultisol dengan pH tanah rendah (< 5). Nanas kebanyakan tumbuh di tanah asam dengan konsentrasi Al tinggi dan sering meracuni perakarannya, terutama pada bagian ujung akar.

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) menentukan klon nanas di PT GGP yang toleran dan sensitif terhadap toksisitas Al, 2) mempelajari batas kritis kejenuhan Al terhadap 3 klon nanas di tanah Ultisol PT GGP, 3) mempelajari pengaruh pemberian kapur dan atau bahan organik tanah terhadap pengendalian toksisitas Al di tanah dan tanaman dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan serapan hara tanaman nanas.


(5)

Penelitian ini terdiri dari 3 percobaan yaitu : 1) Uji toleransi 3 klon nanas (GP1, GP3 dan F180) dalam 6 taraf konsentrasi AlCl3 (0, 100, 200, 300, 400 dan 500 μM) dengan RAK Faktorial 3x6 dan 5 ulangan di lingkungan rumah kaca, 2) Evaluasi kejenuhan Al di tanah dari 3 klon Nanas (GP1, GP3 dan F180) dalam 7 taraf kejenuhan Al di tanah Ultisol (0% (media pasir), < 30%, 30-40%, 40-50%, 50-60%, 60-70% dan > 70%) dengan RAK Faktorial 3x7 dan 3 ulangan di lingkungan rumah kaca, 3) Pengaruh bahan organik dan pengapuran terhadap 3 level kejenuhan Al di tanah Ultisol dengan RAK Faktorial 3x4x3 dan 3 ulangan yang terdiri dari 3 faktor yaitu kejenuhan Al di tanah (rendah < 30%, sedang 40-50% dan tinggi > 70%), dosis bahan organik (0, 20, 40 dan 60 ton/ha), dan dosis kapur (0, 2 dan 4 ton/ha).

Hasil penelitian pertama memperlihatkan bahwa klon GP3 dan F180 adalah klon-klon yang memiliki tingkat toleransi terhadap toksisitas Al yang terbaik dengan tetap dapat menghasilkan pertumbuhan tajuk dan akar yang baik dalam kondisi cekaman Al yang tinggi (500 μM AlCl3 atau setara 24,3 ppm Al) . Klon GP3 memperlihatkan pertumbuhan jumlah daun, jumlah akar, produksi gula akar, serapan P daun yang tertinggi dan serapan Al akar terendah dibandingkan klon lainnya. Klon F180 menghasilkan volume serapan air akar, berat basah akar, berat tanaman, serapan N, Ca dan Mg daun yang tertinggi dan morfologi toksisitas Al di ujung akar yang terendah dibandingkan klon lainnya. Sedangkan klon GP1 hanya menghasilkan panjang akar, persen berat akar vertikal, dan serapan K daun yang terbaik. Dengan demikian dapat dikatakan tingkat toleransi terbaik terhadap stress Al dimiliki berturut-turut oleh klon GP3, F180 dan GP1.


(6)

Hasil penelitian kedua memperlihatkan bahwa batas toleransi kejenuhan Al di tanah yang menghasilkan pertumbuhan akar yang baik pada klon GP3 dicapai pada kejenuhan Al di tanah ≤ 70% (dengan pH tanah 4,1), sedangkan pada klon GP1 dan F180 pada kejenuhan Al di tanah ≤ 30% (dengan pH tanah 4,3). Namun jika dilihat dari sisi optimalisasi pH tanah, C organik tanah,

ketersediaan hara K, Ca dan Mg di tanah yang optimal bagi tanaman dan menekan terjadinya pencucian basa-basa K, Ca dan Mg di tanah maka kejenuhan Al di

tanah ≤ 40% adalah batas toleransi Al yang cukup optimal di tanah untuk

pertumbuhan nanas yang baik.

Hasil penelitian ketiga memperlihatkan bahwa penggunaan bahan organik pada tanah-tanah yang mengalami cekaman Al akan memperbaiki pertumbuhan akar dibandingkan pertumbuhan tajuk di awal pertumbuhan nanas hingga 4 BST dengan menurunkan rasio tajuk akar dan meningkatkan jumlah akar seminal dan kadar air akar. Sedangkan penggunaan kapur untuk mengatasi cekaman Al di tanah lebih memperlihatkan perbaikan serapan hara daun dan ketersediaan hara-hara di tanah dibandingkan perbaikan pertumbuhan tajuk dan akar.

Untuk menghasilkan keseimbanganpertumbuhan tajuk dan akar yang baik pada umur awal pertumbuhan nanas (0-4 bulan setelah tanam), optimalisasi serapan hara daun, akar dan ketersediaan hara-hara di tanah, maka untuk tanah dengan kejenuhan Al rendah (< 30%) memerlukan pemberian kapur 2 ton/ha dan tanpa bahan organik, untuk tanah dengan kejenuhan Al sedang (40-50%) perlu pemberian kapur 4 ton/ha dan bahan organik 20 ton/ha atau tanpa kapur dan bahan organik 40 ton/ha, sedangkan untuk tanah dengan kejenuhan Al tinggi (> 70%) membutuhkan pemberian kapur 2 ton/ha dan bahan organik 60 ton/ha.


(7)

UJI TOLERANSI TIGA KLON NANAS

[

Ananas comosus

(L.) Merr.] DALAM PENGARUH

PEMBERIAN KAPUR DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP

TOKSISITAS ALUMINIUM DI TANAH ULTISOL

PT GREAT GIANT PINEAPPLE

Oleh

DUDY ARFIAN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

MAGISTER SAINS

Pada

Program Pascasarjana Magister Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(8)

UJI TOLERANSI TIGA KLON NANAS

[

Ananas comosus

(L.) Merr.] DALAM PENGARUH

PEMBERIAN KAPUR DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP

TOKSISITAS ALUMINIUM DI TANAH ULTISOL

PT GREAT GIANT PINEAPPLE

(Tesis)

Oleh

DUDY ARFIAN

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(9)

i DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Distribusi daun tanaman berdasarkan umur daun... 2 2. Sebaran kejenuhan Al di tanah PT Great Giant Pineapple tahun

2013... 6 3. Penanaman bibit crown dalam kaleng ukuran A2 berlapis kantong

plastik 2 kg yang berisi larutan AlCl3 sesuai jenis perlakuan pada Percobaan 1... 28 4. Penggunaan polibag 15 kg berlapis plastik kresek putih untuk

penanaman bibit crown pada Percobaan 2... 29 5. Penyaringan tanah Percobaan 3 dengan saringan 2 mm dan

inkubasi perlakuan percobaan... 30 6. Penggunaan polibag 15 kg penanaman bibit crown pada

Percobaan 3 di ruang terbuka... 31 7. Pengukuran warna daun dengan Chlorofilmeter SPAD 502... 32 8. Pengaruh jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap tinggi

tanaman (TT) umur 16 MST Percobaan 1 ... 37 9. Kurva pertumbuhan tinggi tanaman 3 klon nanas dalam pengaruh

6 konsentrasi AlCl3 umur 1-16 MST... 38 10.Pengaruh jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap panjang

daun (PD) umur 16 MST pada Percobaan 1 ... 39 11.Pengaruh interaksi jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap

panjang daun-D (PD) umur 6 MST Percobaan 1 ... 40 12.Kurva pertumbuhan panjang daun-D 3 klon nanas dalam pengaruh

6 konsentrasi AlCl3 umur 1-16 MST... 40 13.Pengaruh interaksi jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap

jumlah daun (JD) umur 6 MST Percobaan 1 ... 41 14.Kurva pertumbuhan jumlah daun 3 klon nanas dalam pengaruh

6 konsentrasi AlCl3 umur 1-16 MST... 42 15.Pengaruh interaksi jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap

panjang akar (PA) umur 6 MST Percobaan 1 ... 44 16.Kurva pertumbuhan panjang akar 3 klon nanas dalam pengaruh


(10)

ii

17.Pengaruh interaksi jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap jumlah akar (JA) umur 6 MST Percobaan 1 ... 45 18.Kurva pertumbuhan jumlah akar 3 klon nanas dalam pengaruh

6 konsentrasi AlCl3 umur 1-16 MST... 46 19.Pengaruh jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap volume

serapan air akar (VSA) umur 14 MST Percobaan 1 ... 47 20.Pengaruh interaksi jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap

berat basah akar (BBA) dan persen berat akar vertikal (%BAV)

umur 16 MST Percobaan 1 ... 49 21.Bentuk perakaran 3 klon nanas pada berbagai level toksisitas

AlCl3 pada Percobaan 1... 51 22. Pengaruh interaksi jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap

berat tanaman umur 16 MST Percobaan 1 ... 53 23.Kandungan gula akar tiga jenis klon pada enam taraf toksisitas

AlCl3 Percobaan 1... 55 24.Serapan hara N, P, K, Ca, Mg dan Al di daun dari 3 klon nanas

pada 6 taraf konsentrasi AlCl3 di Percobaan 1... 57 25.Serapan hara N, P, K, Ca, Mg dan Al di akar dari 3 klon nanas

pada 6 taraf konsentrasi AlCl3 di Percobaan 1... 58 26.Morfologi toksisitas akar 3 klon nanas pada 6 taraf konsentrasi

AlCl3 setelah perlakuan staining akar dalam larutan hematoxylin pada Percobaan 1... 59 27.Morfologi tanaman dan akar 3 klon nanas pada 6 taraf konsentrasi

AlCl3 Percobaan 1... 60 28.Pertumbuhan tinggi tanaman dari 3 klon nanas pada 7 taraf

kejenuhan Al di tanah pada umur 1–4 BST di Percobaan 2... 62 29.Pertumbuhan panjang daun-D dari 3 klon nanas pada 7 taraf

kejenuhan Al di tanah pada umur 1–4 BST di Percobaan 2... 64 30.Pertumbuhan lebar daun-D dari 3 klon nanas pada 7 taraf

kejenuhan Al di tanah pada umur 1–4 BST di Percobaan 2... 66 31.Pertumbuhan indeks daun-D dari 3 klon nanas pada 7 taraf

kejenuhan Al di tanah pada umur 1–4 BST di Percobaan 2... 68 32.Pertumbuhan jumlah daun dari 3 klon nanas pada 7 taraf

kejenuhan Al di tanah pada umur 1–4 BST di Percobaan 2... 70 33. Pengaruh interaksi jenis klon dan kejenuhan Al di tanahterhadap

berat kering akar umur 4 BST Percobaan 2 ... 72 34.Serapan hara daun N, P, K, Ca, Mg dan Al dari 3 klon nanas pada

7 taraf kejenuhan Al di tanah pada umur 4 BST di Percobaan 2.... 76 35.Serapan hara akar P, K, Ca, Mg dan Al dari 3 klon nanas pada

7 taraf kejenuhan Al di tanah pada umur 4 BST di Percobaan 2.. 77 36.Analisis hara tanah pH, C, K, Ca, Mg dan Al dari 3 klon nanas

pada 7 taraf kejenuhan Al di tanah pada umur 4 BST di

Percobaan 2... 78 37.Kandungan hara kation tercuci di larutan tanah dari 3 klon nanas

pada 7 taraf kejenuhan Al di tanah pada umur 4 BST di


(11)

iii

38.Serapan hara N, P, K, Ca, dan Mg di daun pada umur 4 BST pada 3 tingkat kejenuhan Al dalam tanah dalam pengaruh pemberian

kapur dan bahan organik dan pengapuran di Percobaan 3... 91

39.Serapan hara N, P, K, Ca, Mg dan Al di akar nanas pada umur 4 BST pada 3 tingkat kejenuhan Al dalam tanah dalam pengaruh pemberian kapur dan bahan organik dan pengapuran di Percobaan 3 93

