T1__BAB VI Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Parkir di Salatiga T1 BAB VI

BAB VI
PENUTUP
Pada bab ini akan diuraikan akhir dari serangkaian penulisan, dengan
demikian muatan pokok bab ini adalah kesimpulan dan saran.

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis, beberapa kesimpulan penting yang dapat
dirangkum adalah sebagai berikut. Kebijakan perparkiran menetapkan 3
wilayah di Salatiga sebagai parkir berizin yang langsung dikelola oleh Dinas
Perhubungan. Wilayah tersebut adalah wilayah Salatiga Utara, Wilayah
Salatiga Tengah, dan Wilayah Salatiga Selatan dengan jumlah lokasi 107 titik
parkir. Komunikasi

yang dilakukan oleh UPT Perparkiran tentang

menyampaikan peraturan daerah ini kepada juru parkir dan masyarakat masih
kurang jelas, dengan masih adanya penafsiran sendiri-sendiri. Secara
Keterbatasan sumber daya manusia (staf) dalam mengimplementasi kebijakan
tidak memadai (hanya 4 orang) sehingga peran implementator pada penarikan
retribusi


masih

mengalami

kendala.

Strutur

birokrasi

untuk

mengeimplementasikan peraturan daerah ini cukup baik dari hal memberikan
legalitas juru parkir resmi dan menerima setiap laporan tentang masalah
parkir.
Model pengelolaan parkir di Salatiga terpetakan sebagai model
Perparkiran Berizin, Perparkiran Warga dengan izin UPT Perparkiran, dan
perparkiran warga tanpa izin UPT Perparkiran. Selain itu terdapat parkir
khusus yang dikelola oleh pihak ketiga. Pengelolaan kedua model warga
diatas belum terkoneksi dengan baik karena ketersediaan sumber daya

manusia yang tidak mendukung secara baik dalam kesadaran tentang
pengelolaan parkir tepi jalan umum. Parkir warga yang tidak berizin
merupakan ranah kebijakan pemerintah daerah yang perlu ditinjau kembali.
Berdasarkan realitas perparkiran (juru parkir) terkadang menggunakan atribut

82

resmi pemerintah daerah, model parkir yang seperti ini perlu dievaluasi untuk
dijadikan lokasi perparkiran berizin.
Ada beberapa model pengelolaan parkir di Salatiga yaitu, model parkir
berizin, parkir warga dengan izin UPT Perparkiran, dan parkir warga tanpa
izin UPT Perparkiran. Model parkir berizin merupakan model parkir yang
diterapkan di wilayah Kota Salatiga. Model parkir ini berpayungkan hukum
dan dilegitimasi oleh UPT Perparkiran . kemudian model parkir warga dengan
izin UPT Perparkiran adalah model parkir yang memiliki legitimasi dari 2
pihak baik warga setempat dan UPT Perparkiran. Ciri dari model parkir ini
adalah memiliki 2 tanggung jawab setoran retribusi, baik retribusi harian ke
UPT Perparkian dan kontribusi ke warga/lingkungan setempat. Model parkir
warga tetapi tidak memiliki izin UPT Perparkiran ini memiliki ciri terkadang
juru parkir tidak menggunakan atribut parkit seperti parkir lainnya, tidak

memiliki id card. Berada di jalan jalan kecil dan biasanya di jam – jam
tertentu. Sistem kerja juru parkir kota Salatiga secara keseluruhan tidak diatur
oleh UPT Perparkiran, tetapi diatur oleh kesepakatan bersama antara juru
parkir atau paguyuban yang memayungi. Sebagian besar juru parkir masih
melalaikan aturan yang telah disepakati dan keselamatan kerja.

6.2 Saran

Saran dalam bagian akhir penulisan karya ilmiah ini didasarkan pada
temuan selama melakukan penelitian ini adalah :
1. Pihak pemerintah daerah dalam melakukan proses implementasi lebih
memperjelas hubungan dengan semua elemen, baik dishub, Kepala
UPT Perparkiran, Koordinator juru parkir dan juru parkir agar tidak
tumpang tindih. Selama ini tugas koordinator juru parkir hanya sebatas
legalitas.
2. Pemerintah daerah harus tegas terhadap kegiatan-kegiatan ilegal yang
bertentangan dengan aturan. Hal ini dikhawatirkan akan memunculkan
persoalan baru yang sulit untuk dipecahkan. Seperti halnya parkir –
parkir yang masih saja dikelola oleh masyarakat tanpa sepengetahuan


83

UPT Perparkiran bisa saja apabila parkir – parkir model seperti ini
tetap ada akan menghambat pendapatan kota dan diharapkan
pemerintah mampu merangkul dengan kebijakan – kebijakan yang
terintegrasi dan akan menambah penadapatan asli daerah seperti
contoh, para juru parkir harus terdaftar dan digaji oleh pemerintah.
3. Implementasi yang dilakukan oleh UPT Perparkiran kurang baik.
Untuk UPT Perparkiran seharusnya menambah personil lagi dalam
mengelola perparkiran sehingga diharapakan mampu memaksimalkan
potensi-potensi parkir di setiap titik.
4. Bagi juru parkir yang tidak terdaftar di UPT Perparkiran lebih baik
mendaftarkan diri dikarenakan lebih terjamin dalam aktivitas bekerja
dan lebih mematuhi peraturan.
5. Untuk ketua RT dan ketua RW di seluruh Salatiga seharusnya lebih
memahami peraturan daerah terutama parkir tepi jalan umum. Dimana
setiap jalan yang digunakan aktivitas parkir bisa dikelola oleh UPT
Perparkiran.

Sehingga


lokasi

dan

juru

parkir

yang

bekerja

mendapatkan perlindungan hukum.
6. Bagi paguyuban – paguyuban parkir yang berada di Salatiga bisa lebih
berkoordinasi dengan UPT Perparkiran.
7. Untuk masyarakat atau pengguna parkir harus lebih mengetahui
tentang aturan parkir dan bukan hanya sekedar membayar. Ditakutkan
apabila aturan yang menjadi rujukan untuk parkir disalahgunakan oleh
juru parkir.

8. Mengingat dari tahun ketahun penggunan kendaraan bermotor dan
pusat perbelanjaan bertambah seharusnya ada pembangunan lahan
khusus parkir. Contoh jalan Jendral Sudirman dan Jalan Sukowati
maupun Jalan Monginsdi yang sudah terlalu sesak diisi oleh parkir tepi
jalan umum.
9. Bagi peneliti dapat melanjutkan penelitian selanjutnya tentang
persoalan keruangan untuk lahan parkir.

84