Kajian Yuridis Gugatan Pembatalan Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris (Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 80 Pdt.G 2015 PN.Lbp)

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak dahulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia
sehari-hari dan merupakan kebutuhan hidup yang mendasar karena setiap orang
memerlukan tanah tidak hanya pada masa hidupnya, tetapi pada saat meninggal pun
manusia membutuhkan tanah guna tempat penguburannya. Selain itu, tanah juga
sangat penting pada masa pembangunan sekarang ini, dan pada kehidupan ekonomi
masyarakat dewasa ini telah membuat tanah menjadi komoditas dan faktor produksi
yang dicari oleh manusia.
Dalam masyarakat kita, perolehan hak atas tanah sering dilakukan dengan
pemindahan hak, yaitu dengan melakukan jual beli. Pemindahan hak atau peralihan
hak, adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak, antara lain jual
beli, Hibah, Tukar menukar, Pemisahan dan Pembagian harta bersama dan
pemasukan dalam perusahaan atau inbreng.1
Jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik
(penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada
saat itu juga menyerahkan harganya kepada penjual.2

Suatu akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk
dapat dijadikan bukti bila ada suatu peristiwa dan ditandatangani.3 Menurut ketentuan
pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa;
1

John Salindeho. Masalah Tanah dalam Pembangunan.1987. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 13
Effendi Perangin. Hukum Agraria Di Indonesia (suatu telaah dari sudut pandang praktisi
hukum).1991. cetakan ketiga. Jakarta: Rajawali. Hal 13
2

1

Universitas Sumatera Utara

2

Pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan suatu hak karena penerima hak
tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam keputusan pemberian hak atau terdapat
kekeliruan dalam surat keputusan pemberian hak yang bersangkutan. Namun,
pembatalan hak atas tanah pada hakikatnya adalah pembatalan surat keputusan

pemberian hak atas tanah dan atau sertifikat sehingga tanah tersebut kembali
statusnya menjadi tanah negara. Pembatalan hak atas tanah dapat dikarenakan cacat
administrasi dalam penerbitan surat keputusan pemberian hak atas tanah maupun
untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Tanpa
adanya akta yang disyaratkan menyebabkan tidak mempunyai akibat hukum yang
dalam konteks juridis dogmatis adalah nonexistent.4
Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka
memberikan pelayanan umum kepada pihak yang membutuhkan akta jual beli, sewa
menyewa, surat dibawah tangan dan lain-lain.5
Pembacaan akta tidak dapat diwakili oleh orang lain atau didelegasikan
pembacaan akta tersebut kepada pegawai kantor Notaris melainkan harus dilakukan
oleh Notaris sendiri.
Tujuan pembacaan akta ini adalah agar para pihak saling mengetahui isi dari
akta tersebut yang mana isi dari akta itu merupakan kehendak para pihak yang
membuat perjanjian, pembacaan akta ini juga dilakukan agar pihak yang satu tidak

3

R. Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta ; Pradnya Paramita:2001.hal.48.
Dr. Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan, Penerbit

PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, Hal. 375.
5
Arinia Vitanti Achiral, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang Dibatalkan Oleh
Pengadilan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 1440 K/Pdt/1996 tanggal 30 Juni 1996),
Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, http : // lontar.cs.ui.ac.id/gateway/file?file=digital/85658-T
16344a.pdf, tanggal 24 Maret 2015.
4

Universitas Sumatera Utara

3

merasa dirugikan apabila terdapat keterangan serta bunyi akta yang memberatkan
atau merugikan pihak lain.6
Sehubungan dengan akta yang dibuat oleh notaris ini, di dalam Pasal 1868
KUH Perdata disebutkan : “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk
yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum
yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akte dibuatnya”.7
Kebatalan atau pembatalan akta Notaris diatur dalam Pasal 84 UUJN. Jika
Notaris secara tegas melanggar pasal-pasal tertentu yang menegaskan secara langsung

pelanggaran, maka akta tersebut termasuk mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
akta di bawah tangan. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal lainnya
menurut Pasal 84 UUJN, maka termasuk ke dalam akta batal demi hukum. Kebatalan
dan Pembatalan akta Notaris meliputi ;
a.

