Hubungan antara Self-efficacy dengan Self-regulated Learning pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

(1)

HUBUNGAN ANTARA EFFICACY DENGAN

SELF-REGULATED LEARNING PADA MAHASISWA FAKULTAS

PSIKOLOGI USU

Oleh

TIS’A MUHARRANI

061301015

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2011/2012


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan antara Self-efficacy dengan Self-regulated Learning pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juni 2011

TIS’A MUHARRANI NIM: 061301015


(3)

Hubungan antara Self-efficacy dengan Self-regulated Learning pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Tis’a Muharrani dan Sri Supriyantini, M.Si, psikolog

ABSTRAK

Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur bagi belajarnya sendiri.

Self-regulated learning merupakan proses dimana peserta didik mengaktifkan pikirannya, perasaan dan tindakan yang diharapkan dapat mencapai tujuan khusus pendidikan. Salah satu faktor yang mempengaruhi self-regulated learning adalah

self-efficacy. Self efficacy dapat mempengaruhi peserta didik dalam memilih suatu tugas, usaha, ketekunan, dan prestasi. Peserta didik yang memiliki self efficacy yang tinggi akan meningkatkan penggunaan kognitif dan strategi self regulated learning.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan self-efficacy dengan self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling dan jumlah sampel penelitian adalah 90 orang. Penelitian ini menggunakan dua buah skala sebagai alat ukur, yaitu Skala Self-efficacy yang disusun berdasarkan teori Bandura (1997) dan Skala Self-regulated Learning yang disusun berdasarkan teori Zimmerman dan Martinez-Pons (2000). Nilai reliabilitas Skala Self-efficacy sebesar 0,832 dan terdiri dari 15 aitem sedangkan nilai reliabilitas Skala Self-regulated Learning sebesar 0.935 dan terdiri dari 45 aitem.

Analisa penelitian menggunakan korelasi Pearson Product Moment.

Berdasarkan hasil analisa ditemukan bahwa ada hubungan antara self-efficacy

dengan self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psiikologi Universitas Sumatera Utara (r = 0.430 with ρ < 0.01). Implikasi dari penelitian ini adalah tingginya self-efficacy meningkatkan self-regulated learning.


(4)

The relationship between self-efficacy with self-regulated learning at psychology faculty in north sumatera university

Tis’a Muharrani and Sri Supriyantini, M.Si, psikolog

ABSTRACT

Self-regulated learning is a concept about how student become a regulator to his/her study. Self-regulated learning is a process in which student activate his/her mind, feeling, and action that is hoped to reach the specific goal of education. One of factors that influence self-regulated learning is self-efficacy.

Self efficacy can influence student to choose a task, effort, diligence, and achievement. The student who has a high self efficacy will increase the use of cognitive and self regulated learning strategy.

This research was a correlational study which is aimed to cerrelated self-efficacy with self-regulated learning at psychology faculty in north sumatera university. The sampling method was used is simple random sampling and the number of sample was 90. This study used two scales as a measurement, Self-efficacy Scale which is based on the theory of Bandura (1997) and Self-regulated Learning Scale which is based on the theory of Zimmerman dan Martinez-Pons (2000). The reliability of Self-efficacy Scale was 0,832 and consisted of 15 items while the reliability of Self-regulated Learning Scale was 0.935 and consisted of 45 items.

Analysis of data was Pearson Product Moment correlation. Based on the analysis found that there was a relationship between efficacy with self-regulated learning at psychology faculty in north sumatera university (r = 0.430 with ρ < 0.01). implication of this research is the higher self-efficacy the higher self-regulated learning.


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Tiada kata yang indah untuk bersyukur kecuali ucapan Hamdallah, segala puji bagi Allah SWT atas segala karunia dan ridho-Nya dan juga utusan-Nya yaitu Rasulullah SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan judul: Hubungan antara Self-efficacy dan Self-regulated Learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Terutama sekali peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua peneliti yakni Syafridan Lubis (ayah) dan Jamiah (mamak) yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dan perhatian sehingga peneliti terus berusaha untuk menyelesaikan skripsi ini. Kemudian kepada keluarga kecil yang sangat peneliti cintai yakni M. Hanbali Bakti (suami) dan kedua malaikat kecil Haniyah Sakhi Bakti dan Tanisha Sherana Bakti (anak) yang sepenuhnya membuat peneliti termotivasi untuk menyelesaikan kuliah. Terima kasih atas do’a dan kasih sayangnya. Bunda sayang ayah, Kak Niyah, dan Adek Shera.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada ayah dan ibu mertua, kakak, serta adik-adik peneliti yang telah memberikan semangat, dukungan serta waktu untuk mengantar jemput peneliti.


(6)

Skripsi ini juga dapat diselesaikan karena bantuan dari banyak pihak, oleh karena itu peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. DR. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi.

2. Ibu Sri Supriyantini, M.Si, psikolog selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas ilmu serta waktu yang ibu berikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Lili Garliah, M.Si, psikolog sebagai dosen pembimbing akademik peneliti. Terima kasih atas bimbingan dan nasihat ibu selama ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas segala ilmu dan pengalaman yang telah diberikan. Semoga ilmu dan pengalaman yang diberikan menjadi bekal di kemudian hari. 5. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumtera Utara. Bapak Iskandar, Bapak Aswan, Kak Ari, dan Kak Devi yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam hal administrasi.

6. Teman-teman yang selalu ada di sisi, khususnya d’8 yaitu Beriyanti Sunita, S.Psi, Rena Elvira, S.Psi, Retnata Ofelia Sembiring, S.Psi, Fitri Andriani, S.Psi, Novalina Simbolon, S.Psi, Putri Aulia Rahman, dan Alrendia Syafrizka. 7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada peneliti


(7)

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna penyempurnaan penelitian ini. Akhirnya kepada Allah peneliti berserah diri, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Amiin.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Medan, Juni 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... i

LEMBAR PERNYATAAN... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I Pendahuluan... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah...10

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian...11

1. Manfaat teoritis... 11

2. Manfaat prakris...11

E. Sistematika Penulisan... 11

BAB II Landasan Teori... 13

A. Self-efficacy... 13

1. Definisi self-efficacy... 13

2. Dimensi self-efficacy... 13

3. Sumber-sumber self-efficacy... 15

4. Proses-proses self-efficacy... 17

B. Self-regulated Learning... 19

1. Definisi self-regulated learning... 19


(9)

3. Strategi self-regulated learning... 22

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning... 24

C. Mahasiswa... 26

D. Hubungan antara Self-efficacy dengan Self-regulated Learning... 30

E. Hipotesa Penelitian... 34

BAB III Metode Penelitian... 36

A. Identifikasi Variabel Penelitian... 36

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian……….. 37

1. Self-efficacy……… 37

2. Self-regulated Learning………. 37

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel……….. 38

1. Populasi ………38

2. Sampel………..39

3. Metode pengambilan sampel...39

D. Alat Ukur yang Digunakan... 39

1. Skala self-efficacy... 40

2. Skala self-regulated learning... 42

E. Validitas, Uji Daya Beda, dan Reliabilitas alat Ukur... 45

1. Validitas alat ukur... 45

2. Uji daya beda... 46

3. Reliabilitas alat ukur... 47

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 48

1. Skala self-efficacy... 48


(10)

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 52

1. Tahap persiapan... 52

2. Tahap pelaksanaan... 54

3. Tahap pengolahan data... 54

H. Metode Analisa Data... 55

BAB IV Analisa Data dan Pembahasan... 57

A. Analisa Data... 57

1. Gambaran umum subjek penelitian... 57

a. Usia subjek penelitian... 57

c. Angkatan subjek penelitian... 58

2. Hasil penelitian... 58

a. Uji asumsi penelitian... 58

b. Hasil analisa data... 60

B. Pembahasan………... 64

BAB V Kesimpulan dan Saran……… 67

A. Kesimpulan... 67

B. Saran... 68

1. Saran metodologis... 68

2. Saran prakis... 69

DAFTAR PUSTAKA... 70


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Blue print skala self-efficacy………..42

Tabel 2 Blue print skala self-regulated learning………44

Tabel 3 Blue print skala self-efficacy setelah ujicoba……….48

Tabel 4 Distribusi aitem-aitem skala self-efficacy yang digunakan dalam penelitian……….49

Tabel 5 Blue print skala self-regulated learning setelah ujicoba…………50

Tabel 6 Distribusi aitem-aitem skala self-regulated learning yang digunakan dalam penelitian………..51

Tabel 7 Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia………...57

Tabel 8 Gambaran subjek penelitian berdasarkan angkatan………...58

Tabel 9 Normalitas sebaran variabel self-efficacy dengan self-regulated learning………..59

Tabel 10 Hasil pengujian linearitas………...60

Tabel 11 Korelasi antara self-efficacy dengan self-regulated learning...61

Tabel 12 Deskripsi data penelitian self-efficacy...61

Tabel 13 Deskripsi data penelitian self-regulated learning...62

Tabel 14 Kategorisasi data self-efficacy...63


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Uji validitas dan reliabilitas skala self-efficacy...71

Lampiran 2 Uji validitas dan reliabilitas skala self-regulated learning...74

Lampiran 3 Alat ukur yang digunakan pada penelitian...82

Lampiran 4 Data mentah skala self-efficacy...94

Lampiran 5 Data mentah skala self-regulated learning...97

Lampiran 6 Hasil pengolahan data...106


(13)

Hubungan antara Self-efficacy dengan Self-regulated Learning pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Tis’a Muharrani dan Sri Supriyantini, M.Si, psikolog

ABSTRAK

Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur bagi belajarnya sendiri.

