PENGARUH ANTARA SELF-EFFICACY DAN KREATIFITAS TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semakin pesatnya perkembangan ekonomi mempengaruhi perekonomian dan
kemajuan era globalisasi. Hal ini berdampak pada permasalahan ekonomi di dunia dalam
berbagai pihak, salah satunya pada sektor lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan
merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan perekonomian. Seperti yang kita
tahu, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang mengeluhkan sempitnya lapangan kerja,
apalagi bagi mereka para mahasiswa yang fresh graduate. Hal ini tampak dari data Badan
Perencanaan Nasional (Bappenas), dalam portal Kompas tertanggal 18 Februari 2010,
menunjukkan bahwa angka pengangguran di Indonesia masih sangat tinggi. Pada tahun 2009
tercatat bahwa dari 21,2 juta masyarakat Indonesia yang masuk angkatan kerja, sebanyak 4,1
juta orang atau sekitar 22,2 persen adalah pengangguran. Tingginya tingkat pengangguran
tersebut didominasi oleh lulusan diploma dan universitas dengan kisaran angka di atas 2 juta
orang.
Menurut Wakil Rektor Universitas Indonesia, Bambang Wibarawata, dalam portal
Sindo News tertanggal 12 September 2013, mengatakan bahwa suatu negara akan maju jika
mempunyai paling sedikit 2 persen dari total jumlah penduduk adalah wirausaha. Faktanya,
data terkini dari Global Entrepreneurship Monitor (GEM), dalam portal kompas tertanggal 30
Maret 2016, menunjukkan bahwa Indonesia baru mempunyai sekitar 1,65% pelaku wirausaha

dari total jumlah penduduk 250 juta jiwa. Ini berarti Indonesia belum memenuhi angka ideal
untuk kategorisasi negara maju dan para lulusan Perguruan Tinggi lebih sebagai pencari
kerja (job seeker) daripada pencipta lapangan pekerjaan (job creator).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Rumawouw (2010) bahwa kehadiran wirausaha dapat membantu
pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan memaksimalkan potensi wirausaha maka akan
memperkuat perekonomian karena dalam proses wirausaha menciptakan nilai tambah dan
pengembangan dalam berbagai aspek. Arti penting wirausaha bagi mahasiswa perlu
ditunjukkan dari awal sehingga mahasiswa lulusan dari banyak universitas di Indonesia tidak
hanya menggantungkan dirinya pada dunia kerja tetapi mampu menciptakan lapangan
pekerjaan.
Angka kemiskinan di Indonesia relatif tinggi. Badan Pusat Statistika (BPS) mencatat
jumlah penduduk miskin pada bulan September 2013 mencapai 28,554 juta orang, sementara
jumlah pengangguran pada bulan Februari 2013 mencapai 7,17 juta orang. Sedangkan jumlah
pengangguran pada bulan Agustus 2013 mencapai 7,39 juta orang. Penurunan angka
pengangguran ini berakibat pada naiknya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar
66,9%. Secara umum Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) cenderung naik dimana TPT
bulan Februari 2013 mencapai 5,92% naik dari TPT bulan Agustus 2013 yang mencapai

6,25% dan TPT bulan Agustus 2012 yang mencapai 7,87%. Sedangkan TPT untuk program
SMK mengalami penurunan yang signifikan yaitu pada bulan Februari 2012, masing-masing
sebesar 990.325 juta orang turun dari bulan Februari 2013 masing-masing sebesar 847.052
juta orang (BPS, 2013).
Masalah pengangguran memang merupakan masalah krusial yang menyebabkan
lambannya pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Indrawati (2011) mengatakan bahwa data
dari 8,32 juta orang pengangguran di Indonesia sampai Augustus 2010, ternyata paling
banyak didominasi para lulusan sarjana dan diploma. Sedangkan menurut Harian Kompas
(2015) jumlah pengangguran berkurang 2% dalam setahun terakhir yakni, dari 7,41 juta
orang menjadi 7,24 juta orang. Meski demikian, jumlah pengangguran terdidik yakni, lulusan
perguruan tinggi, baik D-3 maupun S-1, meningkat. Pengangguran lulusan D-3 meningkat