40.Analisis hara N, P, K, Ca, Mg dan Al di tanah umur 4 BST pada 3 tingkat kejenuhan Al dalam tanah dalam pengaruh pemberian kapur dan bahan organik dan pengapuran di Percobaan 3... 96

41.Denah percobaan 1... . 123

42.Denah percobaan 2... 124


(12)

i DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... xiii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah... 1

1.2 Tujuan... 7

1.3 Kerangka Pemikiran... 7

1.4 Hipotesis... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA... 13

2.1 Tanah Ultisol... 13

2.2 Toksisitas Aluminium pada Nanas... 14

2.3 Pengaruh Pengapuran dan Bahan Organik terhadap Toksisitas Aluminium... 16

III. METODE PENELITIAN... 22

3.1 Tempat dan Waktu... 22


(13)

ii

3.3 Metode... 23

3.4 Pelaksanaan... 28

3.5 Pengamatan... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 36

4.1 Hasil... 36

4.1.1 Percobaan 1 : Uji Toleransi 3 Klon Nanas terhadap Toksisitas Al dengan Metode Kultur ... 36

4.1.1.1 Tinggi Tanaman ... 36

4.1.1.2 Panjang Daun-D ... 37

4.1.1.3 Jumlah Daun... 41

4.1.1.4 Panjang Akar... 43

4.1.1.5 Jumlah Akar... 45

4.1.1.6 Volume Serapan Air... 47

4.1.1.7 Pertumbuhan Akar... 48

4.1.1.8 Warna Daun dan pH Larutan Kultur Air... 52

4.1.1.9 Pertumbuhan Berat Tanaman... 53

4.1.1.10 Produksi Gula Akar... 54

4.1.1.11 Analisis Hara Daun dan Akar... 55

4.1.1.12 Morfologi toksisitas aluminium di akar dan tanaman nanas... 59

4.1.2 Percobaan 2 : Evaluasi Toksisitas Al dari 3 Klon Nanas dalam Berbagai Kejenuhan Aluminium di Tanah ... 61

4.1.2.1 Tinggi Tanaman ... 61


(14)

iii

4.1.2.3 Lebar Daun-D ... 65

4.1.2.4 Indeks Daun-D ... 67

4.1.2.5 Jumlah Daun... 69

4.1.2.6 Pertumbuhan Akar.... ... 71

4.1.2.7 Pertumbuhan Berat Tanaman... 73

4.1.2.8 Analisis Hara Daun, Akar dan Tanah... 74

4.1.2.9 Analisis Hara Tanah Tercuci... 79

4.1.3 Percobaan 3 : Pengaruh Bahan Organik dan Pengapuran terhadap 3 Jenis Kejenuhan Al di Tanah ... 80

4.1.3.1 Tinggi Tanaman ... 80

4.1.3.2 Panjang Daun-D ... 81

4.1.3.3 Lebar Daun-D ... 82

4.1.3.4 Indeks Daun-D ... 83

4.1.3.5 Jumlah Daun... 84

4.1.3.6 Warna Daun... 85

4.1.3.7 Pertumbuhan Akar... 86

4.1.3.8 Pertumbuhan Berat Tanaman... 88

4.1.3.9 Analisis Hara Daun, Akar dan Tanah... 90

4.2 Pembahasan... 97

4.2.1 Percobaan 1 ... 97

4.2.2 Percobaan 2 ... 102

4.2.3 Percobaan 3... 106

V. SIMPULAN DAN SARAN... 112


(15)

iv

5.2 Saran... ... 114

DAFTAR PUSTAKA... 115

LAMPIRAN... 122

Gambar 41 – 43... 123-125 Tabel 32 – 193 ... 126-187


(16)

i DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Deskripsi karakteristik vegetatif dan generatif 3 klon PT GGP... 5

2. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman nanas untuk karakteristik kejenuhan Al... 7

3. Metoda preparasi bahan perlakuan AlCl3 pada Percobaan 1... 24

4. Analisa tanah pendahuluan percobaan 2... 27

5. Analisa tanah pendahuluan percobaan 3... 27

6. Analisa hara kandungan bahan organik yang dipakai dalam Percobaan 3 produksi PT GGP... 30

7. Metoda analisis contoh daun, akar dan tanah Percobaan 1, 2 dan 3 33

8. Hasil uji F pengaruh jenis klon dan konsentrasi AlCl3 terhadap tinggi tanaman umur 1-16 MST Percobaan 1... 37

9. Hasil uji F pengaruh jenis klon dan konsentrasi AlCl3 terhadap panjang daun-D umur 1-16 MST Percobaan 1... 39

10.Hasil uji F pengaruh jenis klon dan konsentrasi AlCl3 terhadap jumlah daun umur 1-16 MST Percobaan 1... 41

11.Hasil uji F pengaruh jenis klon dan konsentrasi AlCl3 terhadap panjang akar umur 1-16 MST Percobaan 1... 43

12.Hasil uji F pengaruh jenis klon dan konsentrasi AlCl3 terhadap jumlah akar umur 1-16 MST Percobaan 1... 45

13.Pengaruh jenis klon dan konsentrasi AlCl3 terhadap volume serapan air oleh akar Percobaan 1... 48

14.Pengaruh jenis klon dan konsentrasi AlCl3 terhadap pertumbuhan akar Percobaan 1 ... 50

15.Pengaruh jenis klon dan konsentrasi AlCl3 terhadap warna daun dan pH larutan kultur air umur 11 MST pada Percobaan 1... 52

16. Pengaruh jenis klon dan konsentrasi AlCl3 terhadap pertumbuhan berat tanaman Percobaan 1... 54

17.Pengaruh jenis klon dan kejenuhan Al di tanah terhadap tinggi tanaman (cm) Percobaan 2... 61

18.Pengaruh jenis klon dan kejenuhan Al di tanah terhadap panjang daun-D (cm) Percobaan 2... 63

19.Pengaruh jenis klon dan kejenuhan Al di tanah terhadap lebar daun-D (cm) Percobaan 2... 65


(17)

ii

20.Pengaruh jenis klon dan kejenuhan Al di tanah terhadap indeks

daun-D (cm) Percobaan 2... 67 21. Pengaruh jenis klon dan kejenuhan Al di tanah terhadap jumlah

daun Percobaan 2 ... 69 22.Pengaruh jenis klon dan kejenuhan Al di tanah terhadap

pertumbuhan perakaran pada umur 4 BST Percobaan 2... 72 23.Pengaruh jenis klon dan kejenuhan Al di tanah terhadap

pertumbuhan berat tanaman Percobaan 2... 73 24.Pengaruh kejenuhan Al dalam tanah, bahan organik dan pengapuran

terhadap tinggi tanaman (cm) Percobaan 3... 80 25.Pengaruh kejenuhan Al dalam tanah , bahan organik dan pengapuran

terhadap panjang daun-D (cm) Percobaan 3... 81 26.Pengaruh kejenuhan Al dalam tanah , bahan organik dan pengapuran

terhadap lebar daun-D (cm) Percobaan 3... 82 27.Pengaruh kejenuhan Al dalam tanah, bahan organik dan pengapuran

terhadap indeks daun-D (cm2) Percobaan 3... 83 28.Pengaruh kejenuhan Al dalam tanah, bahan organik dan pengapuran

terhadap jumlah daun Percobaan 3... 84 29.Pengaruh kejenuhan Al dalam tanah, bahan organik dan pengapuran

terhadap warna daun-D Percobaan 3... 85 30.Pengaruh kejenuhan Al dalam tanah, bahan organik dan pengapuran

terhadap pertumbuhan akar Percobaan 3... 87 31.Pengaruh kejenuhan Al dalam tanah, bahan organik dan pengapuran

terhadap pertumbuhan berat tanaman Percobaan 3... 89 32.Pengaruh jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap tinggi

tanaman (cm) Percobaan 1... 126 33.Pengaruh jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap panjang

daun-D (cm) Percobaan 1... 127 34.Pengaruh jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap jumlah

daun Percobaan 1... 128 35.Pengaruh jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap panjang

akar (cm) Percobaan 1... 129 36.Pengaruh jenis klon dan konsentrasi larutan AlCl3 terhadap jumlah

akar Percobaan 1... 130 37. Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 1 MST ... 131 38.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 2 MST ... 131 39.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 3 MST ... 131 40.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 4 MST ... 132 41.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 5 MST ... 132 42.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 6 MST ... 132 43.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 7 MST ... 133 44.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 8 MST ... 133 45.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 9 MST ... 133 46.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 10 MST . 134 47. Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 11 MST . 134 48.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 12 MST . 134 49.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 13 MST . 135 50.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 14 MST . 135


(18)

iii

51.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 15 MST . 135 52. Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 1 pada 16 MST . 136 53.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 1 MST . 136 54.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 2 MST . 136 55.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 3 MST . 137 56.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 4 MST . 137 57.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 5 MST . 137 58.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 6 MST . 138 59.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 7 MST . 138 60.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 8 MST . 138

61.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 9 MST 139

62. Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 10 MST 139 63.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 11 MST 139 64.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 12 MST 140 65.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 13 MST 140 66.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 14 MST 140 67.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 15 MST 141 68.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 1 pada 16 MST 141 69.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 1 MST... 141

70.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 2 MST... 142

71.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 3 MST... 142

72. Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 4 MST... 142

73.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 5 MST... 143

74.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 6 MST... 143

75.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 7 MST... 143

76.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 8 MST... 144

77.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 9 MST... 144

78.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 10 MST... 144

79.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 11 MST... 145

80.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 12 MST... 145

81.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 13 MST... 145

82.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 14 MST... 146

83.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 15 MST... 146

84.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 1 pada 16 MST... 146

85. Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 1 MST... 147

86.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 2 MST... 147

87.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 3 MST... 147

88.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 4 MST... 148

89.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 5 MST... 148

90.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 6 MST... 148

91.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 7 MST... 149

92.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 8 MST... 149

93.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 9 MST... 149

94.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 10 MST... 150

95. Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 11 MST... 150

96.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 12 MST... 150

97.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 13 MST... 151


(19)

iv

99.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 15 MST... 151

100. Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 1 pada 16 MST... 152

101.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 1 MST... 152

102.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 2 MST... 152

103.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 3 MST... 153

104.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 4 MST... 153

105.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 5 MST... 153

106.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 6 MST... 154

107.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 7 MST... 154

108.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 8 MST... 154

109.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 9 MST... 155

110. Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 10 MST... 155

111.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 11 MST... 155

112.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 12 MST... 156

113.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 13 MST... 156

114.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 14 MST... 156

115.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 15 MST... 157

116.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 1 pada 16 MST... 157

117.Analisis sidik ragam volume serapan air (ml/tanaman/minggu) Percobaan 1 pada 11 MST... 157