Self-regulated learning merupakan proses dimana peserta didik mengaktifkan pikirannya, perasaan dan tindakan yang diharapkan dapat mencapai tujuan khusus pendidikan. Salah satu faktor yang mempengaruhi self-regulated learning adalah

self-efficacy. Self efficacy dapat mempengaruhi peserta didik dalam memilih suatu tugas, usaha, ketekunan, dan prestasi. Peserta didik yang memiliki self efficacy yang tinggi akan meningkatkan penggunaan kognitif dan strategi self regulated learning.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan self-efficacy dengan self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling dan jumlah sampel penelitian adalah 90 orang. Penelitian ini menggunakan dua buah skala sebagai alat ukur, yaitu Skala Self-efficacy yang disusun berdasarkan teori Bandura (1997) dan Skala Self-regulated Learning yang disusun berdasarkan teori Zimmerman dan Martinez-Pons (2000). Nilai reliabilitas Skala Self-efficacy sebesar 0,832 dan terdiri dari 15 aitem sedangkan nilai reliabilitas Skala Self-regulated Learning sebesar 0.935 dan terdiri dari 45 aitem.

Analisa penelitian menggunakan korelasi Pearson Product Moment.

Berdasarkan hasil analisa ditemukan bahwa ada hubungan antara self-efficacy

dengan self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psiikologi Universitas Sumatera Utara (r = 0.430 with ρ < 0.01). Implikasi dari penelitian ini adalah tingginya self-efficacy meningkatkan self-regulated learning.


(14)

The relationship between self-efficacy with self-regulated learning at psychology faculty in north sumatera university

Tis’a Muharrani and Sri Supriyantini, M.Si, psikolog

ABSTRACT

Self-regulated learning is a concept about how student become a regulator to his/her study. Self-regulated learning is a process in which student activate his/her mind, feeling, and action that is hoped to reach the specific goal of education. One of factors that influence self-regulated learning is self-efficacy.

Self efficacy can influence student to choose a task, effort, diligence, and achievement. The student who has a high self efficacy will increase the use of cognitive and self regulated learning strategy.

This research was a correlational study which is aimed to cerrelated self-efficacy with self-regulated learning at psychology faculty in north sumatera university. The sampling method was used is simple random sampling and the number of sample was 90. This study used two scales as a measurement, Self-efficacy Scale which is based on the theory of Bandura (1997) and Self-regulated Learning Scale which is based on the theory of Zimmerman dan Martinez-Pons (2000). The reliability of Self-efficacy Scale was 0,832 and consisted of 15 items while the reliability of Self-regulated Learning Scale was 0.935 and consisted of 45 items.

Analysis of data was Pearson Product Moment correlation. Based on the analysis found that there was a relationship between efficacy with self-regulated learning at psychology faculty in north sumatera university (r = 0.430 with ρ < 0.01). implication of this research is the higher self-efficacy the higher self-regulated learning.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas manusia yang ada di negara tersebut khususnya generasi muda. Salah satu jalur strategis yang dapat digunakan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas itu tentunya adalah jalur pendidikan (Ibrahim dalam Sulistyaningsih, 2005).

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah salah satu jalur pendidikan dengan program pendidikan akademik-profesional yang bertujuan menghasilkan tenaga sarjana psikologi yang berkompeten. Misi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah: 1. menyiapkan ilmuan dan profesional di bidang psikologi yang mampu menerapkan, mengembangkan, dan memperkaya ilmu pengetahuan psikologi, dengan berpegang teguh pada kode etik; 2. mengembangkan pendidikan psikologi yang berkompeten dalam bidang industri, sosial, perkembangan, pendidikan dan klinis; 3. mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan psikologi dan penerapanannya berdasarkan hasil kajian penelitian psikologi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperluas partisipasi pembelajaran ilmu psikologi untuk masyarakat (Fakultas Psikologi USU, 2010).


(16)

Mahasiswa dapat dikatakan sebagai kelompok dari generasi muda yang sedang belajar atau menuntut ilmu di perguruan tinggi, dengan jurusan atau program tertentu. Aktivitas mereka adalah belajar. Belajar ilmu pengetahuan, belajar berorganisasi, belajar bermasyarakat dan belajar menjadi pemimpin. Kelompok ini menyandang sejumlah atribut di antaranya sebagai kelompok inti pemuda, kelompok cendekia, atau golongan intelektual, calon pemimpin masa depan, manusia idealis dan kritis karena di pundak mahasiswa sebagian besar nasib masa depan suatu bangsa dipertaruhkan (As’ari, 2007).

Dunia mahasiswa bukan lagi dunia sebagaimana layaknya di SMA dulu yang masih dibimbing orang tua atau guru. Dunia mahasiswa sudah menuntut individu untuk mandiri dalam segala hal. Di kampus, ketika ada tugas, dosen hanya memberikan gambaran umum tentang tugas tersebut, selebihnya dikembalikan kepada mahasiswa atau ketika dosen menjelaskna pelajaran, mereka hanya memberikan jalan atau gambaran umum kepada mahasiswa. Berbeda dengan guru-guru ketika di SMA, mereka benar-benar membimbing (LDK Al-Uswah, 2010).

Dunia kampus memang berbeda dengan dunia SMA dan ini bukan hanya sekedar nama yang berbeda seperti: siswa jadi mahasiswa, guru menjadi dosen, belajar menjadi kuliah atau sekolah menjadi kampus. Perbedaan ini ternyata memerlukan perbedaan pula dalam cara belajar. Tidak sedikit mahasiswa gagal karena masih menggunakan cara belajar sewaktu mereka masih duduk di SMA karena sistem penilaian di SMA sangat berbeda dengan sistem penilaian di


(17)

Perguruan Tinggi, terutama setelah diterapkannya SKS (Sistem Kredit Semester) (Topatopeng, 2009).

Sistem kredit semester adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan besarnya beban studi mahasiswa, besarnya pengakuan atas keberhasilan usaha mahasiswa, besarnya pengakuan atas keberhasilan usaha kumulatif bagi suatu program tertentu, serta besarnya usaha untuk menyelenggarakan pendidikan bagi perguruan tinggi dan khususnya bagi tenaga pengajar. Dengan sistem ini, mahasiswa dimungkinkan untuk memilih sendiri mata kuliah yang akan ia ambil dalam satu semester.

SKS digunakan sebagai ukuran besarnya beban studi mahasiswa, besarnya pengakuan atas keberhasilan usaha belajar mahasiswa, besarnya usaha belajar yang diperlukan mahasiswa untuk menyelesaikan suatu program, baik program semesteran maupun program lengkap, dan besarnya usaha penyelenggaraan pendidikan bagi tenaga pengajar. Seorang mahasiswa dapat dinyatakan lulus apabila telah menyelesaikan jumlah SKS tertentu. Seorang mahasiswa akan dituntut kebebasannya yang betanggungjawab sebagai orang dewasa.

Gunawan (2008) menambahkan bahwa menjadi mahasiswa adalah kesempatan. Dari sekian anak negeri ini yang lulus dari Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK) hanya sebagian kecil yang meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, besar harapan masyarakat terhadap kaum muda yang bergelut dengan dunia intelektual ini. Fenomena mahalnya biaya pendidikan, menuntut mahasiswa untuk menyelesaikan studi tepat waktu sehingga


(18)

segala energi dikerahkan untuk meraih gelar sarjana/diploma sesegera mungkin. Tak ayal lagi tren study oriented mewabah di kalangan mahasiswa.

Ginting (2003) menyatakan bahwa untuk mendapatkan prestasi akademis yang memuaskan diperlukan adanya kesiapan belajar di perguruan tinggi yang mencakup kesiapan mental dan keterampilan belajar. Salah satu keterampilan belajar yang mempunyai peran penting dalam menentukan kesuksesan di perguruan tinggi adalah kemampuan meregulasi diri dalam belajar atau disebut juga dengan self-regulated learning (Spitzer, 2000).

Pentingnya self-regulated learning di perguruan tinggi sejalan dengan fenomena yang ditemukan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara melalui wawancara personal dengan salah satu mahasiswa tingkat pertama.