Universitas Sumatera Utara

0,19%. Sementara pengangguran lulusan S-1 meningkat 0,26%. Jumlah pengangguran
terdidik tersebut mencapai 853.000 orang.
Hal ini tentu menjadi sesuatu yang ironis sekali karena dengan pendidikan yang
dimiliki tentunya dapat menjadi modal untuk membangun Negara, bahkan dapat membantu
Negara dengan menciptakan lapangan pekerjaan bagi pengangguran bukannya malah ikut
serta menambah populasi pengangguran. Maka dari itu, pemerintah telah menetapkan

kebijakan pada Undang-Undang

No 12 tahun 2012, bahwa perguruan tinggi memiliki

otonomi dalam penyusunan kurikulum. Adapun tujuannya untuk menjadikan manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa.
Dalam

mewujudkan

tujuan

tersebut,

seluruh

mahasiswa

harus


mengikuti

pembelajaran mata kuliah dasar umum, yang dikenal dengan MKDU (general education) dan
salah satunya adalah mata kuliah Kewirausahaan. Dimana mata kuliah ini berupa pelajaran
yang membentuk karakter wirausaha atau minimal pengetahuan mahasiswa bertambah
mengenai seluk-beluk bisnis baik dari sisi soft skill maupun hard skill, sehingga mahasiswa
mampu memanfaatkan peluang-peluang yang ada di sekitarnya dalam menciptakan usaha
sendiri setelah lulus maupun saat masih kuliah.
Seiring dengan hasil penelitian Indarti dan Langerberg (2006), bahwa tingkat
pendidikan sarjana justru mempunyai tingkat kesuksesan berwirausaha yang lebih rendah
dibanding wirausaha dengan tingkat pendidikan sekolah menengah. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ada kemungkinan orientasi pendidikan atau kurikulum pendidikan
ekonomi dan bisnis di Indonesia banyak yang tidak diarahkan untuk membentuk wirausaha.
Perguruan tinggi seharusnya tidak lagi mengutamakan bagaimana mahasiswa untuk
cepat lulus dan mendapat pekerjaan. Tetapi Perguruan tinggi harusnya lebih fokus pada
bagaimana lulusan mampu menciptakan pekerjaan. Untuk itu maka diperlukan upaya

Universitas Sumatera Utara


peningkatan intensi wirausaha di kalangan mahasiswa. Intensi wirausaha atau niat
kesungguhan untuk berwirausaha harus tertanam dalam benak mahasiswa. Hal ini penting
dilakukan karena intensi wirausaha telah terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi
perilaku kewirausahaan. Intensi wirausaha juga dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar
yang masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha (Indarti dan
Rostiani, 2008). Seseorang dengan intensi untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan
kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi
untuk memulai usaha.
Sejalan dengan ungkapan Thurow (1999) menyatakan bahwa kewirausahaan
merupakan faktor kunci, sebab dengan kehadiran wirausaha perekonomian suatu negara akan
menjadi makmur dan pastinya negara itu bisa menjadi raja dalam perekonomian global,
sehingga dapat menghambat persaingan eknomi dari negara lain dalam bentuk apapun. Hal
ini terjadi jika Indonesia memiliki sumber daya manusia yang berkualitas sehingga sumber
daya alamnya terberdayakan dengan baik.
Dari data tersebut, kita bisa simpulkan bahwa hal terpenting yang harus dimiliki oleh
masyarakat Indonesia yakni, kewirausahaan. Kewirausahaan dalam diri manusia bukan hanya
soal bakat atau juga karena faktor pembiasaan, melainkan juga dikarenakan oleh ada atau
tidaknya intensi untuk berwirausaha. Tindakan berwirausaha terjadi dikarenakan adanya
intensi seseorang untuk berwirausaha. Intensi berwirausaha merupakan faktor penting yang
mempengaruhi seseorang untuk melakukan suatu wirausaha (Sumarsono, 2013).

