T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembuktian dengan Teknologi Hubungan Darah antara Anak dan Ayah Biologis dalam Sistem Hukum Indonesia T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Sejak lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010.

Menandakan telah dimulainya Babak baru dalam hukum waris yang dalam materi
muatannya telah memberikan perlindungan hukum terhadap hak anak luar kawin
sekalipun tidak diakui oleh orang tuanya, terobosan yang paling besar
kontribusinya terhadap hukum waris adalah dimana dalam putusan tersebut telah
membatalkan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Dalam salah satu amar putusannya Mahkamah Konstitusi
menyatakan:
“Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3019) yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan
hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai

menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat
dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/ atau alat
bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan daerah
sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang
dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan
ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya
yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dan/ atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah,
termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya;”1

1

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, Halaman 37.

1

2

Pada dasarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010 secara
pengkaidahannya ditujukan terhadap hukum perkawinan, karena substansi

sengketa yang dimohonkan di dalamnya ditujukan terhadap kerugian atau
dilanggarnya hak konstitusional pemohon yang diakibatkan oleh Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Akan tetapi dampak yang paling besar
adalah terhadap hukum waris, hal ini dikarenakan memang kedudukan hukum
waris adalah memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan lingkungan hukum
kekeluargaan.
Mahkamah Konstitusi adalah sebuah lembaga yang lahir setelah
amandemen empat kali Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Empat kali amandemen tersebut telah mempertegas prinsip-prinsip yang
dianut dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yaitu prinsip pemisahan kekuasaan
dan prinsip checks and balances sistem, sekaligus menggantikan prinsip
supremasi parlemen yang dianut sebelumnya.2
Kehadiran sebuah Mahkamah Konstitusi secara teoritikal adalah untuk
mengontrol proses dan keputusan-keputusan politik yang hanya mendasarkan diri
pada prinsip the rule of majority3 yang bukan tidak mungkin dapat menghadirkan
penindasan, pelanggaran hak, dan bentuk kesewenang-wenangan lainnya.
Tugas Mahkamah Konstitusi adalah menguji Undang-Undang terhadap
Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara

2

Martitah, Mahkamah Konstitusi Dari Negative Legislature ke Positive Legislature ,
Konstitusi Press, Jakarta, 2013, h. 2.
3

Ibid.

3

yang kewenangannya diberikan oleh undang-Undang Dasar 1945, memutus
pembubaran partai politik serta memutus perselisihan hasil pemilihan umum.
Lebih jelasnya lagi setiap kewenangan Mahkamah Konstitusi di atas dapat dilihat
dalam Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945, yaitu dituang sebagai berikut:
(1). Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum.
(2). Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat

Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar.
Kewajiban mahkamah Konstitusi sebagaimana diberikan dalam ayat (1) di
atas memiliki latar belakang bahwa pada dasarnya undang-undang yang dibuat
secara demokratis bisa saja melanggar hak perorangan atau individu, maka dari itu
setiap individu yang mungkin dirugikan diberikan kesempatan untuk mengajukan
judicial review kepada Mahkamah Konstitusi untuk mempertahankan atau
mengembalikan (restorasi) haknya yang dilanggar atau akan dilanggar dengan
berlakunya sebuah Undang-undang. Demikian pada prinsipnya kehadiran
mahkamah konstitusi adalah untuk menjaga melindunginya hak individu dari
majority rule, dan tugas utama dari sebuah mahkamah konstitusi adalah

sebagaimana dikatakan oleh Titon Slamet Kurnia bahwa Mahkamah konstitusi
adalah Guardian of Human Right.
Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010 telah memulai babak
baru dalam ranah hukum waris di Indonesia, bahwa anak luar kawin sekalipun
tidak diakui tetap dilindungi haknya oleh hukum dan memiliki hak untuk

4


mewarisi harta dari ayah biologisnya. Putusan tersebut adalah bentuk
perlindungan terhadap hak karena memperjuangkan hak anak luar kawin yang
tidak diakui oleh orang tua biologisnya atau Mahkamah Konstitusi untuk
melindungi hak-hak seorang anak yang lahir dari perkawinan yang tidak tercatat
oleh negara.4
Dalil yang dikemukakan oleh para pemohon mengenai pokok perkara dalam
putusan tersebut didasarkan pada-pasal sebagai berikut:
 Pasal 28B ayat (1) yang menyatakan, “Setiap orang berhak
membentuk

keluarga

dan

melanjutkan

keturunan

melalui


perkawinan yang sah”;
 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan, “Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”;
 Pasal 28D ayat (1) yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
Dimana dasar lahirnya dalil-dalil tersebut dikarenakan selama sebelum
adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut anak yang lahir di luar nikah tidak
diakui secara legal hukum.