Saya merasakan perbedaan yang jauh ketika di SMA dulu sama masa kuliah sekarang. Kalau di SMA, semua urusan pelajaran ataupun yang lain-lain itu langsung aja dikasih tau sama guru, gak perlu cari tau sana-sini. Beda sama kuliah, mulai dari bahan-bahan kuliah sampe’ urusan yang sepele pun kita harus peduli karena itu kan buat kita juga.

Menurut saya sangat perlu adanya pengaturan dalam belajar apalagi sebagai mahasiswa yang harusnya bisa lebih baik pengaturannya dibandingkan waktu SMA karena kalo’ kita udah kuliah semua urusan pokoknya kita yang urus.

(Komunikasi Personal, 13 Februari 2011).

Sejalan dengan penjelasan Zimmerman bahwa self-regulated learning

merupakan kemampuan individu untuk dapat mengatur fungsi-fungsi yang ada dalam dirinya baik afeksi, tingkah laku dan pikiran sehingga membantu mencapai tujuan belajar yang diinginkan (dalam Woolfolk, 2004). Berdasarkan definisi tersebut individu digambarkan sebagai pusat pengatur segala hal yang berhubungan dengan dirinya, dikaitkan dalam sebuah konteks realitas atau kenyataan. Artinya dalam definisi di atas disebutkan bahwa self-regulated


(19)

learning tidak sekedar bagaimana melakukan pengelolaan terhadap dirinya secara menyeluruh (afeksi, kognitif, dan tingkah laku), namun juga terkait dengan bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan belajar agar sesuai dengan kebutuhan dirinya.

Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi belajarnya sendiri (Zimmerman & Martinez-Pons, dalam Schunk & Zimmerman,1998). Konsep self-regulated learning bukan kemampuan mental seperti intelegensi atau kemampuan akademik tetapi lebih kepada proses mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental menjadi kemampuan akademik (Zimmerman dalam Schunk & Zimmerman, 1998).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) ditemukan empat belas strategi self-regulated learning yaitu: 1. Evaluasi terhadap diri (self – evaluating), 2. Mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and transforming), 3. Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting &planning), 4. Mencari informasi (seeking information), 5. Mencatat hal penting (keeping record &monitoring), 6. Mengatur lingkungan belajar (envirotmental structuring), 7. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequating), 8. Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing), 9. Meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance), 10. Meminta bantuan guru (seek teacher assistance), 11. Meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance), 12. Mengulang tugas atau


(20)

test sebelumnya (review test /work), 13. mengulang catatan (review notes), dan 14. mengulang buku pelajaran (review texts book).

Schunk & Zimmerman (1998) menegaskan bahwa individu yang bisa dikatakan sebagai self-regulated learners adalah individu yang secara metakognisi, motivasional dan behavioral aktif ikut serta dalam proses belajar mereka. Individu tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar mereka secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang mereka inginkan tanpa bergantung pada guru, orang tua, dan orang lain.

Zimmerman dan Martinez-Pons (1989) menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara strategi self-regulated learning dengan prestasi akademik. Individu yang menggunakan strategi self-regulated learning akan memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak menggunakan strategi self-regulated learning. Hal ini didukung oleh pengakuan dari salah satu mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang senantiasa melakukan pengaturan dalam belajar.

Dari pertama kuliah, aku gak ada bikin perencanaan atau jadwal-jadwal belajar gitu…tapi lama-lama makin dijalani, di psikologi semakin banyak tugas, presentasi, tugas kelompok, belum lagi kuis apalagi kalo’ mendadak… banyak lah pokoknya. Mau gak mau aku jadi terbiasa bikin jadwal sendiri, pengaturan belajar misalnya ngumpulin bahan-bahan kuliah, diskusi, dsb. Kalo’ gak kayak gitu mungkin IP-ku makin turun, tapi karena aku selalu mengatur belajar jadi IP-ku pun mudah-mudahan sampe sekarang masih bagus.

(Komunikasi Personal, 16 Februari 2011)

Kemudian, peneliti juga melakukan komunikasi personal terhadap seorang mahasiswa tingkat pertama mengenai cara dan pengaturan belajar yang telah dilakukan sebagai berikut:


(21)

Waktu SMA aku ada juga buat pengaturan belajar tapi pas kuliah kayaknya gak bisa seperti yang waktu SMA dulu. Di bangku kuliah harus lebih ekstra pengaturan belajarnya. Mungkin prestasiku jadi menurun itu karena aku gak ada ngubah cara belajar waktu SMA dan masih aku gunakan sampe’ kuliah padahal di bangku kuliah itu dibutuhkan pengaturan belajar yang ekstra.

Pengaturan yang bisa dilakukan misalnya nyari bahan kuliah tambahan dari internet atau buku-buku lain, sering diskusi ke teman atau dosen, rajin ngulang topik kuliah, dsb.

(Komunikasi Personal, 17 Maret 2011).

Menurut Zimmerman (1986, 1990 dalam Lee, Hamman, dan Lee, 2007),

self-regulated learners secara tipikal memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, dan mereka juga secara metakognitif dan behavioral terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Mereka juga menyadari kemampuan dan keterbatasan mereka melalui strategi dan tujuan yang mereka buat secara personal, mengubah strategi belajar mereka, memantau tindakan yang mereka lakukan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dan merefleksikan diri berdasarkan keefektifan perkembangan belajar mereka (Pintrich & DeGroot, 1990; Winne, 1995; Zimmerman, 2002 dalam Lee, Hamman, dan Lee, 2007). Dikarenakan self-regulated learners

memiliki motivasi yang superior dan menggunakan strategi belajar, maka mereka akan lebih sukses secara akademis dan memandang masa depan secara optimis (Zimmerman, 2002).

Zimmerman mengajukan sebuah skema konseptual mengenai academic self-regulation yang meliputi enam kunci proses belajar (Schunk, 2000; Zimmerman, 1994, 1998b, 2002 dalam Lee, Hamman, dan Lee, 2007). Keenam kunci proses belajar tersebut adalah: a. self-efficacy; b. penggunaan strategi; c. manajemen waktu; d. self-observation; e. struktur lingkungan; dan f. pencarian bantuan (Zimmerman, 2002). Self-efficacy merupakan keyakinan yang ada pada


(22)

individu bahwa ia mampu untuk belajar dan menghasilkan harapan-harapan personal sebagai akibat dari proses belajar (Bandura, 1997 dalam Lee, Hamman, dan Lee, 2007). Self-efficacy mengacu pada penilaian dan kepercayaan dalam kemampuan pribadi, sedangkan harga diri atau konsep diri melihat khusus pada harga diri (Bandura, 1997 dalam Koehler, 2007).

Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986). Pervin memberikan pandangan yang memperkuat pernyataan Bandura tersebut. Pervin menyatakan bahwa self-efficacy adalah kemampuan yang dirasakan untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi yang khusus (Smet, 1994).

Self-efficacy membantu pengembangan bakat pendidikan dengan keterlibatan dalam kegiatan belajar. Melalui kegiatan ini, tingkat pencapaian dan motivasi biasanya meningkat dan berpengaruh positif (Zimmerman, 1997). Seorang mahasiswa dengan self-efficacy yang tinggi untuk suatu topik tertentu percaya pada kemampuan sendiri untuk menyelesaikan tugas, menemukan jawaban yang benar, mencapai tujuan, dan sering mengungguli teman-temannya.

Self-effficacy bertujuan untuk memprediksi prestasi akademik, tetapi tidak kemampuan kognitif (Kayu & Locke, 1987; Pajares, 1996; Huang & Chang, 1996 dalam Koehler, 2007).


(23)

Hipotesis Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) menunjukkan bahwa

self-efficacy dan self-regulated learning sangat berkorelasi. Secara ringkas, hubungan antara self-efficacy dan self-regulated learning menunjukkan bahwa individu dengan self-efficacy rendah tidak menggunakan strategi self-regulated learning sebanyak individu dengan self-efficacy tinggi.

Individu dengan self-effficacy yang tinggi untuk suatu topik tertentu percaya pada kemampuan sendiri untuk menyelesaikan tugas, menemukan jawaban yang benar, mencapai tujuan, dan sering mengungguli teman-temannya. Ketika individu memiliki atau memelihara self-efficacy dalam pelajaran atau keterampilan tertentu, proses regulasi diri tercipta dan dipelihara (Pajares & Schunk, 2001).

Hal ini sejalan dengan hasil wawancara peneliti dengan seorang mahasiswa yang juga duduk di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang diduga tidak menggunakan strategi self-regulated learning karena memiliki

self-efficacy yang rendah.

Pas awal-awal kuliah belum terasa kali banyak tugasnya. Tapi semester-semester selanjutnya mulai banyak tugas individu, kelompok, malah ada yang ke lapangan. Trus sering presentasi kelompok, bagi-bagi tugas, bikin makalah, slide, banyak lah… kuis juga ada. Saya merasa gak yakin bisa dapet prestasi yang bagus bayangkan aja di setiap mata kuliah selalu ada semua itu makanya susah. Makin lama IP jadi makin turun.

