PENGARUH ANTARA SELF-EFFICACY DAN KREATIFITAS TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Intensi Berwirausaha
1. Pengertian Intensi Berwirausaha
Fishbein dan Ajzein (Sarwono, 2002) mengembangkan suatu teori dan metode untuk
memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena
berusaha mengungkapkan latar belakang atau alasan (reason) dari suatu tindakan (action).
Sementara itu, Azwar (2007) memberi penjelasan dengan mencoba melihat anteseden
penyebab perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri, teori ini didasarkan pada asumsiasumsi :
1) Bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal.
2) Bahwa manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada
3) Bahwa secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi
tindakan mereka.
Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku melalui
suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan, dan dampaknya terbatas hanya
pada tiga hal (Azwar, 2007) :
1) Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik
terhadap sesuatu.
2) Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga dipengaruhi oleh normanorma subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan individu mengenai apa yang
orang lain inginkan terhadap perbuatan yang dilakukan individu tersebut.

3) Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu
intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Cara terbaik untuk meramalkan perilaku seseorang adalah mengetahui intensi orang
tersebut. Intensi merupakan prediktor terbaik dari perilaku. Menurut Fishbein dan Ajzen
(Sarwono, 2002), mengukur sikap terhadap niat sama dengan mengukur perilaku itu sendiri,
karena hubungan antara niat dan perilaku adalah yang paling dekat. Setiap perilaku yang
bebas, yang ditentukan oleh kemauan sendiri selalu didahului oleh niat (intensi).
Chaplin (2006) menjelaskan intensi sebagai satu perjuangan untuk mencapai satu
tujuan; ciri-ciri yang dapat dibedakan dari proses-proses psikologis yang mencakup referensi
atau kaitannya dengan satu objek.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa intensi adalah niat seseorang
untuk melakukan perbuatan atau memunculkan suatu perilaku tertentu.
Menger (Riyanti, 2003) mengatakan bahwa wirausaha adalah orang yang dapat
melihat cara-cara ekstrem dan tersusun untuk mengubah sesuatu yang tak bernilai atau
bernilai rendah menjadi sesuatu yang bernilai tinggi (misalnya, dari terigu menjadi roti bakar
yang lezat).
Menurut Riyanti, wirausaha adalah orang yang menciptakan kerja bagi orang lain

dengan cara mendirikan, mengembangkan dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri
dan bersedia mengambil resiko pribadi dalam menemukan peluang berusaha dan secara
kreatif menggunakan potensi-potensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola, dan
menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya serta
mengatur permodalan operasinya (Riyanti, 2003).
McClelland (As’ad, 2004) berpendapat bahwa seorang entrepreneur adalah seorang
yang menerapkan kemampuannya untuk mengatur, menguasai alat-alat produksi dan
menghasilkan hasil yang berlebihan yang selanjutnya dijual atau ditukarkan dan memperoleh
pendapatan dari usahanya tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut As’ad (2004) wiraswasta adalah seseorang yang memiliki
kemampuan dan sikap mandiri, kreatif, inovatif, ulet, berpandangan jauh ke depan,
pengambilan resiko yang sedang, dan tanpa mengabaikan kepentingan orang lain dalam
masyarakat.
Ahli lain, Schumpter menyatakan bahwa wirausaha tiudak selalu berarti pedagang
atau menajer, tetapi juga seorang unik yang memiliki keberanian dalam mengambil resiko
dan memperkenalkan produk-produk inovatif serta teknologi baru ke dalam perekonomian
(Suryana, 2006).

Wirausaha menurut pandangan psikolog (Suryana, 2006) adalah orang yang memiliki
dorongan kekuatan dari dalam dirinya untuk memperoleh suatu tujuan serta senang
bereksperimen untuk menampilkan kebebasan dirinya di luar kekuasaan orang lain.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa berwirausaha
adalah usaha untuk menciptakan lapangan kerja baru yaitu dengan cara mengubah sesuatu
yang tak bernilai atau bernilai rendah menjadi sesuatu yang bernilai.
Dapat disimpulkan bahwa intensi berwirausaha adalah niat yang dimiliki individu
untuk menciptakan lapangan kerja baru yaitu dengan cara mengubah sesuatu yang tak
bernilai atau bernilai rendah menjadi sesuatu yang bernilai.