4

Hukum Online.com, Putusan MK Berpengaruh pada Hukum Waris, Senin, 20 Pebruari
2012, Diakses Minggu 06 Maret 2016 Pukul 22:00 WIB.

5

Kemudian dalam salah satu pertimbangan hukum atau ratio decidendi-nya

majelis hakim konstitusi mengemukakan sebuah perimbangan hukum yang secara
hukum sangat fundamental bahwa:5
…tidak tepat dan tidak adil manakala hukum menetapkan bahwa
anak yang lahir dari suatu kehamilan karena hubungan seksual di luar
perkawinan hanya memiliki hubungan dengan perempuan tersebut
sebagai ibunya. Adalah tidak tepat dan tidak adil pula jika hukum
membebaskan laki-laki yang melakukan hubungan seksual yang 35
menyebabkan terjadinya kehamilan dan kelahiran anak tersebut dari
tanggung jawabnya sebagai seorang bapak dan bersamaan dengan itu
hukum meniadakan hak-hak anak terhadap lelaki tersebut sebagai
bapaknya. Lebih-lebih manakala berdasarkan perkembangan teknologi
yang ada memungkinkan dapat dibuktikan bahwa seorang anak itu
merupakan anak dari laki-laki tertentu.
Akibat hukum dari peristiwa hukum kelahiran karena kehamilan,
yang didahului dengan hubungan seksual antara seorang perempuan
dengan seorang laki-laki, adalah hubungan hukum yang di dalamnya
terdapat hak dan kewajiban secara bertimbal balik, yang subjek
hukumnya meliputi anak, ibu, dan bapak.
Berdasarkan uraian di atas, hubungan anak dengan seorang lakilaki sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya ikatan
perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian

adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai
bapak. Dengan demikian, terlepas dari soal prosedur/administrasi
perkawinannya, anak yang dilahirkan harus mendapatkan
perlindungan hukum. Jika tidak demikian, maka yang dirugikan
adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan, padahal anak tersebut
tidak berdosa karena kelahirannya di luar kehendaknya. Anak yang
dilahirkan tanpa memiliki kejelasan status ayah seringkali
mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan stigma di tengah-tengah
masyarakat. Hukum harus memberi perlindungan dan kepastian
hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan
hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan
meskipun keabsahan perkawinannya masih dipersengketakan;
Semangat Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah untuk membela
hak anak yang terlantarkan6 dan menciptakan kaidah baru dalam sistem pewarisan
5

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, Halaman 36.

6


Hukum Online.Op.Cit.

6

di Indonesia bahwa anak di luar perkawinan tidak hanya memiliki hubungan
perdata dengan ibu dan keluarga ibunya, namun juga dengan ayah biologisnya
beserta keluarga ayahnya sepanjang bisa dibuktikan menurut ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Putusan Mahkamah Konstitusi a quotelah melahirkan kaidah baru yang
melindungi hak anak luar kawin, dimana telan menempatkan kedudukan anak luar
kawin sebagai ahli waris sekalipun tidak mendapatkan pengakuan dari pewaris.
Yang kemudian telah merubah tatanan kaidah-kaidah dalam hukum waris
terutama mengenai pewarisan anak luar kawin.
Putusan Mahkamah Konstitusi a

qou memang mengandung nilai

kemanusiaan yang sangat baik karena menjunjung tinggi hak yang dimiliki oleh
setiap anak tidak terlepas dari status perkawinan orang tuanya tetap saja anak
yang dilahirkan pasti memiliki ayah yang juga harus bertanggungjawab atas anak

tersebut. Namun di satu sisi putusan a quo memiliki kelemahan yang cukup
fundamental, adalah dalam hal pembuktian mengenai ketentuan yang mengatakan
asalkan dapat dibuktikan dengan teknologi, mengingat proses pembuktian atau
cara membuktikan seorang anak memiliki hubungan darah dengan ayah
biologisnya adalah salah melalui tes kecocokan DNA.
Akan tetapi kaidah yang dilahirkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi
di atas walaupun terdengar begitu mulia dan pro terhadap Hak Azasi, dalam
pemenuhan nya mengalami masalah atau problematika yang cukup serius. Bahwa
alat bukti TES DNA sebagai satu-satunya alat bukti yang harus dikemukakan oleh
pihak anak luar kawin tidak dapat diperoleh dengan mudah, karena Dalam