…saya biasa aja belajarnya. Yaa… pas kuis atau ujian belajar, copy bahan dari kawan. Kalo’ waktu kuliah biasa jarang belajar, paling kalo’ mau ujian aja…hehehe…”

(Komunikasi Personal, 16 Februari 2011)

Peneliti juga melakukan komunikasi personal dengan mahasiswa yang banyak menggunakan strategi self-regulated learning selama duduk di bangku kuliah:


(24)

Di SMA, saya juga buat rencana dan strategi belajar. Nah, pas kuliah, saya ngerasa perlu lebih ekstra untuk rutin menggunakan strategi belajar dan rencana-rencana belajar, misalnya waktu dosen jelasin, saya nyatat karena gak kayak SMA, ada dikasih waktu nyatatnya, makanya pas kuliah ini kan harus lebih ekstra. Trus ngulang materi kuliah biar bisa nyicil buat ujian, diskusi sama temen atau dosen, kadang-kadang saya juga bikin pengaturan kayak rumus-rumus gitu biar bahan kuliah mudah dihapal. Yaa… Alhamdulillah dengan cara ini, saya selalu merasa yakin saat menjawab soal di waktu ujian. IPK saya pun gak pernah anjlok, mudah-mudahan…

(Komunikasi Personal, 18 Maret 2011)

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka peneliti merasa perlu melakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan antara self-efficacy

dengan self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara

self-efficacy dengan self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy dengan self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.


(25)

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang psikologi khususnya psikologi pendidikan, terutama mengenai self-regulated learning pada individu, khusunya individu sebagai mahasiswa dan kaitannya dengan self-efficacy yang dimiliki oleh individu tersebut.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya sumber kepustakaan di bidang psikologi pendidikan sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penunjang untuk bahan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan kepada individu khususnya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara untuk meningkatkan self-efficacy dan self-regulated learning mereka.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Berisi uraian singkat mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.


(26)

Bab II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori yang terdapat dalam bab ini adalah terori mengenai self-efficacy, teori self-regulated learning, teori mahasiswa, dan hubungan antara self-efficacy dengan self-regulated learning. Dalam bab ini juga dimuat tentang hipotesa penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengambilan data, uji validitas, uji daya beda dan reliabilitas alat ukur, metode analisa data serta hasil uji coba alat ukur penelitian.

Bab IV: Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini akan menjelaskan tentang gambaran subjek penelitian, laporan hasil penelitian yang meliputi kategorisasi data penelitian, hasil uji asumsi meliputi uji normalitas dan linieritas, hasil utama penelitian, dan pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini memuat mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dijelaskan di bab sebelumnya. Selain itu, bab ini juga akan memuat saran untuk penyempurnaan penelitian berikutnya.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. SELF-EFFICACY

1. Pengertian Self-efficacy

Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986,) Baron dan Byrne (2000) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Di samping itu, Schultz (1994) mendefinisikan self-efficacy sebagai perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan.

Berdasarkan persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu.

2. Dimensi Self-efficacy

Bandura (1997) mengemukakan bahwa self-efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu :


(28)

a. Tingkat (level)

Self-efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda dalam tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki self-efficacy yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya.

b. Keluasan (generality)

Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self-efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan self-efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy

yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas.

c. Kekuatan (strength)

Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self-efficacy menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan individu. Self-efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun.


(29)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy mencakup dimensi tingkat (level), keluasan (generality) dan kekuatan (strength).

3. Sumber-Sumber Self-efficacy

Bandura (1986) menjelaskan bahwa self-efficacy individu didasarkan pada empat hal, yaitu:

a. Pengalaman akan kesuksesan

Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar pengaruhnya terhadap self-efficacy individu karena didasarkan pada pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan self-efficacy individu meningkat, sementara kegagalan yang berulang mengakibatkan menurunnya self-efficacy, khususnya jika kegagalan terjadi ketika self-efficacy individu belum benar-benar terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan self-efficacy

individu jika kegagalan tersebut tidak merefleksikan kurangnya usaha atau pengaruh dari keadaan luar.

b. Pengalaman individu lain

Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber self-efficacynya. Self-efficacy juga dipengaruhi oleh pengalaman individu lain. Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan self-efficacy individu tersebut pada bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya dengan mengatakan jika individu lain dapat melakukannya dengan sukses, maka individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk melakukanya dengan baik. Pengamatan individu terhadap kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan


(30)

banyak usaha menurunkan penilaian individu terhadap kemampuannya sendiri dan mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan yang memungkinkan self-efficacy individu mudah dipengaruhi oleh pengalaman individu lain, yaitu kurangnya pemahaman individu tentang kemampuan orang lain dan kurangnya pemahaman individu akan kemampuannya sendiri.

c. Persuasi verbal

Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa individu memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk meraih apa yang diinginkan.

d. Keadaan fisiologis

Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami individu memberikan suatu isyarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan sehingga situasi yang menekan cenderung dihindari. Informasi dari keadaan fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar menjadi isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada di atas kemampuannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, self-efficacy bersumber pada pengalaman akan kesuksesan, pengalaman individu lain, persuasi verbal, dan keadaan fisiologis individu.


(31)

4. Proses-proses Self-efficacy

Bandura (1997) menguraikan proses psikologis self-efficacy dalam mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui cara-cara dibawah ini :

a. Proses kognitif

Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan yang tepatuntuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya.

Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadian-kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan mengembangkan cara untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi.

b. Proses motivasi

Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Terdapat beberapa macam motivasi kognitif


(32)

yang dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi penyebab yang berasal dari teori atribusi dan pengharapan akan hasil yang terbentuk dari teori nilai-pengharapan.

Self-efficacy mempengaruhi atribusi penyebab, dimana individu yang memiliki self-efficacy akademik yang tinggi menilai kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh kurangnya usaha, sedangkan individu dengan self-efficacy yang rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan.

Teori nilai-pengharapan memandang bahwa motivasi diatur oleh pengharapan akan hasil (outcome expectation) dan nilai hasil (outcome value)

tersebut. Outcome expectation merupakan suatu perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat yang khusus bagi individu. Hal tersebut mengandung keyakinan tentang sejauhmana perilaku tertentu akan menimbulkan konsekuensi tertentu. Outcome value adalah nilai yang mempunyai arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku dilakukan. Individu harus memiliki outcome value yang tinggi untuk mendukung outcome expectation.

c. Proses afeksi

Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan.

Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu


(33)

terhadap kemampuannya mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu. Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut.

d. Proses seleksi

Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat membentuk hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini mampu menangani. Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang ditentukan.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses self-efficacy

meliputi proses kognitif, proses motivasi, proses afeksi, dan proses seleksi.

B. SELF-REGULATED LEARNING

1. Pengertian Self-Regulated Learning

Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur bagi belajarnya sendiri (Zimmerman & Martinez-Pons, dalam Schunk & Zimmerman,1998). Zimmerman


(34)

(dalam Woolfolk, 2004) mengatakan bahwa self-regulation merupakan sebuah proses dimana seseorang peserta didik mengaktifkan dan menopang kognisi, perilaku, dan perasaannya yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian suatu tujuan. Ketika tujuan tersebut meliputi pengetahuan maka yang dibicarakan adalah self-regulated learning.

Self-regulated learning dapat berlangsung apabila peserta didik secara sistematis mengarahkan perilakunya dan kognisinya dengan cara memberi perhatian pada instruksi-instruksi, tugas-tugas, melakukan proses dan menginterpretasikan pengetahuan, mengulang-mengulang informasi untuk mengingatnya serta mengembangkan dan memelihara keyakinan positifnya tentang kemampuan belajar dan mampu mengantisipasi hasil belajarnya (Schunk, dalam Schunk & Zimmerman, 1998).

Self-regulated learning merupakan proses dimana peserta didik mengaktifkan pikirannya, perasaan dan tindakan yang diharapkan dapat mencapai tujuan khusus pendidikan (Zimmerman, Bonner & Kovach, 2003). Selain itu Schunk & Zimmermann (1998) menegaskan bahwa peserta didik yang bisa dikatakan sebagai self-regulated learners adalah yang secara metekognisi, motivasional dan behavioral aktif ikut serta dalam proses belajar. Peserta didik dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan tanpa bergantung pada guru, orang tua, dan orang lain.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning


(35)

dengan mengaktifkan kognitif, afektif dan perilakunya sehingga tercapai tujuan belajar.

