TAP.COM - PENGOLAHAN UMBI GADUNG - SEAFAST IPB - BOGOR AGRICULTURAL ...

 

MODUL 
 
 
 

TEKNOLOGI PENGOLAHAN  
UMBI‐UMBIAN 
Bagian 3: Pengolahan Umbi Gadung 
 
 
 
 
 
Oleh: 
Sutrisno Koswara 
 
 
 
 

 
Southeast Asian Food And Agricultural Science and Technology 
(SEAFAST) Center 
Research and Community Service Institution 
BOGOR AGRICULTURAL UNIVERSITY 
http://seafast.ipb.ac.id 

 
 

 

DISCLAIMER
This publicaion is made possible by the generous support of the American
people through the United States Agency for Internaional Development (USAID).
The contents are the responsibility of Texas A&M University and Bogor Agricultural
University as the USAID Tropical Plant Curriculum Project partners and do
not necessarily relect the views of USAID or the United States Government.

BAGIAN 3


PENGOLAHAN

UMBI GADUNG

0

I. Mengenal Gadung (Dioscorea hispida)
Tanaman ini mula-mula ditemukan di India bagian barat. Dari sini, penyebarannya
meluas ke Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia serta Kepulauan Karibia, Afrika Barat,
Amerika Selatan, kepulauan Pasifik, dan seluruh daerah tropis. Di Indonesia sendiri gadung
ini banyak diusahakan sebagai tanaman pekarangan, tumbuh liar di hutan-hutan, dan kadangkadang ditanam di perkarangan atau tegalan. Gadung tumbuh dan berkembang secara luas di
seluruh daerah tropis, baik di hutan hujan tropis maupun di padang rumput (savanna).
Kombinasi kelembaban yang cukup dan drainase yang baik sangat mendukung pertumbuhan
dan perkembangan tanaman ini.
Suhu yang diperlukan untuk tumbuh dan menghasilkan umbi yang baik adalah
diantara 20-30C. Diatas suhu 30C, gadung akan tumbuh merana apalagi ditambah dengan
keadaan udara yang kering. Walaupun umumnya gadung tahan terhadap kekeringan tanaman
ini membutuhkan kelembaban yang cukup selama masa pertumbuhan dan ada kolerasi positif
antara curah hujan, perumbuhan merambat, dan hasil umbinya.

Untuk mendapatkan panen yang optimum, kelembaban yang cukup pada umur 14-20
minggu setelah tanam adalah sangat penting. Daerah penghasil utama gadung biasanya
memiliki musim kemarau selama 2-5 bulan dan bercurah hujan 1 150 mm/th atau lebih. Pada
derah dengan curah hujan rendah di bawah 1 000 mm/th akan menghasilkan panen umbi
yang sedikit dan tidak menghasilkan biji. Tahap kritis tanaman ini terjadi dari minggu ke 14
sampai ke 20 dan masa pertumbuhan ketika cadangan makanan hampir habis dan tajuk
sedang mempercepat pertumbuhannya sebelum umbi terbentuk.
Gadung biasanya dibudidayakan pada dataran rendah dan sedang yaitu kurang dari
900 m dpl serta hutan tropis. Sedangkan keadaan tanah yang dikehendaki adalah tanah
dengan drainase baik, remah, dalam, struktur liat berpasir dan tidak tahan terhadap
penggenangan (water logging). Pada tanah-tanah yang berat atau mengandung liat banyak,
umbi yang dihasilkan dapat menjadi cacat atau rusak seperti gada (mengeras). Sementara
pada tanah yang gersang sistem perakaran tidak mampu mendapatkan cukup air atau zat-zat
makanan untuk tumbuh secara normal.
Tanaman gadung dapat menghasilkan panen utama berupa umbi sebanyak 19.7 ton/ha
(Tropical Product Institue, 1973). Melalui pengusahaan yang lebih intensif, kemungkinan
besar tanaman ini dapat menghasilkan umbi yang lebih banyak lagi, khususnya di Indonesia.
Karena tanaman ini tumbuh dan berkembang dengan baik di iklim tropis. Panen tanaman ini
dapat mencapai 20 ton/ha. Sedangkan FAO (1997) menegaskan bahwa tanaman gadung dapat
menghasilkan 9-10 ton/ha, tergantung pada lokasi, jenis atau varietas yang ditanam, dan