118.Analisis sidik ragam volume serapan air (ml/tanaman/minggu) Percobaan 1 pada 12 MST... 158

119.Analisis sidik ragam volume serapan air (ml/tanaman/2minggu) Percobaan 1 pada 14 MST... 158

120.Analisis sidik ragam berat basah akar (gr) Percobaan 1 pada 16 MST.. 158

121.Analisis sidik ragam berat kering oven akar (gr) Percobaan 1 pada 16 MST... 159

122.Analisis sidik ragam persen berat akar vertikal Percobaan 1 pada 16 MST... 159

123.Analisis sidik ragam warna daun (klorofilmeter) Percobaan 1 pada 11 MST Percobaan 1 pada 16 MST... 159

124.Analisis sidik ragam pH larutan Percobaan 1 pada 11 MST... 160

125.Analisis sidik ragam berat basah tanaman (gr) Percobaan 1 pada 11 MST Percobaan 1 pada 16 MST... 160

126. Analisis sidik ragam berat kering tanaman (gr) percobaan 1 pada 11 MST Percobaan 1 pada 16 MST... 160

127.Analisis sidik ragam RGR percobaan 1 pada 16 MST... 161

128.Analisis sidik ragam persen kenaikan berat tanaman Percobaan 1 pada 16 MST... 161

129.Analisis sidik ragam rasio tajuk akar tanaman Percobaan 1 pada 16 MST... 161

130.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 2 pada 1 BST.... 162

131.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 2 pada 2 BST.... 162

132.Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 2 pada 3 BST.... 162

133. Analisis sidik ragam tinggi tanaman (cm) Percobaan 2 pada 4 BST.... 163

134.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 2 pada 1 BST... 163

135.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 2 pada 2 BST... 163


(20)

v

137.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 2 pada 4 BST... 164

138. Analisis sidik ragam lebar daun-D (cm) Percobaan 2 pada 1 BST... 164

139.Analisis sidik ragam lebar daun-D (cm) Percobaan 2 pada 2 BST... 165

140.Analisis sidik ragam lebar daun-D (cm) Percobaan 2 pada 3 BST... 165

141.Analisis sidik ragam lebar daun-D (cm) Percobaan 2 pada 4 BST... 165

142.Analisis sidik ragam indeks daun-D (cm) Percobaan 2 pada 1 BST... 166

143.Analisis sidik ragam indeks daun-D (cm) Percobaan 2 pada 2 BST... 166

144.Analisis sidik ragam indeks daun-D (cm) Percobaan 2 pada 3 BST... 166

145.Analisis sidik ragam indeks daun-D (cm) Percobaan 2 pada 4 BST... 167

146.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 2 pada 1 BST... 167

147.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 2 pada 2 BST... 167

148. Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 2 pada 3 BST... 168

149.Analisis sidik ragam jumlah daun percobaan 2 pada 4 BST... 168

150.Analisis sidik ragam panjang akar (cm) Percobaan 2 pada 4 BST... 168

151.Analisis sidik ragam berat basah akar (gr) Percobaan 2 pada 4 BST... 169

152.Analisis sidik ragam berat kering akar (gr) Percobaan 2 pada 4 BST.... 169

153.Analisis sidik ragam jumlah akar seminal Percobaan 2 pada 4 BST.... 169

154.Analisis sidik ragam rerata berat akar (gr) Percobaan 2 pada 4 BST... 170

155.Analisis sidik ragam berat tanaman (gr) Percobaan 2 pada 0 BST... 170

156.Analisis sidik ragam berat tanaman (gr) Percobaan 2 pada 4 BST... 170

157.Analisis sidik ragam rasio tajuk akar Percobaan 2 pada 4 BST... 171

158. Analisis sidik ragam RGR percobaan 2 pada 4 BST... 171

159.Analisis sidik ragam rerata berat akar tajuk akar Percobaan 2 pada 4 BST... 171

160.Analisis sidik ragam tinggi tanaman(cm) Percobaan 3 pada 1 BST... 172

161.Analisis sidik ragam tinggi tanaman(cm) Percobaan 3 pada 2 BST... 172

162.Analisis sidik ragam tinggi tanaman(cm) Percobaan 3 pada 3 BST... 173

163.Analisis sidik ragam tinggi tanaman(cm) Percobaan 3 pada 4 BST... 173

164.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 3 pada 1 BST... 174

165.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 3 pada 2 BST... 174

166.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 3 pada 3 BST... 175

167.Analisis sidik ragam panjang daun-D (cm) Percobaan 3 pada 4 BST... 175

168.Analisis sidik ragam lebar daun-D (cm) Percobaan 3 pada 1 BST... 176

169.Analisis sidik ragam lebar daun-D (cm) Percobaan 3 pada 2 BST... 176

170. Analisis sidik ragam lebar daun-D (cm) Percobaan 3 pada 3 BST... 177

171.Analisis sidik ragam lebar daun-D (cm) Percobaan 3 pada 4 BST... 177

172.Analisis sidik ragam indeks daun-D (cm2) Percobaan 3 pada 1 BST.... 178

173.Analisis sidik ragam indeks daun-D (cm2) Percobaan 3 pada 2 BST.... 178

174.Analisis sidik ragam indeks daun-D (cm2) Percobaan 3 pada 3 BST.... 179

175.Analisis sidik ragam indeks daun-D (cm2) Percobaan 3 pada 4 BST.... 179

176.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 3 pada 1 BST... 180

177.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 3 pada 2 BST... 180

178.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 3 pada 3 BST... 181

179.Analisis sidik ragam jumlah daun Percobaan 3 pada 4 BST... 181

180. Analisis sidik ragam warna daun Percobaan 3 pada 1 BST... 182

181.Analisis sidik ragam warna daun Percobaan 3 pada 2 BST... 182

182.Analisis sidik ragam warna daun Percobaan 3 pada 4 BST... 183


(21)

vi

184.Analisis sidik ragam jumlah akar (cm) Percobaan 3 pada 4 BST... 184 185. Analisis sidik ragam berat basah akar (gr) Percobaan 3 pada 4 BST... 184 186.Analisis sidik ragam berat kering akar (gr) Percobaan 3 pada 4 BST.. 185 187.Analisis sidik ragam kadar air akar (%) Percobaan 3 pada 4 BST... 185 188.Analisis sidik ragam berat basah tanaman (gr) Percobaan 3 pada

0 BST... 186 189.Analisis sidik ragam berat basah tanaman (gr) Percobaan 3 pada

4 BST... 186 190.Analisis sidik ragam berat kering tanaman (gr) Percobaan 3 pada

4 BST... 187 191.Analisis sidik ragam kadar air tanaman (%) Percobaan 3 pada

4 BST... 187 192.Analisis sidik ragam RGR Percobaan 3 pada 4 BST... 188 193.Analisis sidik ragam rasio tajuk akar Percobaan 3 pada 4 BST... 188


(22)

(23)

(24)

(25)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,

dan silih bergantinya malam dan siang

terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

yaitu orang-orang yang mengingat Allah

sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan

mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi

(seraya berkata):

"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan

sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari


(26)

Karya kecil ini kupersembahkan untuk :

Kedua orangtua dan mertuaku,

Istriku tercinta Ir. Suslinda,

Kedua anakku tersayang,

M. Taufiqul Hakim & Alfi Syahriyyah Majidah,

serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa,

dorongan dan semangat untuk menyelesaikan karya tulis ini.

Dan terkhusus untuk seluruh teman dan sahabat di PT GGP


(27)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Juni 1969 di Jakarta sebagai anak pertama dari enam bersaudara dari Bapak Ansuruddin Mairun, B.Ac (Alm) dan Ibu Yohanna Rustam, B.Ac.

Penulis mengawali pendidikannya di Taman Kanak-kanak Persit Kartika Candra Kirana, Bandar Lampung, yang diselesaikan pada tahun 1975. Setamat dari Sekolah Dasar Persit Kartika Candra Kirana Bandar

Lampung pada tahun 1981, penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Persit Kartika Candra Kirana, Bandar Lampung dan tamat pada tahun 1984. Tahun 1987 penulis tamat dari Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bandar

Lampung, dan diterima sebagai mahasiswa Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan).

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di Organisasi Himpunan

Mahasiswa Agronomi (Himagron) Faperta IPB dan Biro Kerohanian Islam (BKI) IPB. Tahun 1991 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada

Budidaya Tanaman Kedelai di Pasuruan, Jawa Timur. Pada tahun 1992 penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Jarak Tanam dan Waktu


(28)

Pembumbunan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt).

Penulis mulai bekerja sebagai Kepala Kebun Hortikultura di PT Biosonic Wiramartani di Cugenang, Cianjur, Jawa Barat antara tahun 1993 hingga 1996. Karir penulis di PT Great Giant Pineapple, Terbanggi Besar, Lampung Tengah, Lampung dimulai dari Staf Peneliti Agronomi (1996-2003), Staf Evaluasi Kualitas, Quality Assurance Plantation ( 2003-2008), Kepala Bagian Quality Assurance Plantation (2008-2011), dan Assistant Manager Project Management Office - Corporate Planning Departement (2011 hingga kini).

Beberapa riset yang penulis lakukan selama menjadi peneliti di R&D PT GGP di antaranya adalah Evaluasi penyebab gagal pembungaan di nanas, Evapotranspirasi di tanaman nanas (ET crop), Evaluasi kebutuhan air di tanaman nanas, Kajian pengolahan tanah single row, Usaha peningkatan N daun di nanas, Evaluasi jarak tanam di nanas, Evaluasi dan monitoring kualitas buah nanas, Kurva pertumbuhan tanaman nanas, Evaluasi tanam dalam di musim kemarau, Evaluasi standar

perawatan nanas, Studi pemangkasan daun saat perkembangan buah di tanaman Plant Crop nanas, Evaluasi jumlah gulud dan jarak tanam di nanas, Evaluasi penggunaan bahan organik dosis tinggi di nanas, dan Evaluasi penyebab tingginya nitrat di raw juice buah nanas.


(29)

i UCAPAN TERIMA KASIH

Segala pujian hanyalah milik Allah SWT, Yang Maha Suci lagi Maha Berilmu. Semoga kesejahteraan dan keselamatan dilimpahkan kepada Rasulullah SAW. Penulis bersyukur kepada-Nya atas selesainya penulisan tesis ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S., selaku Pembimbing Pertama atas

kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Kadir Salam, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini.

3. Bapak Dr. Ir. Afandi, M.P., selaku pembahas dan penguji atas saran, arahan, bantuan dan motivasinya untuk penulisan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S., selaku Dekan Faperta Unila. 5. Bapak Dr. Ir. Dwi Hapsoro, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Magister

Agronomi, Faperta Unila.

6. Ibu Dr. Ir. Tumiar K. B. Manik, M.Sc., selaku Sekretaris Program Studi Magister Agronomi, Faperta Unila dan Pembimbing Akademik penulis.


(30)

ii

7. Bapak Ir. Wayan Ardana, selaku Direktur Produksi PT Great Giant Pineapple atas izin perkuliahan dan dukungan moril yang telah diberikan selama ini. 8. Bapak Ir. Fauzan, selaku Associate Direktur Plantation PT Great Giant

Pineapple atas saran dan dukungan moril selama proses penelitian.