Akta Notaris Dapat Dibatalkan.
Syarat-syarat para pihak dalam akta yang tidak memenuhi syarat subyektif

Pasal 1320 KUHPerdata, maka atas permintaan orang tertentu akta tersebut dapat
dibatalkan.
b.

Akta Notaris Batal Demi Hukum.
Ketentuan-ketentuan yang tidak disebutkan dengan tegas akta Notaris

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, maka termasuk ke
dalam akta Notaris yang batal demi hukum.
6


G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan ke-5, Erlangga, Jakarta, 1999,

hal. 201.
7

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita,
Jakarta, Cet-XIV, Tahun 1981, Hal. 419.

Universitas Sumatera Utara

4

c.

Akta Notaris Yang Mempunyai Kekuatan Pembuktian Sebagai Akta Di Bawah
Tangan.
Akta Notaris yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1869 KUHPerdata Pasal-

pasal tertentu dalam UUJN yang menyebutkan secara tegas jika dilanggar maka akta
Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

d.

Akta Notaris Dibatalkan Oleh Para Pihak Sendiri.
Yang dibatalkan oleh para pihak, baik karena sepakat atau melalui putusan

pengadilan , adalah isi akta, karena isi akta merupakan kehendak para pihak.
e.

Penilaian Akta Notaris Dengan Asas Praduga Sah.
Penilaian terhadap akta Notaris harus dilakukan dengan Asas Praduga Sah

(Vermoeden van Rechtmatigheid) atau Presumptio lustae Causa, yaitu akta Notaris
harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah. Untuk
menyatakan atau menilai akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke pengadilan
umum atau pengadilan agama jika berkaitan dengan penerapan hukum Islam, dan
harus dibuktikan ketidakabsahan dari aspek lahiriah, formal dan materiil akta Notaris.
Selama gugatan berjalan sampai dengan ada keputusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap, maka akta Notaris tetap sah dan mengikat para pihak atau
siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut.
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jualbeli, tukar-menukar, hibah, pemasukkan dalam perusahaan dan perbuatan hukum

pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat
didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang

Universitas Sumatera Utara

5

menurut

ketentuan

peraturan

perundang-undangan

yang

berlaku.

Kemudian dalam Penjelasan Pasal 45 PP 24/1997 ditegaskan pula bahwa :8

Kelalaian Notaris akibat ketidakhati-hatian Notaris bukanlah merupakan
sebab utama pembatalan akta Notaris tersebut melalui putusan pengadilan. Selain
kesalahan dan kelalaian Notaris, pembatalan akta Notaris juga dapat disebabkan
kesalahan dan kelalaian kedua belah pihak maupun salah satu pihak
mengakibatkan adanya atau timbulnya gugatan dari salah satu pihak dalam akta.
Di dalam Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris diatur secara khusus akibat
pelanggaran yang dilakukan Notaris terhadap ketentuan-ketentuan tertentu. Akibat
pelanggaran tersebut dapat menyebabkan akta Notaris hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta di bawah tangan, tetapi dapat pula suatu akta menjadi batal
demi hukum. Istilah batal demi hukum (nietig) merupakan istilah yang biasa
dipergunakan untuk menilai suatu perjanjian jika tidak memenuhi syarat objektif,
yaitu suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp) dan sebab yang tidak dilarang (een
geoorloofde oorzaak), dan istilah dapat dibatalkan jika suatu perjanjian tidak
memenuhi syarat subjektif, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de
toetsemming van degenen die zich verbinden) dan kecakapan untuk membuat suatu
perikatan (de bekwaamheid om eene verbindtenis aan te gaan).9
Dalam rangka memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah
bagi seluruh rakyat Indonesia maka Pemerintah akan melakukan pendaftaran tanah di
seluruh wilayah Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat


8

Sumber : Habib Adjie Diposkan oleh www.notaris-tabanan.blogspot.com di akses tanggal
06 maret 2015
9
Habib Adjie, Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,
Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, hal. 9.