1

teknik budidaya yang diterapkan. Di seluruh Indonesia tanaman ini dijumpai tumbuh liar,
sedangkan pembudidayaan gadung terutama terdapat di Jawa dan Madura.
Menurut Tropical Product Institute (1973), gadung walaupun beracun dapat
digunakan untuk bahan makanan pokok setelah potongan-potongan umbinya dicuci pada air
yang mengalir selama 3-4 hari. Sedangkan Lembaga Biologi Nasional (1979) menyatakan,
gadung dapat dikonsumsi sebagai makanan kecil, seperti keripik, yang banyak
diperjualbelikan di daerah kuningan (Jawa Barat). Di beberapa daerah di Indonesia bagian
timur, pada musim paceklik umbi gadung dimanfaatkan untuk bahan pangan. Kandungan gizi
umbi gadung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi dalam 100 g Umbi Gadung Mentah dan Kukus
Zat Gizi
Energi
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat
Abu

Kalsium
Fosfor
Besi
Karoten total
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Air
Bdd

Satuan
kkal
g
g
g
g
g
mg
mg
mg

mg
si
mg
mg
g
%

Umbi Gadung
Mentah
Kukus
100
88
0.9
0.6
0.3
0.3
23.5
20.9
2.1
0.9

0.9
0.8
79
26
66
47
0.9
0.4
0.23
0.03
1.9
74.4
77.4
85
100

Sumber : Slamet, dan Tarwotjo, 1980

Selain sebagai makanan, umbi dapat digunakan untuk berburu yaitu sebagai umpan
beracun bagi binatang buruan atau diambil racunnya (alkaloid dioscorine) untuk membunuh

hewan tertentu seperti ikan atau dioleskan pada mata anak panah. Kegunaan lainnya di
bidang pertanian adalah sebagai insektisida.
Getah gadung dapat

digunakan dalam proses pembuatan tali rami serta untuk

memutihkan pakaian. Bunga gadung yang kuning berbau harum yang berpotensi sebagai
bahan baku pembuatan parfum atau kosmetika. Masyarakat Bali biasa menggunakan bunga
gadung untuk mengharumkan pakaian, rambut, dan kepala.
Kandungan sapogenin steroid pada umbi gadung berhubungan dengan hormon sex
dan cortecosteroid. Zat-zat tersebut kini digunakan sebagai sumber diosgenin

yang

bermanfaat untuk pembuatan alat kontrasepsi oral, hormon sex, dan untuk kesehatan kelenjar

2

hormon. Tumbuhkan dari umbi ini biasanya digunakan sebagia antiseptik oles, sedangkan air
rebusannya diminum untuk mengobati rematik yang kronis.

Di daerah pantai Kalimantan Barat gadung digunakan untuk mengobati kusta (lepra),
terutama pada masa permulannya. Sedangkan gadung yang diparut atau di cincang dapat
digunakan untuk mengobati borok sifillis, dikombinasikan dengan pemakaian obat berupa
seduhan gadung cina (Smilax china). Khasiat lainnya adalah untuk mengobati kencing manis
dengan menggunakan ekstraknya.