7

memenuhi proses pengecekan Tes DNAsudah pasti harus melibatkan seseorang
yang diduga sebagai ayah biologis dari anak luar kawin yang menuntut haknya,
sudah barang tentu bahwa kemungkinan besar laki-laki tersebut adalah pihak yang
digugat, dalam posisi seperti ini jelas bahwa pihak tergugat akan menolak untuk
berkontribusi dalam membuktikan kecocokan DNA atau bahkan sebisa mungkin
ia akan berusaha untuk menyangkal statusnya sebagai ayah biologis anak luar
kawin tersebut.

Dalam hukum acara perdata dianut salah satu asas hukum pembuktian
“Actori Incumbit Probatio”. Yang artinya bahwa Seseorang yang mempunyai hak
atau mengemukakan suatu peristiwa harus membuktikan adanya hak atau suatu
peristiwa. Asas ini diatur didalam Pasal 163 HIR. Pada dasarnya asas ini
mengandung norma bahwa beban pembuktian diletakkan kepada penggugat.
Penggugat yang “mendalilkan” adanya hak atau peristiwa dimana tergugat harus
mengembalikan hak atau memberikan hak kemudian diberikan beban untuk
membuktikannya atau lebih populer dalam dunia hukum dengan ungkapan “siapa
yang mendalilkan ia yang membuktikan.
Actori

Incumbit

Probatiomengisyaratkan

bahwa

beban

pembuktian

sepenuhnya ada pada Pihak Anak Luar kawin yang mau menuntut haknya, jelas
akan sangat tidak mungkin bagi pihak Anak Luar Kawin untuk membuktikan hal
sebagaimana diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi yaitu “membuktikan
dengan teknologi”.
Dalam proses peradilan perdata sifat hakim berbeda dengan peradilan
pidana, kalau peradilan pidana berusaha untuk mencari dan menemukan

8

kebenaran materil, sebaliknya dalam peradilan perdata, kebenaran yang dicari
adalah cukup dengan kebenaran formil,7 oleh karenanya hakim yang memimpin
persidangan dalam peradilan perdata bersifat pasif8 dalam artian bahwa hakim
yang mimpin peradilan perdata hanya terbatas pada menerima dan memeriksa
sepanjang mengenai hal-hal yang diajukan penggugat dan tergugat.9
Dalam hal sebagaimana di jelaskan di atas bahwa beban pembuktian berada
pada penggugat dan hakim sifatnya pasif atau menunggu saja, akan terasa tidak
mungkin bagi anak luar kawin untuk membuktikan statusnya sebagai anak
biologis dari laki-laki yang menjadi ayahnya. Maka yang akan terjadi yaitu Hak
yang dilindungi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi a quo jelas tidak dapat
dituntut atau dapat diibaratkan singa tanpa taring.
Hukum pada dasarnya harus bisa melindungi setiap hak yang ada pada
setiap individu, ketika terjadi masalah dalam pergaulan masyarakat hukum harus
hadir sebagai jawaban atas penyelesaian masalah tersebut. Dan pada dasarnya
hukum selalu memiliki cara atau mekanismenya sendiri untuk menyelesaikan
masalah yang terjadi dalam masyarakat.
Begitu pula dengan permasalahan mengenai hak anak luar kawin yang telah
di jamin oleh Putusan Mahkamah Konstitusi a quo seharusnya hukum mampu
untuk menjawab permasalahan tersebut, yang menjadi pertanyaannya adalah
hukum seperti apa yang dapat diterapkan untuk mempertahankan hak anak luar
7
Harahap M. Yahya, Hukum Acara Perdata, Tentang: Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan , Sinar Grafika, Jakarta, 2010, h. 498.
8

Ibid, h. 500.

9

Ibid, h. 499.