2. Perkembangan Self-Regulated Learning

Schunk dan Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) mengemukakan model perkembangan self-regulated learning. Berkembangnya kompetensi self-regulated learning dimulai dari pengaruh sumber sosial yang berkaitan dengan kemampuan akademik dan kemudian berkembang secara bertahap dimana awalnya dipengaruhi oleh lingkungan dan akhirnya dipengaruhi oleh diri sendiri.

a. Level pengamatan (observasional)

Peserta didik yang baru awalnya memperoleh hampir seluruh strategi-strategi belajar dari proses pengajaran, modeling, pengerjaan tugas, dan dorongan dari lingkungan sosial. Pada level pengamatan ini, sebagian peserta didik dapat menyerap ciri-ciri utama strategi belajar dengan mengamati model, walaupun hampir seluruh peserta didik membutuhkan latihan untuk menguasai kemampuan

self-regulated learning.

b. Level persamaan (emultive)

Pada level ini peserta didik menunjukkan performansi yang hampir sama dengan kondisi umum dari model. Peserta didik tidak secara langsung meniru model, namun berusaha menyamai gaya atau pola-pola umum saja. Oleh karena itu, mungkin saja menyamai tipe pertanyaan model tapi tidak meniru kata-kata yang digunakan oleh model.


(36)

c. Level kontrol diri (self controlled)

Peserta didik sudah menggunakan dengan sendiri strategi-strategi belajar ketika mengerjakan tugas. Strategi-strategi yang digunakan sudah terinternalisasi, namun masih dipengaruhi oleh gambaran standar performansi yang ditujukan oleh model dan sudah menggunakan proses self reward.

d. Level pengaturan diri

Merupakan level terakhir dimana peserta didik mulai menggunakan strategi-strategi yang disesuaikan dengan situasi dan termotivasi oleh tujuan serta

self efficacy untuk berprestasi. Peserta didik memilih kapan menggunakan strategi-strategi khusus dan mengadaptasinya untuk kondisi yang berbeda, dengan sedikit petunjuk dari model atau tidak ada.

3. Strategi Self-Regulated Learning

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) ditemukan empat belas strategi self-regulated learning sebagai berikut.

1. Evaluasi terhadap diri (self –evaluating)

Merupakan inisiatif peserta didik dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas dan kemajuan pekerjaannya.

2. Mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and transforming) Peserta didik mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan efektivitas proses belajar. Perilaku ini dapat bersifat covert dan overt.


(37)

3. Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning)

Strategi ini merupakan pengaturan peserta didik terhadap tugas, waktu dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut.

4. Mencari informasi (seeking information)

Peserta didik memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas.

5. Mencatat hal penting (keeping record & monitoring)

Peserta didik berusaha mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari.

6. Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring)

Peserta didik berusaha mengatur lingkungan belajar dengan cara tertentu sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih baik.

7. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequating)

Peserta didik mengatur atau membayangkan reward dan punisment bila sukses atau gagal dalam mengerjakan tugas atau ujian.

8. Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing)

Peserta didik berusaha mengingat bahan bacaan dengan perilaku overt dan

covert.

9. Meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance)

Bila menghadapi masalah yang berhubungan dengan tugas yang sedang dikerjakan, peserta didik meminta bantuan teman sebaya.


(38)

10. Meminta bantuan guru/pengajar (seek teacher assistance)

Bertanya kepada guru di dalam atau pun di luar jam belajar dengan tujuan untuk dapat membantu menyelesaikan tugas dengan baik.

11. Meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance)

Meminta bantuan orang dewasa yang berada di dalam dan di luar lingkungan belajar bila ada yang tidak dimengerti yang berhubungan dengan pelajaran .

12. Mengulang tugas atau test sebelumnya (review test/work)

Pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai topik tertentu dan tugas yang telah dikerjakan dijadikan sumber infoemasi untuk belajar.

13. Mengulang catatan (review notes)

Sebelum mengikuti tujuan, peserta didik meninjau ulang catatan sehingga mengetahui topik apa saja yang akan di uji.

14. Mengulang buku pelajaran (review texts book)

Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan pendukung catatan sebagai sarana belajar.

4. Faktor-faktor yang Mempengeruhi Self-Regulated Learning

Cobb (2003) menyatakan bahwa self regulated learning dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah self efficacy, motivasi dan tujuan.

a. Self efficacy

Self efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau


(39)

mempengaruhi peserta didik dalam memilih suatu tugas, usaha, ketekunan, dan prestasi. Peserta didik yang memiliki self efficacy yang tinggi akan meningkatkan penggunaan kognitif dan strategi self regulated learning. Peserta didik yang merasa mampu menguasai suatu keahlian atau melaksanakan suatu tugas akan lebih siap untuk berpartisipasi, bekerja keras, lebih ulet dalam menghadapi kesulitan, dan mencapai level yang lebih tinggi.

b. Motivasi

Menurut Cobb (2003) motivasi yang dimiliki peserta didik secara positif berhubungan dengan self regulated learning. Motivasi dibutuhkan peserta didik untuk melaksanakan strategi yang akan mempengaruhi proses belajar. Peserta didik cenderung akan lebih efisien mengatur waktunya dan efektif dalam belajar apabila memiliki motivasi belajar. Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (intrinsic) cenderung akan lebih memberikan hasil positif dalam proses belajar dan meraih prestasi yang baik. Motivasi ini akan lebih kuat dan lebih stabil/menetap bila dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar diri (extrinsic). Walaupun demikian bukan berarti motivasi dari luar diri (extrinsic) tidak penting. Kedua jenis motivasi ini sangat berperan dalam proses belajar. Peserta didik kadang termotivasi belajar oleh keduanya, misalnya mereka mengharapkan pemenuhan kepuasan atas keingintahuannya dengan belajar giat, namun mereka juga mengharapkan ganjaran (reward) dari luar atas prestasi yang mereka capai.

c. Tujuan (goals)

Menurut Cobb (2003) goal merupakan penetapan tujuan apa yang hendak dicapai seseorang. Goal merupakan kriteria yang digunakan peserta didik untuk memonitor kemajuan mereka dalam belajar. Goal memiliki dua fungsi dalam self


(40)

regulated learning yaitu menuntun peserta didik untuk memonitor dan mengatur usahanya dalam arah yang spesifik. Selain itu goal juga merupakan kriteria bagi peserta didik untuk mengevaluasi performansi mereka. Efek dari goal tergantung atas hasil (outcomes) yang diharapkan. Hasil ini dapat dikategorikan menjadi dua

orientasi yaitu: orientasi pada pembelajaran (learning) dan orientasi pada penampilan

(performance). (Meece dalam Cobb, 2003) menjelaskan bahwa orientasi pada

pembelajaran (learning goals) fokus pada proses pencapaian kemampuan dan pemahaman betapapun sulitnya usaha yang harus dilakukan untuk mencapai goal tersebut. Sedangkan orientasi pada penampilan (performance goal) fokus pada pencapaian penampilan yang baik di pandangan orang lain atau penghindaran penilaian negatif dari lingkungan. Menurut Cobb (2003) learning goals menghasilkan prestasi akademik yang tinggi dan menunjukkan penggunaan strategi self regulated learning melalui proses informasi yang mendalam (deep).

C. MAHASISWA

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008). Menurut Sukadji (2001) mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda yang mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di perguruan tinggi. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan akan mendapat manfaat yang sebesar-besarnya dalam pendidikan tersebut.

Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah mereka yang terdaftar dan belajar di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.


(41)

Dalam buku Panduan Perkuliahan Program Studi Strata I (S-I) Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (2008) ditegaskan bahwa kompetensi lulusan Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang diharapkan adalah:

a. Mampu menguasai konsep-konsep umum, perspektif umum, hasil-hasil penelitian empiris dan sebagainya dalam bidang psikologi.

b. Mampu menguasai penelitian dasar, memiliki keterampilan wawancara, observasi, desain penelitian mengenai skala, alat ukur psikologi dan sejenisnya, dan mampu melakukan analisis baik dalam bentuk metode kuantitatif maupun kualitatif.

c. Mampu menguasai prinsip psikodiagnostik dasar serta mampu melakukan pengamatan secara obyektif dan sistematis mengenai bakat, minat, dan kepribadian.

d. Mampu melakukan intervensi dalam bidang non klinis dan pelatihan.

e. Mampu melakukan hubungan yang konstruktif supaya memiliki ketrampilan dan menjaga hubungan interpersonal dan mengkomunikasikan apa yang dimiliki.

f. Mampu beretika dalam memberikan pelayanan kepada individu dan kelompok, memahami perbedaan dan tidak membeda-bedakan.

g. Mampu berpikir kritis, berkomunikasi lisan dan tulis, kepemimpinan, percaya diri, penelusuran informasi berdasarkan perubahan yang terjadi serta mengembangkan diri sebagai penyelesai masalah.