9. Bapak Ir. Purwito, selaku Manager Research & Development Departement PT Great Giant Pineapple beserta seluruh kepala bagian dan staf R&D yang telah banyak membantu selama proses penelitian berlangsung.

10.Bapak Achmad Riyantika, selaku pimpinan di Laboratorium Sentral PT Great Giant Pineapple Departemen beserta seluruh staf dan laboran yang telah banyak membantu selama proses analisa percobaan di lab.

11.Para mahasiswa magang dari Universitas Brawijaya – Aris, Ike, Tyas dan Ikhsan yang telah banyak membantu selama proses penelitian.

12.Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa di Magister Agronomi 2013 : Sri Haryani, Leni Marlina, Sri Nurmayanti, Anisa Ayu Fitri, Reny Mita Sari, Nur Aflamara, Iskandar Zulkarnain, Heri Hendarto, Endang Sri Ambarwati, dan Meliya Indriyati atas persahabatan dan kebersamaan selama perkuliahan kita. 13.Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu dalam proses penelitian ini.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat ke depan bagi pengembangan pertanian khususnya untuk budidaya di lahan asam Ultisol yang tersebar di Indonesia.

Bandar Lampung, 23 Desember 2015


(31)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Nanas [Ananas comosus (L.) Merr.] adalah salah satu tanaman komoditas perkebunan utama di dunia setelah pisang dan jeruk (Bartholomew dkk., 2003). Umumnya nanas dibudidayakan pada daerah 30 º Lintang Utara hingga 30º Lintang Selatan, dengan suhu 20-30 º C, dan variasi fotoperiodisme 10-12 jam. Nanas dilaporkan memiliki daya adaptasi pada kondisi tanah pH rendah dengan kandungan Al dan Mn yang tinggi (Bartholomew, 2005).

Perakaran nanas umumnya paling banyak tumbuh hingga kedalaman 30 cm dan agak jarang pada kedalaman 30-60 cm. Tinggi tanaman berkisar 0,8 hingga 1,2 meter dan diameter kanopi 1,0 hingga 1,5 meter. Daun nanas

diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan posisinya di tanaman sebagai daun A, B, C, D, E, dan F dari daun tertua di bagian luar dan termuda di bagian tengah tanaman (Gambar 1). Daun D (‘D’ leaf) merupakan daun termuda di antara daun

dewasa yang paling aktif secara fisiologi dan digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan dan status nutrisi tanaman. Daun ini mudah diidentifikasi pada tanaman nanas karena merupakan daun terpanjang dengan sudut daun 45º dari permukaan tanah (Souza and Reinhardt, 2001).


(32)

2

Gambar 1. Distribusi daun tanaman berdasarkan umur daun (A - tertua; F – termuda) (Malavolta, 1982 dalam Souza dan Reinhardt, 2001).

Nanas umumnya ditanam pada lahan asam dengan konsentrasi Aluminium (Al) yang tinggi dan sering meracuni perakarannya. Kebanyakan jenis nanas sangat sensitif terhadap toksisitas Al (Lin dan Chen, 2011). Sebagian besar tanah di PT Great Giant Pineapple merupakan jenis tanah Ultisol, dan sebagian lagi berjenis tanah Inceptisol (Sudarminto, 2003). Subandi (2007) menyebutkan bahwa tanah jenis Ultisol tergolong lahan suboptimal karena tanahnya kurang subur, bereaksi asam, mengandung Al, Fe, dan Mn dalam jumlah tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Lahan asam pada umumnya miskin bahan organik dan hara makro N, P, K, Ca, dan Mg. Pemberian bahan ameliorasi kapur, bahan organik, dan pemupukan N, P, dan K merupakan kunci untuk memperbaiki kesuburan tanah kering asam.

Al adalah logam yang berlimpah di kulit bumi. Kebanyakan Al menyatu ke dalam mineral aluminosilikat di dalam tanah dan dalam jumlah yang sangat kecil dalam bentuk terlarut yang mampu untuk mempengaruhi sistem biologi (May dan Nordstorm, 1991). Namun kelarutan Al yang terkandung dalam


(33)

3 mineral meningkatkan keasaman tanah. Al yang terlarut dalam tanah asam

diketahui akan menyebabkan toksisitas terhadap pertumbuhan tanaman budidaya (Bolan dkk. dalam Van dkk., 1994). Al(H2O)63+ atau lebih dikenal dengan Al3+ dominan ketika pH di bawah 5 dan dalam bentuk toksik. Toksisitas Al menjadi faktor pembatas utama produktivitas tanaman di tanah asam, miskin akan hara Ca dan Mg (Vitorello dkk., 2005).

Gejala awal dari toksisitas Al adalah penghambatan pertumbuhan. Absorpsi hara dan fungsi sel akan terganggu setelah terpapar konsentrasi Al tinggi. Ujung akar adalah daerah tempat Al dan akar berinteraksi, dinding sel akar memiliki mekanisme untuk melindungi masuknya Al ke dalam akar. Dinding sel akar terbentuk dari bahan pektin yang bermuatan negatif yang berfungsi untuk menarik kation-kation. Ketika ujung akar dijenuhi oleh Al, serapan hara seperti K+, Ca2+, Mg2+ dan NO3- akan menurun untuk memasuki dinding sel akar. Jika ikatan Al ini berlebihan muncul di antara Al dan dinding sel akar, pertumbuhan akar akan terhambat (Lin dan Chen, 2011). Hasil penelitian Yamamoto dkk. (1992) dalamOktavidiati (2002) mendapatkan bahwa toksisitas Al selain mengakibatkan tanaman kekurangan unsur hara juga mengubah struktur dan fungsi dari membran plasma dan menghalangi pembelahan sel pada ujung-ujung akar. Untuk mengatasi toksisitas Al maka tanaman menunjukkan berbagai respon, di antaranya dengan membangun sistem toleransinya.

Le Van dan Masuda (2004) telah melakukan evaluasi karakteristik beberapa varietas nanas yang toleran terhadap Al dan menemukan bahwa penghambatan terjadi ketika diberi perlakuan AlCl3 300 ppm. Setelah terkena konsentrasi Al tinggi dalam 72 jam, ujung akar dari klon yang toleran Al tampak


(34)

4 lebih tahan daripada klon yang sensitif Al. Klon nanas yang toleran

menyekresikan asam malat lebih banyak dibandingkan klon yang sensitif. Konsentrasi asam organik lebih tinggi pada daerah apoplast ujung akar daripada rizosfir. Asam organik berinteraksi dengan komponen dinding sel secara fisiologi dan biokimia dan meningkatkan toleransi terhadap toksisitas Al .

PT Great Giant Pineapple saat ini membudidayakan nanas varietas Smooth Cayenne dengan 3 klon utama yang sering digunakan untuk produksi yaitu klon GP1, GP3 dan F180. Keragaan tiga klon ini di lapangan memiliki karakteristik yang khas dari sifat vegetatif dan generatifnya seperti disajikan pada Tabel 1 . Klon GP3 dan F180 umumnya memiliki sifat perakaran yang lebih baik

dibandingkan klon lainnya (Trilaksono, 2012). Hal ini diduga berkaitan dengan sifat toleransi klon GP3 dan F180 yang lebih baik terhadap kondisi lahan asam di tanah Ultisol PT Great Giant Pineapple. Informasi mengenai toleransi tiga klon ini terhadap toksisitas Al di tanah Ultisol belum pernah dipelajari secara

mendalam.

Al dapat dipertukarkan merupakan kation dominan yang berhubungan dengan keasaman tanah. Ion hidrogen yang dihasilkan dari pelapukan bahan organik tidak mantap dalam mineral tanah karena bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan Al dapat dipertukarkan dan asam silikat. Al dapat dipertukarkan sedikit atau tidak ditemukan pada pH yang lebih tinggi dari 5,5. Ukuran

keasaman tanah yang berguna adalah persentase kejenuhan Al. Al dalam larutan tanah akan meningkat sangat tajam jika kejenuhan Al > 60%. Terdapat < 1 ppm Al di dalam larutan tanah apabila kejenuhan Al < 60% (Sanchez, 1992).


(35)

5 Tabel 1. Deskripsi karakteristik vegetatif dan generatif 3 klon PT GGP.

Klon GP1 Klon GP3 Klon F180

Tanaman

 panjang akar : kurang lebih 25 cm

 jumlah daun saat forcing: 40 - 60 cm

 daun-D : panjang 65 - 79 cm, lebar 4,0 - 5,2 cm

 berat/panjang bonggol: 340 - 400 gr, 40 - 60 cm

 berat tanaman saat forcing : 2,1 – 2,5 kg

 peduncle: panjang 20 - 24 cm, diameter 2,2 –3,0 cm

Tanaman

 panjang akar : >40 cm

 jumlah daun saat forcing : 35 - 40 cm

 daun-D : panjang 79 - 105 cm, lebar 5,1 - 6,2 cm

 berat/panjang bonggol: 220 - 320 gr, 14 - 20 cm

 berat tanaman saat forcing : 4 - 8 kg

 peduncle: panjang 29 - 40 cm, diameter 1,7 - 2,4 cm

Tanaman

 panjang akar : >40 cm

 jumlah daun saat forcing : 38 - 42 cm

 daun-D : panjang 79 - 85cm, lebar 5,4 - 6,2 cm

 berat/panjang bonggol: 240 gr, 14 - 18 cm

 berat tanaman saat forcing : 4 - 8 kg

 peduncle: panjang 28 - 33 cm, diameter 1,9 - 2,2 cm Buah

 bentuk buah silindris

 mata buah sedikit menonjol, berwarna hijau gelap

 warna daging kuning cerah, rasa manis agak masam, kompak dan berserat kasar

 jumlah mata : lingkar panjang 12 - 17, pendek 8–10

 panjang/berat buah: 14 - 17 cm / 1,2 - 1,6 kg

 diameter core: 2,5 - 3,2 cm

 brix: 13 – 14,4

 acidity: 0,3 – 0,5

 rasio berat buah / tanaman: 0,38 – 0,50

Buah

 bentuk cenderung silindris

 mata buah rata berwarna hijau tua

 warna daging agak pucat, rasa manis, kompak dan berserat halus

 jumlah mata : lingkar panjang 10 - 13, pendek 7 - 10

 panjang/berat buah: 14 - 22 cm / 1,3 - 2,2 kg

 diameter core: 2,1 - 3,0 cm

 brix: 14 - 15,6

 acidity: 0,4 - 0,6

 rasio berat buah / tanaman: 0,48 – 0,65

Buah

 bentuk buah cenderung kerucut

 mata buah sedikit menonjol berwarna hijau muda

 warna daging kuning cerah, rasa manis, kompak dan berserat kasar

 jumlah mata : lingkar panjang 11 - 14, pendek 7 – 10

 panjang/berat buah: 15 - 23 cm / 1,5 - 2,2 kg

 diameter core: 2,5 - 3,4 cm

 brix: 13 - 16,6

 acidity: 0,3 - 0,5

 rasio berat buah / tanaman: 0,44 – 0,60

Crown

 warna hijau keunguan

 ukuran : panjang 10 sd 20 cm berat 100 sd 270 gr

 daun crown : spiral beraturan

Crown

 warna hijau keunguan

 ukuran : panjang 13 - 20 cm, berat 100 - 350 gr

 daun crown: tidak beraturan

Crown

 warna hijau keunguan

 ukuran : panjang 19 - 24 cm berat 100 - 400 gr

 daun crown : tidak beraturan Produksi

 potensi produksi PC : 55-80 ton/ha & RC 20-45 ton/ha dengan distribusi buah besar (grade buah >2T) : PC 35-50%, RC (30-40%).