2. Faktor-Faktor Determinan Intensi Berwirausaha
Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu (Fishbein dan Ajzen,
1980):
1) Sikap individu terhadap perilaku
Sikap terhadap perilaku merupakan faktor personal diperoleh dari hasil evaluasi atas
perilaku yang dimunculkan, baik berupa konsekuensi positif maupun negatif dari perilaku
tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Sikap terhadap perilaku mengacu pada adanya konsekuensi atau akibat dari suatu
perilaku yang dilakukan oleh individu yang bersangkutan. Konsekuensi tersebut dapat berupa
konsekuensi yang baik maupun yang buruk. Sikap terhadap perilaku dibangun melalui
pengalaman secara langsung maupun tidak langsung dari sikap individu yang bersangkutan.
Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh dua hal, yaitu behavioral beliefs adalah
kepercayaan atau keyakinan tentang konsekuensi-konsekuensi dari perilaku dan outcome
evaluation adalah evaluasi individu terhadap konsekuensi-konsekuensi atau akibat yang
ditimbulkan dari perilakunya tersebut.
Aspek behavioral beliefs dalam kasus ini adalah konsekuensi untuk berani mengambil
resiko karena banyak resiko yang harus dihadapi apabila siswa berwirausaha salah satunya
apabila usaha yang didirikannya mengalami kerugian. Sedangkan aspek outcome evaluations
adalah pemikiran individu bahwa dengan wirausaha individu bisa lebih mandiri, bisa
membantu perekonomian keluarga, membantu orang lain yang membutuhkan pekerjaan, dan
membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah pengangguran.
Behavioral beliefs dan outcome evaluations kemudian membentuk sikap terhadap
perilaku yang dalam Theory of Reasoned action dikenal sebagai hasil dari evaluasi perilaku
tampak yang mendasarkan pada kemungkinan diterima atau tidaknya evaluasi perilaku
tersebut.
Aspek sikap terhadap perilaku juga turut dibentuk oleh faktor kognitif, afektif, dan
konatif. Aspek kognitif yang terdapat dalam komponen ini yaitu aspek pengetahuan,

pengalaman pribadi, dan budaya masyarakat. Aspek pengetahuan dapat diperoleh melalui
pendidikan. Aspek pendidikan yang ditempuh oleh individu akan turut mempengaruhi dan
meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Budaya masyarakat juga
turut mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sedangkan pengalaman pribadi
akan meninggalkan kesan dalam diri individu tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Aspek afektif dalam komponen ini adalah faktor emosi dalam diri individu. Faktor
emosi ini didasari atau tidak memunculkan sikap tertentu sebagai wujud pertahanan ego atau
juga pengalihan mekanisme pertahanan diri.
Aspek konatif dalam pembentukan sikap terhadap perilaku adalah konsekuensi
perilaku yang dimunculkan. Adanya konsekuensi yang baik maupun konsekuensi yang buruk
akan mempengaruhi pertimbangan seseorang untuk memunculkan perilaku tertentu.
2) Norma subyektif
Yaitu persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak
melakukan perilaku tersebut. Norma subyektif ditentukan oleh dua hal, yaitu normative
beliefs adalah keyakinan individu bahwa orang lain mengharapkan seorang individu untuk
bertindak atau berperilaku tertentu dan motivations to comply adalah kecenderungan individu
untuk menampilkan apa yang menjadi keinginan dan pengharapan orang lain.