Selanjutnya Basir (1992) menjelaskan bahwa mahasiswa secara psikis dan fisik telah mencapai tahap awal dewasa dan telah meninggalkan masa remajanya,


(42)

sehingga perilakunya dengan lingkungan sekitar sudah terarah, mengakui dan memahami norma, serta nilai yang harus ditaatinya. Menurut Winkel (1997) mahasiswa berada pada rentang usia 18 atau 19 tahun sampai 24 atau 25 tahun. Selanjutnya Winkel (1997) menjelaskan bahwa rentang usia mahasiswa ini masih dapat dibagi atas dua periode yaitu:

1. Usia 18 atau 19 tahun sampai 20 atau 21 tahun.

Periode ini merupakan mahassiswa dari semester I sampai dengan semester IV. Pada rentang usia ini, pada umumnya tampak ciri-ciri sebagai berikut:

a. Stabilitas dalam kepribadian mulai meningkat.

b. Pandangan yang lebih realistis tentang diri sendiri dan lingkungan hidupnya.

c. Kemampuan untuk menghadapi segala permasalahan secara lebih matang. d. Gejolak-gejolak dalam area perasaan mulai berkurang. Meskipun demikian

ciri khas dari masa remaja masih sering muncul, tergantung dari laju perkembangan masing-masing mahasiswa.

2. Usia 21 atau 22 tahun sampai 24 atau 25 tahun.

Mahasiswa semester V sampai dengan semester VIII. Pada rentang usia ini pada umumnya terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus diperhatikan terutama bersifat psikologis, seperti:

a. Mendapat penghargaan dari teman, dosen, dan sesama anggota keluarga lainnya.


(43)

c. Memiliki rasa harga diri dengan mendapatkan tanggapan dari lawan jenis dan menikmati rasa puas karena sukses dalam studi akademik.

Berdasarkan teori perkembangan, mahasiswa termasuk dalam masa remaja. Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai masa remaja akhir atau awal usia dua puluhan, dan masa tersebut membawa perubahan besar saling bertautan dalam semua ranah perkembangan (Papalia, Old, & Feldman, 2008). Masa remaja adalah waktu meningkatnya perbedaan di antara anak muda mayoritas, yang diarahkan untuk mengisi masa dewasa dan menjadikannya produktif, dan minoritas (sekitar satu dari lima) yang akan berhadapan dengan masalah besar (Offer, 1987; Offer & Schonert-Reichl, 1992 dalam Papalia, Old, & Feldman, 2008).

Merujuk pada Piaget, remaja memasuki level tertinggi perkembangan kognitif–operasional formal–ketika mereka mengembangkan kemampuan berpikir abstrak. Orang-orang di tahap operasional formal dapat mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dengan tantangan di masa mendatang dan membuat rencana untuk masa datang (Papalia, Old, & Feldman, 2008).

Menurut Papalia, Old, & Feldman (2008), motivasi akademis dan keyakinan akan kecakapan diri mungkin mempengaruhi cara remaja menggunakan waktu mereka. Sebagian di antara mereka tampak terlalu sibuk dengan aktivitas ekstrakurikuler, pekerjaan rumah tangga, dan pekerjaan sampingan ketimbang harapan untuk mendapatkan peringkat yang baik. Tetapi banyak yang kekurangan waktu dapat dan benar-benar berhasil dalam studi, sedangkan banyak yang tampak memiliki banyak waktu luang justru tidak terlalu


(44)

berprestasi. Selain itu, mahasiswa juga termasuk dalam kategori dewasa awal berdasarkan teori perkembangan (Papalia, Old, & Feldman, 2008).

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu dan rentang usia mahasiswa yaitu 18 atau 19 tahun sampai 24 atau 25 tahun.

D. HUBUNGAN ANTARA SELF- EFFICACY DENGAN SELF-REGULATED LEARNING

Self-regulated learning merupakan proses dimana peserta didik mengaktifkan pikirannya, perasaan dan tindakan yang diharapkan dapat mencapai tujuan khusus pendidikan (Zimmerman, Bonner & Kovach, 2003). Selain itu, Schunk & Zimmermann (1998) menegaskan bahwa peserta didik yang bisa dikatakan sebagai self-regulated learners adalah yang secara metekognisi, motivasional dan behavioral aktif ikut serta dalam proses belajar. Peserta didik dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan tanpa bergantung pada guru, orang tua, dan orang lain.

Self-regulated learning dapat berlangsung apabila peserta didik secara sistematis mengarahkan perilakunya dan kognisinya dengan cara memberi perhatian pada instruksi-instruksi, tugas-tugas, melakukan proses dan menginterpretasikan pengetahuan, mengulang-mengulang informasi untuk mengingatnya serta mengembangkan dan memelihara keyakinan positifnya


(45)

tentang kemampuan belajar dan mampu mengantisipasi hasil belajarnya (Schunk, dalam Schunk & Zimmerman, 1998).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) ditemukan empat belas strategi self-regulated learning yaitu: (1) Evaluasi terhadap diri (self – evaluating), (2) Mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and transforming), (3) Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting &planning), (4) Mencari informasi (seeking information), (5) Mencatat hal penting (keeping record &monitoring), (6) Mengatur lingkungan belajar (envirotmental structuring), (7) Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequating), (8) Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing), (9) Meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance), (10) Meminta bantuan guru (seek teacher assistance), (11) Meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance), (12) Mengulang tugas atau test sebelumnya (review test /work), (13) mengulang catatan (review notes), dan (14) mengulang buku pelajaran (review texts book).

Zimmerman dan Martinez-Pons (1989) menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara strategi self-regulated learning dengan prestasi akademik. Individu yang menggunakan strategi self-regulated learning akan memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak menggunakan strategi self-regulated learning.

Menurut Zimmerman (1986, 1990 dalam Lee, Hamman, dan Lee, 2007),

self-regulated learners secara tipikal memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, dan mereka juga secara metakognitif dan behavioral terlibat aktif dalam proses


(46)

pembelajaran. Mereka juga menyadari kemampuan dan keterbatasan mereka melalui strategi dan tujuan yang mereka buat secara personal, mengubah strategi belajar mereka, memantau tindakan yang mereka lakukan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dan merefleksikan diri berdasarkan keefektifan perkembangan belajar mereka (Pintrich & DeGroot, 1990; Winne, 1995; Zimmerman, 2002 dalam Lee, Hamman, dan Lee, 2007). Dikarenakan self-regulated learners

memiliki motivasi yang superior dan menggunakan strategi belajar, maka mereka akan lebih sukses secara akademis dan memandang masa depan secara optimis (Zimmerman, 2002).

Zimmerman mengajukan sebuah skema konseptual mengenai academic self-regulation yang meliputi enam kunci proses belajar (Schunk, 2000; Zimmerman, 1994, 1998b, 2002 dalam Lee, Hamman, dan Lee, 2007). Keenam kunci proses belajar tersebut adalah: a. self-efficacy; b. penggunaan strategi; c. manajemen waktu; d. self-observation; e. struktur lingkungan; dan f. pencarian bantuan (Zimmerman, 2002). Self-efficacy merupakan keyakinan yang ada pada individu bahwa ia mampu untuk belajar dan menghasilkan harapan-harapan personal sebagai akibat dari proses belajar (Bandura, 1997 dalam Lee, Hamman, dan Lee, 2007). Self-efficacy mengacu pada penilaian dan kepercayaan dalam kemampuan pribadi, sedangkan harga diri atau konsep diri melihat khusus pada harga diri (Bandura, 1997 dalam Koehler, 2007).

Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy


(47)

mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986). Pervin memberikan pandangan yang memperkuat pernyataan Bandura tersebut. Pervin menyatakan bahwa self-efficacy adalah kemampuan yang dirasakan untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi yang khusus (Smet, 1994).

Self-efficacy membantu pengembangan bakat pendidikan dengan keterlibatan dalam kegiatan belajar. Melalui kegiatan ini, tingkat pencapaian dan motivasi biasanya meningkat dan berpengaruh positif (Zimmerman, 1997). Seorang mahasiswa dengan self-efficacy yang tinggi untuk suatu topik tertentu percaya pada kemampuan sendiri untuk menyelesaikan tugas, menemukan jawaban yang benar, mencapai tujuan, dan sering mengungguli teman-temannya.

Self-effficacy bertujuan untuk memprediksi prestasi akademik, tetapi tidak kemampuan kognitif (Kayu & Locke, 1987; Pajares, 1996; Huang & Chang, 1996 dalam Koehler, 2007).

Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) meneliti bagaimana self-efficacy

matematika dan verbal berkaitan dengan strategi self-regulated learning antara siswa yang berprestasi normal dan siswa berbakat kelas 5, 8 dan 11. Aitem

efficacy verbal diukur melalui persepsi siswa dalam mendefinisikan kata-kata secara benar, efficacy matematika diukur melalui kompetensi dalam memecahkan masalah. Siswa membaca skenario yang menggambarkan konteks belajar dan mengindikasikan metode self-regulated learning yang akan mereka gunakan dalam belajar. Hasilnya, self-efficacy matematika dan verbal berkorelasi positif dengan penggunaan strategi self-regulated learning yang efektif (misalnya,


(48)

mengevaluasi diri, penetapan tujuan dan perencanaan, menjaga catatan, dan monitoring). Siswa berbakat menunjukkan self-efficacy dan penggunaan strategi self-regulated learning yang lebih tinggi daripada siswa yang berprestasi normal dan siswa yang lebih tua menggunakan strategi self-regulated learning yang lebih besar.