9

kawin sebagaimana diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi a quosehingga
dengan segala upaya, hak yang dipertahankan didalamnya tidak sebatas hak di
atas kertas akan tetapi dapat dipertahankan dalam kondisi konkret.
Menjawab pertanyaan tersebut jelas bahwa dalam hal laki-laki yang diduga
sebagai ayan biologis dari anak luar menolak untuk memeriksakan DNAnya satusatunya cara adalah dengan upaya paksa dalam menerapkan putusan Mahkamah
Konstitusi a quo.
Upaya paksa dalam proses peradilan perdata sebenarnya bukan hal yang
mustahil, mengingat bahwa ada yurisprudensi yaitu Putusan MA No. 3136 K/
Pdt/1993 yang mengisyaratkan bahwa pada dasarnya peradilan perdata tidak
dilarang untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil. Dalam hal tidak
dilarang maka dapat diberlakukan ungkapan bahwa jika tidak dilarang berarti
dibolehkan, apabila peradilan perdata dibolehkan untuk mencari dan menemukan
kebenaran materiil maka mau tidak mau hakim juga harus dituntut untuk aktif.
Pendapat di atas juga akan sangat dimungkinkan jika dikaitkan dengan Pasal
139 HIR yang mengatur demikian:
(1) Jika penggugat menghendaki kebenaran tuntutannya diteguhkan
dengan saksi, atau tergugat menghendaki kebenaran
perlawanannya diteguhkan n saksi, tetapi saksi itu tidak dapat
dibawa menurut peraturan pasal 12110 karena tidak mau
10

Pasal 121. HIR
(1)
Sesudah surat tuntutan yang diajukan itu atau catatan yang dibuat itu didaftarkan
oleh panitera pengadilan dalam daftar untuk itu, maka ketua itu akan menentukan hari dan jam
perkara itu akan diperiksa di muka pengadilan negeri, dan memerintahkan pemanggilan kedua
belah pihak, supaya hadir pada yang ditentukan itu disertai oleh saksi-saksi yang mereka
kehendaki untuk diperiksa, dengan membawa segala surat keterangan yang hendak dipergunakan.
(IR. 237 v.)
(2)
Ketika memanggil si tergugat, hendaklah diserahkan juga sehelai salinan surat
tuntutan, dengan memberitahukan bahwa ia, kalau mau, boleh menjawab tuntutan itu dengan surat.
(IR. 123, 388 dst.)

10

menghadap atau karena sebab lain, maka pengadilan negeri harus
menentukan hari persidangan lain untuk memeriksa saksi, dan
harus menyuruh seorang pegawai yang berwenang untuk
memanggil saksi yang tidak mau menghadap itu.
(2) Panggilan serupa disampaikan juga kepada saksi yang menurut
perintah yangdiberikan karena jabatannya akan diperiksa oleh
pengadilan negeri. (Sv. 133; IR. 116, 392.)
Ketentuan dalam Pasal 139 HIR di atas mengisyaratkan bahwa salah satu
pihak dapat meminta kepada hakim melalui juru sita untuk memanggil dan
menghadirkan seorang saksi apabila saksi tersebut memang relevan akan tetapi ia
tidak dapat menghadirkan saksi tersebut dengan sukarela.11
Prinsip yang dapat ditarik dari ketentuan di atas bahwa pada dasarnya hakim
dalam peradilam perdata diijinkan untuk membantu salah satu pihak yang
meminta bantu kepadanya dalam rangka membuktikan dalilnya sepanjang
permintaan tersebut relevan, sehingga logika demikian bisa diterapkan dalam
kasus dalam penelitian ini bahwa dalam hal laki-laki yang didalilkan sebagai ayah
biologis dari anak luar kawin yang menuntut haknya menolak untuk mengikuti
Tes DNA, pihak Anak Luar kawin tersebut bisa meminta kepada hakim untuk
memaksa laki-laki tersebut mengikuti Tes DNA. Dengan demikian hak anak luar
kawin sebagaimana dijamin dalam Putusan Mahkamah Konsttusi a quo dapat
dijamin dan terlindungi oleh hukum

(3)
Perintah yang disebut dalam ayat pertama itu dicatat dalam daftar yang disebut
dalam ayat itu, demikian juga pada surat tuntutan asli.
(4)
(s.d.t. dg. S. 1927-248jo- 338.) Pencatatan dalam daftar termaksud dalam ayat
(1), tidak boleh dilakukan, kalau kepada panitera pengadilan belum dibayar sejumlah uang, yang
untuk sementara banyaknya ditaksir oleh ketua pengadilan negeri menurut keadaan untuk biaya
kantor panitera pengadilan dan biaya panggilan serta pemberitahuan yang dilakukan kepada kedua
belah pihak dan harga meterai yang akan dipakai; uang yang dibayar itu akan diperhitungkan
kemudian.
1111
Harahap M. Yahya, Op.Cit, h. 500.