Universitas Sumatera Utara

6

(1) UUPA, yang menyebutkan bahwa “untuk menjamin kepastian hukum oleh
Pemerintah diadakan pendaftaran tanah, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.10
Terkadang orang masih malas untuk mengurus sertifikat tanah, biasanya
mengukuhkan kepemilikan berdasarkan warisan, amanah, ada saksi dan lain
sebagainya. Padahal, dikokohkan secara hukum akan menambah kekuatan
kepemilikan itu. Berikut ini sistemati pengurusan sertipikat tanah :
a.


Meminta surat rekomendasi dari lurah/kepala desa/camat perihal tanah yang
bersangkutan, yang menyatakan tanah tersebut belum pernah disertifikatkan serta
keterangan riwayat pemilikan tanah yang dimaksud.

b.

Pembuatan surat keterangan dari ketua RT/ketua RW/lurah/kepala desa yang
menyatakan tanah tersebut tidak dalam keadaan sengketa.

c.

Peninjauan lokasi dan pengukuran tanah oleh pegawai kantor pertanahan.

d.

Penerbitan gambar situasi atau surat ukur, yang dilanjutkan dengan
pengesahannya oleh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN)

e.


Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), sesuai luas
yang tercantum dalam Gambar Situasi atau Surat Ukur. Pembayaran BPHTB
dilakukan apabila tanah yang dimohon berasal dari tanah negara, atau tanah
garapan. Pembayaran BPHTB juga dilakukan jika pada waktu proses
pelaksanaan akta jual-beli, BPHTB tersebut belum dibayarkan.

f.

Proses pertimbangan oleh panitia A (panitia pemeriksaan tanah A).

10

AP. Parlindungan. Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria. Mandar Maju.
Bandung. 1993.hal. 133.

Universitas Sumatera Utara

7

g.

Pengumuman di kantor pertanahan dan kantor kelurahan setempat selama lebih
kurang dua bulan.

h.

Pengesahan pengumuman.

i.

Penerbitan sertifikat tanah oleh kantor pertanahan (BPN) setempat.

j.

Proses pensertifikatan tanah girik tersebut, hanya dapat dilakukan jika pada
waktu pengecekan di kantor kelurahan dan kantor pertanahan, terbukti tanah
tersebut memang belum pernah disertifikatkan, dan selama proses tersebut tidak
ada pihak-pihak yang mengajukan keberatan. Apabila syarat tersebut terpenuhi,
proses pensertifikatan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 6 bulan sampai 1
tahun.

Berkaitan dengan itu Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tercantum
dalam

Undang-Undang

Nomor

5

Tahun

1960

telah

memerintahkan

diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum.
Menurut Peraturan Pemerintahan Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
Pasal 1 butir 1 :
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah
secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah
susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.11

11

Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah, PP No.24 Tahun 1997, LN
No.59 Tahun 1997, TLN No.3696, Ps. 1 ayat 1.

Universitas Sumatera Utara

8

Sebagai konsistensi dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, maka peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah sangat diperlukan,
baik dalam penyediaan tanah maupun dalam pemutakhiran data penguasaan tanah,
hal ini disesuaikan dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah.
Adapun pengertian dari PPAT menurut Peraturan Pemerintah No. 37 tahun
1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Pasal 1 butir 1 :
Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah Pejabat
Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun.12
Pejabat Pembuat Akta Tanah diangkat oleh pemerintah, dalam hal ini Badan
Pertanahan Nasional dengan tugas dan kewenangan tertentu dalam rangka melayani
kebutuhan masyarakat akan akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak
atas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.13
Ada beberapa pengertian berhubungan dengan keduukan tanah, yaitu tanah
yang bersertipikat dan tanah yang tidak bersertipikat. Tanah yang bersertipikat artinya
tanah yang telah memiliki hak dan telah terdaftar di kantor pertanahan setempat, hal
ini dibuktikan dengan telah diterbitkannya buku tanah dalam bentuk sertipikat.

12

Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah, PP No. 37 tahun 1998, LN No. 52 Tahun 1998, TLN 3746, Ps 1 ayat 1.
13
Jimly Asshiddigie, “Independensi Dan Akuntabilitas Pejabat Pembuat Akta Tanah,”
Renvoi (3 Juni 2003) : 31.