 perakaran kurang bagus, tidak tahan kekeringan

 lebih rentan penyakit virus layu mealybug

 hasil seleksi klon lokal (konvensional)

 relatip lebih tahan penyakit busuk hati (Phythoptora sp.)

 peduncle relatip pendek, buah tidak mudah rebah

Produksi

 potensi produksi PC 80 – 125 ton/ha, RC 40-45 ton/ha dengan distribusi buah besar (grade buah >2T) : PC 50-80% , RC (40-50%).

 potensi suckering yang bagus untuk mendukung penyediaan bibit / RC

 perakaran yang panjang mencapai >40 cm sehingga tahan terhadap kekeringan

 rentan terhadap penyakit busuk hati (Phythoptora sp.)

 brix yang tinggi berpotensi penyakit buah lebih tinggi

Produksi

 potensi produksi PC 80 – 125 ton/ha, RC 40-45 ton/ha dengan distribusi buah besar (grade buah >2T) : PC 50-80%, RC (40-50%).

 potensi suckering yang bagus untuk mendukung penyediaan bibit / RC

 perakaran bagus, mampu tahan kekeringan

 rentan terhadap penyakit busuk hati (Phythoptora sp.)

 brix yang tinggi berpotensi penyakit buah lebih tinggi

 Rasa kurang disukai konsumen Trilaksono (2012)


(36)

6 Kendala utama bagi pertumbuhan tanaman di tanah asam adalah

keracunan Al, Fe, dan Mn yang akan menghambat pertumbuhan akar serta translokasi P dan Ca ke bagian tanaman sehingga tanaman mengalami defisiensi hara P karena terikat kuat pada partikel tanah seperti mineral liat dan oksida-oksida besi dan Al membentuk Al dan Fe fosfat sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Tanah ultisol memiliki produktivitas lahan yang rendah karena sifat-sifat tanah seperti: pH dan KTK tanah yang rendah, miskin kation basa, Al-dd tinggi yang dapat meracuni tanaman, fiksasi unsur N, P, K, dan Ca serta mudah tererosi (BBPPL, 2015).

Hasil analisa tanah di lahan produksi nanas aktif PT Great Giant Pineapple tahun 2013 memperlihatkan bahwa kejenuhan Al > 60% mencapai luasan 1129,7 Ha atau 18,8% luasan (Gambar 2), yang menurut klasifikasi

kesesuaian lahan untuk nanas (Tabel 2) tanah jenis ini termasuk dalam kelas tanah tidak sesuai (N1 dan N2) dan sesuai dengan ameliorasi (S3).

Gambar 2. Sebaran kejenuhan Al di lahan produksi nanas aktif PT Great Giant Pineapple tahun 2013.

5,4% 17,1% 33,4% 25,3% 11,4% 7,4% 0 500 1000 1500 2000 2500 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%

< 30 30-40 40-50 50-60 60-70 >70 % Luas Luas (Ha)

% Luas Luas ( H a)


(37)

7 Tabel 2. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman nanas untuk

karakteristik kejenuhan Al.

Karakteristik

Kualitas Lahan

Sesuai Tidak Sesuai S1

(sesuai)

S2(agak

sesuai)

S3(sesuai

dengan ameliorasi)

N1

(kurang sesuai)

N2 (tidak sesuai)

Kejenuhan Al (%) <30 30-60 61-85 >85 Sudarminto (2003)

1.2 Tujuan

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah yang telah disusun maka ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Menentukan klon nanas di PT GGP yang toleran dan sensitif terhadap toksisitas Al.

2. Mempelajari batas kritis kejenuhan Al terhadap 3 klon nanas di tanah Ultisol PT GGP.

3. Mempelajari pengaruh pemberian kapur dan atau bahan organik tanah terhadap pengendalian toksisitas Al di tanah dan tanaman dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan serapan hara.

1.3Kerangka Pemikiran

Penjelasan teoritis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan di atas adalah sebagai berikut :


(38)

8 Nanas adalah tanaman yang dapat beradaptasi dan tumbuh baik dalam lingkungan tanah asam dengan pH optimal 4,5 – 5,5. Nanas termasuk tanaman yang toleran terhadap tanah yang memiliki Al dapat ditukar tinggi dan

mengandung Mn yang umum terjadi pada tanah yang sangat asam (Souza dan Reinhardt, 2001).

Setiap spesies dan genotip tanaman memperlihatkan variasi toleransi dan sensitivitas terhadap toksisitas Al. Beberapa studi membuktikan bahwa apoplast akar berperan penting dalam mekanisme toleransi dengan memproduksi asam-asam organik seperti asam-asam malat dan asam-asam sitrat. Pada kultivar padi yang sensitif Al, ion Al dapat menimbulkan terbentuknya formasi calllose yang

mengindikasikan terjadinya pelukaan akibat Al di akar (Alvim dkk., 2012). Studi Lin dan Chen (2011) menemukan bahwa pada kultivar yang toleran Al seperti Cayenne ditandai pemanjangan akar yang lebih baik dan dapat menekan adsorpsi Al ke dalam dinding. Kultivar Cayenne dapat tumbuh baik dalam

lingkungan sangat masam yang mengandung konsentrasi AlCl3 hingga 300 µM. Karakteristik ketahanan tanaman terhadap Al terlihat dari sifat metabolisme karbohidrat, produksi asam organik, kemampuan menekan kerusakan akar dan perubahan fenotip akar (Chen dan Lin, 2010).

Ketika terjadi proses pertumbuhan awal tanaman yang dimulai dengan munculnya akar maka saat yang bersamaan tanaman akan menghasilkan

menghasilkan senyawa kimia berbentuk gula, asam amino, dan senyawa metabolit sekunder seperti flavamoid, asam-asam organik, enzim, lektin, dan glikoprotein yang dieksudasi ke tanah dan dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme tanah maupun sebagai pelumas bagi akar untuk menembus lapisan tanah yang lebih


(39)

9 dalam, melindungi permukaan akar dari kondisi kering yang ekstrim,

meningkatkan daya adaptasi terhadap tanah masam dan menjadi senyawa sinyal pada interaksi tanaman-mikroorganisme tanah khususnya untuk mekanisme pertahanan tanaman (Timotiwu, 2010).

Kejenuhan alumunium di atas 60% merupakan indikasi potensial problem terhadap toksisitas. Kandungan Al di jaringan dewasa tanaman mencapai di atas 200 ppm (mg/kg). Gejala keracunan Al ditandai pembentukan akar yang

malformasi seperti akar yang mengurus, membelit dengan ujung akar yang membengkak, warna akar menjadi coklat dan minim perakaran serabut . Penampakan bagian atas terlihat daun yang menguning dan pertumbuhan yang terhambat. Gejala ini akan lebih terlihat ketika terjadi cekaman suhu dan kelembaban di permukaan tanah (Koenig dkk., 2011).

Strategi untuk menjaga produktivitas tanaman di lahan-lahan asam di antaranya adalah aplikasi kapur untuk meningkatkan pH tanah dan penggunaan tanaman toleran lahan asam (Ojima, 1989). Walaupun toksisitas Al dapat dikendalikan dengan aplikasi kapur di permukaan tanah, namun cara ini sering tidak efisien secara ekonomi sehingga kombinasi pengapuran dan penggunaan kultivar toleran Al menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan

produktivitas tanaman di lahan asam (Hede dkk., 2001).

Fageria (2008) mengatakan bahwa ketika pH naik maka serapan Ca dan Mg akan meningkat terutama pada tanah yang kaya akan Fe dan Al oksida. Kejenuhan Ca di tanah merupakan indikator penting untuk penentuan kebutuhan kapur di tanah. Di tanah tropis kandungan Ca dd harus lebih dari 2 cmol/kg. Produksi tertinggi kacang buncis didapat pada kejenuhan Ca 48%. Kejenuhan Al


(40)

10 berperan dalam perkembangan akar, penggunaan air dan serapan hara. Ideal rasio kejenuhan kompleks kation dapat ditukar adalah 65% Ca, 10% Mg, 5% K dan 20% H. Tanaman toleran Al dihubungkan dengan lebih besarnya serapan Mg pada kultivar kentang dan jagung.

Pemberian kapur pada tanah asam bertujuan untuk menurunkan atau meniadakan pengaruh Al terhadap pertumbuhan tanaman, meniadakan selaput Al pada akar tanaman, sehingga tanaman dapat mengambil hara dengan optimum. Pengapuran juga dapat meningkatkan ketersediaan hara P dan K dalam tanah dan meningkatkan aktivitas biologi tanah. Batas toleransi tanaman jagung dan kedelai terhadap kejenuhan Al adalah 30 dan 15%, sehingga kapur untuk jagung dan kedelai sebaiknya diberikan apabila kejenuhan Al lebih dari 30 dan 15%. Dengan demikian, pada tanah yang sama kebutuhan kapur untuk tanaman kedelai lebih tinggi dibandingkan jagung. Bahan kapur yang dapat digunakan untuk pertanian adalah kapur pertanian (CaCO3), kapur tohor (Ca(OH)2), dan dolomit (Ca Mg(CO3)2) (Anonim, 2005).

Uchida dkk. (2000) mengatakan bahwa tanah asam umumnya terjadi di daerah tropika basah, di mana curah hujan mencuci profil tanah dan meninggalkan material yang stabil yang kaya Fe dan Al dan menghasilkan tanah asam dan miskin hara untuk tanaman. Kehilangan tanah karena pencucian menyebabkan hara kation mudah terbawa ke bawah lapisan daerah perakaran. Sementara hara anion seperti P dan Mo akan terikat kuat oleh Al dan Fe dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan defisiensi hara pada tanah mineral masam berkadar Al tinggi adalah melalui


(41)

11 penambahan bahan organik (Hairiah dkk., 2000 dalam Isrun, 2010). Aplikasi bahan organik pada tanah asam akan mengurangi toksisitas Al, menurunkan kebutuhan kapur dan meningkatkan ketersediaan P. Selama dekomposisi bahan organik akan meningkatkan pH dan menurunkan Al dapat ditukar dalam larutan tanah (Haynes dan Mokolobate, 2001).

Sumarsono dkk. (2011) menyebutkan bahwa bahan organik mampu

menetralisir pengaruh racun dari Al sehingga menjadi tidak beracun lagi bagi akar tanaman. Kualitas bahan organik berkaitan dengan kemampuan dalam

mendetoksifikasi ditentukan dengan tolok ukur total konsentrasi kation K, Ca, Mg dan Na. Pelepasan kation-kation tersebut dari hasil dekomposisi bahan organik dapat menekan kelarutan Al melalui peningkatan pH tanah. Bahan organik yang mempunyai total konsentrasi kation > 60 cmol/kg merupakan bahan organik yang berpotensi untuk tujuan pengurangan efek beracun Al. Semakin tinggi nilai total konsentrasi kation suatu bahan organik semakin kuat kemampuannya dalam mengurangi efek beracun Al.