2. Pemanenan dan Penyimpanan
Pemanenan. Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur 12 bulan. Pada
budidaya tanaman ini dikenal istilah panen tunggal (single harvesting) dan panen ganda
(double harvesting). Pada panen tunggal, tanaman dipanen setelah musim berakhir.
Pemanenan dilakukan sesudah adanya penguningan daun yang terjadi pada sebagian besar
tanaman. Pemanenan ini dilaksanakan antara 1 bulan sebelum penuaan (senescene) sampai 12 bulan sesudahnya. Caranya adalah dengan menggali, mengangkat, dan memotong umbi
agar terpisah dari tajuknya.
Panen terdiri dari panen pertama (first harvest) dan panen kedua (second harvest).
Panen pertama dilakukan pada saat pertengahan bulan, kira-kira 4-5 bulan sesudah tanam.
Secara hati-hati agar tidak merusak sistem perakaran, tanah digali disekeliling tanaman,
diangkat. Kemudian umbi dilukai tepat pada bagian bawah sambungan umbi-tajuk.
Selanjutnya tanaman ditanam kembali sehingga tanaman akan membentuk lebih banyak umbi
lagi (re-tuberization) di sekitar luka setelah panen pertama. Saat tanaman menua pada akhir
musim, panen kedua dilakukan. Saat ini tidak ada perlakuan khusus untuk menjaga sistem

perakaran. Gadung biasanya dipanen dengan cara

yang pertama atau panen tunggal.

Sedangkan cara yang kedua lebih banyak dilakukan pada D. Cayenensis dan D. Alata.
Sangat sedikit gadung yang setelah dipanen kemudia diproses lebih lanjut, umbi hasru
disimpan dalam bentuk segar. Sebelum disimpan, umbi segar dipanaskan (curing) pada suhu
29C-32C dengan kelembaban relatif (relative humudity) yang tinggi. Proses ini membantu
meningkatkan cork dan pengobatan luka pada kulit umbi.
Terdapat 3 faktor yang diperlukan agar penyimpanan berlangsung efektif, yaitu : 1)
aerasi harus dijaga dengan baik. Hal ini diperlukan untuk menjaga kelembaban kulit umbi,
sehingga mengurangi serangan mikroorganisme. Aerasi juga diperlukan agar umbi dapat
berespirasi atau bernafas dan menghilangkan panas akibat respirasi tersebut. 2) suhu harus
dijaga antara 12C-15C. Karena penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah menyebabkan

3

kerusakan umbi (deterioration) dan warna umbinya berubah menjadi abu-abu. Sedangkan
penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi membuat repirasi menjadi tinggi yang
menyebabkan umbi kehilangan banyak berat keringnya. Secara tradisional, petani

menyimpan umbi kehilangan banyak berat keringnya. Secara tradisional, petani menyimpan
umbi pada ruang yang teduh atau tertutup. 3) pengawasan harus dilakukan secara teratur.
Umbi yang rusak harus segera dikeluarkan sebelum menginfeksi yang lain, dan mengawasi
kemungkinan serangan oleh tikus atau serangga.

3. Pengolahan Gadung
a. Racun Gadung dan Cara Menghilangkannya

Adanya racun dalam umbi gadung sudah sejak lama diketahui. Karena sifat tersebut
umbi gadung banyak dipakai sebagai racun ikan, tikus dan insektisida alami. Sedangkan jika
diolah sebagai bahan makanan umbi gadung dihilangkan dahulu racunnya.
Dalam umbi gadung terkandung senyawa alkaloid dioskorin yang bersifat racun dan
diosgenin yang tidak beracun. Juga dalam umbi gadung terkandung saponin berupa dioscin
yang bersifat racun. Umbi yang tua jika dibiarkan terus akan berwarna menjadi hijau dan
kadar racunnya meningkat.
Disamping golongan alkaloid, dalam gadung juga terkandung senyawa sianida yang
beracun. Gejala-gajala keracunan yang timbul akibat mengkonsumsi gadung malproses
disebut keracunan gadung, antara lain adanya rasa tidak enak di kerongkongan kemudian
dilanjutkan dengan pusing/pening, lemas dan muntah-muntah.