Universitas Sumatera Utara

9

PP Nomor 24 Tahun 1997 menerangkan bahwa “buku tanah adalah dokumen
dalam bentuk daftar yang memuat daftar yuridis dan data fisik suatu objek
pendaftaran tanah yang sudah ada haknya”.14 Di dalam pasal 1 ayat (20)
menyebutkan bahwa “sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud
dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, seperti Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak
Milik atas satuan rumah susun dan Hak Tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan”.15 Sertipikat tanah yang diberikan
itu akan memberikan arti dan peranan penting bagi pemegang hak yang bersangkutan
yang berfungsi sebagai alat bukti hak atas tanah.
Namun apabila peralihan hak atas tanah tidak dilakuakan dihadapan pejabat
yang berwenang akan tetapi hanya dibuat dengan cara tertulis diatas kertas segel atau
kertas yang bermaterai, maka hal itu merupakan perbuatan hukum peralihan hak atas
tanah dalam bentuk akta dibawah tangan, yaitu hanya berupa catatan dari suatu
perbuatan hukum. Sebagai contoh dapat dilihat terhadap tanah-tanah yang tidak
mempunyai sertipikat (SK Camat, SK Bupati, SK Gubernur, Tanah Grant), jika
hendak melakukan jual beli dengan akta otentik, maka hal itu merupakan
kewenangan dari Notaris untuk membuat akta otentiknya dan akan dibuatkan dengan
akta Pemindahan dan Penyerahan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi.
Akta notaris dengan judul Pemindahan dan Penyerahan Hak atas Tanah
dengan Ganti Rugi lazimnya digunakan terhadap tanah yang tidak bersertipikat. Hal

14

Djumialdji, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, Penerbit Mandar Maju, Jakarta, 1995, Hal. 13.

15

Ibid, hal 15

Universitas Sumatera Utara

10

ini disebabkan karena tanah tersebut belum dimiliki dengan hak tertentu oleh
seseorang dan status kepemilikan tanah tersebut merupakan tanah yang langsung
dikuasai oleh negara.
Terhadap tanah yang tidak bersertipikat atau tanah yang dikuasai oleh negara,
maka seseorang hanya boleh menguasainya untuk diusahakan sehingga mendapat
manfaat dari tanah tersebut. Apabila dilakukan jual beli terhadap tanah tersebut
berarti terjadi peralihan hak dari penjual kepada pihak pembeli yang diikuti dengan
pembayaran sejumlah uang sebagai bentuk ganti kerugian atas peralihak hak atas
tanah tersebut. Perlu ditegaskan dalam hal ini bahwa peralihan hak yang dimaksud
dalam jual beli ini adalah peralihan hak dalam arti hak menguasai dan mengusahakan
tanah tersebut.
Demikian juga apabila tanah tersebut terdapat bangunan, dan atau tanamannya
yang turut diperjual belikan, maka hal ini dapat juga dilakukan pembuatan aktanya
dengan cara

melepaskan hak atas bangunan dan atau tanaman dan membayar

sejumlah uang sebagai bentuk ganti kerugian terhadap bangunan dan tanaman
tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dan untuk memberikan penyuluhan hukum kepada
masyarakat agar kita semua mengetetahui dan memahami tentang pembatalan akta
pemindahan dan penyerahan hak atas tanah dengan ganti rugi, maka penelitian Tesis
ini oleh penulis diberi judul “Kajian Yuridis Gugatan Pembatalan Akta
Pemindahan dan Penyerahan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi yang dibuat
dihadapan Notaris (Berdasarkan Putusan MA Nomor 80/Pdt.G/2015/PN.Lbp)”.