Begitu yang dialami oleh ibu satu anak, Febri Widya. Febri yang merupakan
mahasiswa Psikologi stambuk 2006 ini mengaku bahwa ketertarikannya dalam wirausaha
berawal sejak dia duduk di semester tiga perkuliahan. Dia mengaku ketertarikan ini berawal
dari hobinya yang sangat senang dengan dunia fashion. Baju apapun yang dikenakannya
membuat orang tertarik padanya, dari situ Febri terpikir untuk berwirausaha namun

Universitas Sumatera Utara

menggunakan brand sendiri pada produknya. Pada saat itu dia belum mendapatkan mata
kuliah kewirausahaan. Namun, setelah mendapatkan mata kuliah tersebut dia mengaku kalau
usahanya lebih terkelola dengan baik dan lebih berkembang, dimana berawal dari hanya
usaha sepatu dan kemudian berkembang ke bisnis tas. Usaha Febri terus berkembang selepas
sarjana. Bahkan kini Febri memiliki toko sendiri di Pasar Petisah dan tidak tanggungtanggung, usaha Febri berkembang hingga ke seluruh segmen fashion. “Mata kuliah
kewirausahan membantu aku dalam mengembangkan usaha. Ada beberapa hal dari mata
kuliah kewirausahaan yang aku terapkan ke dalam bisnisku,” ungkapnya.
Sedangkan bagi Muhammad Rajief memilih untuk berwirausaha merupakan prospek
jangka panjang yang dikarenakan sulitnya mendapatkan peluang kerja di perusahaan. Usaha
yang dia geluti sejak dua tahun lalu yakni, bisnis kuliner yang dijajakan di kampus. Namun,
ternyata bisnis ini kalah bersaing dengan bisnis sejenisnya di kampus. Pada akhirnya setelah
mendapatkan mata kuliah Kewirausahaan, di tahun 2016 ini Rajief memulai kembali usaha

lainnya yakni, bisnis sablon baju. “Bisnis sablon lebih mudah peluangnya, lebih luas
pasarnya di kampus ini dan memungkinkan juga untuk membuka lapangan pekerjaan. Selain
itu juga bisnis ini enggak gampang basi seperti kuliner,” tutur mahasiswa stambuk 2011 ini
menjelaskan alasannya beralih bisnis.
Berbeda dengan Windi Septia Dewi yang merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi,
Jurusan Manajemen di Universitas Sumatera Utara. Wanita berhijab ini menggeluti dunia
usaha sejak tahun 2013. Usaha yang dia geluti justru bisnis yang sudah banyak dilakukan
orang, namun Windi menginovasikan usaha terinya dengan membuat kemasan produknya
lebih kreatif. Windi mengaku ketertarikannya berwirausaha dikarenakan hobinya mencari
sesuatu yang baru setiap hari dan ingin menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini terbukti
dengan keberhasilannya yang telah mampu membuka lapangan pekerjaan bagi para ibu di
sekitar rumahnya dan juga bagi para mahasiswa yang menginginkan pekerjaan freelance.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, usahanya ini menjadi sebuah bisnis yang membawa produknya hingga ke luar
negeri, padahal Windi mengaku semasa kuliah dulu dia tidak sempat mendapatkan mata
kuliah Kewirausahaan. Wanita yang berusia 25 tahun ini mengatakan kalau meskipun dia
tidak mendapatkan mata kuliah Kewirausahaan waktu di bangku perkulihaan dulu, tapi dia
ingin berwirausaha dikarenakan ingin memiliki kebebasan waktu, financial, dan kebahagiaan.

Ketika ditanya dari mana mendapatkan pengetahuan kewirausahaan, “Windi mempelajarinya
dari seminar, pengalaman-pengalaman para senior, dari buku, dan internet kak,” paparnya.
Dari beberapa subjek di atas tampak bahwa ketiganya memiliki persamaan yakni
sama-sama memiliki intensi dalam berwirausaha, ingin membuka lapangan pekerjaan baru
bagi masyarakat. Lebih lanjut dilihat dari faktor yang mendasari keinginan mereka untuk
berwirausaha, Febri dan Windi mengawali usahanya dari hobi yang mereka geluti. Dimana
Febri dengan hobinya akan dunia fashion dan memutuskan untuk membuat brand sendiri
pada produknya. Sedangkan Windi dikarenakan hobinya yang suka pada hal-hal baru.
Berbeda dengan Rajief, dia memulainya dengan mencoba peruntungan di dunia usaha, hingga
sekarang dia sudah memutuskan untuk lebih fokus pada bisnis sablon.
Hal yang melatarbelakangi keinginan mereka untuk berwirausaha ini merupakan
bagian dari faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha. Dimana dalam intensi
berwirausaha ada tiga faktor yang mempengaruhi seseorang memiliki intensi, yakni faktor
kepribadian (kebutuhan akan prestasi, efikasi diri, internal locus of control, dan pengambilan
resiko), faktor lingkungan (akses pada modal, informasi dan jaringan sosial, infrastruktur
fisik dan institusional, serta budaya), faktor demografi (gender, umur, latar belakang
pendidikan, pekerjaan orang tua, dan pengalaman kerja).
Pada penelitian ini, ingin melihat lebih lanjut mengenai faktor kepribadian sebagai
salah satu variabel yang mempengaruhi intensi berwirausaha, yakni pada faktor self-efficacy.