Dioskorin
Dioskorin tergolong senyawa alkaloid, yang ditunjukkan dengan sifatnya yang basa,
mengandung satu atau lebih nitrogen heterosiklik, dan umumnya beracun bagi manusia. Di
alam, alkaloid dioskorin variasinya sangat beragam dalam hal struktur, stabilitas, kemampuan
untuk menguap dan polaritasnya. Alkaloid dioskarin (C13H19O2N) dapat diperoleh dengan
cara ekstraksi dan isolasi dari tepung gandum. Rumus bangun dioskorin dapat dilihat pada
Gambar 1
Dioskorin berwarna kuning kehijauan, bersifat higroskopis, dan merupakan senyawa
basa kuat yang rasanya sangat pahit. Senyawa ini mudah larut dalam air, etanol dan
kloroform, tetapi sukar larut dalam eter dan benzene. Kadar dioskorin dalam umbi gadung
sekitar 0.044 persen berat basah atau 0221 persen berat kering.
4

Gambar 1. Rumus bangun dioskorin

Hidrogen Sianida
Di dunia ini terdapat sekitar 3000 spesies dari 110 famili yang dapat melepaskan
hydrogen sianida melalui proses yang disebut cyanogenesis. Salah satunya adalah gadung
yang dalam umbinya mengandung asam sianida dalam bentuk bebas maupun prekursornya
berupa sianogenik glukosida.
HCN disintesis secara enzimatis dari linamarin dan lotaustralin yang umumnya
terdapat dalam tanaman dengan perbandingan kuantitatif 93 dan 7 persen. Pada konsentrasi
tinggi, sianida terutama dalam bentuk bebas sebagai HCN dapat mematikan. Dari umbi
gadung segar bisa dihasilkan sekitar 400 mg sianida per kg. Keracunan bisa terjadi jika
seseorang mengkonsumsi gadung segar atau gadung yang diproses secara salah (malproses)
sebanyak sekitar 0.5 kg. Jika kita mengkonsumsi gadung beresidu HCN rendah, akibat
keracunan tidak dirasakan langsung tetapi dapat mengganggu ketersediaan asam amino sulfur
dan menurunka ketersediaan iodium dalam tubuh. Hal ini karena HCN dlam tubuh akan
bereaksi menjadi senyawa tiosianat dengan sulfur yang berasal dari asam amino metionin dan
sistein (asam amino sulfur) dan senyawa tiosianat yang terbentuk akan menghambat
penyerapan iodium pada kelenjar tyroid.
Karena mengandung senyawa beracun seperti yang telah dijelaskan di atas, maka
penghilangan racun mutlak diperlukan sebelum gandum diolah menjadi berbagai bahan
pangan. Berikut ini diuraikan beberapa cara penghilangan racun gadung :


Gadung yang sudah tua dikupas kulitnya (kupas tebal), kemudian diiris kecil-kecil,
tebalnya sekira 3 mm. Kemudian diberi abu gosok sampai semua gadung
terbungkus abu gosok, remas-remas potongan gadung yang telah dilapisi abu gosok
dan didiamkan selama 1 malam. Setelah itu, dijemur hingga kering (biasanya selama
2 hari). Kemudian direndam oleh air mengalir selama 2 – 3 hari atau dalam air tidak
mengalir yang diganti tiap 6 jam dan dilakukan selama 3 hari. Cucu bersih, lalu jemur
hingga kering lakukan penjemuran 1 hari sampai kering.

5



Umbi gadung dikupas dengan pisau yang tajam ( jangan lupa pakai sarung tangan)
setelah itu dipotong dan diris kecil-kecil dengan panjang kira-kira 5 cm . Kemudian
dimasukkan kedalam wadah dan dilmuri garam yang banyak misalnya. 1 ember
gadung dilumuri garam 2 kg. Didiamkan selama semalam atau 12 jam. Setelah itu
ditempatkan pada air yang mengalir dalam wadah yang berongga agar airnya bisa
keluar. Sambil diinjak-injak sampai gadung berwarna putih dan kalau dipegang terasa
lembek.Kemudian gadung dijemur seharian pada sinar matahari sampai kering.
Gadung siap untuk dikonsumsi.