Hipotesis Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) menunjukkan bahwa

self-efficacy dan self-regulated learning sangat berkorelasi. Secara ringkas, hubungan antara self-efficacy dan self-regulated learning menunjukkan bahwa individu dengan self-efficacy rendah tidak menggunakan strategi self-regulated learning sebanyak individu dengan self-efficacy tinggi.

Individu dengan self-effficacy yang tinggi untuk suatu topik tertentu percaya pada kemampuan sendiri untuk menyelesaikan tugas, menemukan jawaban yang benar, mencapai tujuan, dan sering mengungguli teman-temannya. Ketika individu memiliki atau memelihara self-efficacy dalam pelajaran atau keterampilan tertentu, proses regulasi diri tercipta dan dipelihara (Pajares & Schunk, 2001).

E. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara self-efficacy dengan self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, yaitu semakin tinggi self-efficacy mahasiswa maka self-regulated learning yang


(49)

dimiliki siswa semakin baik dan sebaliknya semakin rendah self-efficacy


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan salah satu elemen penting dalam suatu penelitian, sebab metode penelitian menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisis data dan pengambilan keputusan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional kuantitatif, dimana penelitian korelasional menurut Azwar (2000) bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara self-efficacy dengan self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penelitian jenis ini, data yang dikumpulkan hanya untuk memverifikasi dan menggambarkan ada tidaknya hubungan antar variabel yang diteliti, namun tidak dapat menerangkan sebab-sebab hubungan tersebut (Hadi, 2000).

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas (Independent Variabel)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah self-efficacy. 2. Variabel Tergantung (Dependent Variabel)


(51)

B. Definisi Operasional 1. Self-efficacy

Self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu.

Self-efficacy diungkap dengan skala self-efficacy yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi self-efficacy menurut Bandura (1997), yaitu tingkat kesukaran (level), penguasaan materi (generality), dan kekuatan (strength). Tinggi rendahnya self-efficacy dilihat melalui tinggi rendahnya skor yang diperoleh pada skala self-efficacy. Semakin tinggi skor skala yang diperoleh akan menunjukkan bahwa subjek memiliki self-efficacy yang tinggi dan sebaliknya semakin rendah skor skala yang diperoleh akan menunjukkan bahwa subjek memiliki self-efficacy yang rendah.

2. Self-regulated Learning

Self-regulated learning merupakan proses dimana siswa mengaktifkan

pikirannya, perasaan dan tindakan yang diharapkan dapat mencapai tujuan khusus pendidikan, dengan menerapkan strategi-strategi yaitu: evaluasi terhadap diri ( self-evaluating), mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and transforming), membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning), mencari informasi (seeking information), mencatat hal penting (keeping record & monitoring), mengatur lingkungan belajar (environtmental structuring), konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self-consequating), mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing), meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance), meminta bantuan guru (seek teacher


(52)

assistance), meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance), mengulang tugas atau test sebelumnya (review test/work), mengulang catatan (review notes), mengulang buku pelajaran (review text book).

Dalam penelitian ini, self-regulated learning akan diukur dengan menggunakan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan empat belas strategi self-regulated learning dari Zimmerman dan Martinez-Pons tersebut. Tinggi rendahnya self-regulated learning dilihat melalui tinggi rendahnya skor yang diperoleh pada skala self-regulated learning. Semakin tinggi skor skala yang diperoleh akan menunjukkan bahwa subjek memiliki self-regulated learning yang tinggi dan sebaliknya semakin rendah skor skala yang diperoleh akan menunjukkan bahwa subjek memiliki self-regulated learning yang rendah.

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi

Menurut Hadi (2000), populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai minimal satu sifat yang sama atau ciri-ciri yang sama dan untuk siapa kenyataan yang diperoleh dari subjek penelitian hendak digeneralisasikan. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara angkatan 2008, 2009, dan 2010.

2. Sampel

Menurut Hadi (2000), sampel adalah sebagian dari populasi yang digunakan untuk menentukan sifat-sifat serta ciri-ciri yang dikendalikan dari populasi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 90 orang yang terdiri dari 30 mahasiswa angkatan 2008,


(53)

30 mahasiswa angkatan 2009, dan 30 mahasiswa angkatan 2010. Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang tidak sedang dalam masa Penundaan Kegiatan Akademik.

3. Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan pengambilan sampel random sederhana. Pengambilan sampel secara random sederhana dilakukan dengan undian, yaitu mengundi nama-nama subjek dalam populasi (Azwar, 1997).

D. Alat Ukur yang Digunakan

Metode pengumpulan data yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini menggunakan metode skala. Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000).

Pertimbangan penggunaan skala dalam pengukuran self-efficacy dan self-regulated learning adalah sebagai berikut :

1. Subjek adalah individu yang paling tahu tentang dirinya.

2. Apa yang dinyatakan subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya cenderung sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti (Hadi, 2000).


(54)

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self-efficacy dan skala self-regulated learning. Skala ini menggunakan skala model Likert dimana peneliti menggunakan 5 pilihan jawaban, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), R (ragu-ragu), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Penilaian bergerak dari 1 sampai 5 untuk aitem-aitem yang favorable dan 5 sampai 1 untuk aitem-aitem yang unfavorable.

Respon dari item favorable akan memiliki bobot nilai 5 untuk respon SS (sangat sesuai), 4 untuk respon S (sesuai), 3 untuk respon R (ragu-ragu), 2 untuk respon TS (tidak sesuai), dan 1 untuk respon STS (sangat tidak sesuai). Respon dari item unfavorable akan memiliki bobot nilai 1 untuk respon SS (sangat sesuai), 2 untuk respon S (sesuai), 3 untuk respon R (ragu-ragu), 4 untuk respon TS (tidak sesuai) dan 5 untuk respon STS (sangat tidak sesuai).

1. Skala Self-efficacy

Skala Self-efficacy disusun berdasarkan dimensi self-efficacy menurut Bandura (1997), yaitu :

a. Tingkat kesulitan (level)

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang dihadapi individu. Individu dengan self-efficacy yang tinggi akan menganalisis tingkat kesulitan tugas yang dicoba dan menghindari tugas di luar batas kemampuannya. Individu dengan self-efficacy yang tinggi akan menganalisa tugas-tugas sebagai tugas yang masih dalam batas kemampuaannya.


(55)

Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tugas yang dihadapi individu. Individu dengan self-efficacy yang tinggi akan ditandai dengan pengharapan untuk dapat menyelesaikan seluruh tugasnya secara penuh.

c. Tingkat kekuatan (strength)

Tingkat kekuatan menggambarkan kemantapan keyakinan individu terhadap kemampuannya. Siswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan memiliki keyakinan yang mantap sehingga pantang menyerah dan ulet dalam meningkatkan usahanya dan berani menghadapi rintangan.

Setiap aitem dalam skala self-efficacy terdiri dari pernyataan dengan 5 pilihan jawaban, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), R (ragu-ragu), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Di dalam alat ukur juga tertera identitas diri yang harus diisi oleh responden. Identitas diri tersebut meliputi nama, NIM (Nomor Induk Mahasiswa), usia, jenis kelamin, fakultas, semester, dan angkatan.

Skala disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-5. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu: STS=1, TS=2, R=3, S=4, SS=5. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu: STS=5, TS=4, R=3, S=2, SS=1.

Blue print aitem uji coba skala self-efficacy dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Blue Print Skala Self-efficacy

No. Aspek Jenis Aitem Total Bobot


(56)

1. Tingkat kesulitan (level) 1, 5, 14, 17

2, 9, 20, 21

8 36,36%

2. Penguasaan terhadap materi (generality)

10, 15, 22

3, 6, 19 6 27,27%

3. Tingkat kekuatan (strength) 4, 7, 11, 18

8, 12, 13, 16

8 36,36%

Jumlah 11 11 22 100%

2. Skala Self-regulated Learning

Self-regulated learning akan diukur dengan menggunakan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan empat belas strategi self-regulated learning dari Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) yaitu: (1) Evaluasi terhadap diri (self-evaluating), (2) Mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and transforming), (3) Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning), (4) Mencari informasi (seeking information), (5) Mencatat hal penting (keeping record & monitoring), (6) Mengatur lingkungan belajar (environtmental structuring), (7) Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self-consequating), (8) Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing), (9) Meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance), (10) Meminta bantuan guru (seek teacher assistance), (11) Meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance), (12) Mengulang tugas atau test sebelumnya (review test/work), (13) mengulang catatan (review notes), dan (14) mengulang buku pelajaran (review text book).


(57)

Setiap aitem dalam skala self-regulated learning terdiri dari pernyataan dengan 5 pilihan jawaban, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), R (ragu-ragu), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Di dalam alat ukur juga tertera identitas diri yang harus diisi oleh subjek.