11

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, adapun yang

menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah:
 Bagaimana Upaya Pembuktian Adanya Hubungan Darah Antar Anak
dan Ayah Biologis?

C.

Tujuan Penelitian
Sedangkan tujuan dari penulisan yang ingin dicapai dalam penulisan ini

adalah untuk mencari upaya Adanya Hubungan Darah Antar Anak dan Ayah
Biologis.

D.

Metode Penelitian
Pengertian metodologi diartikan sebagai ajaran tentang metode-metode.

Metode ini merupakan suatu teknik atau cara jalan,atau usaha yang dirancang
sedemikian rupa yang dipakai dalam proses memperoleh pengetahuan.
Untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan dalam penelitian ini
digunakan metode penelitian hukum normative. Penelitian hukum normatif adalah
suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika
keilmuan hukum dari sisi normatifnya.Dalam penelitian ini,penelitian hukum
normatif digunakan untuk menjelaskan seperti apa kaidah yang dilahirkan oleh
putusan

Mahkamah

Konstitusi

No.46/PUU-VIII/

2010memberikan

cara

pembuktian seperi apa yang dapat ditempuh dalam hukum untuk mengadirkan alat
bukti TES DNA.

12

a) Pendekatan konsep (Conseptual Approach)
Dalam penelitian ini akan menggali konsep-konsep hukum waris dalam
sistem hukum Indonesia Meskipun tidak secara eksplisit,konsep hukum dapat juga
di temukan di dalam undang-undang.Jadi konsep-konsep hukum dapat juga
diketemukan di dalam undang-undang.12jadi konsep-konsep hukum tersebut akan
dijadikan penulis sebagai pikiran dalam membangun argumen-argumen hukum
dalam memecahkan isu mengenaimemberikan cara pembuktian seperi apa yang
dapat ditempuh dalam hukum untuk mengadirkan alat bukti TES DNA.
b) Pendekatan Kasus (CaseApproach)
Pendekatan kasus dipilih sebagai salah satu metode pendekatan dalam
penelitian ini dikarenakan salah satu objek dalam penelitian ini adalah fakta
materiel atau putusan pengadilan yang dalam penelitian ini adalah Putusan
Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010.Pendekatan kasus pada
umumnya memang mengunakan putusan pengadilan sebagai fakta material
nya namun pada dasarnya bukan putusan dalam artian diktum putusan
tersebut yang menjadi pusat penelitian dalam putusan tersebut, melainkan
ratio decidendi atau alasan-alasan hukum yang digunakan hakim untuk

sampai kepada keputusannya.13 Demikian akan dilihat seperti apa ratio
decidendi dalam putusan tersebut dan juga isi putusannya yang akan

berpengaruh terhadap hukum waris di Indonesia.
12
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi P enelitia n Hukum Normatif, Bayu Media,
Malang 2011, h. 57.
13

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), Kencana Prenanda Media
Group, Jakarta, 2013, h. 158.

13

E.

Jenis Penelitian
Jenis penelitan dalam penelitian ini adalah deskriptifatau pemaparan

kegiatan menentukan isi aturan hukum setepat mungkin, sehingga kegiatan
mendeskripsikan tersebut dengan sendirinya mengandung kegiatan interprestasi.
Maksud dari digunakannya tipe penulisan ini kurang lebih adalah agar dapat
memberikan gambaran yang seteliti mungkin dan kemudian mempertegas teoriteori lama atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru.Dalam penelitian ini
yang di interprestasikan yaitu mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi
No.46/PUU-VIII/ 2010 terhadap sistem hukum pewarisan yang berlaku di
Indonesia.

F.

Bahan Hukum
a. Bahan hukum Primer
 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BurgelijkeWetboek).
 Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010.
b. Bahan Hukum Sekunder.
Bahan Hukum Sekunder yaitu meliputi teori-teori para ahli hukum,
buku, jurnal ilmiah, hasil penelitian dan media cetak maupun media
elektronik.
c. Bahan Hukum Tersier

14

Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang menunjang bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder meliputi kamus dan ensiklopedi.

G.

Unit Amatan Dan Unit Analisis
a) Unit Amatan
 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BurgelijkeWetboek).
 Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010.
b) Unit Analisis
Yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah Pengaruh
Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/ 2010 serta bagaimana
upaya pembuktian hasil putusan tersebut.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24