Universitas Sumatera Utara

Bandura (1997) mengartikan self efficacy sebagai berikut:
“self efficacy refers to beliefs in one's capabilities to organize and execute the
courses of action required to produce given attainments.”

Ini berarti Self-efficacy adalah kepercayaan seseorang atas kemampuan dirinya untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan. Pentingnya self-efficacy menentukan langkah yang akan
diambil seseorang karena menurut Indarti & Rostiani (2008) self-efficacy seseorang dapat
menjadi faktor penting dalam penentuan apakah intensitas kewirausahaan seseorang sudah
terbentuk pada tahapan awal seseorang memulai karirnya. Self-efficacy berperan dalam hal
memberikan keyakinan pada kemampuan individu untuk menyelesaikan tugas dan
pekerjaannya. Tantangan tugas dalam berwirausaha ini akan berkaitan dengan kemampuan
self-efficacy seseorang.
Proses pembelajaran secara langsung ataupun tidak langsung, seseorang akan
mengembangkan self-efficacy pada dirinya. Jika seseorang telah memiliki kepercayaan dan
keyakinan untuk menyelesaikan tugasnya maka orang ini akan berani untuk mengambil
resiko sebagai wirausaha. Self-efficacy merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
arah intensitas kewirausahaan (Indarti & Rostiani, 2008). Di samping self-efficacy, kreatifitas
pun memiliki peran dalam intensitas seseorang untuk berwirausaha (Hapsa & Savira, 2013).

Munandar (2012) mengatakan bahwa kreatifitas adalah hasil interaksi antara individu
dan lingkungannya. Sering kali orang menafsirkan kreatifitas sebagai talenta khusus yang
luar biasa. Gaya hidup kreatif dapat terlihat dari cara seseorang mempersepsi dunia,
menggunakan seluruh kemampuannya dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah
lingkungan. Seorang wirausaha harus bisa peka terhadap lingkungannya agar mampu melihat
peluang usaha. Kreatifitas juga dapat memberikan kemungkinan individu untuk memiliki
minat dalam melakukan wirausaha. Selain itu, kreatifitas adalah suatu proses yang

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk
atau susunan yang baru dan dapat dilihat atau didengar oleh orang lain. Pada definisi ini lebih
menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi).
Berbeda dengan Guilford (Munandar, 2012) bahwa orang-orang kreatif lebih banyak
memiliki cara-cara berpikir divergen daripada konvergen. Lebih lanjut Guilford
mengemukakan dua ciri berfikir, yaitu : cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir
konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan berpandangan bahwa
hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir divergen adalah kemampuan
individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan.
Maka, dapat disimpulkan bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk membuat