Aspek normative beliefs dalam contoh kasus diatas adalah keyakinan mahasiswa
untuk berwirausaha setelah lulus dari perkuliahan. Sedangkan aspek moivations to comply
adalah kecenderungan mahasiswa untuk berwirausaha setelah lulus dari perkuliahan.
Kedua faktor tersebut relatif penting dalam memunculkan intensi yang mendasari
munculnya perilaku tertentu. Seorang individu akan memunculkan suatu perilaku ketika
individu tersebut menilai perilakunya adalah baik dan individu tersebut percaya bahwa orang
lain menganggap perilaku tersebut penting untuk dimunculkan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa munculnya intensi dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu attitude towards behavior yang dipengaruhi oleh keyakinan terhadap
hasil perilaku serta hasil evaluasi dari perilaku yang telah dilakukan dan subjective norms
yang terdiri atas aspek nilai-nilai atau keyakinan seseorang serta kecenderungan individu
untuk menampilkan harapan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Gambar di bawah ini menjelaskan faktor-faktor determinan intensi untuk berperilaku
berwirausaha:

Gambar 2.1
Faktor-faktor Determinan Intensitas Wirausaha

(Diadaptasi dari Ajzen dan Fishbein, 1980)

3. Struktur Sikap
Intensi tidak dapat muncul dengan sendirinya, tetapi melaluui proses dari sikap.
Mengikuti skema triadik menurut Azwar (2007), struktur sikap terdiri atas tiga komponen
yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.
1) Komponen kognitif
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa
yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan muncul dari apa yamg telah dilihat dan telah
diketahui dan kebudayaan yang ada di masyarakat. Sekali kepercayaan terbentuk, maka akan
menjadi dasar pengetahuan seseorang. Selain itu komponen kognitif juga berisi pengalaman
pribadi seseorang.

Universitas Sumatera Utara

2) Komponen afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu
objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap
sesuatu. Termasuk dalam komponen ini adalah faktor emosi individu sendiri.
3) Komponen konatif

Komponen konatif atau disebut juga komponen perilaku dalam struktur sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau intensi berperilaku yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Komponen konatif ini meliputi konsekuensi
perilaku yang dimunculkan untuk dievaluasi oleh individu yang bersangkutan (outcome
evaluation).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa struktur sikap terdiri dari tiga
komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensi Berwirausaha
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensi kewirausahaan, yaitu (Indarti &
Rostiani, 2008) :
1) Faktor Kepribadian
Faktor kepribadian yang mempengaruhi intensi kewirausahaan meliputi kebutuhan
akan prestasi, efikasi diri, internal locus of control, dan pengambilan risiko.
2) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi akses pada modal, informasi dan jaringan sosial. Di
samping itu juga faktor infrastruktur fisik dan institusional, dan faktor budaya juga
mempengaruhi intensi kewirausahaan.

Universitas Sumatera Utara


3) Faktor Demografi
Faktor demografi meliputi gender, umur, latar belakang pendidikan, pekerjaan orang
tua, dan pengalaman kerja yang mempengaruhi intensi kewirausahaan berdasarkan
hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan.

Jika dilihat dari faktor kepribadian di atas maka faktor yang mempengaruhi intensi
berwirausaha dalam penelitian ini adalah self-efficacy dan pengambilan resiko. Seorang
wirausaha yang berani mengambil resiko adalah mereka yang memiliki tantangan tugas yang
tinggi, sehingga pekerjaannya lebih bervariasi dan cara pemecahan tugasnya pun sangat
beragam, maka dari itu seorang wirausaha memerlukan langkah kreatif sehingga
memunculkan suatu inovasi baru dibidangnya (Hapsa & Savira, 2013). Hal inilah yang
mengkaitkan kreatifitas dalam intensi berwirausaha.

B. Self-Efficacy
1. Pengertian Self-Efficacy
Tingkah laku seseorang dalam situasi tertentu tergantung kepada keterkaitan antara
lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan
keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang memuaskan
(Alwisol, 2007).

Efikasi menurut Alwisol (2007) adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan
tindakan yang baik atau buruk, benar atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai
dengan yang dipersyaratkan.
Sedangkan Pervin (Smet, 1994) menjelaskan bahwa self-efficacy mengacu pada
kemampuan yang dirasakan untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi
khusus.