Kompos secara nyata akan meningkatkan kimia tanah dengan

meningkatkan pH tanah, N total tanah dan serapan N serta menurunkan Al dd (Isrun, 2010). Namun besar pengaruh kapur dan pemberian kompos sisa tanaman terhadap ion Al dapat ditukar (Al dd) di dalam tanah dan terhadap produksi tanaman kedelai masih belum banyak diketahui (Wahyudin, 2006).

1.4 Hipotesis


(42)

12 1. Terdapat klon nanas yang toleran terhadap toksisitas Al.

2. Terdapat batas kritis kejenuhan Al di tanah Ultisol PT GGP terhadap 3 klon nanas.

3. Terdapat dosis bahan organik dan kapur optimal yang mampu mengendalikan toksisitas Al di tanah Ultisol PT GGP.


(43)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Ultisol

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia. Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha) (Subagyo dkk., 2004).

Prasetyo dan Suriadikarta (2006) mengatakan bahwa Ultisol dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung. Penampang tanah yang dalam dan kapasitas tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini, kecuali terkendala oleh iklim dan relief. Kesuburan alami Ultisol umumnya terdapat pada Horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah. Unsur hara makro seperti P dan K yang sering kahat, reaksi tanah asam hingga sangat asam, serta kejenuhan Al yang tinggi merupakan sifat-sifat tanah Ultisol yang sering menghambat pertumbuhan tanaman. Selain itu terdapat Horizon Argilik yang mempengaruhi sifat fisika tanah, seperti: berkurangnya pori mikro dan makro serta bertambahnya aliran permukaan yang pada akhirnya mendorong terjadinya erosi tanah.


(44)

14 Pengapuran, sistem pertanaman lorong, serta pemupukan dengan pupuk organik maupun anorganik dapat mengatasi kendala pemanfaatan Ultisol. Pemanfaatan Ultisol untuk pengembangan tanaman perkebunan relatif tidak menghadapi kendala, tetapi untuk tanaman pangan umumnya terkendala oleh sifat-sifat kimia tersebut yang dirasakan berat bagi petani untuk mengatasinya, karena kondisi ekonomi dan pengetahuan yang umumnya lemah (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Usaha pertanian di Ultisol akan menghadapi sejumlah permasalahan karena Ultisol umumnya mempunyai pH rendah yang menyebabkan kandungan Al, Fe, dan Mn terlarut tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Jenis tanah ini biasanya miskin unsur hara makro esensial seperti N, P, K, Ca, dan Mg dan unsur hara mikro Zn, Mo, Cu, dan B, serta bahan organik. Umumnya tanah Ultisol atau Podsolik Merah Kuning (PMK) banyak mengandung Al dapat dipertukarkan kisaran 20-70% (Subandi, 2007).

2.2 Toksisitas Aluminium pada Nanas

Nanas umumnya ditanam pada tanah yang memiliki keasaman kuat, dengan konsentrasi Al tinggi yang sering meracuni perakaran tanaman. Ujung akar adalah daerah yang paling sensitif terhadap toksisitas Al. Pengaruh Al terhadap pertumbuhan akar di 4 klon nanas : Cayenne, Tainung No.6, Tainung No.13 and Tainung No.17 telah dievaluasi di Taiwan. Perbedaan dalam jumlah kalus dan malondialdehyde (MDA) di ujung akar (1 cm dari ujung) antara klon nanas yang resisten Al dan sensitif Al diberi perlakuan 0 hingga 300 μM AlCl3.


(45)

15

Setelah perlakuan 300 μM AlCl3 dalam larutan hidroponik (pH 4,5) selama 72 jam, pemanjangan akar klon Cayenne, Tainung No.6, Tainung No.13 dan Tainung No. 17 adalah 115, 85, 93 and 73% dibanding kontrol (tanpa perlakuan Al). Perlakuan AlCl3 tidak meningkatkan kandungan kalus dan MDA pada klon Cayenne, namun meningkat nyata di klon Tainung No.17. Setelah terpapar Al, serapan Al di dinding sel ujung akar akan meningkat nyata sejalan waktu dan konsentrasi AlCl3 untuk klon Cayenne dan Tainung No.17 relatif lebih besar daripada Tainung No.17. Ini menggambarkan bahwa klon Cayenne adalah klon yang resistan Al dan Tainung No.17 adalah klon sensitif Al. Ketika ujung akar diberi perlakuan awal 1 dan 10 mM asam malat, serapan Al di dinding sel ujung akar klon Cayenne lebih rendah 18 dan 31% dibanding tanpa pemberian

perlakuan asam malat. Ini mengindikasikan bahwa ujung akar klon Cayenne mampu menyekresikan asam malat yang mampu mengelat Al dan menurunkan Al terikat pada dinding sel sehingga menjadi lebih toleran terhadap toksisitas Al (Lin dan Chen, 2011).

Aluminum adalah unsur biotoksik yang sering mempengaruhi penyerapan hara tanaman pada tanah asam. Lin (2010) telah mengevaluasi pengaruh Al terhadap pertumbuhan akar, penyerapan hara makro P, K, Ca, Mg dan hara mikro Fe, Mn, Cu, Zn pada 2 klon nanas, yang resisten Al (Cayenne) dan yang sensitif Al (Tainung No.17). Empat taraf perlakuan konsentrasi digunakan dalam larutan hidroponik 0, 100, 200 dan 300 M AlCl3. Setelah umur 4 minggu, pemanjangan akar klon Cayenne tetap meningkat dengan berbagai konsentrasi Al, sedangkan klon Tainung No.17 menurun. Berat kering Cayenne meningkat dan Tainung No.17 menurun dengan perlakuan Al. Penyerapan hara makro dan mikro tidak


(46)

16 berpengaruh pada klon Al resisten, Cayenne. Sedangkan serapan Ca, Mg dan K terhambat dengan perlakuan AlCl3 200 M, dan serapan Fe, Mn dan Cu terhambat secara nyata dengan perlakuan AlCl3 300 M pada klon Al sensitif Tainung No.17. Dengan kata lain serapan hara Ca, Mg an K meningkat nyata di Cayenne pada perlakuan AlCl3 200 M. Hal ini mengindikasikan bahwa serapan Ca, Mg dan K adalah petunjuk penting untuk membedakan klon nanas resisten Al dan sensitif Al.

2.3 Pengaruh Pengapuran dan Bahan Organik terhadap Toksisitas Aluminium

Pertumbuhan yang tidak baik di tanah asam juga berhubungan dengan kekahatan Ca dan Mg. Tembakau yang ditanam pada pH 4,2 dan 0,4 meq Ca/100 gr mengalami pertumbuhan akar yang terhambat baik oleh keracunan Al maupun oleh kekahatan Ca. Jika Al diendapkan melalui pengapuran dengan MgCO3 sampai pH 5,6 dengan mempertahankan Ca pada tingkat yang rendah maka pertumbuhan akar akan terhenti dalam 60 jam. Apabila Al diendapkan dan bersamaan dengan itu tingkat Ca dinaikkan menjadi 4,4 meq/100 gr dengan pengapuran CaCO3 maka pertumbuhan akar akan berlangsung normal. Di samping itu pada pH < 5,5 unsur mangan akan sangat mudah larut dan menyebabkan keracunan pada tanaman. Pada pH < 5,5 keracunan Mn dapat terjadi bersamaan dengan keracunan Al.

Mekanisme pertahanan tanaman terhadap efek toksik Al secara eksternal atau ekslusi melalui eksudasi asam organik dari apeks radikal dan secara internal


(47)

17 melalui pengkhelatan Al didalam sel dan disimpan dan dikomparmentalisasi dalam vakuola (Kochian, 1995; Ramgareeb dkk.dalamBlancheteau dkk., 2008).

Al dalam larutan tanah akan menurun apabila kadar bahan organik meningkat karena bahan organik membentuk kompleks yang sangat kuat dengan Al. Al di dalam larutan tanah akan meningkat dengan meningkatnya kandungan garam karena kation-kation lainnya kemudian menggusur Al dapat ditukar dengan aliran massa (Sanchez, 1992).

Tinggi genangan dan bahan organik nyata meningkatkan P tersedia dan menurunkan kelarutan Fe dan Al pada tanaman padi. Tanah marginal yang diberikan bahan organik 20 ton/ha dan penggenangan 10 cm dapat meningkatkan kesuburan tanah (Cyio, 2008). Penelitian Isrun (2010) juga melaporkan bahwa aplikasi kompos legume dapat meningkatkan pH tanah, N total tanah, serapan N dan menurunkan Al dd.

Keasaman tanah merupakan indikator potensial pertumbuhan tanaman dan indikator kebutuhan kapur bagi tanah (Donahue, 1999). Upjon dkk. (2005) melaporkan bahwa keasaman tanah akan meningkatkan Al tersedia di tanah (Al3+) yang menyebabkan pemendekan perkembangan akar di tanaman sehingga

berakibat pada penurunan kemampuan akar dalam mengakses kelembaban tanah dan menurunkan serapan hara, meningkatkan Mn tersedia di tanah (Mn2+) yang menyebabkan penurunan pertumbuhan tanaman, menurunkan kelarutan dan ketersediaan Mo, P, Mg dan Ca di tanah.

Pengapuran berguna untuk menurunkan toksisitas Mn2+ dan Al3+,

meningkatkan aktivitas mikroba tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan fiksasi nitrogen pada legum, sumber hara Ca2+ dan Mg2+ yang murah dan


(48)

18 meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. (Donahue, 1999). Kapur juga berguna sebagai bahan pemantap tanah yang baik karena dapat meningkatkan berbagai sifat tanah seperti KTK tanah, menurunkan indeks plastisitas tanah dan menurunkan kompaksi tanah (Negi dkk., 2013).

Uchida dkk. (2000) menjelaskan bahwa pemberian kapur akan

mengeliminasi ion Al3+ yang toksik menjadi tidak toksik dan mengikat ion H+ dengan OH- yang dihasilkan dari hasil hidrolisis kapur sehingga pH akan naik seperti digambarkan pada reaksi berikut ini :

CaCO3 + H2O (dalam tanah) Ca2+ + 2OH- + CO2

Lalu ion Ca2+ akan dipertukarkan dengan Al3+ dan H+ yang ada di tanah asam

Kapur yang menghasilkan ion OH- akan bereaksi dengan Al3+ menjadi bentuk padat Al (OH)3 yang tidak toksik ke tanaman dan juga bereaksi dengan ion H+ membentuk H2O sehingga pH tanah manjadi naik.

3OH- + Al3+ Al(OH)3 (padat) OH- + H+ H2O

Mekanisme pengendalian toksisitas Al di tanah dengan pemberian bahan organik terjadi melalui peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi bahan organik akan mengikat Al dan membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al tidak terhidrolisis lagi. Di samping itu muatan negatif pada

humus yang berasal dari gugus karboksil (R-COOH) dan fenolik ( ) nya juga akan menetralisir ion H+ yang menjadi penyebab keasaman tanah.


(49)

19 Penambahan bahan organik pada tanah masam, seperti inseptisol, ultisol dan andisol akan mampu meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan Al tertukar tanah (Atmojo, 2003).

Kejenuhan Al didefinisikan sebagai rasio antara Al dapat dipertukarkan dibagi dengan penjumlahan kation basa-basa ditambah Al (Budianta dan Vanderdeelen, 1995). Batas toleransi tanaman jagung dan kedelai terhadap kejenuhan Al adalah 30 dan 15%, sehingga kapur untuk jagung dan kedelai sebaiknya diberikan apabila kejenuhan Al lebih dari 30% dan 15%. Oleh sebab itu pada tanah yang sama kebutuhan kapur untuk tanaman kedelai lebih tinggi dibandingkan jagung. Selain itu pengapuran juga diberikan karena pH tanah rendah (pH < 5,5) (Anomim, 2005). Ispandi dan Munip (2005) melaporkan bahwa aplikasi kapur 300 kg/ha meningkatkan serapan hara P, K, dan Ca pada tanaman ubikayu berturut-turut 68%; 10% and 113% dan meningkatkan produksi ubikayu sebesar17%.

Di samping aplikasi pengapuran, penggunaan genotipe yang memiliki toleransi tinggi terhadap cekaman Al untuk lahan asam dengan kejenuhan Al 30-35% dan pH 4,5–5,0, serta didukung oleh umur masak kedelai genjah (75 hari) telah dilakukan untuk pengembangan kedelai di luar Pulau Jawa. Tanaman yang memiliki sifat toleran dicirikan memiliki akar yang tetap dapat berkembang lebih baik pada tanah asam dibandingkan varietas rentan (Sudrajat, 2010).

Tingkat toleransi 3 klon nanas di PT Great Giant Pineapple dan hubungannya dengan pemberian bahan amelioran kapur serta bahan organik akan menjadi bahan informasi yang penting untuk menentukan kebijakan pemupukan pada


(50)

20 tanaman nanas di tanah Ultisol pada umumnya dan khususnya di lahan PT Great Giant Pineapple.

Penelitian Cahyono (2012) menyebutkan bahwa tingkat kejenuhan Al di tanah GGP menentukan jumlah dosis kebutuhan kapur dalam tanah. Dosis yang

direkomendasikan saat ini di PT GGP berada dalam kisaran 1-4 ton per ha. Bahan organik merupakan komponen penting di tanah yang menentukan status kesuburan tanah secara biologi, kimia dan fisika. Bahan organik adalah sumber energi untuk aktivitas biologi tanah. Di tanah marginal status bahan organik tanah akan menentukan upaya peningkatan produksi dan tingkat kebutuhan pupuk untuk tanaman (Craswell dan Lefroy, 2001).

Peningkatan nilai pH disebabkan adanya kontribusi bahan organik yang melepaskan ion OH- karena terjadi proses reduksi. Dalam kondisi demikian, pH pada tanah asam dapat meningkat hingga 6,5 bila tergenang beberapa minggu yang disertai dengan pemberian bahan organik. Adanya pelepasan ion OH- yang dapat meningkatkan pH tanah karena terjadi keseimbangan antara ion H+ dengan ion OH- baik dari perubahan feri menjadi fero maupun dari nitrat menjadi nitrit, yang keduanya memberi kontribusi gugus hidroksil ke dalam larutan tanah (Cyio, 2008).

Arfian (2003) melaporkan bahwa aplikasi bahan organik dosis tinggi 200 ton/ha dalam kondisi segar (dari berbagai jenis bahan organik seperti : onggok segar, extracted cake, kulit singkong segar, pupuk kandang segar ex PT GGL dan limbah organik cair ex PT UJF) pada saat pengolahan tanah fase finishing harrow

mampu meningkatkan distribusi bibit besar terpetik di pembibitan nursery nanas yang lebih tinggi, pertumbuhan vegetatif nanas (panjang, lebar dan indeks daun-D


(51)

21 serta berat batang dan berat tanaman), produksi buah nanas (berat per 100 buah dan distribusi buah besar ≥2 T) serta meningkatkan C organik dan pH tanah. Namun kandungan C organik dalam 4 bulan akan kembali turun mendekati nilai awal karena laju dekomposisi bahan organik yang tinggi. Hal ini juga senada dengan studi Ziaurrahman (2015) yang menyebutkan bahwa pemberian dosis kompos mulai 50 hingga 200 ton/ha di nanas klon GP3 dengan cara ditebar di permukaan tanah nyata meningkatkan berat tanaman umur 6 bulan setelah tanam (BST) dan saat forcing (9 BST), rata-rata berat buah, distribusi buah besar ≥2 T, pH tanah, C organik dan kandungan hara P, K, Ca dan Mg tanah. Serangan penyakit layu mealybug, erwinia dan phythopthora juga dilaporkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa kompos.

Penggunaan kompos matang 20 ton/ha di tanaman nanas juga dilaporkan Ziaurrahman (2015) dapat meningkatkan indeks daun-D, berat daun-D,dan berat tanaman hingga umur 6 bulan serta berpotensi menurunkan penggunaan pupuk kimia hingga 30%. Studi Pangarso (2014) juga membuktikan penggunaan vermicompost dari 0, 20, 40, 60, 80 dan 100 ton/ha mampu meningkatkan daya pegang air di tanah (water holding capacity) hingga 2 kali lipat dibandingkan kontrol sehingga berpotensi memperpanjang masa interval irigasi pada musim kering.


(52)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Rumah Kaca Deparment Research and Development PT Great Giant Pineapple, Terbanggi Besar,

Lampung Tengah sejak bulan September 2014 hingga Februari 2015. Sedangkan analisa tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Sentral PT Great Giant Pineapple.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:

a. Percobaan 1 : bibit crown sedang (200-350 gr) klon GP1, GP3 dan F180, AlCl3.6H2O dan aquadest.

b. Percobaan 2: bibit crown sedang (200-350 gr) klon GP1, GP3 dan F180, tanah kebun asal lokasi dengan kejenuhan Al <30%, 30-40%, 40-50%, 50-60%, 60-70%, dan >70%, pasir steril (kontrol), pupuk Urea, TSP, KCl, MgSO4 sesuai dosis dalam standar perawatan nanas PT GGP.

c. Percobaan 3 : bibit crown sedang (200-350 gr) klon GP3, tanah kebun asal lokasi dengan kejenuhan Al <30% (rendah), 40-50% (sedang), dan >70%


(53)

23 (tinggi), bahan organik produksi Composting Plant PT GGP dosis sesuai perlakuan, kapur dolomit dosis sesuai perlakuan dan pupuk Urea, TSP, KCl, MgSO4 sesuai dosis dalam standar perawatan nanas GGP.

Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

a. Percobaan 1 : kaleng berukuran diameter 10 cm dan tinggi 12 cm (ukuran

kaleng A2 produksi pabrik Can Making PT GGP), kantong plastik ukuran 2

kg (untuk pelapis kaleng), wadah kaleng plastik/jerigen ukuran 30 liter (untuk wadah stok larutan AlCl3), gelas ukur 500 ml, corong air, timbangan duduk 5 kg, timbangan digital 2 kg, chlorophyll meter SPAD 502 (untuk mengukur indeks klorofil daun tanaman), mistar besi 1 m, kantong sak akar (untuk berat kering oven), pisau cutter dan gunting.

b. Percobaan 2: polibag ukuran 15 kg, plastik kresek 15 kg (untuk penampung air erosi), timbangan duduk 5 kg, timbangan digital 2 kg, chlorophyll meter SPAD 502, mistar besi 1 m, selang air (untuk irigrasi), kantong sak akar (untuk berat kering oven), pisau cutter dan gunting.

c. Percobaan 3 : polibag ukuran 15 kg, timbangan duduk 5 kg, timbangan digital 2 kg, chlorophyll meter SPAD 502, mistar besi 1 m, selang air (untuk irigrasi), kantong sak akar (untuk berat kering oven), pisau cutter dan gunting.

3.3Metode

Untuk menjawab pertanyaan dan menguji hipotesis maka dilakukan 3 percobaan sebagai berikut :


(54)

24 Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Faktorial (3x6) dengan 5 ulangan. Kombinasi perlakuan diterapkan dalam satuan percobaan berupa pot kaleng berukuran diameter 10 cm dan tinggi 12 cm yang dilapis plastik 2 kg yang berisi larutan sesuai perlakuan AlCl3. Percobaan terdiri dari 2 faktor, yaitu : Faktor 1 : Klon nanas (A) dengan 3 jenis yaitu :

A1 : nanas klon GP1 A2 : nanas klon GP3 A3 : nanas klon F180

Faktor 2 : Konsentrasi AlCl3 di larutan kultur air (B) dengan 6 taraf yaitu : B1 : AlCl3–0 μM (kontrol)

B2 : AlCl3–100 μM B3 : AlCl3–200 μM B4 : AlCl3–300 μM B5 : AlCl3–400 μM B6 : AlCl3–500 μM

Untuk preparasi bahan perlakuan AlCl3100 μM memerlukan bahan AlCl3.6H2O sebanyak 24 mg yang dilarutkan dalam 1 liter aquadest, lalu dishaker selama 5 menit agar larutan homogen, seperti pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Metoda preparasi bahan perlakuan AlCl3 pada Percobaan 1. AlCl3

(μM)

AlCl3 (M)

gr/L (+H2O)

gr/L (-H2O)

gr-Al mg-Al Al (ppm

= mg/L) AlCl3 (ppm = mg/L) 100 0,0001 0,0483 0,0874 0,0098 9,771 4,89 24,14 200 0,0002 0,0966 0,1749 0,0195 19,542 9,77 48,29 300 0,0003 0,1449 0,2623 0,0293 29,312 14,66 72,43 400 0,0004 0,1931 0,3497 0,0391 39,083 19,54 96,57 500 0,0005 0,2414 0,4371 0,0489 49,854 24,43 120,71


(55)

25 b. Percobaan 2 : Evaluasi Toksisitas Al dari 3 Klon Nanas dalam Berbagai

Kejenuhan Al di Tanah.

Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Faktorial (3x7) dengan 3 ulangan. Kombinasi perlakuan diterapkan dalam satuan percobaan berupa polibag ukuran 15 kg yang diisi tanah sesuai perlakuan tingkat kejenuhan Al di tanah. Percobaan terdiri dari 2 faktor, yaitu :

Faktor 1 : Klon nanas (A) dengan 3 jenis yaitu :

A1 : nanas klon GP1 A2 : nanas klon GP3 A3 : nanas klon F180

Faktor 2 : Kejenuhan Al di tanah (B) dengan 7 taraf yaitu : B0 : Kejenuhan Al 0% (kontrol/pasir)

B1 : Kejenuhan Al <30% B2 : Kejenuhan Al 30-40% B3 : Kejenuhan Al 40-50% B4 : Kejenuhan Al 50-60% B5 : Kejenuhan Al 60-70% B6 : Kejenuhan Al >70%

Data kejenuhan Al di tanah perlakuan disajikan pada Tabel 4. Kejenuhan Al di tanah adalah persen jumlah kation Al3+ di tanah dibandingkan dengan total KTK tanah (K, Ca, Mg, Na, Al dan H).


(1)

Bartholomew, D. P, R.E. Paull, and K.G. Rohrbach. 2003. The Pineapple : botany, production and uses. CABI Publishing. Wallingford, Oxon, UK Bartholomew, D.P. 2005. World culture of pineapple, practices and problems.