Skala disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1–5. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu: STS=1, TS=2, R=3, S=4, SS=5. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu: STS=5, TS=4, R=3, S=2, SS=1.

Blue print aitem uji coba skala self-regulated learning dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Blue Print Skala Self-regulated Learning

No. Strategi Aitem Total Bobot

F UF

1. Evaluasi terhadap diri 1, 13 27, 28 4 7,14 % 2. Mengatur dan mengubah materi

pelajaran

2, 29 9, 14 4 7,14 %


(58)

belajar

4. Mencari informasi 3, 32 4, 16 4 7,14 %

5. Mencatat hal penting 17, 45 5, 33 4 7,14 %

6. Mengatur lingkungan belajar 6, 34 18, 46 4 7,14 % 7. Konsekuensi setelah mengerjakan

tugas

19, 47 7, 35 4 7,14 %

8. Mengulang dan mengingat 8, 36 20, 48 4 7,14 % 9. Meminta bantuan teman sebaya 21, 37 38, 49 4 7,14 %

10. Meminta bantuan guru 10, 39 22, 50 4 7,14 %

11. Meminta bantuan orang dewasa 23, 51 40, 52 4 7,14 % 12. Mengulang tugas atau test

sebelumnya

11, 41 24, 53 4 7,14 %

13. Mengulang catatan 25, 54 42, 55 4 7,14 %

14. Mengulang buku pelajaran 26, 56 12, 43 4 7,14 %

Jumlah 28 28 56 100%

E. Validitas, Uji Daya Beda, dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur

Untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian validitas (Azwar, 2007). Validitas alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah validitas isi yaitu validitas yang menunjukkan sejauh mana aitem dalam skala mencakup keseluruhan isi yang hendak diungkap oleh tes tersebut. Hal ini berarti isi alat


(1)

Subjek 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Jlh 1 4 1 4 4 4 3 1 1 3 4 4 4 159 2 3 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 184 3 3 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 181 4 4 4 3 3 4 3 4 3 4 2 4 4 158 5 2 5 4 2 4 3 2 2 2 2 2 4 160 6 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 154 7 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 171 8 4 4 4 3 4 4 1 3 3 4 4 3 167 9 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 177 10 3 4 2 4 4 3 2 3 3 4 4 3 161 11 3 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 185 12 3 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3 174 13 2 4 2 3 4 4 3 3 3 2 4 2 154 14 4 2 2 4 4 2 2 1 4 4 4 4 143 15 2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 5 174 16 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 169 17 5 3 3 4 5 4 3 3 4 4 5 3 184 18 2 4 2 4 4 2 4 5 4 5 4 4 173 19 3 5 4 5 5 3 5 5 5 5 5 5 210 20 3 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 164 21 3 4 2 2 2 2 4 4 4 3 4 4 164 22 4 2 3 2 4 4 4 2 2 2 3 2 141 23 3 4 2 4 3 3 2 4 4 3 3 2 148 24 4 4 4 2 4 4 4 3 4 4 4 4 176 25 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 152 26 4 5 4 5 2 2 4 1 2 1 5 3 157 27 2 4 2 2 4 4 4 4 4 2 3 2 137 28 1 3 2 2 4 3 2 5 1 5 5 5 166 29 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 151 30 4 4 4 4 5 5 5 5 4 2 4 4 187 31 2 4 2 2 4 4 4 4 4 2 4 4 153 32 2 4 2 2 2 4 2 2 3 2 4 2 162 33 4 4 3 4 4 4 4 5 4 4 4 4 178 34 3 5 2 3 4 4 2 4 4 3 4 4 163 35 3 4 3 2 4 3 4 5 3 3 4 4 168 36 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 174 37 2 4 3 2 3 2 3 4 4 4 4 3 154 38 4 5 3 3 4 2 2 4 4 4 4 2 151 39 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 177 40 2 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 156 41 4 5 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 179 42 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 186 43 2 4 4 2 2 2 2 5 5 2 4 2 133


(2)

44 2 2 2 4 4 3 4 2 3 3 3 5 155 45 2 4 2 3 3 3 2 3 4 3 4 3 145 46 2 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 163 47 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 160 48 2 4 4 2 4 4 2 2 3 4 4 4 146 49 4 4 2 3 4 4 4 2 3 3 4 3 152 50 2 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 5 186 51 3 5 3 2 2 2 2 2 2 4 5 3 150 52 3 5 5 5 3 3 5 5 5 5 5 4 205 53 3 5 2 4 5 3 4 4 4 2 4 4 160 54 2 4 3 2 4 3 2 3 2 4 4 4 154 55 3 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 2 164 56 3 3 5 4 5 5 4 4 5 3 4 3 175 57 3 4 3 2 2 3 4 3 3 4 4 2 146 58 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 172 59 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 152 60 2 4 2 4 4 4 4 2 4 2 4 4 158 61 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 172 62 4 3 3 3 5 5 4 5 5 4 4 3 182 63 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 174 64 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 192 65 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 192 66 3 2 4 1 4 4 3 4 4 3 4 4 165 67 3 3 5 3 3 4 4 5 5 5 4 4 195 68 2 3 4 2 4 4 4 4 2 2 4 4 157 69 1 4 4 2 4 2 4 2 4 4 4 2 151 70 3 4 4 2 4 4 4 5 4 4 4 4 169 71 3 4 2 3 4 3 4 4 4 3 4 3 172 72 4 3 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 204 73 3 5 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 178 74 2 4 2 3 3 4 2 2 4 3 4 2 155 75 3 5 2 2 4 4 2 2 2 4 4 3 144 76 3 4 3 3 4 3 3 2 4 4 4 3 156 77 2 4 2 3 3 4 4 4 3 3 4 2 161 78 3 5 3 4 5 5 5 5 4 3 3 4 185 79 5 4 2 3 4 4 5 4 4 4 5 4 178 80 1 5 1 2 4 4 4 1 4 3 4 2 174 81 2 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 155 82 4 5 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 143 83 3 3 5 4 4 5 3 3 5 5 5 5 200 84 2 4 3 2 3 3 2 2 2 4 4 3 149 85 2 4 2 3 4 4 4 3 3 3 4 4 154 86 2 4 4 2 3 3 3 4 4 3 4 3 148 87 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 174


(3)

88 3 4 2 2 4 4 4 5 3 2 4 5 155 89 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 175 90 1 5 4 3 5 1 5 5 4 4 4 4 173


(4)

Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Self-efficacy

Self-regulated learning

N 90 90

Normal Parametersa Mean 57.51 166.00 Std. Deviation 6.040 16.074 Most Extreme

Differences

Absolute .099 .080

Positive .093 .080

Negative -.099 -.046

Kolmogorov-Smirnov Z .755 .938

Asymp. Sig. (2-tailed) .619 .342

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Uji Linearitas ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

Self-efficacy* Self-regulated learning

Between Groups

(Combined) 9152.067 25 366.083 1.692 .047 Linearity

4253.412 1 4253.412 19.66

3 .000 Deviation from

Linearity 4898.654 24 204.111 .944 .547 Within Groups 13843.933 64 216.311


(5)

Correlations

Self-efficacy Self-regulated learning

Self-efficacy

Pearson

Correlation 1 .430

**

Sig. (2-tailed) .000

N 90 90

Self-regulated learning

Pearson

Correlation .430 **

1 Sig. (2-tailed) .000

N 90 90


(6)

Lampiran 7. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi Data Penelitian Self-efficacy

Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

Self-efficacy

40 71 57,51 6,040 15 75 45 10

Deskripsi Data Penelitian Self-regulated Learning

Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

Self-regulated learning

133 210 166 16,074 45 225 135 90

Lampiran 8. Kategorisasi Data Penelitian Kategorisasi Data Self-efficacy

Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase

Self-efficacy

55 ≤ X Tinggi 68 75,55%

35 ≤ X < 55 Sedang 22 24,44%

X < 35 Rendah 0 0%

Kategorisasi Data Self-regulated Learning

Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase

Self-regulated learning

225 ≤ X Tinggi 0 0%

45 ≤ X < 225 Sedang 90 100%


Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Konsep Diri Akademik Dengan Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Penghuni Asrama Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

5 106 108

Perbedaan Self Regulated Learning antara Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Bekerja dengan yang Tidak Bekerja.

8 55 146

Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

17 169 81

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SELF-REGULATED LEARNING PADA REMAJA

3 14 21

Pengaruh self-efficacy dan kecemasan akademis terhadap self-regulated dan learning mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta

8 30 138

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MAHASISWA Hubungan Antara Self-Regulated Learning Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MAHASISWA Hubungan Antara Self-Regulated Learning Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 17

PENDAHULUAN Hubungan Antara Self-Regulated Learning Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 2 9

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Antara Self-Regulated Learning Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 4

Hubungan antara Self Efficacy dan Self Regulated Learning dengan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa Fakulats Psikologi Universitas Surabaya - Ubaya Repository

0 0 1