Universitas Sumatera Utara

Baron dan Byrne (2004) mengartikan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang akan
kemampuan atau kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan, atau
mengatasi sebuah hambatan.
Individu yang memiliki self-efficacy tinggi dalam situasi tertentu akan menampilkan
tingkah laku, motivasi, dan afeksi yang berbeda dengan individu yang memiliki self-efficacy
yang rendah. Maksudnya adalah individu yang memiliki self-efficacy tinggi memiliki
motivasi yang tinggi pula terhadap suatu tugas, sehingga akan berusaha semaksimal mungkin
untuk menyelesaikan tugas tersebut dengan baik. Semakin tinggi tingkat self-efficacy maka
semakin tinggi pula untuk kerja individu dan berlaku sebaliknya (Baron dan Byrne, 2004).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah
keyakinan yang ada dalam diri seseorang bahwa individu tersebut mempunyai kemampuan

untuk menentukan perilaku yang tepat sehingga dapat mencapai keberhasilan seperti yang
diharapkan.

2. Aspek-Aspek Self-Efficacy
Menurut Bandura (Smet, 1994) aspek-aspek self-efficacy adalah:
1) Outcome expectancy, yaitu suatu perkiraan atau kemungkinan bahwa tingkah laku
atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat yang khusus. Mengandung
keyakinan sejauh mana perilaku tertentu akan mengungkap konsekuensi tertentu. Hal
ini juga merupakan keyakinan mengenai kemungkinan bahwa tindakan khusus
tersebut akan memberikan hasil akhir atau konsekuensi tertentu (harapan mengenai
keefektifan arti perilaku tertentu dalam memproduksi hasil-hasil tersebut), atau
harapan akan kemungkinan hasil dari perilaku.
2) Efficacy expectancy, yang sangat penting sebagai mediator sosial kognitif dalam
melakukan suatu tindakan. Merupakan suatu keyakinan bahwa seseorang akan

Universitas Sumatera Utara

berhasil dalam bertindak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Aspek ini
menunjukkan pada harapan seseorang berkaitan dengan kesanggupan menyadari suatu
perilaku yang dikehendaki. Hal ini lebih condong pada keputusan yang akan
dilakukan seseorang dengan kemampuan yang dimilikinya dan berkaitan dengan
kesanggupan untuk bertindak spesifik dalam situasi khusus.
3) Outcome value, merupakan nilai yang mempunyai arti konsekuensi-konsekuensi yang
akan terjadi bila suatu perilaku dilakukan oleh individu.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek self-efficacy
meliputi outcome expectancy, efficacy expectancy, dan outcome value. Dalam penelitian ini,
peneliti mendasarkan aspek self-efficacy yang dikemukakan oleh Bandura yang meliputi
outcome expectancy, efficacy expectancy, dan outcome value untuk mengungkap self-efficacy
yang dimiliki oleh mahasiswa Psikologi dalam hubungannya dengan intensi berwirausaha.

3. Dampak Self-Efficacy
Self-efficacy secara langsung mempengaruhi beberapa hal pada psikologis seseorang,
diantaranya :
a. Pemilihan Perilaku
Keputusan dibuat berdasarkan bagaimana self-efficacy yang dirasakan seseorang
terhadap pilihan, misalnya tugas-tugas sekolah.
b. Usaha Motivasi
Misalnya orang mencoba lebih keras dan berusaha melakukan tugas dimana selfefficacy mereka lebih tinggi daripada mereka yang memiliki self-efficacy yang rendah.

Universitas Sumatera Utara

c. Daya Tahan
Misalnya orang dengan self-efficacy tinggi akan bangkit dan bertahan saat
menghadapi masalah atau kegagalan, sementara orang dengan self-efficacy rendah cenderung
menyerah saat muncul rintangan.
d. Pola Pemikiran Fasilitatif
Misalnya penilaian self-efficacy mempengaruhi perkataan pada diri sendiri seperti
orang dengan self-efficacy tinggi mungkin mengatakan pada diri sendiri, “Saya tahu, saya
dapat menemukan cara untuk memecahkan masalah ini”, sementara orang dengan selfefficacy rendah mungkin berkata pada diri sendiri, “Saya tahu, saya tidak bisa melakukan ini,
karena saya tidak mempunyai kemampuan”.
e. Daya Tahan Terhadap Stress
Misalnya orang dengan self-efficacy rendah cenderung mengalami stress dan kalah
karena mereka gagal, sementara orang dengan self-efficacy tinggi memasuki situasi penuh
tekanan dengan percaya diri dan kepastian.