Pemeraman dalam garam dengan cara meletakan garam, potongan gadung, garam dan
potongan gadung, begitu seterusnya hingga ember penuh. Kemudian diperam selama
7 hari. Selanjutnya Cuci bersih, jemur hingga kering.



Penduduk Bali menghilangkan racun gadung dengan cara sebagai berikut : Ubi
gadung diiris tipis, kemudian dicampur dengan abu gosok dan dibiarkan selama 24
hari. Selanjutnya dicuci kemudian direndam dalam air laut selama beberapa hari, cuci
dan dilakukan sekali lagi, kemudian dijemur hingga kering.



Penduduk Maluku menghilangkan racun Gadung sebagai berikut : Umbi dipotong
kecil-kecil, digosok dengan tangan atau kaki dalam air laut, direndam 2-3 hari dalam
air laut, kemudian direndam kembali



Pada pembuatan pati gadung : penghilangan racun gadung dilakukan dengan
perendaman irisan umbi gadung dalam larutan garam 3 % selama 24 jam kemudian
dilanjutkan dengan perendaman patinya dalam larutan garam 9% selama 24 jam.



Perendaman umbi gadung yang telah dipotong kecil-kecil dalam latutan garam 15 %
selama 5 – 7 hari dilanjutkan dengan pencucian dalam air mengalir. Selanjutnya
dijemur sampai kering.

2. Keripik Gadung
Proses pembuatan keripik gadung memerlukan waktu sekitar 6 hari.
1. Gadung yang sudah tua dikupas kulitnya (kupas tebal), kemudian diiris kecil-kecil,
tebalnya sekira 3 mm.
2. Kemudian diberi abu gosok sampai semua gadung terbungkus abu gosok, remasremas potongan gadung yang telah dilapisi abu gosok dan didiamkan selama 1
malam.
3. Setelah itu, dijemur hingga kering (biasanya selama 2 hari).
6

4. Kemudian direndam oleh air mengalir selama 2 – 3 hari atau dalam air tidak mengalir
yang diganti tiap 6 jam dan dilakukan selama 3 hari.
5. Cucu bersih, lalu jemur hingga kering lakukan penjemuran 1 hari sampai kering.
6. Setelah kering dapat digoreng atau direbus, ditiriskan, dikeringkan dan dijual.

3. Pounded Yam Gadung
Produk olahan berupa punded yam dan fried yam balls diperkirakan adalah produk
yang paling populer dan paling tradisional yang ada di Afrika barat (FAO, 1994). Berikut ini
disajikan cara pembuatan kedua produk ini.

a. Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan adalah umbi rebus. Peralatan yang dibutuhkan adalah alat
perebus dan mortar atau penumbuk.

b. Cara
Cara Pembuatan pounded yam adalah dengan merebus umbi yang telah bebas racun,
menumbuknya pada mortar sampai berbentuk atau berupa bahan yang kental atau pasta.
Pasta ini kemudian dibentuk menjadi bola atau buatan. Bulatan ini kemudian dimakan
dengan cara mencelupkannya dalam saus dan ditelan tanpa dikunyah terlebih dahulu.
c. Proses
Umbi bebas racun

direbus

ditumbuk

pasta

Dibentuk bulatan

Dimakan bersama saus
Gambar 2. Bagian Proses Pembuatan Punded Yam Gadung

7

4. Fried Yam-Balls Gadung

a. Bahan dan Alat
Bahan yang dibutuhkan adalah umbi segar dan bumbu. Peralatan yang diperlukan yaitu alat
pengupas, alat pemarut dan penggorengan.