sesuatu hal yang baru berdasarkan data, informasi/unsur-unsur/karya-karya yang telah ada
sebelumnya, dalam menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah,
dimana penekanannya adalah pada kelancaran, keluwesan, orisinalitas dalam berpikir serta
mengelaborasi suatu gagasan.
Ternyata seseorang yang memiliki intensi berwirausaha tidak hanya membutuhkan
self-efficacy saja untuk mendorong intensinya. Namun, dalam hal ini individu tersebut juga
harus memiliki kreatifitas yang tinggi. Hapsa & Savira (2013) mengatakan bahwa kreatifitas
itu terbentuk dari kemampuan seseorang memecahkan tugas dan pekerjaan yang bervariasi.
Cara pemecahannya juga sangat beragam dan memerlukan langkah kreatif sehingga
memunculkan suatu inovasi baru dibidangnya. Ide kreatif juga sering dijadikan sebagai dasar
sebagai langkah untuk memulai suatu wirausaha. Banyak produk kreatif yang memiliki nilai
jual mampu menerobos pasar sehingga produk kreatifitas banyak menumbuhkan wirausaha
baru. Wirausaha bisa dilakukan dapat melalui berbagai macam cara, salah satunya melalui
minat yang dimiliki seseorang dalam berwirausaha. Seperti pemaparan yang telah dijelaskan
di paragraf sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Alma (2011) wirausaha sejati bukan spekulan, tapi seseorang yang memiliki
perhitungan cermat, mempertimbangkan segala fakta, informasi dan data. Banyak orang
berminat untuk berwirausaha namun pertimbangan dan perhitungan resiko yang akan
dihadapinya, hal ini cenderung membuat seseorang mengambil posisi aman sehingga tidak
berwirausaha. Berwirausaha tidak perlu memperhitungkan segalanya dengan sangat detail
dan rinci, bahkan seseorang akan menilai kemampuan dirinya sangat rendah jika berhadapan
dengan resiko-resiko yang mungkin belum terjadi.
Hal ini akan menurunkan self-efficacy seseorang sebelum menghadapi resiko yang
ada. Banyak orang berpikir keras bagaimana untuk memulai usaha yang akan dilakukannya.
Mencari celah-celah dalam setiap peluang yang ada dan berusaha berpikir secara kreatif.
Menurut Alma (2011) entrepreneur adalah manusia yang kreatif dan inovatif, yang selalu
dipenuhi oleh ide-ide baru. Seseorang akan berpikir dan mengeluarkan banyak ide-ide dengan
segala perhitungannya namun belum juga memutuskan untuk berwirausaha. Maka dari itu,
peneliti ingin melihat seberapa besar pengaruh antara self-efficacy dan kreatifitas dengan
intensi berwirausaha pada mahasiswa semester akhir di Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti
merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu :
1. Apakah ada pengaruh self-efficacy terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa
semester akhir di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara?
2. Apakah ada pengaruh kreatifitas terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa
semester akhir di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara?

Universitas Sumatera Utara

3. Apakah ada pengaruh self-efficacy dan kreatifitas terhadap intensi berwirausaha
pada mahasiswa semester akhir di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh self-efficacy mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara terhadap intensi berwirausahanya.
2. Untuk mengetahui pengaruh kreatifitas mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara terhadap intensi berwirausahanya.
3. Untuk mengetahui pengaruh self-efficacy dan kreatifitas terhadap intensi
berwirausaha.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam teori di bidang
psikologi yakni mengenai self-efficacy dan kreatifitas yang dikaitkan dengan intensi
berwirausaha. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber kepustakaan
penelitian di bidang Psikologi Industri dan Organisasi (PIO), sehingga hasil penelitian ini
nantinya dapat dijadikan sebagai bahan penunjang untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dalam
meningkatkan intensi berwirausaha yang berkaitan dengan self-efficacy dan
kreatifitas.
b. Sebagai masukan bagi para mahasiswa, agar mereka mengetahui pengaruh selfefficacy dan kreatifitas terhadap intensi berwirausaha.

Universitas Sumatera Utara

c. Memberikan gambaran mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
dalam hal intensi berwirausaha, self-efficacy, dan kreatifitas.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah :
BAB I : Pendahuluan
Pendahuluan berisi mengenai latar belakang permasalahan, perumusan
masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Landasan teori berisi teori yang digunakan sebagai landasan penelitian.
BAB III : Metodologi Penelitian
Pada bab ini dijelaskan alasan digunakannya pendekatan kuantitatif,
responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat
bantu pengumpulan data serta prosedur penelitian.
BAB IV : Analisa Dan Interpretasi Data
Analisa Data dan interpretasi berisi pendeskripsian data responden, analisa dan
interpretasi data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner yang dilakukan, serta
pembahasan data-data penelitian sesuai dengan teori yang relevan dan diskusi.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dan Saran yang menjelaskan kesimpulan dari penelitian ini,
diskusi mengenai hasil penelitian yang ada serta saran-saran yang dianjurkan
mengenai penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara