T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perempuan dan Rumah Adat: Studi tentang Posisi dan Peran Perempuan dalam Perspektif Rumah Adat Sumba di Suku Loliampung Tarungabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Isu-isu tentang perempuan sekarang ini banyak mengisi wacana di tengah-tengah
masyarakat kita, di samping wacana-wacana politik dan ekonomi. Isu perempuan ini
menjadi semakin menarik ketika kesadaran akan ketidakadilan di antara kedua jenis
kelamin (laki-laki dan perempuan) – yang sering disebut ketidakadilan gender – ini
semakin tinggi di kalangan masyarakat kita. Berbagai upaya ditempuh untuk mengangkat
derajat dan posisi perempuan agar setara dengan laki-laki melalui berbagai institusi, baik
yang formal maupun yang nonformal. Isu Kesetaraan juga mulai berkembang baik di
lingkup domestik ataupun lingkup global. Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah
terwujudnya keadilan gender (keadilan sosial) di tengah-tengah masyarakat. (Marzuki,
2008). Adanya arus globalisasi memberikan dampak terhadap arus informasi yang tanpa
batas sehingga isu gender dapat menggalang dukungan untuk kemudian berkembang
menjadi suatu pergerakan global, sehingga isu kesetaraan gender sampai ke masyarakat
di berbagai daerah.
Lain halnya yang terjadi dalam adat dan budaya masyarakat Sumba, khususnya
yang terjadi di Loli Kabupaten Sumba Barat. Walau gempuran modernisasi dan
globalisasi semakin gencar merasuki kehidupan orang Sumba, namun banyak juga yang
tetap memepertahankan tradisi leluhur. Dan keadaan ini tidak berlaku di daerah terpencil
saja tapi juga kampung-kampung yang berada di sekitar kota Waikabubak, Kabupaten

Sumba Barat. Salah satunya kampung Tarung yang terletak di pusat kota, warganya
masih hidup dalam nuansa masa lalu. Mereka tinggal di rumah-rumah adat beratap alang
warisan leluhur yang juga berfungsi sebagai tempat pemujaan, membuat tenun indah
dengan peralatan kuno yang telah dipergunakan sejak berabad-abad silam, faktor yang
membuat Kampung adat dan Rumah adat masih bertahan sampai saat ini yaitu karena
masyarakatnya masih memegang kuat adat istiadat dan kepercayaan masyarakat kepada

1

roh nenek moyang yang masih berada di sekitar mereka dalam benda-benda dalam
kehidupan sehari-hari yaitu Marapu.
Kampung Tarung adalah kampung yang unik dengan adat-adat dan tradisinya
yang dijalankan sampai saat ini, salah satunya ialah tradisi posisi perempuan dalam
rumah adat. Bagi orang sumba, perempuan Sumba merupakan lambang ibu yang
melahirkan dan meneruskan keturunan, perempuan sangat diagungkan dan dihormati,
penghormatan-penghormatan terhadap perempuan Sumba salah satunya bisa terlihat dari
betapa mahalnya Belis atau Mahar sebagai bentuk penghormatan laki-laki terhadap
perempuan

yang


ingin

dilamar,

Belis

yang

dipersembahkan

laki-laki

untuk

mempersunting perempuan terdapat parang, tombak, mamuli (perhiasan), kuda, kerbau,
dan sapi. Namun dengan Belis atau mahar yang mahal tersebut tidak semerta-merta posisi
perempuan ketika memasuki rumah adat Sumba Barat mendapatkan tempat yang sesuai
dengan harga belis atau mahar tersebut karena setelah melalui beberapa proses dan sah
untuk masuk kedalam rumah ternyata menantu perempuan atau istri harus mematuhi

beberapa larangan yang berlaku untuk mereka, seperti tidak dibolehkan untuk
menyentuh, menginjak dan melewati beberapa area atau bagian rumah1. Sebaliknya hal
ini tidak terjadi pada anak mantu laki-laki ketika berkunjung dan memasuki kedalam
rumah sang istri tidak mendapat larangan yang sama dengan anak mantu perempuan. Di
bagian dalam rumah terdapat pembatas bambu yang memisahkan ruangan menjadi 2
bagian di sisi kanan dan kiri yang merupakan ruang yang memisahkan area perempuan
dan laki-laki. Bahkan untuk menyajikan minuman kepada tamu yang datang, perempuan
dalam hal ini istri hanya boleh memberikan dari seberang bambu.2
Untuk mengetahui dimana letak dari larangan tersebut peneliti akan mencoba
menjelaskan secara umum tetang rumah adat dan bentuk larangannya. Secara umum
Rumah adat Sumba merupakan rumah panggung dengan struktur kayu, rumah adat
Sumba memiliki pemisahan antara pintu pria dan wanita. Pada beberapa rumah di Tarung
ditemui adanya rumah dengan pintu laki-laki di bagian muka (Utama) sebelah kanan dan
pintu wanita di bagian samping sebelah kiri (bila d
1
2

ilihat dari arah pintu masuk)

Hasil wawancara dengan Rato Lado (by phone) tentang Belis tanggal 8 juni 2016

Ni Luh Made Pertiwi F. 2014. Uniknya kampung adat di sumba barat. Kompas.com tanggal unduh 11 juni
2016

2

(Hariyanto dkk. 2012). Pintu muka (Utama) dalam bahasa Loli disebut (mbalekatonga)
pintu ini merupakan pintu yang tidak boleh dilewati oleh perempuan dalam hal ini
menantu perempuan atau istri dan sebaliknya pintu ini hanya boleh dilewati oleh lakilaki3.
Dengan demikian, pintu pria dan wanita selalu diletakkan berseberangan. Hirarki
ruang dan penataan ruang dalam rumah adat Sumba sangat jelas dengan pola yang
memisahkan area pria dan wanita. Bentuk denah rumah adat berbentuk persegi dengan
panjang dan lebar yang hampir sama. Pusat rumah merupakan perapian di tengah. Bagian
kanan rumah merupakan ruang yang berfungsi lebih sakral sedangkan bagian kiri
digunakan untuk kegiatan seharihari dan kebutuhan domestik dalam rumah tangga.
Bagian kanan dianggap sebagai area pria, sedangkan bagian kiri dianggap sebagai area
wanita. Perapian di tengah digunakan untuk memasak sehari-hari atau untuk kebutuhan
upacara adat. Bagian depan rumah, termasuk beranda/ teras, merupakan area formal
sedangkan bagian belakang merupakan area informal. Beranda/ teras untuk kaum wanita
terletak di kiri rumah, sehari-hari bersifat informal namun menjadi formal saat upacara
adat, pernikahan atau pemakaman. Pembagian rumah menjadi 3 bagian secara vertikal

dapat dilihat pada bentuk fisik rumah Sumba. Secara vertikal, bentuk geometris rumah
Sumba dapat dibagi menjadi bagian bawah, tengah dan atas.
Bagian atas rumah, yaitu ruang di dalam menara atap, bermakna dan berperan
secara religius. Bagian atas merupakan bagian yang paling sakral dalam rumah karena
dianggap roh-roh nenek moyang mereka atau Marapu bersemayam di tempat tersebut.
(Hariyanto dkk. 2012). Oleh karena itu, tidak semua orang dapat memasuki ruang
tersebut, apa lagi perempuan, perempuan sama sekali tidak diperbolehkan untuk naik
didalam menara atap (loteng) hanya laki-laki atau kepala rumah tangga dan Rato (tetuatetua) yang diperkenankan masuk.4
Bagian tengah atau pusat rumah adat Sumba selalu terdapat perapian yang
posisinya tepat diantara empat kolom utama rumah. Di atas perapian, digantung lemari
3

wawancara dengan Rato Lado (by phone) tentang larangan pintu utama Mbalekatonga tanggal 8 juni
2016
4
wawancara dengan Rato Lado (by phone) tentang larangan perempuan untuk tidak sembarang
memasuki area-area sakral yaitu atap rumah (Loteng) tanggal 8 juni 2016

3


kayu untuk penyimpanan makanan. Lemari gantung tersebut dianalogikan sebagai
jantung rumah karena dianggap memberi makan sehari-hari untuk penghuni. Posisi
perapian yang berada di tengah rumah juga menguntungkan dari segi keawetan rumah.
Asap dari perapian selain dapat mengasapi dan mengawetkan 34 makanan di dalam
lemari gantung, juga dapat membunuh serangga-serangga dan mengawetkan material
struktur rumah. Perapian juga dapat menghangatkan suhu rumah di malam hari dan
mengusir nyamuk, karena peran-peran yang dirasa begitu penting dan menopang
kehidupan, maka perapian dan lemari gantung dianggap sebagai inti rumah (Hariyanto
dkk. 2012). Selain itu Rumah Adat Sumba memiliki 12 tiang keliling dan yang tiang 4
besar yang berada di dalam Rumah, dari ke 4 tiang tersebut 2 tiang di izinkan untuk
perempuan menyentuh sedangkan yang 2 lainnya tidak boleh di sentuh oleh perempuan5.
Bagian depan rumah terdiri dari serambi depan dan ruang-ruang terbuka yang
dapat digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Bagian terdepan dari rumah merupakan teras
memanjang dengan pintu laki-laki di sisi kiri atau kanan rumah. Umumnya teras di depan
berfungsi untuk menerima tamu. Ruang dalam bagian depan di Kampung Tarung
berfungsi sebagi bilik untuk tempat tidur tamu atau anggota keluarga pria atau wanita.
(Hariyanto dkk. 2012)
Ada pun beberapa penelitian yang telah dilakukan, penelitian-penelitian tersebut
hanya sebatas hubungan mengenai Arsitektur Rumah Sumba, baik fisik maupun nonfisik, maka dari itu penelitian ini akan berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu,
penelitian ini akan memfokuskan pada posisi dan peran perempuan dalam rumah adat

tersebut. Berikut penelitian yang telah dilakukan :
Penelitian mengenai Arsitektur Rumah Sumba telah beberapa kali dilakukan.
Antara lain oleh Universitas Widya Mandira di tahun 1992. Penelitian dilakukan di Desa
Tarung dan Waitabar di Kota Waikabubak. Secara garis besar, penelitian yang dilakukan
oleh Unwira merupakan rekaman aspek non fisik dan fisik pada Arsitektur Sumba.
Secara non fisik, lingkup penelitian meliputi aspek sejarah, pranata sosial dan
kepercayaan Suku Sumba. Secara fisik, lingkup penelitian menggambarkan tatanan
5

wawancara dengan Rato Lado (by phone) tentang larangan menyentuh tiang dalam rumah adat Sumba
tanggal 8 juni 2016

4

ruang, bentuk fisik rumah (fasad), sistem struktur dan konstruksi serta ornamentasi pada
rumah.
Penelitian Joanna Mross yang dipublikasikan dalam 1st International Seminar on
Asia Pacific Architecture mengangkat tema tentang bagaimana desain pemukiman

Sumba merespon kondisi termal. Penelitian dilakukan di kampung-kampung tradisional

yang berada di Wanokaka. Penelitian Mross bertujuan memberikan informasi tentang
bagaimana manusia membuat suatu hunian yang memiliki keterkaitan antara budaya,
sumber daya alam, iklim dan arsitekturnya, khususnya di Sumba.
Penelitian Arsitektur Rumah Tradisional Sumba secara lebih luas dilakukan oleh
tim peneliti dari Universitas Trisakti dan dipublikasikan dalam beberapa buku. Lingkup
penelitian meliputi seluruh Pulau Sumba. Tim Peneliti Trisakti mengambil sampel
beberapa rumah tradisional yang mewakili daerah tepi pantai dan pegunungan di Sumba
Barat dan Sumba Timur. Aspek yang diamati meliputi morfologi, interior, bahan
bangunan, konstruksi dan budaya megalitik Sumba. Penelitian oleh Universitas Trisakti
lebih bersifat merekam kondisi apa adanya pada objek pengamatan. Penelitian tentang
kehandalan struktur dan kondisi termal bangunan pada Arsitektur Tradisional Sumba
sedang dilakukan oleh tim peneliti dari Balai Pengembangan Teknologi Perumahan
Tradisional, Denpasar (Suprijanto dkk, 2009) dalam (Hariyanto dkk. 2012). Tujuan
penelitian adalah menguji kehandalan struktur dan kenyamanan termal pasif dalam
rumah. Untuk menguji kehandalan struktur, dilakukan pengukuran lapangan dan
pemetaan struktur kemudian diuji dengan simulasi. Untuk menguji kenyamanan termal
dilakukan melalui pengukuran lapangan menggunakan data logger sehingga kondisi
termal dalam rumah dapat direkam. Dan yang terbaru, yaitu penelitian tentang Hubungan
Ruang, Bentuk Dan Makna Pada Arsitektur Tradisional Sumba Barat pada tahun 2012
oleh Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra

Surabaya.
Berdasarkan latar belakang diatas adat istiadat yang disimbolkan lewat rumah
adat masih diertahankan sampai saat ini dan Perempuan yang sudah di Belis atau mahar
yang mahal tidak semerta-merta posisi perempuan ketika memasuki rumah adat Sumba

5

mendapatkan tempat yang sesuai dengan harga belis atau mahar yang mahal tersebut.
Justru sebaliknya, perempuan lebih banyak mendapat larangan-larangan.

1.2. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan
masalah yang akan menjadi fokus penelitian, yaitu;
1. Bagaimana posisi dan peran perempuan Sumba dalam rumah adat Sumba?
2. Kondisi-kondisi apa yang mempengaruhi posisi dan peran perempuan Sumba dalam
rumah adat Sumba?

1.3. Tujuan Penelitian
Guna menjawab rumusan masalah seperti yang telah dipaparkan oleh penulis di atas,
maka tujuan dari penelitian ini adalah;

1. Mendeskripsikan posisi dan peran perempuan Sumba dalam rumah adat Sumba
2. Menjelaskan kondisi-kondisi yang mempengaruhi posisi dan peran perempuan Sumba
dalam rumah adat Sumba

1.4. Manfaat Penelitian
Dalam penulisan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat sebagai
berikut:
1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan atau sumbangsih terhadap perkembangan
teori feminisme
2. Salah satu sarana untuk menambah pengetahuan penulis/peneliti, dan juga sebagai
masukan bagi yang berminat untuk membahas tentang relasi gender dalam konteks
budaya.

6