Universitas Sumatera Utara

11

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja faktor-faktor penyebab akta pemindahan dan penyerahan hak atas
tanah dengan ganti rugi yang dibuat oleh notaris dapat dibatalkan?
2. Bagaimana tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pemindahan dan
penyerahan hak atas tanah dengan ganti rugi?
3. Bagaimana akibat hukum dari gugatan pembatalan akta pemindahan dan
penyerahan hak atas tanah dengan ganti rugi berdasarkan (Putusan MA
Nomor 80/Pdt.G/2015/PN.Lbp) ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam rangka melakukan penelitian terhadap
ketiga permasalahan di atas, adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab akta pemindahan dan penyerahan
hak atas tanah dengan ganti rugi yang dibuat oleh notaris dapat dibatalkan.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pemindahan
dan penyerahan hak atas tanah dengan ganti rugi.
3. Untuk mengetahui akibat hukum dari gugatan pembatalan akta pemindahan
dan penyerahan hak atas tanah dengan ganti rugi berdasarkan (Putusan MA
Nomor 80/Pdt.G/2015/PN.Lbp).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak yang positif dalam
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan hukum di indonesia baik secara ilmiah
maupun secara praktis, adapun manfaat tersebut antara lain :

Universitas Sumatera Utara

12

1.

Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan

untuk penambahan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang hukum kenotariatan, yang
dapat digunakan oleh pihak yang membutuhkan sebagai bahan kajian ilmu
pengetahuan hukum pada umumnya dan ilmu hukum bidang kenotariatan pada
khususnya yaitu mengenai tentang pembatalan akta pemindahan dan penyerahan hak
atas tanah dengan ganti rugi yang dibuat oleh Notaris.
2.

Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat,

aparat pemerintah yang terkait dengan pembuatan akta pemindahan dan penyerahan
hak atas tanah dengan ganti rugi yang dibuat oleh Notaris.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di perpustakaan dan
tata usaha Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, khususnya pada
program studi Magister Kenotariatan bahwa penelitian dengan judul “ Kajian Yuridis
Gugatan Pembatalan Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak Atas Tanah Dengan
Ganti Rugi (PPHGR) Yang di Buat Dihadapan Notaris (Berdasarkan Putusan MA
Nomor 80/Pdt.G/2015/PN.Lbp)” belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Dengan demikian penelitian ini adalah asli, dan secara akademis dapat
dipertanggungjawabkan. Meskipun ada peneliti-peneliti pendahulu yang pernah
melakukan penelitian mengenai masalah akta Notaris yang dibatalkan, namun secara
substansi pokok permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini. Adapun

Universitas Sumatera Utara

13

penelitian yang berkaitan dengan Pembuatan akta pemindahan dan penyerahan hak
atas tanah dengan ganti rugi yang dibuat oleh Notaris yang pernah dilakukan adalah :
1.

Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Dan Berindikasi
Perbuatan Pidana, oleh : Agustining (087011001).

Permasalahan :
a) Faktor apakah yang menyebabkan Notaris diperlukan kehadirannya dalam
pemeriksaan perkara pidana ?
b) Bagaimana tanggung jawab Notaris sebagai pejabat umum terhadap akta
otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana ?
c) Bagaimana fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap
pemanggilan Notaris pada pemeriksaan perkara pidana ?
2.

Analisis Hukum Terhadap Akta Otentik Yang Mengandung Keterangan Palsu
(Studi Kasus Di Kota Medan), oleh : Yusnani (057011100).

Permasalahan :
a) Bagaimana pertanggungjawaban Notaris terhadap akta otentik yang
mengandung keterangan palsu ?
b) Bagaimana sanksi yang diberikan kepada penghadap yang memberikan
keterangan palsu dalam akta otentik ?
c) Bagaimana akibat hukumnya terhadap akta otentik yang mengandung
keterangan palsu ?
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara

14

Pengertian teori itu sendiri adalah serangkaian proposisi atau keterangan yang
saling berhubungan dengan dan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan
suatu penjelasan atas suatu gejala. Jadi teori adalah seperangkat proposisi yang berisi
konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinisikan dan saling berhubungan antar
variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang
digambarkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana
hubungan antar variabel tersebut.16 Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah
untuk mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau
prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk
menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang
berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris
untuk dapat dinyatakan benar.17
Konsep teori menurut M. Solly Lubis ialah Kerangka pemikiran atau butirbutir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si
pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju
ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti.18
Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa penelitian hukum dilakukan untuk
menghasilkan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.19 Lalu lintas hukum dalam kehidupan
bermasyarakat menimbulkan suatu tuntutan akan adanya kepastian hubunganhubungan antar subjek hukum, terlebih pada masyarakat yang sedang membangun.
Teori hukum yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah teori tentang tanggung
jawab hukum oleh Hans Kelsen. Satu konsep yang berhubungan dengan konsep
kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang

16

Maria S.W. Sumardjono, Pedoman, Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta,
1989, hal. 12-13 dan Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta,
1989, hal. 19.
17
M. Solly Lubis (I), Op Cit, hal. 17.
18
M. Solly Lubis (I), Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80.
19
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005,
hal.35.

Universitas Sumatera Utara

15

bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia
memikul tanggung jawab hukum, subjek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas
suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.20
Teori yang digunakan penulis

dalam penelitian ini yaitu adalah Teori

Kepastian Hukum. Kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah yang berkaitan
dengan akta pemindahan dan penyerahan hak atas tanah dengan ganti rugi yang
dibuat oleh notaris. UUPA mencakup tiga hal, yaitu meliputi unsur kepastian hak,
kepastian subyek, dan kepastian objek. Lahirnya kepatian terhadap unsur-unsur
tersebut berkaitan erat dengan efektifitas pelaksanaan sistem hukum pertanahan
dalam masyarakat.21 Untuk memperkuat kerangka teori penulis dalam penelitian ini
juga menggunakan Teori Kepemilikan, dimana dalam teori dimana dalam teori ilmu
hukum pertanahan tanah maupun yang berhubungan dengan akta pemindahan dan
penyerahan hak atas tanah dengan ganti rugi yang dibuat oleh notaris yang sudah
dikuasai dan digarap sudah pula menimbulkan hubungan kepemilikan. Didalam teori
kepemilikan tentang tanah mengenai teori pemilikan de facto dan de jure, bahwa
ketika seorang menjadi warga negara secara de facto orang tersebut adalah pemilik
tanah dan kalau tanah yang dimilikinya dikuasai secara nyata dan didaftarkan, ia
menjadi pemilik de jure.22

20

Hans Kelsen ( Alih Bahasa oleh Somardi), General Theory of Law & State ), Teori Umum
Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik,
Jakarta, BEE Media Indonesia, 2007, hal. 81, dikutip dari Agustining, Tanggung Jawab Notaris
Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana, Tesis, Fakultas Pascasarjana
Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009, hal. 36.
21
Mucktar Wahid, Memakai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Jakarta, Penerbit:
Republika, 2008, Hal. 7
22
O.C.Kaligis, Pendapat Ahli Dalam Perkara Pidana, Jakarta, Penerbit: Alumni, 2008, Hal.80

Universitas Sumatera Utara

16

2.

Landasan Konsepsional
Konsepsi adalah satu tahapan terpenting dari teori. Peraturan konsepsi dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan
kenyataan. Dengan demikian konsepsi dapat diartikan pula sebagai sarana untuk
mengetahui gambaran umum pokok penelitian yang akan dibahas sebelum memulai
penelitian (obervasi) masalah yang akan diteliti. Konsep diartikan pula sebagai kata
yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut
definisi operasional.23
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya
merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis
yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi operasional yang
menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.24 Pentingnya definisi operasional
bertujuan untuk menghindari perbedaan salah pengertian atau penafsiran.
Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau
masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui
pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep
sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu. Maka
konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara
variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris.25 Dalam

23

Sumadi Surya Brata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 28.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1984, hal. 23.
25
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal. 21.
24

Universitas Sumatera Utara

17

penelitian tesis ini ada beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi
untuk dapat menjawab permasalahan penelitian, yaitu Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian,
dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse,
salinan dan kutipan akta.26
Pasal 1 angka 7 UUJN menguraikan definisi dari akta Notaris sebagai akta
otentik yang dibuat oleh / di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang
ditetapkan dalam undang-undang. Akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata
diartikan sebagai suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undangundang, dibuat oleh / di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk maksud
tersebut, dan di tempat dimana akta tersebut dibuat. Menurut R. Subekti, Akta otentik
merupakan suatu bukti yang mengikat, dalam arti bahwa apa yang ditulis dalam akta
tersebut harus dipercaya oleh Hakim, yaitu harus dianggap sebagai benar, selama
ketidakbenarannya tidak dibuktikan. Dan ia memberikan suatu bukti yang sempurna,
dalam arti bahwa ia sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. Ia
merupakan alat bukti yang mengikat dan sempurna.
Kekuatan pembuktian akta otentik, demikian juga akta Notaris, adalah akibat
langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan bahwa ada

26

Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasa1 1 huruf (1) jo. Pasal

15 ayat (2).

Universitas Sumatera Utara

18

akta-akta otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang dibebankan oleh
undang-undang kepada pejabat-pejabat atau orang-orang tertentu. Dalam pemberian
tugas ini terletak kepercayaan kepada para pejabat tersebut dan pemberian kekuatan
pembuktian kepada akta-akta yang dibuat mereka.27
Dengan adanya otentitas akta tersebut akan secara otomatis memberikan
perlindungan kepada Notaris, pihak yang bersangkutan, dan termasuk juga pihakpihak yang membutuhkan jasanya. Perlindungan hukum terhadap diri Notaris dan
pihak-pihak yang membutuhkan jasanya, perlindungan hukum terhadap diri Notaris
dan pihak-pihak yang membutuhkan jasanya sangat penting karena itu Notaris harus
menguasai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jabatannya.
Dengan Notaris menguasai peraturan perundang-undangan maka akta Notaris yang
dibuat akan terhindar dari kecacatan hukum, yang dapat menimbulkan akta tersebut
batal demi hukum.
G. Metode Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari

satu

atau

beberapa

gejala

hukum

tertentu

dengan

jalan

menganalisisnya.28 Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam tesis ini adalah
metode pendekatan yuridis normatif,29 yaitu dengan meneliti sumber-sumber bacaan
yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum,
27

G.H.S. Lumban Tobing, Op Cit.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1984, Hal. 43.
29
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder, lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, Hal. 13.
28

Universitas Sumatera Utara

19

sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah
serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka sifat penelitian dalam penulisan tesis
ini adalah bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
mendiskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data
yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat mengenai gugatan pembatalan
akta pemindahan dan penyerahan hak atas tanah dengan ganti rugi.
1.

Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian ini bertitik tolak dari suatu pengertian bahwa penelitian pada

hakekatnya mencakup kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, analisa data dan
konstruksi data yang semuanya dilaksanakan secara sistematis dan konsisten.30
Data adalah gejala yang akan dicari untuk diteliti, gejala yang diamati oleh
peneliti dan hasil pencatatan terhadap gejala yang diamati oleh peneliti.31 Sesuai
dengan pokok masalah, jenis penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian
yuridis normatif atau penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis dalam
buku maupun hukum yang diputuskan oleh Hakim melalui proses pengadilan.32
Pendekatannya bersifat deskriptif analitis. Adapun maksud deskriptif disini
yang bertujuan untuk mengambil data secara sistematis, faktual dan akurat terhadap

30
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peran Dan Penggunaan Perpustakaan Di Dalam
Penelitian Hukum, Jakarta : PDHUI, 1979, hal. 2.
31
Ibid, hal. 1.
32
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Perbandingan Hukum, Makalah
Fakultas Hukum USU tanggal 18 Februari 2003, hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

20

suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat atau faktor tertentu.33 Dalam
penelitian normatif digunakan beberapa pendekatan berikut Pendekatan Perundangundangan (Statute Approach) dan Pendekatan Analitis.
Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif
(penelitian hukum normatif), yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma
hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai
pijakan normatif, yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu
kesimpulan khusus. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran
baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran induk (teoritis).
Pendekatan yuridis normatif disebut demikian karena penelitian ini
merupakan penelitian kepustakaan atau penelitian dokumen yang ditujukan atau
dilakukan hanya pada peraturan perundang-undangan yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti atau dengan perkataan lain melihat hukum dari aspek
normatif.
Penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundangundangan akan lebih akurat bila digunakan penelitian yang menggambarkan tentang
bagaimana dikatakan pembatalan akta Notaris menurut ketentuan undang-undang
ataupun peraturan-peraturan maupun realitas dalam praktek objek penelitian. Adapun
tahap-tahap dari analisis yuridis normatif adalah :34

33

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1977, hal. 36.
34
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hal. 166-167.

Universitas Sumatera Utara

21

a. Merumuskan asas-asas hukum, baik dari data sosial maupun dari data
hukum positif tertulis ;
b. Merumuskan pengertian-pengertian hukum ;
c. Pembentukan standar-standar hukum ; dan
d. Perumusan kaidah-kaidah hukum.
2.

Sumber Data
Dalam pelaksanaan penelitian ini, menggunakan 3 (tiga) sumber data yaitu:
a. Bahan hukum primer, berupa perundang-undangan yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya seperti
KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996.
b. Bahan hukum sekunder, baik yang bersumber dari buku-buku, dokumendokumen, hasil tulisan berupa tesis dan bahan-bahan yang terkait mengenai
gugatan pembatalan akta Notaris yaitu akta pemindahan dan penyerahan hak
atas tanah dengan ganti rugi yang dibuat oleh notaris, yang dapat digunakan
sebagai acuan dan membantu dalam penelitian.
c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan
yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum
primer, sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalah serta bahanbahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk
melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.

Universitas Sumatera Utara

22

3.

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan

(library research) yaitu untuk mendapatkan data dengan melakukan penelaahan
bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku dan
karya ilmiah lainnya maupun bahan hukum tersier yaitu berupa kamus, majalah, surat
kabar dan jurnal-jurnal ilmiah.
4.

Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data dapat dilakukan dengan cara studi dokumen. Studi

dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum (baik normatif
maupun sosiologis), karena penelitian hukum selalu bertolak dari premis normatif.
Studi dokumen bagi penelitian hukum meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Setiap
bahan hukum ini harus diperiksa ulang validitas dan reliabilitasnya, sebab, hal ini
sangat menentukan hasil suatu penelitian.35
5.

Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Setelah diperoleh data sekunder yakni berupa bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara sistematik,
35

Ibid,

Universitas Sumatera Utara

23

kemudian diolah dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif, sehingga dapat
ditarik kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir deduktif.
Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang
terkumpul baik melalui wawancara yang dilakukan, inventarisasi karya ilmiah,
peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian baik media
cetak dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya untuk mendukung studi
kepustakaan. Kemudian baik data primer maupun data sekunder dilakukan analisis
penelitian secara kuantitatif dan untuk membahas lebih mendalam dilakukan secara
kualitatif, setelah selesai pengolahan data baru ditarik kesimpulan dengan
menggunakan metode deduktif. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat
menjawab segala permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kajian Yuridis Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli (PJB) Tanah Yang Dibuat Dihadapan Notaris

5 138 116

Analisis Yuridis Legalitas Notaris Sebagai Tersangka Atas Akta Yang Dibuatnya

8 77 152

PEMBATALAN AKTA HIBAH WASIAT YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS DAN AKIBAT HUKUMNYA.

0 0 13

KEBATALAN AKTA KUASA YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2086K/PDT/2014).

0 0 6

Kajian Yuridis Gugatan Pembatalan Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris (Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 80 Pdt.G 2015 PN.Lbp)

0 0 17

Kajian Yuridis Gugatan Pembatalan Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris (Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 80 Pdt.G 2015 PN.Lbp)

0 0 2

Kajian Yuridis Gugatan Pembatalan Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris (Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 80 Pdt.G 2015 PN.Lbp)

0 0 12

Kajian Yuridis Gugatan Pembatalan Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris (Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 80 Pdt.G 2015 PN.Lbp) Chapter III V

0 0 28

Kajian Yuridis Gugatan Pembatalan Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris (Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 80 Pdt.G 2015 PN.Lbp)

0 0 4

Kajian Yuridis Gugatan Pembatalan Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi yang dibuat dihadapan Notaris (Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 80 Pdt.G 2015 PN.Lbp)

0 0 2