b. Cara
Cara pembuatannya adalah umbi yang bebas racun diparut. Selanjutnya dicampur dengan
bumbu-bumbu dan digoreng sambil membentuk bola bulatan.
c. Proses
Umbi

Penghilangan racun

diparut

Digoreng sambil dibentuk bola
Gambar 3. Bagian Proses Pembuatan Field Yam-Balls Gadung

5. Tepung Gadung
Tepung gadung ini dapat langsung disajikan dengan di campur air panas, diaduk
sehingga menghasilkan cairan kental. Cairan tersebut dapat dipakai sebagai saus makanan
lain atau ditelah langsung sebagai makanan. Bisa juga diolah menjadi berbagai makanan
olahan berbasis tepaung dengan dicampir tepaung terigu atau tapioka.

a. Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan adalah umbi segar. Sedangkan peralatan yang dibutuhkan
adalah pisau, mortar (penghancur), saringan, dan penggilingan.

8

b. Cara
Cara pembuatannya adalah umbi segar dikupas kulitnya, kemudian dipotong-potong
dengan ukuran kecil. Selanjutnya dilakukan proses penghilangan racun dengan salah satu
cara yang telah diuraikan di atas. Potongan umbi kering bebas racun selanjutnya dijemur
secara alami menggunakan sinar matahari selama beberapa hari (sampai benar-benar kening).
Potongan ini kemudian dihancurkan menggunakan mesin penggilingan yang dijalankan oleh
mesin dan disaring. Hasil tepung yang baik adalah berwarna putih dan berbentuk serbutk
tepung. Potongan kering setelah terjemur sinar matahari maupun tepung dapat disimpan
selama beberapa bulan.

c. Proses
Umbi segar

Dikupas

Dipotong-potong

Penghilangan racun

kering
Penggilingan

disaring

tepung

Gambar 4. Bagian Proses Pembuatan Tepung Gadung

9

Dokumen yang terkait

EVALUASI TARIF ANGKUTAN ANTAR KOTA TRAYEK TERMINAL LEMPAKE / SAMARINDA - TERMINAL SANGATTA BERDASARKAN BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN

4 108 15

STUDI PENGGUNAAN KOMBINASI FUROSEMID - SPIRONOLAKTON PADA PASIEN GAGAL JANTUNG (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

15 131 27

Pola Mikroba Penyebab Diare pada Balita (1 bulan - 5 tahun) dan Perbedaan Tingkat Kesembuhan Di RSU.Dr.Saiful Anwar Malang (Periode Januari - Desember 2007)

0 76 21

KONSTRUKSI BERITA MENJELANG PEMILU PRESIDEN TAHUN 2009 (Analisis Framing Pada Headline Koran Kompas Edisi 2 juni - 6 juli 2009)

1 104 3

PEMAKNAAN MAHASISWA PENGGUNA AKUN TWITTER TENTANG CYBERBULLY (Studi Resepsi Pada Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2010 Atas Kasus Pernyataan Pengacara Farhat Abbas Tentang Pemerintahan Jokowi - Ahok)

2 85 24

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN BESAR DAN MENENGAH PADA TINGKAT KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2006 - 2011

1 35 26

EVALUASI IN VITRO ANTIOKSIDAN SENYAWA FENOL BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) SELAMA PROSES PENGOLAHAN EMPING MELINJO BERDASARKAN SNI 01-3712-1995

4 111 16

EVALUASI PENGATURAN TATA LETAK PERALATAN PROSES PENGOLAHAN KOPI BUBUK (Studi Kasus Industri Hilir di PTPN XII Jember)

0 30 18

Improving the VIII-B Students' listening comprehension ability through note taking and partial dictation techniques at SMPN 3 Jember in the 2006/2007 Academic Year -

0 63 87

Kerjasama Kemanan Antara Autralia - Indonesia Dalam Mengataasi Masalah Terorisme Melalui Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation (JCLEC)

1 25 5