C. Kreatifitas
1. Pengertian Kreatifitas
Guilford (1971) berpendapat bahwa kreatifitas adalah kemampuan berpikir divergent
atau pemikiran menjajaki bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan yang
sama benarnya. Selanjutnya dilakukan penelitian mengenai kreatifitas dengan menganalisa
faktor penting yang merupakan sifat dari kemampuan berpikir kreatif, yaitu fluency of
thinking atau kelancaran berpikir yaitu banyaknya ide yang keluar dari pemikiran seseorang,
flexibility atau keluwesan yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam
pendekatan dalam mengatasi persoalan. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam
berpikir, mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikan

Universitas Sumatera Utara

dengan cara berpikir yang baru. Elaboration atau perincian, yaitu kemampuan dalam
mengembangkan gagasan dan menguraikan secara rinci dan originality atau keaslian yaitu
kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.
Baron (Ali dan Asrori, 2009) mengatakan bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru disini bukan berarti harus sama sekali
baru. Seperti yang dikatakan oleh Munandar (Ali dan Asrori, 2009) bahwa sesuatu yang baru
disini bukan berarti harus sama sekali baru, tetapi dapat juga sebagai kombinasi dari unsurunsur yang telah ada sebelumnya, ia juga menambahkan bahwa kreatifitas adalah
kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta
kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Hal ini didukung oleh Torrance (1974) yang
memandang kreatifitas sebagai suatu kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan
(fleksibilitas), dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan,
memperkaya, dan memperinci suatu gagasan).
West (Hutahean, 2005) juga menerangkan bahwa dalam kreatifitas terdapat proses
keterlibatan individu dalam penemuan cara-cara baru dan konstan yang lebih baik dalam
mengerjakan berbagai hal.
Sedangkan menurut Renzulli (Munandar, 2000) mengatakan bahwa kreatifitas adalah
kemampuan umum untuk mencipta sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberi
gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai
kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada
sebelumnya.
Menurut Torrance (Ali dan Asrori, 2009) kreatifitas adalah proses kemampuan
individu untuk memahami kesenjangan atau hambatan dalam hidupnya, merumuskan
hipotesis baru, mengkomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan

Universitas Sumatera Utara

menguji hipotesis yang dirumuskan. Untuk dapat melakukan semua itu diperlukan adanya
dorongan dari lingkungan yang didasari oleh potensi kreatif yang ada dalam dirinya.
Dari sejumlah definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kreatifitas adalah kemampuan
seseorang menghasilkan penemuan cara-cara ide baru untuk menyelesaikan suatu masalah
dengan mengoptimalkan sejumlah kemampuan-kemampuan yang dimiliki individu tersebut
yang memiliki kelancaran, keluwesan, originalitas dalam berpikir serta kemampuan ia untuk
memperkaya, mengembangkan dan memperinci atau dengan kata lain mengelaborasi suatu
gagasan.

2. Aspek-Aspek Kreatifitas
Indikator untuk mengukur kreatifitas sudah banyak dikembangkan oleh para ahli. Salah
satunya adalah oleh Guilford (1971) yang menyatakan bahwa kreatifitas adalah suatu
kemampuan dalam menampilkan alternatif dari cara kerja yang sudah ada dimana proses
berpikirnya meliputi :
1. Fluency (Kelancaran)
Merupakan kemampuan untuk dengan cepat menemukan ide-ide yang ditekankan
pada kuantitas dan bukan kualitas.
2. Flexibility (Keluwesan)
Merupakan kemampuan untuk dengan cepat menghasilkan beraneka ragam ide yang
bebas dari kekangan dalam mendekati suatu permasalahan.
3. Originality (Keaslian)
Merupakan kemampuan untuk menghasilkan ide-ide secara unik dank has bagi
populasinya.
4. Elaboration (Perincian)
Merupakan kemampuan dalam mengembangkan gagasan secara terperinci.

Universitas Sumatera Utara

3. Dampak Kreatifitas
Kreatifitas secara langsung mempengaruhi beberapa hal pada psikologis seseorang,
diantaranya :
1. Meningkatkan efesiensi kerja
Untuk mendapatkan efesiensi kerja yang baik, dibutuhkan tingkat kreatifitas yang
maksimal dalam melakukannya.
2. Meningkatkan inisiatif
Seseorang yang berfikir kreatif dominan memiliki inisiatif dalam menyelesaikan suatu
tugas. Biasanya cara yang digunakan pun lebih bervariasi.
3. Meningkatkan penampilan
Semakin tinggi kreatifitas seorang wirausaha, umumnya dia akan menampilkan segala
sesuatu yang lebih dari biasa.
4. Meningkatkan mutu produk
Misalnya seorang wirausaha yang memiliki kemampuan kreatifitas yang tinggi
biasanya cenderung memiliki kemampuan untuk meningkatkan mutu produk melalui
ide-ide baru maupun inovasi produk.
5. Meningkatkan keuntungan
Bagi seseorang yang kreatif, meningkatkan keuntungan sangatlah mudah. Sebab, ide
yang dia miliki di luar standar pikir orang kebanyakan. Dia mampu melihat peluang
yang mungkin tidak dilihat orang lain.

D. Pengaruh Self-Efficacy Terhadap Intensi Berwirausaha
Self-efficacy merupakan rasa percaya diri atau keyakinan seseorang tentang
kemampuannya untuk mengerahkan motivasi, sumber daya kognitif dan tindakan yang
diperlukan untuk berhasil menguasai suatu situasi, melaksanakan tugas dan dalam konteks

Universitas Sumatera Utara

tertentu.

Keyakinan

dikatakan

mempengaruhi

ketika

seseorang

melihat

dan

menginterpretasikan suatu kejadian. Mereka yang memiliki self-efficacy yang rendah dengan
mudah yakin bahwa usaha yang mereka lakukan dalam menghadapi tantangan yang sulit
akan sia-sia, sehingga mereka cenderung mengalami gejala negatif dari stress. Sementara
mereka yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan cenderung untuk melihat tantangan
sebagai suatu yang dapat diatasi berdasarkan kompetensi dan upaya yang cukup.
Berdasarkan pengertian di atas maka dalam penelitian ini hubungan self-efficacy
terhadap intensi berwirausaha lebih ditekankan dari bagaimana seseorang menjadikan
wirausaha sebagai sebuah tantangan bagi dirinya. Selain itu juga untuk melihat bagaimana
keyakinan individu saat memulai untuk berwirausaha.

E. Pengaruh Kreatifitas Terhadap Intensi Berwirausaha
Kreatifitas adalah kemampuan untuk membuat sesuatu hal yang baru berdasarkan
data, informasi/unsur-unsur/karya-karya yang telah ada sebelumnya, dalam menemukan
banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada
kelancaran, keluwesan, orisinalitas dalam berpikir serta mengelaborasi suatu gagasan.
Dimana kreatifitas memiliki ciri-ciri yakni ciri kognitif dan afektif. Mereka yang memiliki
kreatifitas yang rendah secara kognitif akan memproses bahwa dirinya kurang mampu
melakukan usaha, sehingga intensitas berwirausaha pun rendah. Sementara mereka yang
memiliki kreatifitas yang tinggi akan cenderung melihat banyaknya peluang usaha yang bisa
diciptakan, sehingga secara afektif adanya keinginan kuat untuk berwirausaha.
Berdasarkan pengertian di atas maka dalam penelitian ini hubungan kreatifitas
terhadap intensi berwirausaha lebih ditekankan dari bagaimana seseorang menjadikan
wirausaha sebagai bentuk proses kognitif dan afektifnya dalam melakukan usaha. Selain itu
juga untuk menilai bagaimana seorang individu mampu berpikir kreatif secara lancar, luwes,

Universitas Sumatera Utara

orisinalitas, kemampuan menilai dan kemampuan memperinci, sehingga menimbulkan rasa
ingin tahu yang bersifat imajinatif, serta individu tersebut tertantang dan berani mengambil
resiko.

F. Pengaruh Self-Efficacy dan Kreatifitas Terhadap Intensi Berwirausaha
Seperti yang kita tahu seorang wirausaha tentu akan memiliki tantangan tugas dan
pekerjaan yang sangat bervariasi. Cara pemecahannya juga sangat beragam dan memerlukan
langkah kreatif sehingga memunculkan suatu inovasi baru dibidangnya. Ide kreatif juga
sering dijadikan sebagai dasar sebagai langkah untuk memulai suatu wirausaha. Wirausaha
bisa dilakukan dapat melalui berbagai macam cara, salah satunya melalui intensi yang
dimiliki seseorang dalam berwirausaha. Intensi berwirausaha adalah niat yang dimiliki
individu untuk menciptakan lapangan kerja baru yaitu dengan cara mengubah sesuatu yang
tak bernilai atau bernilai rendah menjadi sesuatu yang bernilai.. Mengukur intensi
berwirausaha seseorang dapat menggunakan berbagai cara, diantaranya dapat diukur dengan
melihat pada struktur pembentukan intensi berperilaku yaitu aspek personal dan aspek
normatif, dimana aspek personal terdiri dari kognitif, afektif, dan konatif. Sedangkan, aspek
normatif terdiri dari normative belief dan motivation to comply. Banyak orang berminat untuk
berwirausaha namun pertimbangan dan perhitungan resiko yang akan dihadapinya, hal ini
cenderung membuat seseorang mengambil posisi aman sehingga tidak berwirausaha.
Berwirausaha tidak perlu memperhitungkan segalanya dengan sangat detail dan rinci,
bahkan seseorang akan menilai kemampuan dirinya sangat rendah jika berhadapan dengan
resiko-resiko yang mungkin belum terjadi. Hal ini akan menurunkan self-efficacy seseorang
sebelum menghadapi resiko yang ada. Banyak orang berpikir keras bagaimana untuk
memulai usaha yang akan dilakukannya. Mencari celah- celah dalam setiap peluang yang ada
dan berusaha berpikir secara kreatif. Sedangkan yang kita tahu entrepreneur adalah manusia

Universitas Sumatera Utara

yang kreatif dan inovatif, yang selalu dipenuhi oleh ide-ide baru. Seseorang akan berpikir dan
mengeluarkan banyak ide-ide dengan segala perhitungannya namun belum juga memutuskan
untuk berwirausaha.
Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti bagaimana kolerasi self-efficacy dan kreatifitas
terhadap intensi berwirausaha, dalam hal ini pada mahasiswa di semester akhir yang mana
lebih cenderung mengalami kebingungan mencari pekerjaan saat lulus dari bangku
perkuliahan. Adapun alasan peneliti memilih mahasiswa psikologi, karena mahasiswa
psikologi mempelajari kewirausahaan lebih pada bagaimana karakter dan prilaku manusia
dibentuk. Seharusnya mahasiswa tamatan Fakultas Psikologi diharapkan lebih mampu
membentuk minat mereka terhadap keputusan berwirausaha dan juga lebih mampu berfikir
kreatif dalam melakukan serta mengembangkan usaha.

Universitas Sumatera Utara

G. Kerangka Konseptual

Self-Efficacy
( )
Intensi
Berwirausaha
(Y)
Kreatifitas
( )

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Pengaruh Self-efficacy dan Kreatifitas Terhadap Intensi Berwirausaha

H. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penlitian ini
adalah :
Ha 1

: Self-efficacy berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha.

Ha 2

: Kreatifitas berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha.

Ha 3 : Self-efficacy dan kreatifitas berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha.

Universitas Sumatera Utara