Presentation Pineapple Seminar. Pineapple Working Group of ISHS. Section on Tropical and Subtropical Crops, ISHS. Taiwan

Blancheteau, C.I., B. Soto, P. Ulloa, F. Aquea, M.R.Díaz. 2008. Resistance mechanisms of aluminum (Al3+) phytotoxicity in cereals: physiological, genetic and molecular bases. J. Soil Sc. Plant Nutr. 8 (4) :57-71.

Broadley, R.H., R.C. Wassman, and E. Sinclair. 1993. Pineapple pest and disorders. Queensland Dept of Primary Industries. 63 p.

Budianta, D. and Vanderdeelen. 1995. Exchangeable aluminum as an indicator for lime requirement prediction in a humid tropic Ultisol. Faculty of

Agricultural and Applied Biological Sciences, University of Ghent. Cahyono, P. 2012. Level dosis pengapuran di nanas. Laporan Penelitian

Tahunan Research & Development PT Great Giant Pineapple. (Internal publikasi)

Chen, J.H. and Y.H. Lin. 2010. Effect of aluminum on variations in the proteins in pineapple roots. Journal Soil Science and Plant Nutrition : 438–444. Craswell, E.T., and R.D.B. Lefroy. 2001. The role and function of organic

matter in tropical soils. J. Nutrient Cycling in Agroecosystems. 61: 7–18. Cyio, M.B. 2008. Efektivitas bahan organik dan tinggi genangan terhadap

perubahan Eh, pH dan Status Fe, P, Al terlarut pada tanah Ultisol. J. Agroland 15 (4) : 257 – 263.

Donahue, S. 1999. Liming to improve soil quality in acid soils. Soil Quality – Agronomy Technical Note No. 8.

Devadas, V. S., and K. P. Kuriakose. 2002. Evaluation of different organic manures on yield and quality of pineapple Var. Mauritius. Pineapple Research Station, Kerala Agricultural University Vazhakulam-686670. Pineapple News. Newsletter of the Pineapple Working Group, International Society for Horticultural Science. Issue No. 9 :23.

Fageria, N K., 2008. The Use of Nutrients in Crop Plants. CRC Press Taylor & Francis Group. 448 p.


(2)

Gardner, J.L. and S.A. Hamdani. 1997. Interactive effects of aluminum and humic substances on Salvinia. J. Aquat. Plant Manage. 35: 30-34. Golabi, M.H., M.J. Denney, and C. Iyekar. 2004. Use of composted organic

waste as alternative to synthetic fertilizer for enhancing crop productivity and agricultural sustainability on tropical island of Guam. ISCO 2004 - 13th International Soil Conservation Organisation Conference – Brisbane, July 2004

Hede, A.R., B. Skovmand, and L.Cesati, J. 2001. Acid soils and aluminum. Toxicity Application of Physiology in Wheat Breeding. P 172-182. Haynes, R.J. dan M.S. Mokolobate. 2001. Amelioration of Al toxicity and P

deficiency in acid soils by additions of organic residues: a critical review of the phenomenon and the mechanisms involved. Journal Nutrient Cycling in Agroecosystems. 59: 47–63.

Ispandi, A dan A. Munip. 2005. Efektivitas pengapuran terhadap serapan hara dan produksi beberapa klon Ubikayu di lahan kering masam. Jurnal Ilmu Pertanian 12 (2): 125 – 139.

Isrun. 2010. Perubahan serapan nitrogen tanaman jagung dan kadar Al-dd akibat pemberian kompos tanaman legum pada Inseptisol Napu. J. Agroland 17 (1) : 23 – 29.

Kochian, L.V., M.A. Piñeros, and O.A. Hoekenga. 2005. The physiology, genetics and molecular biology of plant aluminum resistance and toxicity. J. Plant and Soil. 274 : 175-195

Koenig, R., K. Schroeder, A. Carter, and M. Pumphrey, 2011. Soil acidity and aluminum toxicity in the Palouse Region of the Pacific Northwest.

Washington State University, Extension Fact Sheet.

Kuswantoro, H. 2014. Nutrient uptake of soybean genotypes under aluminum toxicity. Italian Journal of Agronomy. 9(3):136-140.

Lidon, F.C., and M.G. Barreiro. 2002. Al toxicity and root growth. 28 :96-112. Bulgarian. J. Plant Physiology. 28(3–4), 96–112.

Lin,Y.H. 2010. Effects of aluminum on root growth and absorption of nutrients by two pineapple cultivars [Ananas comosus (L.) Merr.] . African Journal of Biotechnology 9(26):4034-4041.


(3)

Lin, Y.H. and J.H. Chen. 2011. Behavior of aluminum adsorption on cell wall of pineapple root apices. African Journal of Agricultural Research 6(4): 949-955.

Lin, Y.H. and J.H. Chen. 2011. Effects of aluminum on nutrient uptake in different parts of four pineapple cultivars. African Journal of Agricultural Research Vol. 6(6), pp. 1438-1446.

Le Van, H., and T. Masuda. 2004. Physiologhy and biological studies on aluminum tolerance in pineapple. Aust. J. Soil Res., 42 : 699-707.

May, H.M., and D.K. Nordstrom. 1991. Assessing the solubilities and reaction kinetics of aluminuous minerals in soils. In B Ulrich, ME Sumner, eds, Soil Acidity. Springer-Verlag, Berlin, p 125-148

Marschner, H. 1995. Mineral nutrition of higher plants, Second edition. Acad, Press.

Mite, F., J. Espinosa, and L. Medina. 2010. Liming effect on pineapple yield and soil properties in volcanic soils. J. Better Crops/Vol. 94 : 7-9.

Nabam, A. 2013. Comparative evaluation of organic manures and lime for amelioration of acid soil School: Natural Resource Management. Soil Science and Agricultural Chemistry. Division of Soil Science, ICAR-RC for NEH Region, India.

Negi, A.S., M. Faizan, D.P. Siddharth, R.Singh. 2013. Soil stabilization using lime. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology. 2(2): 448-453

Ojima, K. 1989. Aluminum toxicity and tolerance in plant roots. The Journal of Japanese Biochemical Society. 61 (1) : 34-38.

Oktavidiati E. 2002. Mekanisme toleransi tanaman terhadap stres aluminium. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana. IPB.

Pangarso, F.D. 2014. Preleminary study pengaruh finecompost terhadap water holding capacity (skala polibag). Laporan Penelitian Research &

Development PT Great Giant Pineapple. (Internal publikasi) Pessarakli, M.. 2002. Handbook of plant and crop physiology. Marcel


(4)

Prasetyo, B.H. dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, potensi dan teknologi pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 25(2):39-47.

Ramos, T.F., G.C. F. Marcel, N. A. Marina, O.P.R. Roberto, and .Z Everaldo. 2012. Aluminum tolerance measured by root growth and mucilage protection in Urochloa brizantha and Urochloa decumbens. Journal of Plant

Interactions 7(3) : 225 – 229.

Rout, G.R., S. Samantaray, and P. Das. 2001. Aluminium toxicity in plants: a review. J. Agronomie. 21: 3–21.

Sanchez, A.P, 1992. Sifat dan pengelolaan tanah tropika. Penerbit ITB. Bandung.

Singh, D., and S. K. Chauhan. 2011. Organic acids of crop plants in aluminium detoxification. Journal Currrent Science. 100(10):1509-1515.

Soemarsono, T.B. Prasetyo dan I. Suliansyah. 2011. Pengaruh penambahan kompos jerami terhadap pertumbuhan beberapa kultivar padi lokal sumatera barat pada ultisol dengan metode penanaman SRI. Jurnal Jerami. 4 (1): 30-39.

Souza, L.F.S., and D.H. Reinhardt, 2001. Pineapple. Embrapa Mandioca e Fruticultura Tropical. p 179-201.

Subandi. 2007. Teknologi produksi dan strategi pengembangan kedelai pada lahan kering masam. Jurnal Iptek Tanaman Pangan. 2(1): 12-25.

Subagyo, H., N. Suharta, dan B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. hlm.21−66.

Sudarminto, B. 2003. Laporan survey kesesuaian lahan di PT Great Giant Pineapple. Kerjasama R&D Departement – Universitas Gajah Mada, PT Great Giant Pineapple, Terbanggi Besar, Lampung Tengah (internal publikasi).

Sudrajat, D. 2010. Identifikasi karakter morfofisiologi kedelai adaptif lahan masam. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 10(2): 103-110.


(5)

Tang Y., M. E. Sorrells, L. V. Kochian, and D. F. Garvin. 2000. Identification of RFLP markers linked to the barley aluminum tolerance gene Alp. Crop Sci. 40:778–782

Timotiwu, P. B. dan Sakurai, N. 2002. Identification of mono-, oligo-, and polysaccharides secreted from soybean roots. J. Plant Res. 115:77--85 Timotiwu, P.B. 2010. Pengaruh tingkat keracunan alumunium terhadap

perubahan gula yang dieksudasi oleh perakaran kedelai (Glycine max [L.] Merr.). Jurnal Agrotropika 15(1): 29 – 36.

Trilaksono, M. 2012. Karakterisasi empat kultivar nanas di PT Great Giant Pineapple. R&D Departement PT Great Giant Pineapple, Terbanggi Besar, Lampung Tengah (internal publikasi).

Uchida, R, N.V. Hue, and J. Vine. 2000. Soil acidity and liming. J. Plant Nutrient Management in Hawaii’sSoil. p 101-111.

Upjohn, B,. G. Fenton, M. Conyers. 2005. Soil acidity and liming. Agfact AC.19, 3rd edition. p 1-24.

Utama, M.Z.H., S. Yahya., Sudarmadi H., K. Idris., dan Y.Setiadi. 2007. Tanggap beberapa spesies legum penutup tanah terhadap pemberian

mikoriza, rhizobium, asam humat dan mekanisme fisiologi toleransi terhadap cekaman Al. Jur. Akademika. 11(2):38-48.

Van, H.L., S. Kuraishi, and N. Sakurai. 1994. Aluminum induced rapid root inhibition and changes in cell wall component of squah seedling. Hiroshima University.

Vardar, F., and M. Ünal. 2007. Aluminum toxicity and resistance in higher plants. J. Advances in Molecular Biology (1): 1-12.

Vitorello V.A., F,R.C. Capaldi, and V.A. Stefanuto. 2005. Recent advance in aluminum toxicity and resistance in higher plants. Braz. J. Plant Physiology. 17: 129-143.

Wahjudin. U. M., 2006. Pengaruh pemberian kapur dan kompos sisa tanaman terhadap aluminium dapat ditukar dan produksi tanaman kedelai pada tanah Vertic Hapludult dari Gajrug, Banten. Buletin Agronomi. 34(3): 141 – 147.


(6)

Ziaurrahman, A., 2015. Pengaruh Dosis Kompos & Pengurangan Dosis Pupuk Kimia terhadap Pertumbuhan & Hasil Tanaman GP 3. Laporan Penelitian Research & Development PT Great Giant Pineapple. (Internal publikasi) Ziaurrahman, A., 2015. Pengaruh Aplikasi Kompos dengan Berbagai Dosis

Tinggi Terhadap Tanaman Nanas GP3. Laporan Penelitian Research & Development PT Great Giant Pineapple. (Internal publikasi)